• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Mobile Augmented Reality Pada Mata Pelajaran Konstruksi Jalan dan Jembatan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa di SMK Surakarta bab 4

N/A
N/A
MinhHN

Academic year: 2023

Membagikan "Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Mobile Augmented Reality Pada Mata Pelajaran Konstruksi Jalan dan Jembatan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa di SMK Surakarta bab 4"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

62

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan adalah langkah yang harus dilaksanakan sebelum penelitian dimulai. Tujuan dari studi pendahuluan adalah untuk menganalisis kebutuhan serta permasalahan di lapangan. Secara garis besar terdapat 3 pokok permasalahan yang ditemukan hingga menjadi alasan penelitian ini dilaksanakan. Pertama terkait proses pembelajaran yang membuat siswa mengalami kejenuhan. Kedua, kebutuhan media pembelajaran yang inovatif saat proses pembelajaran. Ketiga, kemampuan berpikir kritis siswa yang kurang. Analisis dilaksanakan pada kegiatan pembelajaran, analisis media pembelajaran dan sumber belajar, analisis hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa. Studi pendahuluan dengan metode penelitian 4D Thiagarajan ada di tahap pendefinisian atau define:

1. Analisis Proses Kegiatan Pembelajaran

Pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung peneliti melakukan analisis dengan observasi. Observasi dilaksanakan selama 4 kali pertemuan pada mata pelajaran Konstruksi jalan dan jembatan di kelas.

Pada saat observasi dilakukan kebijakan proses pembelajaran secara hybrid learning, yakni pembelajaran tatap muka terbatas dengan maksimal kapasitas 50% siswa dikelas dan sisanya belajar di rumah.

Selama observasi berlangsung, ditemukan berbagai daftar permasalahan. Permasalahan yang pertama adalah siswa mengalami kejenuhan atau burnout saat proses pembelajaran. Hal ini ditandai dengan siswa kurang aktif dan diperkuat dengan hasil angket serta wawancara kepada siswa. Permasalahan kedua adalah siswa sebagian besar tidak dapat menjawab pertanyaan dari guru yang membutuhkan jawaban kritis dari siswa. Permasalahan ini menjadi catatan penting karena performa siswa dalam proses pembelajaran mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran dikelas secara hybrid learning dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut:

(2)

Gambar 4. 1 Kegiatan Pembelajaran KJJ Sumber: Hasil observasi peneliti di kelas XI DPIB

Kemampuan siswa dalam menganalisis selama proses pembelajaran juga kurang. Pada saat guru memberikan soal kepada siswa, jawaban yang diberikan sangat singkat. Bahkan tidak cenderung malu-malu ketika menjawab. Selain itu, beberapa siswa beralasan kepada guru soal tersebut kurang jelas dan tidak ada di buku jawabannya.

Selain siswa kurang aktif di kelas dan kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan tidak memenuhi kriteria penilaian dari guru, terdapat keluhan dari guru saat proses pembelajaran akan dimulai.

Keluhan tersebut dikemukakan pada wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Kutipan wawancara dengan guru tersebut seperti di bawah ini:

setiap harinya saya selalu menemui anak yang terlambat masuk. Ada yang terlambat karena rumah jauh, ada yang terlambat karena sebenarnya nongkrong dulu di kantin. Jadi saya merasa seolah-olah pelajaran saya dihindari oleh siswa. Entah pelajarannya yang susah, entah metode saya apa yang salah, atau memang karakter murid di Kutipan wawancara 1: tanggal 10 - 02 2021 jam 09.45 WIB).

Hasil wawancara tersebut menunjukkan siswa kurang antusias saat kegiatan pembelajaran akan dimulai. Untuk dapat menemukan sudut pandang dari siswa mengenai hal tersebut, peneliti juga melakukan wawancara terhadap siswa. Berikut kutipan wawancara dengan siswa:

(3)

karena dari jam 7 pagi sampai jam 11. Terus materinya banyak, tugas Kutipan wawancara 3, tanggal 10 - 02 2021 jam 12.05 WIB).

Dari sudut pandang siswa berdasarkan wawancara, bahwa mata pelajaran Konstruksi jalan dan jembatan adalah mata pelajaran yang mempunyai durasi lama pada setiap pertemuannya. Selain itu, mata pelajaran tersebut memuat materi yang banyak. Karakteristik lainnya, mata pelajaran Konstruksi jalan dan jembatan tidak hanya menuntut siswa menguasai secara pengetahuan saja, melainkan juga secara kemampuan. Seperti siswa harus dapat membaca serta menggambarkan bagian-bagian konstruksi jalan dan jembatan, dapat membuat RAB konstruksi jembatan termasuk spesifikasi teknis maupun bahan didalamnya, dapat membuat Work Breakdown Structure, mampu mencari Analisa Harga Satuan serta dapat menghitung volume bahan dari gambar konstruksi.

Dapat simpulkan oleh peneliti dari hasil observasi serta wawancara terhadap guru dan siswa selama proses pembelajaran Konstruksi jalan dan jembatan di atas. Bahwa siswa mengalami beberapa kendala saat mengikuti pelajaran. Seperti siswa mengalami kejenuhan, kurang antusias, kurang aktif dan menunjukkan kemampuan berpikir kritis yang rendah. Sedangkan guru mengalami kendala dalam menganalisis penyebab siswa menunjukkan sikap-sikap demikian. Kondisi tersebut perlu mendapat perhatian dan tindak lanjut, dikarenakan mata pelajaran Konstruksi jalan dan jembatan termasuk mata pelajaran produktif atau mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa SMK jurusan Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan.

2. Analisis Kebutuhan Media Pembelajaran

Sebagai acuan peneliti, analisis ini bertujuan untuk mengetahui berbagai macam bentuk media yang digunakan oleh guru selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Hal ini juga untuk mengetahui

(4)

potensi jenis media apa yang sesuai untuk dikembangkan yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dari hasil observasi yang telah dilakukan pada saat hybrid learning di kelas, guru cenderung menggunakan media pembelajaran buku dan sesekali memakai powerpointatau PPT.

Sejalan dengan hasil observasi, hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru, menunjukkan jika guru terbiasa hanya menggunakan buku dan PPT sebagai media pembelajaran. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:

kadang saya pakai PPT, itu biar siswa lebih paham maksud yang saya ajarkan. Tapi saya juga membebaskan siswa menggunakan handphone

(Kutipan wawancara 2: tanggal 12 - 02 - 2021 jam 11.45 WIB).

Dari pernyataan guru tersebut, guru sudah menggunakan teknologi berupa PPT, teknologi tersebut dirasa oleh peneliti kurang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. PPT yang diberikan kepada siswa hanya menampilkan teks dan gambar. Tingkat interaktivitas yang dapat dilakukan siswa jika guru menggunakan PPT juga sangat kurang. Siswa hanya bisa melihat tampilan PPT yang ditayangkan oleh guru. Dengan metode mengajar demikian, siswa akan lebih sulit dalam berpikir kritis. Maka perlunya variasi media pembelajaran lain yang dapat diterapkan di kelas Konstruksi Jalan dan Jembatan. Untuk dapat melihat variasi media pembelajaran yang selama ini digunakan oleh siswa dapat dilihat dari diagram berikut:

Gambar 4. 2 Diagram Variasi Media

(5)

Survei di atas meninjau penggunaan media pada mata pelajaran Konstruksi jalan dan jembatan selama 3 bulan terakhir. Setiap bulannya terdapat 4 x JP (Jam Pertemuan), sehingga dalam 3 bulan ada 12 kali pertemuan. Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa media pembelajaran yang sangat sering digunakan adalah Buku Mata Pelajaran yakni sebanyak 57% dari total variasi penggunaan media pembelajaran.

Media pembelajaran yang digunakan lainnya adalah PPT dengan intensitas jarang, yakni sebanyak 20% dari total penggunaan variasi media pembelajaran, dan sesekali menggunakan media laptop dan handphone untuk kegiatan pembelajaran.

Fenomena atau permasalahan di atas, peneliti menindaklanjuti dengan studi literatur. Dari studi literatur, bahwa diperlukan media pembelajaran yang inovatif untuk pembelajaran Konstruksi Jalan dan Jembatan. Salah satu media yang dapat digunakan adalah media digital berbasis 3D.

Contoh media digital 3D yakni, virtual reality, augmented reality, 3D flipbook, dll. Menurut (Carreon et al., 2020) terdapat salah satu media pembelajaran interaktif, tidak memerlukan biaya yang banyak, dapat menampilkan pembelajaran nyata, mudah diakses yaitu media augmented reality. Media pembelajaran augmented reality adalah media berbasis ICT atau digital. Selain itu dari hasil penelitian (Suryanti et al., 2020), augmented reality dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Pemanfaatan teknologi augmented reality sebagai media pembelajaran untuk siswa SMK pada mata pelajaran Konstruksi jalan dan jembatan merupakan sebuah inovasi di sekolah. Mengingat hasil temuan peneliti pada saat observasi maupun wawancara terkait kebutuhan media pembelajaran yang telah dilakukan, dibutuhkan media yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Meirbekov et al., 2022) yang mengutip simpulan Uvarov &

Frumin bahwa penggunaan sumber daya, alat dan layanan teknologi

(6)

digital untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pendidikan, merupakan model pendidikan yang inovatif.

3. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Analisis ini dilakukan dengan memberikan pre-test soal kemampuan berpikir kritis yang bertujuan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Instrumen pre-test soal kemampuan berpikir kritis diadaptasi dari penelitian (Ennis & Ennis, 2009) & (Paul & Elder, 2020). Format instrumen berupa tes esai berpikir kritis dengan jenis Illinois Critical Thinking Essay Test. Termasuk rubrik penilaian mengadopsi dari Guidelines for Scoring Illinois Critical Thinking Essay Test yang dikembangkan oleh Finken dan Ennis (1993). Penskoran setiap jawaban terdapat 6 tingkatan. Dimana tingkatan 1-3 kurang menunjukkan komponen berpikir kritis dan tingkatan 4-6 telah menunjukkan kemampuan berpikir kritis yang baik.

Berdasarkan rincian penilaian pada Guidelines for Scoring Illinois Critical Thinking Essay Test, terdapat 6 komponen antara lain 1) focus, 2) supporting reasons, 3) reasoning, 4) organization, 5) conventions dan, 6) integration. Dari hasil tes yang diberikan pada siswa, hasil yang diperoleh masih tergolong rendah. Untuk lebih jelasnya, berikut dapat dilihat diagram hasil pre-test kemampuan berpikir kritis pada siswa:

Gambar 4. 3 Diagram Pre-test Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan diagram diatas, dapat dilihat bahwa hasil pretest kemampuan berpikir kritis siswa SMK N 2 Surakarta dan SMK N 5

(7)

Surakarta. Pada aspek Focus bertujuan untuk menilai kemampuan siswa dalam mengutarakan pendapat dengan benar pada jawabannya, hasil rata-rata yang diperoleh siswa SMK N 2 Surakarta sekitar 27% dan siswa SMK N 5 Surakarta 22%. Aspek supporting reasons yakni menilai kemampuan siswa dalam menyertakan alasan yang berasal dari sumber rujukan pada jawabannya, siswa di SMK N 2 Surakarta hasil perolehan rata-rata sebesar 34 % dan siswa SMK N 5 Surakarta 29%. Pada aspek reasoning, yaitu mengukur kemampuan siswa menyertakan bukti, solusi alternatif dan argumen, dari hasil pretest menunjukan jika rata-rata perolehan siswa SMK N 2 Surakarta sebesar 22% dan untuk siswa di SMK N 5 Surakarta sebesar 16% saja. Selanjutnya, aspek organization yaitu kemampuan untuk menyusun jawaban dan tulisan secara struktur dan jelas serta logis, rata-rata hasil yang diperoleh di SMK N 2 Surakarta adalah 31% dan di SMK N 5 Surakarta sebesar 23%. Aspek conventions atau kemampuan siswa dalam memilah dan memilih penggunaan kosakata pada jawaban. Siswa SMK N 2 Surakarta menunjukan hasil rata-rata 25% dan siswa di SMK N 5 Surakarta 29%. Pada aspek terakhir yakni integration, mengukur kejelasan dan kebenaran jawaban siswa sesuai dengan pertanyaan yang diberikan. Skor yang diperoleh siswa SMK N 2 Surakarta pada aspek ini adalah 30% dan siswa SMK N 5 Surakarta 23%.

Nilai pretest dari soal yang berjumlah 10 butir yang dikerjakan oleh siswa SMK N 2 Surakarta sebanyak 30 orang dan siswa SMK N 5 Surakarta 30 orang. Dari hasil perolehan nilai tersebut dihitung rata-rata.

Rata-rata nilai digambarkan pada tabel berikut:

Tabel 4. 1 Rata-Rata Nilai Hasil Tes Awal

(8)

Pada saat roses penilaian saat dilakukan, hanya beberapa siswa yang berani mengutarakan asumsinya, yang dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4. 4 Proses Pretest Kemampuan Berpikir Kritis

Hasil dari semua aspek kemampuan berpikir kritis yang diujikan menunjukkan rata-rata yang rendah. Rata-rata minimal yang diharapkan setidaknya mencapai 60%. Dari kelima aspek yang diujikan, aspek yang perolehan hasilnya rendah yakni pada aspek Inference. Aspek Inference, siswa diharapkan dapat membuat generalisasi dari berbagai sudut pandang yang berbeda, sehingga siswa dapat menilai maupun mempertimbangkan setiap kesimpulan yang mereka buat. Pernyataan ini didukung oleh pernyataan + bahwa orang yang berpikir kritis adalah orang yang mampu menyimpulkan berdasarkan bukti-bukti dan beberapa asumsi serta dapat memeriksa kebenarannya.

4. Analisis Profil dan Karakter Siswa

Dari hasil angket yang telah diberikan kepada siswa dan observasi yang telah dilakukan, rata-rata siswa kelas XI di SMK baik SMK N 2 Surakarta maupun di SMK N 5 Surakarta berusia 16 sampai 17 tahun.

Pada umur rentang 16-17 tahun menurut Piaget masuk periode operasi formal (Flavell & Piaget, 1967). Operasi formal adalah masa anak sudah dapat berpikir abstrak dan dapat memecahkan masalah. Selanjutnya, bahasa yang digunakan sehari-hari saat pembelajaran berlangsung adalah Bahasa Indonesia. Hasil analisis mengenai sikap siswa terhadap mata pelajaran Konstruksi Jalan dan Jembatan, sebagian besar memiliki sikap terbuka dengan perolehan data angket 76% dari total siswa. Siswa

(9)

terbuka terhadap apa pun media yang digunakan dalam pembelajaran.

Hal ini juga berdasarkan hasil wawancara pada siswa, berikut kutipan wawancara terhadap siswa:

-teman selama ini menerima saja guru mau pakai PPT, video, buku mata pelajaran atau laptop. Tapi yang sering dipakai buku mata pelajaran sama kadang-kadang pakai PPT. Harapannya nanti guru mengajar pakai variasi lain. Ya misalnya tidak hanya pakai - 02 - 2021 jam 09.50 WIB).

Lebih lanjut mengenai potensi perangkat media yang digunakan oleh siswa, dari hasil observasi serta analisis bahwa siswa kelas XI di SMK N 2 Surakarta dan SMK N 5 Surakarta 100% siswa menggunakan smartphone di sekolah. Smartphone menjadi barang yang penting untuk siswa bawa di sekolah. Penggunaan smartphone bagi siswa di SMK N 2 Surakarta dan SMK N 5 Surakarta, selain sebagai alat komunikasi mereka menggunakannya untuk membantu mereka mengumpulkan atau mengunggah tugas harian di Microsoft Teams sekolah.

Gambar 4. 5 Pengumpulan Tugas di Ms. Teams dengan Android Terdapat berbagai macam sistem operasi smartphone yang digunakan oleh siswa. Sistem operasi tersebut antara lain, Android, IOS dan Windows Phone. Lebih jelasnya dapat dilihat data hasil analisis, pada diagram dibawah ini:

(10)

Gambar 4. 6 Diagram Sistem Operasi SmartphoneSiswa

Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui bahwa 77% dari 120 siswa pengguna sistem operasi Android. 20% menggunakan smartphone dengan sistem operasi IOS dan sebagian kecil atau hanya 3%

menggunakan sistem operasi Windows Phone. Hasil data tersebut sejalan dengan hasil survei yang dilakukan oleh Statcounter GlobalStats, yang menyatakan sistem operasi smartphone yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia adalah Android. Menurut Statcounter GlobalStats, pengguna sistem operasi android pada bulan Januari hingga bulan Desember 2021 yakni sebanyak 91,36%. Berikut dapat dilihat hasil data survei Statcounter GlobalStats yang diambil dari sumber https://gs.statcounter.com/os-market-share/mobile/indonesia pada tanggal 7 Desember 2021 pukul 12.13 WIB:

Gambar 4. 7 Hasil survei Statcounter GlobalStats Android

IOS Samsung Windows

Nokia Linux

StatCounter Global Stats

Mobile Operating System Market Share Indonesia

91,36%

9,6%

0,6%

0,01%

0,01%

0,01%

(11)

Banyaknya pengguna Android dikarenakan beberapa kelebihan yang dimilikinya. Android memiliki berbagai fitur yang canggih, mudah digunakan dan dapat diaplikasikan pada perangkat telepon yang memiliki ruang pengelolaan yang kecil (Garg & Baliyan, 2021: 6).

Adapun karakter siswa di SMK berdasarkan hasil observasi maupun wawancara kepada guru BK yang telah dilakukan, yakni mempunyai jiwa berkeinginan yang kuat, ramah, terbuka dan sudah dapat bertanggung jawab. Didukung dari hasil penelitian (Sitanggang &

Saragih, 2016: 4) bahwa karakteristik siswa di SMK baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan dari segi stabilitas emosional, ekstraversi (pandai berbicara dan bergaul), keterbukaan terhadap pengalaman, kepekaan nurani dan tanggung jawab tergolong cukup tinggi. Karakter tersebut antara siswa laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

5. Analisis Konsep

Berdasarkan hasil dokumentasi yang telah dilakukan oleh peneliti, bahwa Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran Konstruksi jalan dan jembatan sebanyak 21 KI & KD. Rincian lebih detail terkait KI & KD mata pelajaran Konstruksi jalan dan jembatan dapat dilihat pada lampiran 3. Adapun KI & KD yang memuat materi paling banyak dan membutuhkan pemahaman lebih mendalam dari siswa adalah KD 3.5: Memahami Spesifikasi Jembatan. Pada kompetensi dasar materi spesifikasi jembatan, materi yang dimuat antara lain: beton, beton pra tegang, baja tulangan, baja struktur, kayu, fondasi tiang, fondasi bor, fondasi sumuran, adukan mortar semen, pasangan batu, pasangan batu kosong, sambungan siar muai, landasan jembatan, sandaran, papan nama jembatan, pembongkaran struktur.

Menurut (Rönnlund et al., 2019: 7), pembelajaran berpikir kritis dapat dilaksanakan pada materi yang dapat dipraktikkan secara langsung atau bersifat produktif. Sesuai dengan pernyataan Rönnlund, kompetensi dasar spesfikasi jembatan pada mata pelajaran Konstruksi jalan dan

(12)

jembatan termasuk mata pelajaran produktif di SMK. Artinya mata pelajaran tersebut bertujuan untuk memberikan kemampuan khusus dan kompetensi kerja bagi siswa. Sehingga pemilihan kompetensi dasar memahami spesifikasi jembatan merupakan pilihan yang sesuai untuk penerapan pembelajaran berpikir kritis.

Hasil analisis selanjutnya yakni penjabaran KD 3.5 materi spesifikasi jembatan. Penjabaran tersebut disajikan berupa butir-butir Indikator Pencapaian Kompetensi yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. 2 Indikator Pencapaian Kompetensi Spesifikasi Jembatan

Sumber: arsip guru hasil penelitian, 2021

Berdasarkan data dari tabel, indikator pencapaian kompetensi siswa lebih mengedepankan pada kemampuan siswa dapat menjelaskan materi yang dipelajari. Kompetensi dengan indikator menjelaskan termasuk dalam tingkatan kognitif level 2 (C2). Tingkatan kognitif level 2 kurang dapat merangsang proses berpikir kritis siswa. Berpikir kritis adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi atau HOTS (Simarmata et al., 2020:

17). Menurut pernyataan (Akib & Satriana, 2022: 49), tingkatan kognitif yang termasuk tingkat tinggi atau HOTS setara di level 4 (C4) hingga level 6 (C6). Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian indikator pencapaian kompetensi pada kompetensi dasar tersebut. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun kembali RPP yang disertai kata kerja

(13)

operasional level kognitif C4, C5 dan C6. Hasil penyesuaian indikator pencapaian kompetensi ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 4. 3 Indikator Pencapaian Kompetensi Tingkat Tinggi

Sumber: hasil analisis peneliti, 2021

6. Analisis Tugas

Hasil identifikasi dari tahapan analisis tugas pada siswa SMK jurusan DPIB kelas XI di SMK N 2 Surakarta dan SMK N 5 Surakarta bahwa siswa melaksanakan pembelajaran berdasarkan Kurikulum Merdeka Belajar. Kurikulum Merdeka Belajar telah diterapkan akibat pandemi Covid-19. Penerapan kurikulum ini juga berlandaskan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 56/M/2022. Menurut Kurikulum Merdeka Belajar pemberian tugas dan penilaian kepada siswa dibedakan menjadi 3 ranah. Ranah tugas dan penilaian tersebut antara lain: diagnostik (kognitif & non kognitif), formatif dan sumatif.

Pada analisis ini juga peneliti mengetahui sejauh mana tahapan berpikir kritis siswa saat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan pada mata pelajaran Konstruksi jalan dan jembatan bab Spesifikasi Jembatan.

Dalam task analysis berpikir kritis siswa dapat diketahui dari 5 aspek berikut: Core concepts, Issues, Metacognition, Usefulness of the acquired knowledge, Personal interests. Kegiatan pembelajaran yang

(14)

harus dilakukan siswa untuk mengukur berpikir kritis antara lain;

analyse, inquire, create, reason, express, reflect, collaborate, apply (Cáceres et al., 2020: 4). Lebih rincinya, indikator kegiatan kemampuan siswa disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. 4 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Sumber: diadaptasi dari penelitian (Cáceres et al., 2020) dan (Paul &

Elder, 2020)

7. Rumusan Tujuan Pembelajaran (Specifying Instructional Objectives)

Perumusan tujuan pembelajaran pada penelitian ini disusun dan disesuaikan dengan penjabaran kompetensi dasar dan kompetensi inti di tahap analisis konsep. Perumusan juga memperhatikan hasil rincian analisis tugas yang diperoleh. Secara garis besar tujuan pembelajaran yang paling utama adalah siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada materi spesifikasi jembatan dengan media pembelajaran mobile augmented reality berbasis android. Secara rinci tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan penjabaran KI&KD dapat dilihat pada tabel beirkut:

(15)

Tabel 4. 5 Rumusan Tujuan Pembelajaran Siswa

No Pertemuan Indikator Pencapaian Kompetensi 1

1

Siswa mampu menelaah definisi spesifikasi jembatan dari berbagai sumber dengan teliti.

2 Siswa dapat mengategorikan berbagai macam klasifikasi jembatan dengan benar.

3 Siswa mampu menyusun perencanaan kelas jembatan dengan rinci

4 Siswa mampu membuat rincian bagian-bagian jembatan dengan benar.

5

2

Siswa mampu membandingkan penampang jembatan dengan cermat.

6 Siswa mampu membuat diagram perencanaan jembatan dengan jelas

7 Siswa mampu menganalisis spesifikasi jembatan dari berbagai sumber dengan cermat.

8 Siswa dapat memproyeksikan spesifikasi jembatan dengan tepat.

9

3

siswa mampu menyajikan hasil diskusi spesifikasi jembatan dengan menarik.

10 Siswa dapat mengkritik dan memberi saran kerja kelompok dengan santun.

Sumber: hasil analisis peneliti, 2021

Berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran di atas, maka dapat disusun storyboard atau gambaran kasar media pembelajaran yang akan dikembangkan. Storyboard yang disusun dapat dijadikan panduan maupun pedoman dalam membuat prototype produk nantinya. Adapun storyboard media pembelajaran augmented reality pada penelitian ini dapat dilihat tabel berikut:

Tabel 4. 6 Storyboard Media Pembelajaran AR

Scene Board Keterangan

1 Akan ditampilan halaman

depan game dengan judul materi yang akan dipelajari

(16)

Scene Board Keterangan

2 Terdapat berbagai tombol

menu utama

3 Berisi uraian ki dan kd

materi yang akan dipelajari oleh siswa

4 Ditampilkan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa, disertai tombol home, sound, next dan back

5 Berisi kumpulan bab materi

yang dibuat rinci dan berurutan agar siswa mudah untuk memilih bab pada materi.

Berisi deskripsi dan uraian materi sesuai bab yang dipilih oleh siswa.

6 Pada menu pilihan evaluasi

disertai petunjuk pengerjaan soal serta tombol untuk memulai mengerjakan soal

(17)

Scene Board Keterangan Pengerjaan soal dilakukan secara cepat karena dibatasi oleh waktu pilihan jawaban sudah ditampilkan.

Pada halaman penutup akan ditampilkan hasil nilai yang diperoleh oleh siswa

B. Pengembangan Produk

Tindak lanjut dari studi pendahuluan yakni tahap pengembangan produk.

Hasil dokumentasi, wawancara, observasi dan analisis dari studi pendahuluan menjadi bahan pertimbangan serta bahan pengembangan media pembelajaran pada penelitian ini. Untuk lebih rincinya pada tahapan ini, dijabarkan sebagai berikut:

1. Tahap Perancangan (Design)

Langkah yang harus dilakukan untuk dapat menghasilkan prototipe produk media pembelajaran berbasis mobile augmented reality, yang pertama adalah perancangan tes acuan patokan kemudian proses pemilihan media, pemilihan format media, terakhir yakni membuat desain permulaan dari media pembelajaran yang akan dibuat. Dengan kata lain hasil akhir tahapan design adalah berupa prototipe produk media pembelajaran berbasis mobile augmented reality. Hasil dari langkah- langkah tersebut dalam penelitian ini secara rinci sebagai berikut:

a. Perancangan tes acuan patokan

Perancangan tes acuan patokan atau dalam tahapan 4D Thiagarajan disebut dengan istilah constructing criterion referenced tests. Instrumen yang disusun digunakan untuk mengukur

(18)

ketercapaian kompetensi berpikir kritis siswa sebanyak 10 butir soal.

Kisi-kisi instrumen tes atau soal ditampilkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. 7 Kisi Kisi Instrumen Soal Berpikir Kritis

Sumber: hasil adaptasi dari penelitian (Ennis & Ennis, 2009) & (Paul

& Elder, 2020)

Selanjutnya, instrumen di uji kelayakannya dengan analisis butir soal. Dari hasil uji reliabilitas didapatkan nilai reliabilitas sebesar 0,75. Hasil tersebut menunjukkan bahwa soal memiliki reliabilitas

(19)

yang tinggi. Adapun untuk daya beda dan tingkat kesukaran soal ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 4. 8 Hasil Analisis Butir Soal

Sumber: hasil analisis peneliti, 2021

Pada penelitian ini, kualitas media pembelajaran yakni berupa mobile augmented reality diukur dan divalidasi oleh pakar atau ahli.

Penilaian ahli tersebut mencakup ahli media dan ahli materi. Selain penilaian dari ahli didukung dari hasil respon siswa. Instrumen yang disusun untuk mengukur kualitas media pembelajaran yang dilakukan oleh para ahli diadaptasi dari peneliti terdahulu yakni Dieck & Jung, (2015) dan Almaiah et al. (2016). Sedangkan instrumen respon siswa diadaptasi dari penelitian Pombo & Marques (2019). Masing-masing instrumen lebih rincinya dapat dilihat pada halaman lampiran.

(20)

b. Pemilihan Media (Media selcction)

Menurut Smaldino, media yang dapat digunakan dalam pembelajaran dibedakan menjadi 8 jenis. Jenis media tersebut antara lain: media visual, audio, komputer, gerak, multimedia, hypermedia, media non-visual dan media jarak jauh. Jenis media juga dikelompokkan oleh Saifuddin (2018: 132), diantaranya media audio, media proyeksi diam, media proyeksi gerak dan audio visual, multimedia, benda. Berdasarkan hasil analisis tugas, analisis konsep, analisis karakteristik siswa dan karakteristik media yang telah dilakukan sebelumnya, maka di antara jenis media menurut Smaldino et al., (2019) maupun Saifuddin (2018), jenis media yang paling sesuai dengan mobile augmented reality adalah multimedia.

Multimedia memiliki berbagai kelebihan yang dapat memudahkan bagi penggunaannya. Salah satunya adalah kepraktisan. Selanjutnya, untuk multimedia augmented reality selain praktis digunakan juga akan memberikan pengalaman belajar yang mendalam bagi siswa. Menurut Dale (1946), pengalaman belajar siswa 90% berasal dari apa yang mereka lakukan. Pengalaman ini dapat ditunjang dari multimedia augmented reality. Karena multimedia augmented reality sepenuhnya dioperasikan oleh siswa itu sendiri selama proses pembelajaran berlangsung. Pengoperasian media augmented reality juga dilengkapi dengan buku marker. Buku marker berisi penjelasan singkat serta QR Code. Apabila QR Code dipindai maka akan menampilkan objek dan materi yang diinginkan.

c. Pemilihan Format (Format selcction)

Pengemasan media pembelajaran augmented reality menggunakan smartphone berbasis sistem android. Dengan smartphone sistem android siswa dapat mengoperasikannya secara mandiri serta tidak membuat siswa merasa terbebani. Dikarenakan dari hasil analisis profil siswa, 77% siswa menggunakan smartphone berbasis sistem android. Terkait data ini, memungkinkan siswa mampu menjalankan media secara self-instructional. Self-

(21)

instructional multimedia akan dapat berjalan optimal apabila disertai dengan sebuah panduan.

Panduan dalam pembelajaran didesain agar dapat menciptakan pembelajaran berpikir kritis student center learningyang terintegrasi dengan media pembelajaran AR. Panduan pembelajaran atau sintak pembelajaran menggunakan model pembelajaran inquiry dengan pendekatan saintifik. Sintak pembelajaran lebih rincinya dapat dilihat pada lampiran. Berikut bagan gambaran secara garis besar proses pembelajaran model inkuiri dengan pendekatan saintifik:

Gambar 4. 8 Flowchart Sintak Pembelajaran di Kelas d. Desain Permulaan (Initial Design)

Produkprototypeyang dibuat atau yang dihasilkan selain media pembelajaran 3D augmented realityyakni RPP, buku panduan serta buku marker berisi materi. Penyusunan RPP dilakukan agar adanya kesesuaian antara proses pembelajaran menggunakan media augmented reality dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Berikut penjelasan dari masing-masing prototype yang disusun pada tahap ini:

1) Produk PrototypeMedia Augmented reality

Pengembangan produk AR hasil dari kombinasi beberapa

Fase 1 Mengamati

Menanya Pendahuluan

Pengumpulan data dan verifikasi Fase 2

Mengumpulkan Informasi Pengumpulan data

melalui eksperimen/

mencoba Fase 3

Fase 4 Mengorganisasi dan memformulasikan

penjelasan

Mengomunikasi kan Menalar

Fase 5 Menganalisis proses inkuiri

(22)

software aplikasi. Software aplikasi tersebut diantaranya blender 3D, Vuforia, Unity 3D dan android studio. Blender 3D digunakan

untuk membuat dan mengedit objek 3D jembatan dan komponen struktur jembatan. Objek ditentukan dari hasil analisis

kompetensi dasar pada materi spesifikasi jembatan, sehingga objek yang dibuat sesuai dengan materi yang diajarkan. Setelah objek 3D dibuat dan diedit seautentik mungkin dengan objek aslinya kemudian dikembangkan di Unity 3D dan Vuforia.

Vuforia adalah developer portal untuk mendesain dan merancang interaktifitas objek pada aplikasi khusus untuk augmented reality (Dunaway, 2020). Dengan software aplikasi-aplikasi akan dihasilkan prototype produk seperti berikut ini:

Ditampilkannya halaman depan game dengan judul materi yang akan dipelajari

Tampilan uraian ki dan kd materi yang akan dipelajari oleh siswa

Tampilan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa

(23)

Tampilan kumpulan bab materi yang dibuat rinci dan berurutan.

Tampilan deskripsi dan uraian materi sesuai bab yang dipilih oleh siswa.

Tampilan soal

Tampilan halaman penutup akan

Gambar 4. 9 Prototype Produk Media AR

Produk prototipe media pembelajaran AR tersebut dikembangkan dan disesuaikan dengan indikator-indikator pencapaian kompetensi siswa yang disusun sebagai berikut:

Tabel 4. 9 Pengembangan Prototipe Produk

(24)

No. Indikator Model AR 1. Menyusun

perencanaan kelas jembatan

2. Memerinci bagian-bagian jembatan

3.

4.

Mengategorikan berbagai macam klasifikasi jembatan

Membandingkan penampang jembatan

2) Buku Panduan (Manual User)

Buku panduan berguna untuk memberikan panduan penggunaan atau pengoperasian aplikasi bagi siswa maupun guru.

Buku panduan disusun secara detail agar fitur-fitur yang ada pada aplikasi dapat berfungsi dengan maksimal. Di samping itu juga dituliskan secara runtut agar pengguna yang membaca tidak

(25)

mengalami kesulitan atau kebingungan. Buku panduan dibuat secara cetak dan non cetak. Langkah bertujuan agar lebih mudah dalam penyebarannya. Berikut ini adalah produk buku panduan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pengguna:

Gambar 4. 10 Prototype Produk Manual User 3) Buku Marker (Marker Book)

Buku marker dibuat bertujuan untuk memudahkan siswa maupun guru menampilkan materi saat menggunakan media pembelajaran augmented reality. Komponen buku marker terdiri

(26)

dari: a) sampul dan judul, b) daftar isi, c) format penulisan laporan spesifikasi jembatan, d) penjelasan singkat dan barcode marker.

Gambar 4. 11 Sampul Depan Buku Marker

Gambar 4. 12 Tampilan Barcode Marker 2. Tahap Pengembangan (Develop)

Hasil prototipe dari tahap perancangan akan disempurnakan pada tahap pengembangan. Penyempurnaan dilakukan agar produk media pembelajaran AR berkualitas dan layak digunakan secara luas. Prototipe yang telah melalui tahap pengembangan, dapat dipertanggungjawabkan dari segi praktis dan teoritis. Adapun pada tahap pengembangan produk

(27)

akan dinilai oleh ahli (expert appraisal) dan diuji-coba (developmental testing). Lebih rincinya tahapan tersebut, dijabarkan sebagai berikut:

a. Penilaian dari Ahli (Expert Appraisal)

Penilaian atau validasi yang dilakukan oleh ahli pada produk media pembelajaran AR harus dilakukan. Penilaian tersebut yang menjadi dasar dari alasan produk sudah layak digunakan. Kelayakan media pembelajaran ditinjau dari segi media itu sendiri serta dari segi materi/substansi yang dimuat.

Adapun yang berwenang menilai dari segi media adalah seorang ahli media yakni Dr. Deny Tri Ardianto, S.Sn., Dipl. Art dan Dr.

Suharno, M. Pd. Lebih lanjut, penilaian dari segi materi/substansi dilakukan oleh ahli materi yakni Dr. Ir. Chundakus Habsya, MS.Ars.

dan Dr. Roemintoyo, ST., M.Pd. Data yang didapat dari penilaian merupakan data kuantitatif.

1) Penilaian Ahli Materi

Validasi atau penilaian materi mencakup aspek Content usefulness (tingkat kebermanfaatan materi yang disajikan), Attractiveness (tingkat daya tarik materi yang ditampilkan) dan Relevance of information (tingkat relevansi materi yang disajikan dengan kebutuhan siswa). Materi yang ditampilkan pada media pembelajaran augmented reality disesuaikan dengan kebutuhan siswa, kurikulum serta saran dari para ahli. Hal ini dilakukan agar materi yang dipelajari siswa dapat berkelanjutan dan memberikan pemahaman mendalam bagi siswa. Validator materi dipilih dosen yang ahli dalam pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan dan ahli dalam bidang mata pelajaran Konstruksi Jalan dan Jembatan.

Berikut adalah hasil penilaian ahli materi terhadap media pembelajaran augmented reality:

(28)

Tabel 4. 10 Hasil Analisis Penilaian Ahli Materi

Gambar 4. 13 Penilaian Ahli Materi

Pernyataan dari ahli materi media pembelajaran augmented realitysudah layak digunakan tetapi terdapat beberapa masukan dari para ahli materi. Masukan tersebut diantaranya: a) perlu dilengkapi dengan materi pengantar agar siswa paham dengan arah tujuan pembelajaran yang akan dicapai, b) perlu diperhatikan pemilihan bahasa untuk kalimat tujuan pembelajaran, c) materi di media harus disertai dengan buku materi pendukung. Salah satu masukan dari ahli materi tersebut yang menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti untuk menyusun buku marker dan buku panduan. Berikut ini adalah hasil dari tindak lanjut saran dari ahli materi.

(29)

Tabel 4. 11 Revisi Dari Ahli Materi

Revisi Tindak Lanjut

perlu dilengkapi dengan materi pengantar agar siswa paham dengan arah tujuan pembelajaran yang akan dicapai

Materi pengantar perlu diperhatikan

pemilihan bahasa untuk kalimat tujuan pembelajaran

Penulisan tujuan pembelajaran dengan kaidah SPOK

materi di media harus disertai dengan buku materi pendukung

2) Penilaian Ahli Media Pembelajaran

Aspek-aspek yang dinilai oleh ahli media meliputi:

Functionality, Accessibilitas, Interactivity, Ease of use, Interface design, Responsiveness dan Availability. Aspek functionality yakni kemampuan media AR dapat dioperasikan sesuai dengan fungsinya. Accessibilitas yakni menilai media dari segi kemudahan akses. Selanjutnya interactivity yaitu penilian yang

(30)

didasarkan pada kemampuan ineraktivitas media yan digunakan.

Ease of use merupakan penilaian terhadap media dari segi tingkat kemudahan penggunaan, sedangkan interface design adalah penilaian terhadap tampilan dan desain media. Aspek Responsiveness yakni menilai media dari segi tingkat kecepatan media sebagai sumber belajar siswa. Availability menilai kemampuan media dapat digunakan sebagai sumber belajar dimanapun dan kapan pun dibutuhkan. Data penilaian ahli media dapat dilihat pada diagram berikut ini:

Tabel 4. 12 Hasil Analisis Penilaian Ahli Media

Gambar 4. 14 Hasil Penilaian Ahli Media

Berdasarkan diagram batang di atas, dapat diketahui bahwa semua aspek yang dinilai memperoleh skor rata-rata di atas 90%.

Skor di atas 90% jika diinterpretasikan menunjukkan bahwa semua aspek pada media tersebut sangat baik. Artinya media pembelajaran augmented reality menurut ahli media dari aspek functionalityhingga aspek availabilitysangat memenuhi standar

(31)

kelayakan dan sudah siap digunakan secara luas. Saran dari ahli media, objek pada media pembelajaran lebih menarik lagi jika terdapat warna yang berbeda di setiap segmennya. Tampilannya dapat di zoom in maupun zoom out menggunakan jari tangan.

Disertai dengan voice note agar materi dapat diakses lebih luas lagi oleh siswa. Selebihnya, media pembelajaran augmented reality sudah sangat baik dan menarik.

b. Uji Coba Pengembangan Produk

Prototipe media pembelajaran yang telah melalui penilaian dari para ahli selanjutnya akan dilakukan uji coba secara terbatas. Uji coba diberikan kepada siswa SMK kelas XI jurusan DPIB dan guru yang mengampu mata pelajaran Konstruksi Jalan dan Jembatan.

Tujuannya untuk mendapatkan penilaian atau perspektif dan masukan dari para siswa maupun guru.

1) Uji Coba Pada Guru

Respon atau perspektif dari guru terkait media pembelajaran AR adalah tujuan dilakukannya uji coba ini.

Responden uji coba yakni 4 orang guru mata pelajaran Konstruksi Jalan dan Jembatan. Guru yang dipilih adalah guru yang mengajar dikelas XI jurusan DPIB. Pada uji coba terhadap guru ada beberapa aspek yang dinilai, aspek-aspek tersebut disajikan dengan tabel berikut:

Tabel 4. 13 Aspek Penilaian Perspektif dari Guru

Sumber: diadaptasi dari penelitian Ibili et al. (2019)

Data yang didapatkan berupa data kuantitatif. Guru yang

(32)

berpartisipasi pada uji coba akan mengisi lembar penilaian.

Penilaian diisi dengan sejujur-jujurnya dan tidak ada intervensi dari peneliti. Guru yang menjadi responden berhak memberikan masukan, kritik dan saran pada produk media pembelajaran AR.

Segala bentuk masukan dari guru menjadi pertimbangan bagi peneliti untuk tindak lanjut berikutnya. Berikut adalah hasil dari penilaian aspek-aspek tersebut yang digambarkan pada tabel serta diagram di bawah ini:

Tabel 4. 14 Hasil Penilaian Uji Coba Guru

Gambar 4. 15 Penilaian Uji Coba Guru

Saran yang diberikan kepada peneliti dari guru selama uji coba berlangsung adalah media pembelajaran tidak hanya memuat bab spesifikasi jembatan saja, kemudian detail gambar pada objek 3D kalau bisa ditampilkan. Apabila gambar 2D dan objek 3D ditampilkan bersamaan, siswa dapat mengetahui maksud objek yang ada di media pembelajaran.

(33)

Tabel 4. 15 Revisi Dari Guru

Revisi Tindak Lanjut

Sebaiknya media pembelajaran tidak hanya memuat bab spesifikasi jembatan saja

Saran tersebut tidak dapat dilakukan perubahan pada media, dikarenakan materi yang nantinya akan ditampilkan menjadi terlampau luas. Selain itu media akan semakin membutuhkan banyak ruang memori. Karena ukuran aplikasi akan semakin besar.

detail gambar pada objek 3D kalau bisa ditampilkan

Sebelum revisi

Sesudah revisi

2) Uji Coba Pada Siswa

Uji coba pada siswa dilakukan untuk mengetahui respon siswa terhadap media pembelajaran augmented reality. Uji coba diberikan pada siswa-siswi SMK kelas XI jurusan DPIB. Siswa dan siswi kelas XI di SMK sebagai responden uji coba, dipilih secara cluster sampling. Jumlah responden yang digunakan pada uji coba sebanyak 40 siswa, dari SMK N 2 Surakarta dan SMK N 5 Surakarta. Berdasarkan angket yang telah diberikan pada responden uji coba, berikut hasilnya disajikan pada tabel dan

(34)

diagram di bawah ini:

Tabel 4. 16 Hasil Penilaian Uji Coba pada Siswa

No Aspek Nilai

Persentase Kategori Skor Skor Max

1 Usability of

using 900 1250 72% Baik

2 Perceived

Ease of Use 1015 1250 81%

Sangat Baik 3 Educational

value 1035 1250 83%

Sangat Baik

Gambar 4. 16 Hasil Penilaian Uji Coba Siswa

Berdasarkan tabel dan diagram diatas, dari segi kemudahan penggunaan, kebermanfaatan media serta keterkaitan dengan pembelajaran menurut siswa sudah sangat baik. Siswa tidak memberikan kritik yang negatif. Respon yang positif dari siswa menjadi bagian tolak ukur penting untuk media berbasis mobile augmented reality hasil penelitian ini.

C. Pengujian Produk

Pengujian produk dilakukan setelah produk telah diuji-coba dan dikembangkan secara maksimal. Media pembelajaran yang telah diimplementasikan di kelas dan menghasilkan data yang diperlukan, selanjutnya data-data tersebut akan diuji dengan analisis data. Hal ini dilakukan guna melihat seberapa dampak yang dihasilkan dari media pembelajaran AR

(35)

dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Menurut metode penelitian 4D Thiagarajan, langkah pengujian produk terkandung pada langkah Disseminte atau tahap penyebaran produk. Untuk lebih jelasnya, dijabarkan pada pembahasan berikut:

1. Uji Analisis Prasyarat

Tahap ini juga disebut dengan evaluasi sumatif. Tujuannya adalah melihat seberapa besar media augmented reality memberikan dampak bagi siswa. Dari hasil analisis karakteristik siswa yang mempunya karakteristik hampir sama maka metode yang digunakan adalah true eksperimental dengan desain PreTest Post Test Kontrol Group Design (Rukminingsih et al., 2020: 56) . Dimana terdapat dua kelompok yang diberi perlakuan berbeda. Subjek uji coba validasi adalah siswa SMK N 2 Surakarta dan siswa SMK N 5 Surakarta. Masing-masing sekolah tersebut ada 2 kelas yang dilibatkan.

Pemilihan kelas eksperimen dan kontrol didasarkan pada hasil analisis tes pendahuluan. Analisis lanjut yang digunakan pada uji ini adalah uji statistik anava. Data yang diuji anava harus memenuhi uji prasyarat, yakni uji normalitas data dan uji homogenitas data. Taraf signifikansi yang dipakai pada uji prasyarat sebesar 0,05. Semua data diuji dengan IBM Statistic SPSS versi 25. Adapun jenis uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk, berikut adalah hasil uji normalitas:

Tabel 4. 17 Hasil Uji Normalitas Data

Dari hasil olah data yang disajikan pada tabel di atas, menunjukkan jika data yang diperoleh normal. Dengan nilai signifikansi rata-rata SMK N 2 Surakarta untuk kelas A sebesar 0.582 > 0.05 dan kelas B sebesar

(36)

0.247 > 0.05, sedangkan rata-rata signifikansi di SMK N 5 Surakarta kelas A sebesar 0.392 > 0.05 dan kelas B sebesar 0.541 > 0.05 (Sig. >

0.05). Artinya data hasil tes berpikir kritis siswa di semua kelas terdistribusi normal. Data yang telah melalui uji normalitas dan hasilnya normal, maka selanjutnya diuji homogenitas dengan jenis uji Levene.

Hasil uji homogenitas data disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. 18 Hasil Uji Homogenitas Data

Menurut tabel 4.18, bahwa hasil signifikansi dari uji homogenitas data di SMK N 2 Surakarta sebesar 0.290 dan di SMK N 5 Surakarta 0.589.

Taraf ini menunjukkan jika taraf signifikansinya lebih dari 0.05 (Sig. >

0.05). Dengan kata lain data hasil tes awal berpikir kritis siswa baik di SMK N 2 Surakarta dan SMK N 5 Surakarta homogen, sehingga kelas yang terlibat layak untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Dengan asumsi tersebut maka dipilih kelas A sebagai kelas eksperimen dan kelas B sebagai kelas kontrol.

2. Keefektifan Produk

Uji ini dilakukan dengan memberikan perlakukan berbeda terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang menggunakan media pembelajaran augmented reality selama proses pembelajaran berlangsung, sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang menerapkan pembelajaran tanpa menggunakan media pembelajaran augmented reality. Langkah ini bertujuan untuk mendapatkan data eksperimen.

Data utama yang diperoleh adalah hasil nilai siswa pre-test post-test kemampuan berpikir kritis siswa baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol. Adapun data pendukung didapatkan dari lembar observasi keterlaksanaan sintak. Kemudian ata hasil tes baik dari SMK N 2

(37)

Surakarta dan SMK N 5 Surakarta yang telah terpenuhi uji prasyarat yakni dari uji normalitas dan homogenitas selanjutnya akan di uji t-test.

Uji t-test bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Metode pengujian t-test pada hal ini adalah dengan menggunakan indepent sampel t-test yang dibantu dengan aplikasi IBM Statistic SPSS versi 25.

Tabel 4. 19 Hasil Uji Data T-Test

Dapat dicermati dari tabel 4.15 di atas, bahwa hasil uji t-test memperoleh signifikansi sebesar 0.000. Besaran signifikansi 0.000 <

0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Ho menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dari hasil uji tes kemampuan berpikir kritis siswa, sedangkan Ha adalah hipotesis yang menyebutkan ada perbedaan signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, karena berdasarkan data di atas kalau Ha diterima. Dikarenakan adanya perbedaan tersebut, untuk mengetahui kelas mana yang lebih baik maka dapat dilihat dari hasil uji statistik berikut ini:

Tabel 4. 20 Hasil Uji Statistik

(38)

Gambar 4. 17 Perbandingan Rerata Kelas Eksperimen & Kontrol Mengenai data di atas, hasil uji tes kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas kontrol dan eksperimen, dapat dilihat jika rata-rata kelas eksperimen lebih baik daripada rata-rata nilai di kelas kontrol. Nilai rata- rata kelas kontrol di SMK N 2 Surakarta sebesar 52.03 sedangkan di kelas eksperimen lebih tinggi yakni sebesar 71.40. Adapun nilai rata-rata kelas kontrol di SMK N 5 Surakarta hanya 39.67 lebih rendah dari kelas eksperimen yakni sebesar 66.47. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan jika kelas eksperimen yaitu kelas yang menggunakan media pembelajaran augmented reality memperoleh nilai rata-rata lebih baik daripada kelas kontrol yang tidak menggunakan media pembelajaran AR. Pada aspek focus, dimana siswa mampu menganalisis spesfikasi jembatan dan mampu memberikan saran dan masukan secara kritis antar kelompok.

Peningkatan juga terjadi pada aspek supporting reasons, hasil lebih baik saat siswa telah mampu mengkategorikan, membuat diagram perencanaan dengan tepat. Tentu saja adanya peningkatan pada aspek supporting reasons sejalan dengan hasil peningkatan pada aspek reasoning, organization, convention, dan integration. Pada awalnya siswa kebingungan dalam memerinci bagian-bagian jembatan setelah menggunakan media augmented reality siswa jadi mampu menyusun perencanaan dan mendesain jembatan.

Selanjutnya untuk menguatkan hasil efektifitas produk dilakukan analisis uji N-Gain. Hasil analisis ini akan dapat diketahui media yang

(39)

digunakan benar-benar efektif atau tidak. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan SPSS. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 4. 21 Hasil Uji N-Gain

Sumber: interpretasi nilai dari Hake dalam Sundayana (2014, h.151) Berdasarkan tabel 4.21 diatas, hasil rata-rata N-Gain untuk kelas eksperimen di SMK N 2 sebesar 67% dan di SMK N 5 sebesar 65%. N- Gain Score 67% dan 66% termasuk pada kategori efektif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan media mobile augmented reality di

(40)

SMK N 2 Surakarta dan SMK N 5 Surakarta terbilang efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Keefektifan media pembelajaran pada penelitian ini juga didukung dari data hasil keterlaksanaan sintak.

Keterlaksanaan sintak dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Proses pembelajaran diamati oleh 2 observer dengan bantuan lembar observasi. Berikut ini adalah hasil dari pengamatan observer terhadap pelaksanaan pembelajaran selama penelitian berlangsung.

Gambar 4. 18 Diagram Keterlaksanaan Sintak

Diagram keterlaksanaan sintak pembelajaran di atas menggambarkan kesimpulan dari hasil pengamatan para observer. Persentase aspek pada sintak pembelajaran model inkuiri dengan pendekatan saintifik yang paling rendah adalah aspek mengamati. Penyebab aspek mengamati pada siswa rendah antara lain: 1) siswa tidak fokus dengan instruksi peneliti, 2) siswa tidak membaca panduan dengan seksama, 3) terdapat beberapa siswa yang memiliki smartphone sistem IOS membuat aplikasi media pembelajaran AR tidak dapat terinstal.

Kendala kendala tersebut diatasi dengan mengkondisikan kelas yang disertai sebuah punishment. Seperti ketika siswa tidak memperhatikan instruksi maka siswa harus memperagakan yel-yel sikap siap, di samping suara instruksi diperkeras. Kedua, membuat kelompok

(41)

belajar untuk mengatasi siswa yang memiliki smartphone dengan sistem IOS atau anak yang tidak dapat menginstal aplikasi media pembelajaran AR di gawainya. Selanjutnya setiap kelompok membacakan dan memperagakan panduan penggunaan. Adapun masukan dari observer, kendala atas tidak fokusnya siswa dan tidak membacanya panduan dengan seksama dapat disiasati dengan penayangan video instruksi dan berisi panduan yang dibuat secara menarik. Hal ini bertujuan agar siswa menjadi lebih terpusat perhatiannya.

a. Pengemasan Media Pembelajaran

Media pembelajaran AR dikemas dalam bentuk software aplikasi android. Software tersebut dapat diunduh melalui link google drive dan dapat disebarluaskan melalui grup whatsapp. Media pembelajaran memiliki format .apk, disertai manual user serta marker materi yang dikemas dalam bentuk buku cetakan serta buku digital. Buku panduan versi digital dapat diakses pada link berikut ini https://heyzine.com/flip-book/d36db5e3a3.html, sedangkan akses link buku marker versi digital adalah sebagai berikut:

https://heyzine.com/flip-book/1337f36328.html. Tampilan packaging media adalah sebagai berikut:

Gambar 4. 19 Pengemasan Buku Marker Cetak

(42)

Gambar 4. 20 Pengemasan Buku Marker Digital

Gambar 4. 21 Buku Panduan Digital

Gambar 4. 22 Tampilan Packaging Media Pembelajaran AR

(43)

D. Pembahasan

Penelitian pengembangan media pembelajaran berbasis mobile augmented reality yang diterapkan di SMK N 2 Surakarta dan SMK N 5 Surakarta adalah bentuk dari tindak lanjut analisis kebutuhan. Khususnya kebutuhan siswa dan guru selama pembelajaran jarak jauh akibat pandemi Covid-19. Produk dikembangkan dengan metode 4D Thiagarajan. Dari penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat memaparkan hasil rumusan masalah yang mencakup: 1) kebutuhan media yang sesuai dengan pembelajaran jarak jauh, 2) apa saja hasil pengembangan media pembelajaran, 3) keefektifan dari media pembelajaran AR mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

1. Kebutuhan Media Pembelajaran

Pandemi covid-19 membuat sebuah kebiasaan baru dalam sistem pendidikan. Salah satunya adalah proses belajar mengajar di sekolah yang dilakukan secara hybrid learning. Dengan adanya aturan baru ini, membuat sekolah harus menyesuaikan agar pembelajaran berjalan dengan lancar. Termasuk di SMK N 2 Surakarta dan SMK N 5 Surakarta yang menerapkan aturan baru tersebut.

Proses pembelajaran yang berlangsung di SMK N 2 Surakarta dan di SMK N 5 Surakarta masih menggunakan model pembelajaran lama, yakni model ceramah dengan durasi lama, mendikte pokok bahasan dan sesekali melakukan pengamatan menggunakan video. Aktivitas pembelajaran yang demikian menjadikan siswa menjadi kurang antusias dalam belajar. Khususnya pada materi spesifikasi jembatan.

Kurangnya antusias siswa selama proses pembelajaran membuat pembelajaran di dalam kelas terasa sangat monoton, tidak interaktif, dan kurang membuat siswa mendapatkan pengalaman belajar yang berarti.

Selain model pembelajaran yang kurang interaktif, pengaruh yang membuat proses pembelajaran berjalan terasa monoton dan tidak menjadikan pengalaman belajar bagi siswa adalah penggunaan media pembelajaran. Variasi media pembelajaran yang digunakan akan memperkaya pengalaman belajar siswa sehingga siswa akan lebih

(44)

semangat dalam belajar (Danaei et al., 2020). Penggunaan media pembelajaran baik di SMK N 2 Surakarta maupun SMK N 5 Surakarta masih sebatas seperangkat alat presentasi yakni buku, LCD Proyektor, Laptop.

Menurut sudut pandang guru, guru sudah mengupayakan segala cara agar materi tersampaikan dengan baik. Meski ketersediaan media pembelajaran yang menunjang terbatas. Disisi lain guru juga mengaku jika perlu media lain, namun tidak adanya informasi dan referensi yang didapatkan maka guru hanya bisa menggunakan media yang tersedia di sekolah. Ini menandakan jika guru masih memiliki keterbatasan literasi media. Keterbatasan literasi media guru disebabkan karena beban kerja guru yang cukup banyak seperti harus menyusun silabus, RPP dan sintak pembelajaran, penyusunan KI&KD, menyusun program tahunan dan program semester (PROTA & PROSEM), penyusunan soal ulangan harian, memberikan penilaian serta menganalisis hasil belajar siswa.

Tugas tersebut di samping mendidik, membimbing, mengajar siswa, melatih dan mengambangkan kemampuan siswa. Beban kerja ini juga tercantum pada Permendikbud nomor 15 tahun 2018 tentang tugas pokok dan fungsi guru. Selain beban kerja yang banyak dan sumber daya yang dimiliki guru terbatas, secara infrastruktur penyediaan media pembelajaran juga kurang diperhatikan. Oleh karena sebab itu, membuat variasi media yang digunakan pada pembelajaran menjadi sangat kurang.

Fakta di atas menjadi poin penting yang perlu diperhatikan. Karena semenjak pandemi Covid-19 melanda, terjadi sebuah revolusi di dunia pendidikan yaitu diterapkannya metode pengajaran modern dengan menggunakan teknologi digital sebagai alat pembelajaran (Meirbekov et al., 2022). Keterbatasan media pembelajaran yang digunakan membuat proses belajar mengajar menjadi kurang optimal. Pembelajaran yang kurang optimal menghambat ketercapaian hasil belajar dan kemampuan siswa. Telah disebutkan bahwa salah satu kemampuan penting untuk

(45)

dikuasai oleh siswa pada abad 21 salah satunya kemampuan berpikir kritis (Rönnlund et al., 2019).

Kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikembangkan dan dilatihkan dengan pengaturan model pembelajaran, penkondisian kelas serta penggunaan sumber belajar. Sesuai dengan kebutuhan saat ini yang lebih menitik beratkan sumber belajar berupa teknologi digital. Sumber belajar tersebut dapat berupa video, perpustakaan digital, kursus online (MOOCs) dan repositori (Huang, R, Spector, JM., 2019). Penggunaan media belajar digital dapat membantu siswa berkembang dalam pengendalian diri, refleksi diri dan menentukan tujuan belajar secara realistis.

Untuk menjawab tantangan pembelajaran modern maka dibutuhkan pendekatan teknologi pada penyelenggaraan pendidikan. Salah satunya dengan pendekatan perangkat seluler atau mobile approach (Lee, Lin, Hwang, Fu & Tseng., 2021). Penggunaan perangkat seluler yang mampu menampilkan berbagai macam bentuk media sekaligus akan membuat proses pembelajaran akan terasa lebih variatif, menyenangkan dan efektif. Jenis perangkat seluler yang umum digunakan pada waktu ini adalah smartphone.

Dapat disimpulkan dari analisis kebutuhan bahwa kondisi terbaru dan mendesak dalam dunia pendidikan adalah penggunaan media pembelajaran berbasis teknologi. Akibat diterapkannya pembelajaran modern yang perlu melibatkan teknologi digital. Kedua, guru mengalami keterbatasan literasi media digital sehingga kurang eksplorasi media pembelajaran yang digunakan. Ketersediaan fasilitas di sekolah serta beban kerja yang menjadi keterbatasan guru untuk menggunakan variasi media dalam pembelajaran. Ketiga, kecenderungan siswa yang tidak aktif, kurang antusias dan mengalami kejenuhan dalam belajar akibat pembelajaran yang monoton. Mengenai hal ini maka diperlukan media pembelajaran berbasis teknologi digital yang dapat memberikan pengalaman belajar, memacu perkembangan kemampuan siswa,

(46)

khususnya kemampuan berpikir kritis. Kajian lebih lanjut, bahwa ternyata dapat memanfaatkan smartphone (mobile) android untuk menunjang proses pembelajaran.

2. Hasil Pengambangan Media Mobile Augmented reality

Media mobile augmented reality dikembangkan dengan desain pengembangan 4D Thiagarajan. Terdapat empat langkah utama pada desain pengembangan 4D, antara lain: define, design, develop, disseminate. Keempat langkah tersebut dilaksanakan secara struktur dan bertahap. Hingga terciptanya produk media pembelajaran augmented reality. Secara garis besar pada tahap ini, media didesain berdasarkan analisis kebutuhan media yang terlebih dahulu sudah dilakukan pada tahap define. Setelah media didesain maka selanjutnya media dikembangkan dan ketika media selesai dikembangkan selanjutnya disebarluaskan.

Dalam menyusun draft awal pada tahap define dihasilkannya storyboard atau kerangka awal media. Storyboard yang disusun disesuaikan dengan karakteristik siswa, karakteristik mata pelajaran konstruksi jalan dan jembatan pada bab spesifikasi jembatan, kebutuhan siswa serta kemampuan yang dimiliki siswa. Langkah ini bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran yang sesuai kebutuhan dan tujuan dikembangkannya media pembelajaran mobile augmented reality.

Berdasarkan hasil analisis karakteristik siswa, bahwa rata-rata siswa SMK kelas XI telah memasuki usia dengan tingkat berpikir abstrak dan berpikir pemecahan masalah (problem solver). Memiliki keterbukaan atas hal baru dan dapat bertanggung jawab.

Mengenai kemampuan berpikir siswa, walaupun menurut tingkat berpikir Piaget pada usia tersebut memasuki usia mampu berpikir abstrak. Akan tetapi, hasil profil berpikir kritis siswa tergolong rendah.

Setiap aspek berpikir kritis, siswa di SMK N 2 Surakarta dan SMK N 5 Surakarta rata-ratanya tidak lebih dari 40%. Karakteristik tersebut

(47)

menjadi dasar untuk menggali lebih dalam kebutuhan siswa terhadap media pembelajaran seperti apa.

Selanjutnya, storyboard yang sudah disusun dikembangkan lebih lanjut menjadi prototipe media pembelajaran. Prototipe dibuat untuk mendapatkan produk media pembelajaran yang paling sesuai dengan kebutuhan. Produk yang dibuat berupa software aplikasi android augmented reality. Memuat materi spesifikasi jembatan didalamnya.

Prototipe dinilai oleh ahli materi dan ahli media, masing-masing ahli telah menyatakan produk layak digunakan dengan semestinya.

Terdapat beberapa saran dari ahli materi dan telah ditindak lanjuti dengan melakukan revisi terhadap produk. Rata-rata penilaian dari ahli materi terhadap produk di atas 80% atau jika diinterpretasikan sama dengan produk sudah sangat baik. Adapun saran dari ahli media, terdapat saran yang tidak dapat ditindak lanjuti oleh peneliti. Selain keterbatasan kemampuan juga keterbatasan perangkat yang dimiliki oleh siswa maupun guru. Saran tersebut yakni memasukkan materi di luar bab spesifikasi jembatan. Jika cakupan materi terlampau luas maka akan lebih banyak objek yang dimuat dalam aplikasi. Hal ini mengakibatkan bertambah besarnya ukuran aplikasi yang akan dihasilkan. Ukuran yang besar akan memakan memori perangkat seluler atau smartphone menjadi lebih besar pula. Disisi lain, keterbatasan waktu dalam mengembangkan produk juga tidak memungkinkan untuk dilakukan tindak lanjut dari saran tersebut.

Lebih lanjut lagi terkait penilaian dari ahli, bahwa penilaian dari ahli media rata-rata mendapatkan penilaian diatas 90%. Seperti pada aspek functionality 93%, accessibility 96%, interactivity 90%, ease of use 97%, interface design 94%, responsiveness 90%, availability 97%. Artinya produk media sangat baik. Namun, terdapat saran dari ahli media yang tidak dapat ditindak lanjuti oleh peneliti. Seperti tampilan yang dapat di zoom in dan zoom out dengan jari dan disertai voicenote. Saran tersebut menjadi catatan bagi peneliti selanjutnya karena pada penelitian ini

(48)

terhambat kemampuan dalam mengembangkan. Interaktivitas yang diinginkan oleh ahli media tersebut perlu di lakukan perubahan pada bahasa pemrograman dengan menggunakan aplikasi Unity dan Vuforia.

Produk prototipe setelah penilaian oleh ahli selanjutnya diuji coba kepada siswa dan guru untuk proses pembelajaran. Hasilnya dari uji coba kepada siswa produk sudah baik. Pada aspek penilaian educational value memperoleh skor 83% masuk dalam kategori sangat baik, aspek perceived ease of use memperoleh skor 81%: sangat baik, usability of using sebanyak 72%: baik. Tidak ada saran dari siswa terkait produk yang digunakan. Artinya produk telah diterima oleh siswa dan dapat digunakan siswa untuk belajar. Tanggapan positif juga diberikan oleh guru mata pelajaran. Penilaian dari guru menunjukkan rata-rata diatas 80% baik dari aspek attitude, satisfaction, perceived ease of use, perceived usefulness. Jika diinterpretasikan nilai tersebut maka produk tergolong sangat baik. Saran yang diberikan pun terkait disertainya gambar 2D ditindaklanjuti oleh pengembang ditampilkan pada buku materi marker.

Produk prototipe telah mendapat tanggapan positif dari para responden dilanjutkan proses pengembangan dan disebarluaskan kepada pihak-pihak yang berkaitan. Tujuan dari dikembangkannya media pembelajaran augmented reality adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Untuk proses pengembangannya media pembelajaran tidak hanya berupa software aplikasi namun juga disertai RPP, Sintak Pembelajaran, Buku Marker, Instrumen Tes Penilaian.

Menurut (Garzón, Kinshuk, Baldiris, Gutiérrez., 2020) bahwa berpikir kritis dapat dilatih dan dikembangkan dengan mengkondisikan lingkungan serta situasi belajar yang sesuai. RPP yang memuat indikator pencapaian kompetensi yang disusun, disesuaikan dengan indikator kemampuan berpikir kritis. Begitu pula penyusunan sintak pembelajaran yang mencakup poin-poin kegiatan belajar berpikir kritis.

(49)

Karakteristik dari media augmented reality (Devagiri, Paheding, Niyaz et al., 2022) yakni mampu menampilkan objek 3D secara real time dan mampu mengombinasikan kondisi sebenarnya dengan virtual.

Penampilan objek 3D yang ditunjukkan dengan gabungan kondisi nyata dengan kondisi virtual, akan menciptakan visualisasi yang lebih autentik dengan keadaan sebenarnya. Pengalaman yang didapatkan seseorang dengan menggunakan augmented reality adalah pengalaman interaktif.

Maksudnya orang yang menggunakan augmented reality dapat merasakan dan membuat perubahan pada informasi yang didapatkan sesuai dengan keinginan. Seolah-olah augmented reality mampu memberikan rangsangan bagi penggunanya. Pernyataan ini diperkuat oleh (Craig, 2013: 154), bahwa augmented reality mampu menstimulasi rangsangan pada setiap indera yang kita miliki, terutama pada indera penglihatan dan suara.

Rangsangan penglihatan dan suara yang didapatkan oleh pengguna augmented reality akan menstimulasi daya berpikir pengguna. Pengguna di sini lebih spesifiknya adalah para siswa di SMK N 2 Surakarta dan SMK N 5 Surakarta. Akibatnya siswa akan lebih terpacu menganalisis, memiliki pertanyaan, membuat sebuah alasan dan mengekspresikan pengetahuan lebih dalam.

Menurut pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa produk media pembelajaran mobile augmented reality dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain karena karakteristik augmented reality yang mampu menggabungkan situasi virtual dengan situasi kenyataan secara real time, augmented reality juga mampu memberikan rangsangan. Rangsangan yang ditimbulkan dikembangkan untuk meningkatkan berpikir kritis yang didukung dengan pengkondisian kelas serta pembelajaran berpikir kritis. Indikator keberhasilan pembelajaran berpikir kritis ini, dapat dilihat dari hasil keterlaksanaan sintak yang mencapai rata-rata 70% untuk setiap aspeknya.

(50)

3. Keefektifan Media Mobile Augmented Reality

Tingkat keefektifan media dapat dilihat dari hasil uji t-test. Dimana hasil uji t-test dari data nilai SMK N 2 Surakarta dan SMK N 5 Surakarta menunjukkan taraf signifikansi 0.000 < 0.05, maka hipotesis akhir diterima. Bahwa terdapat perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian dari (Ibáñez et al., 2020) dan penelitian (Pombo & Marques, 2019) yang menyatakan adanya perbedaan signifikan dari kelas kontrol dengan kelas eksperimen.

Perbedaan yang ada berdasarkan tabel 4.18 perhitungan statistik bahwa kelas yang menggunakan media AR lebih baik hasilnya daripada kelas yang tidak menggunakan media AR.

Sehubungan dengan hasil yang menunjukkan lebih baik tersebut, didukung dari hasil pengamatan oleh peneliti bahwa siswa menjadi lebih interaktif dan bersikap lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung.

Gambar 4. 23 Proses Pembelajaran dengan Media Mobile AR Proses pembelajaran yang semakin interaktif karena menggunakan mobile augmented reality juga ditunjukkan pada penelitian (Fidan &

Tuncel, 2019) serta penelitian dari (Syawaludin et al., 2019) dan (Lima et al., 2022) bahwa pembelajaran yang memanfaatkan media augmented reality membuat interaktivitas siswa di dalam kelas lebih mudah tercipta.

Interaktivitas di dalam kelas dapat menjadi sebuah rangsangan bagi siswa untuk berpikir kritis. Pernyataan ini didukung oleh penelitian (Mustaqim, 2016) yang menyatakan bahwa pola berpikir siswa dalam

(51)

berpikir kritis dapat dirangsang dengan memanfaatkan augmented reality sebagai media pembelajaran.

Hasil dari banyak penelitian terdahulu, pada dunia pendidikan penggunaan augmented reality mampu meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan literasi digital, meningkatkan komunikasi serta berpikir kreatif siswa. Bukan hal yang mustahil bahwa augmented reality dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa (Suryanti et al., 2020).

Senada dengan hasil penelitian dari (Giasiranis & Sofos, 2016) bahwa teknologi augmented reality menjadi sebuah sistem pendukung pada pendidikan yang memiliki potensi lebih besar daripada teknologi web dalam hal meningkatkan kinerja serta konsentrasi siswa. Hasil penelitian dari Giasiranis & Sofos didukung dari hasil penelitian (Santos et al., 2016), juga menyatakan pembelajaran multimedia dengan menggunakan augmented reality meningkatkan daya berpikir siswa serta motivasi belajar siswa. Hal ini dikarenakan informasi yang disampaikan melalui objek virtual membantu penggunanya dapat melakukan penalaran lebih jauh dan memberikan gambaran secara nyata. Proses pengembangan berpikir tersebut disertai instruksi yang sejalan (Yang et al., 2022). Dengan kata lain, teknologi augmneted reality sebagai media pembelajaran sudah sesuai dengan fungsi media menurut Kemp &

Dayton, yaitu media pembelajaran berfungsi menyajikan informasi dan dapat memberikan instruksi kepada siswa.

Terkait dengan implementasinya, sehingga siswa dapat belajar secara mandiri dan dapat mengeksplorasi sendiri materi yang diinginkan atau dibutuhkan untuk menyelesaikan tugasnya. Menerapkan kemandirian belajar baik untuk siswa maupun guru merupakan salah satu peluang dari pembelajaran di masa pandemi (Abidah et al., 2020: 48). Dari hasil penerapan pembelajaran dengan media mobile augmented reality pada mata pelajaran konstruksi jalan dan jembatan bab spesifikasi jembatan, siswa di SMK N 2 maupun di SMK N 5 Surakarta, tidak hanya mampu

(52)

menganalisis tetapi juga mampu merencanakan atau mendesain jembatan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Menurut taksonomi Anderson level kognitif mendesain atau merencanakan termasuk pada level C6 (tingkat tinggi).

Gambar 4. 24 Hasil Desain Jembatan Siswa

Gambar

Gambar 4. 3 Diagram Pre-test Kemampuan Berpikir Kritis Siswa  Berdasarkan  diagram  diatas,  dapat  dilihat  bahwa  hasil  pretest  kemampuan  berpikir  kritis  siswa  SMK  N  2  Surakarta  dan  SMK  N  5
Gambar 4. 7 Hasil survei Statcounter GlobalStatsAndroid
Gambar 4. 6 Diagram Sistem Operasi Smartphone Siswa
Tabel 4. 2 Indikator Pencapaian Kompetensi Spesifikasi Jembatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara kelas siswa yang menggunakan media

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah hasil belajar siswa yang menggunakan media Prezi lebih baik dibandingkan hasil belajar siswa yang menggunakan media Poster dalam

Berdasarkan dari rumusan masalah serta hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan yaitu: 1) bahan ajar yang dikembangkan berupa Buku Ajar telah sesuai

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah. Apakah dengan penerapan metode problem solving dapat menigkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar siswa pada

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, dapat diketahui tujuan penelitian ini adalah untuk: mengetahui pelaksanaan pendidikan karakter pada perangkat

Pada proses pembelajaran digunakan aspek mengumpulkan data pengamatan yang terdiri dari empat deskriptor yaitu mengajukan hasil analisis sesuai dengan rumusan masalah, melihat

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian adalah: (1) Mengetahui kelayakan media maket pelat lantai tipe knock down pada mata pelajaran gambar

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran berbasis augmented reality pada mata pelajaran