• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengenalan Konsep Kick

N/A
N/A
Ezra Eklesia Tabita Wangke

Academic year: 2024

Membagikan " Pengenalan Konsep Kick"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III TEORI DASAR

3.1 Kick

Kick merupakan salah satu kondisi dimana fluida dalam suatu formasi masuk kedalam sumur pengeboran yang di akibatkan oleh tekanan formasi yang lebih besar dari tekanan pemboran, sehingga nantinya fluida tersebut akan mendorong isi lubang yang ada di dalam lubang tersebut hingga permukaan atau dengan kata lain semburan liar (Blow Out) (Herry Sofyan & Rega Dian Naralia Sari, 2013). Terjadinya kick ini memberikan dampak yang buruk selama operasi pengeboran, antara lain tersitanya waktu operasi, aktifitas dalam rig menjadi lebih berbahaya karena adanya tekanan tinggi dan kemungkinan kerusakan peralatan. Jika masalah ini tidak bisa diantisipasi dan ditangani tepat waktu maka dapat mengakibatkan ledakan atau semburan liar, tetapi jika hal ini dapat ditangani tepat waktu, maka kick dapat dihindari dan ditangani dengan aman.

3.1.1. Penyebab Terjadinya Kick

Dalam operasi pengeboran, masalah yang paling perlu diperhatikan dan ditangani dengan benar adalah kick, karena jika masalah ini tidak dapat ditangani akan mengakibatkan masalah yang lebih besar yaitu blow out (Semburan Liar).

Penyebab terjadinya kick yang paling sering ditemui adalah pada saat terjadinya lost circulation, yaitu masuknya sebagian lumpur pemboran ke dalam formasi yang mengakibatkan fluida yang ada di dalam sumur turun dan tekanan yang ada di dalam sumur menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan formasi, walaupun tekanan densitas equivalen lumpur yang dipakai sudah cukup berat.

Selain itu, penyebab yang sering juga terjadi adalah ketika menembus zona abnormal, dimana tekanan yang dimiliki oleh formasi jauh lebih besar dibandingkan dengan lapisan sebelumnya dan melampaui tekanan hidrostatik yang dimiliki lumpur pemboran dalam lubang bor.

(2)

Penyebab selanjutnya yang mengakibatkan kick terjadi yaitu ketika terjadinya efek swabbing (sedotan) ketika pipa pemboran ditarik ke atas permukaan, seperti hal nya sebuah sedotan yang sedang di hisap dan menghasilkan efek menyedot, sehingga seolah – olah tekanan hidrostatis lumpur berkurang jauh, dan saat tekanan hidrostatis sudah lebih rendah dari tekanan formasi maka hal ini akan merangsang fluida dari formasi keluar menuju lubang sumur.

Blow out (Semburan liar) dapat terjadi ketika kick tidak dapat ditangani, baik ketika kick yang dating terlalu cepat, maupun operator yang terlalu lambat mengetahui, atau karena memang secara alamiah alamnya sangat ganas, misalnya zona gas yang bertekanan tinggi.

3.1.2. Gejala Terjadinya Well Kick

Pada saat operasi pengeboran, biasanya ada Langkah sumur yang diikuti dengan tanda – tanda yang terlihat di permukaan atau pun di kontrol. Agar kick dapat ditangani dengan cepat, maka perlu diketahui tanda – tanda terjadinya kick dalam sumur, berikut ini :

1. Rate Of Penetration (ROP)

Dalam suatu operasi pemboran, laju penembusan atau Rate Of Penetration (ROP) merupakan salah satu hal yang penting, tetapi hal ini merupakan salah satu tanda terjadinya well kick dalam suatu sumur,ketika kecepatan pengeboran meningkat secara tiba – tiba/cepat (jeda pengeboran), dimana ini terjadi saat bor menembus ke formasi yang lunak. Namun, hal ini juga dapat disebabkan oleh formasi berpori yang berada dibawah tekanan tinggi.

2. Hilang Lumpur (lost circulation)

Lost circulation adalah salah satu peristiwa hilangnya lumpur pemboran melalui lubang bor menuju ke formasi. Kehilangan lumpur

(3)

yang terlalu tinggi dapat menurunkan luas permukaan lumpur yang berada di dalam sumur, yang selanjutnya dapat menyebabkan tekanan hidrostatis lumpur turun dibawah tekanan formasi. Namun, tidak semua masalah kehilangan lumpur dapat menyebabkan terjadinya well kick.

3. Gas Cut Mud

Peristiwa ini terjadi ketika ada lumpur bor yang mengandung gas formasi yang dapat mengurangi kepadatan lumpur. Dimana ketika gas yang ada dalam lumpur bor tidak dilepaskan sebelum fluida kembali ke sumur, berat atau densitas fluida berkurang, yang mengakibatkan sejumlah besar gas dalam sumur menurunkan densitasnya, maka dari itu lumpur yang tercampur dengan gas harus diolah untuk mengurangi resiko terjadinya kick.

4. Peningkatan Torque dan Drag

Saat mengebor ke zona tekanan formasi tinggi, pernbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik lumpur dan tekanan formasi berkurang, Bit membuat potongan yang lebih besar (Panjang/serpihan dengan bentuk sudut) dan cuttings tersebut menumpuk disekitar collar sehingga meninggkatkan rotary torque. Terkanan formasi yang lebih tinggi juga menyebapkan peningkatan hambatan saat memindahkan pipa setelah sambungan.

5. Berat Jenis Lumpur Turun

Hal ini biasa terjadi karena tercampurnya fluida formasi yang berada di sumur dengan lumpur bor, fluida formasi yang biasanya cepat menurunkan berat jenis lumpur adalah gas.

6. SPM Pompa Meningkat Tetapi Tekanan Pompa Menurun Masuknya cairan kick ke dalam lubang sumur dapat menyebapkan peningkatan tekanan pompa sesaat karena kecendrungan lumpur untuk berflokulasi. Selanjutnya, adanya beberapa cuttings dan kolom campuran lumpur dan kepadatan influx yang lebih ringan di dalam annulus akan menyebapkan tekanan pompa menurun. Dan mungkin gabungan dari kepadatan lumpur yang lebih berat pada pipa U-bor string ke dalam annulus

(4)

karena annulus memiliki kepadatan fluida yang lebih ringan. Meskipun gejala yang sama dapat disebapkan oleh hilangnya drill string, di sarankan utuk flow check sebagai konfirmasi akhir.

7. Flow dari Sumur Saat Pompa diMatikan

Menghentikan pompa menyebapkan penurunan di bottom hole pressure yang setara dengan kehilangan tekanan annular. Sehingga flow check adalah metode yang dapat diandalkan untuk memeriksa adanya well kick. Jika pompa dimatikan setelah beberapa menit dan sumur tetap flowing, Kick dapat terjadi. Ada beberapa alas an yang membuat sumur flow sementara pompa dimatikan.

 Adanya well kick akibat swabbing

 Sumur tersebut masih tidak seimbang

 Ballooning effect

3.2 Tekanan

Tekanan merupakan suatu gejala alam yang terjadi pada setiap benda di permukaan bumi yang merupakan besarnya gaya yang bekerja di dalam setiap luas.

Secara empiris, tekanan dapat ditulis sebagai berikut : P=F

A ... (3.1) Dimana :

P : Tekanan, Psi

F : Gaya yang bekerja pada daerah luas, N A: Luas permukaan yang menerima gaya, m2

Di lapangan biasanya gaya memakai satuan pounds, luas dengan satuan inch2 (square inch) maka tekanan dalam pounds per square inch (psi).

(5)

3.2.1. Tekanan Formasi

Tekanan formasi atau tekanan pori merupakan suatu tekanan tinggi yang akan menyebabkan terjadinya aliran fluida yang berada dalam formasi masuk kedalam sumur yang relatif rendah. Tekanan formasi memiliki 2 kategori yang sering dijumpai yaitu ; normal dan abnormal. Tekanan formasi atau pori pada prinsipnya berasal dari :

a. Pendesakan yang terjadi oleh ekspansi gas pada gas cap drive reservoir (body force).

b. Pendesakan yang disebabkan oleh air formasi yang mengakibatkan adanya beban formasi diatasnya (overburden).

c. Pengembangan gas (gas bebas) pada reservoir solution gas drive yang dengan gas cap drive reservoir dimana pengembangan gas yang terjadi tidak terperangkap secara merata di sepanjang pori – pori reservoir.

d. Menimbulkan tekanan akibat adanya gaya kapiler yang cukup besar yang dipengaruhi oleh tegangan permukaan dan sifat kebasahan suatu batuan.

Selain tekanan formasi, diperlukan juga data tentang tekanan rekah (fracture) formasi atau batuan. Hal ini dianggap perlu karena tekanan rekah (fracture) dapat menyebapkan terjadinya loss atau masuk dan hilangnya fluida pemboran kedalam formasi atau batuan. Fracture juga dapat mendatangkan resiko terhadap masuknya influx dari formasi yang dapat mengakibatkan kick bahkan blow out.

Tekanan formasi dan tekanan rekah merupakan dua data penting dalam mendisain sumur dan pelaksanaan operasi pemboran. Tekanan di dalam lubang sumur harus lebih besar dari tekanan formasi, namun tekanan dalam lubang tersebut tidak boleh lebih besar dari tekanan rekah. Tekanan di dalam lubang sumur itu didapat dari kolom lumpur pemboran yang dikenal dengan tekanan hidrostatik

(6)

3.2.2. Teknan Hidrostatik

Tekanan hidrostatik ialah tekanan yang diakibatkan oleh beban fluida yang ada di atasnya. Pada tahapan pemboran, tekanan hidrostatik sangatlah penting untuk di perhatikan agar tekanan hidrostatik tetap pada kondisi over balance (tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan formasi), jika tekanan hidrostatik lebih kecil dari tekanan formasi (under balance), maka fluida dari formasi dapat masuk ke dalam lubang sumur dan dapat menyebapkan kick dan blow out. Akan tetapi, jika tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan rekah, maka dapat menyebapkan loss atau hilangnya lumpur pemboran ke dalam formasi.

Besaran tekanan hidrostatik dapat di ketahui dengan cara :

Ph = 0.052 × TVD(ft) × MW(ppg) ……….. (3.2) Keterangan :

Ph : Tekanan Hidrostatik, psi 0.052 : Konstanta

TVD : Tinggi Kolom Lumpur, ft MW : Berat Jenis Lumpur, ppg

3.2.3. Tekanan Formasi Normal

Tekanan formasi normal merupakan besarnya tekanan yang diberikan oleh cairan yang mengisi rongga-rongga formasi. Secara hidrostatik untuk kedalaman normal sama dengan tekanan kolom cairan yang ada dalam dasar formasi permukaan.

Bila isi dalam kolom yang terisi berbeda fluidanya, maka besaar tekanan hidrostatiknya pun berbeda. Untuk air tawar, gradien tekanan formasi sebesar 0.433 psi/ft dengan berat jenis 8.33 ppg, dan untuk air asin, gradient tekanan

(7)

formasi sebesar 0.465 psi/ft dengan berat jenis 9 ppg, yang merupakan gradient tekanan normal karena biasanya fluida pada pori formasi berisi garam atau dikenal sebagai brine. Untuk tekanan formasi yang nilai nya diatas atau dibawah gradient tersebut (0.465 ft/gal) disebut sebagai tekanan abnormal dan subnormal (abnormal and subnormal pressure0.

3.2.4. Tekanan Formasi Abnormal

Tekanan formasi abnormal ialah kondisi dimana tekanan formasi yang besar pada gradient tekanan, hal ini disebapkan oleh kompeksi batuan yang berada di atasnya, sehingga air yang keluar dari lempeng tidak langsung keluar menghilang, akan tetapi air tersebut tetap berada pada batuan semula.

3.2.5. Tekanan Formasi Subnormal

Tekanan formasi subnormal adlah tekanan yang berada dibawah tekanan normal, dimana tekanan subnormal memiliki tekanan dibawah 0.433 psi, kondisi ini disebut dengan formasi yang lemah. Keadaan ini menjadi sangat sulit dalam melakukan aktifitas pemboran, akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan cara pemompaan LCM (loss circulation) atau cement (cement plug).

3.2.6. Tekanan Rekah (fracture pressure)

Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatik maksimum yang dapat di tahan oleh formasi agar tidak terjadi pecah pada formasi. Besarnya tekanan dipengaruhi oleh tekanan overburden dengan kondisi dari kekuatan batuan pada formasi. Untuk mengetahui gradient tekanan rekah sangat berguna saat meneliti kekuatan dasar pipa selubung (casing). Jika gradient tekanan rekah tidak diketahui, maka akan menyebapkan kesulitan dalam proses penyemenan. Selain dari hasil log, gradient tekanan rekah dapat diketahui dengan cara Leak Off Test, yaitu dengan cara memberikan tekanan sedikit-demi sedikit hingga sedemikian rupa terlihat tanda mulai pecahnya formasi.

(8)

3.2.7. Tekanan Overburden

Tekanan overburden adalah besarnya tekanan yang diberikan oleh berat yang diakibatkan oleh berat seluruh beban yang berada di atas suatu kedalaman disetiap satuan luas.

Dimana :

P = Berat intial batuan+Berat Cairan

Luas ………

(3.3)

Gradien tekanan overburden menyatakan overburden dalam setiap satuan kedalaman luas

Gob = Pob

D ……… (3.4)

Dimana :

Gob = Gradien tekanan overburden, psi/ft Pob = Tekanan overburden, psi

D = Kedalaman, ft

Besarnya gradient tekanan yang normal biasanya 1 psi/ft, yaitu diambil dengan menganggap berat jenis batuan rata-rata 2.3 dikalikan dengan gradient tekanan air 0.433 psi/ft. di dapat 1 psi.

3.3 Kick Tolerance

(9)

Kick tolerance dapat didefinisikan sebagai ukuran kick maksimum yang dapat di toleransikan tanpa merusak casing shoe sebelumnya. Kick toleransi juga dapat di definisikan dalam istilah tekanan pore pressure yang di perbolehkan pada total depth berikutnya atau berat lumpur maksimum yang di perbolehkan yang dapat ditoleransi tanpa merusak casing shoe sebelumnya. Nilai tertinggi dalam kisaran tersebut berlaku untuk sumur eksplorasi, nilai terendah untuk sumur pengembangan.

Oleh karna itu, kick tolerance tergantung pada ukuran maksimum kick size, tekanan formasi maksimum pada total depth berikutnya dan berat lumpur maksimum yang dapat di toleransi tanpa mematahkan titik terlemah di open hole, biasanya casing shoe sebelummnya. Faktor lain yang mempengaruhi kick tolerance termasuk kepadatan cairan yang masuk dan suhu yang bersirkulasi.

Ukuran Lubang (inch) Kick Volume (bbl)

6” dan lebih kecil 10-25

8.5” 25-50

12 1

4 “ 50-100

17.5” 100-150

23” 250

3.3.1 Unsur-unsur berikut menentukan besarnya Kick Tolerance : 1. Pore pressure dari total depth berikutnya

2. Berat lumpur maksimal yang akan digunakan 3. Fracture Gradient pada casing shoe saat ini

4. Rencana influx volume yang dapat di edarkan keluar dengan aman 5. Jenis sumur : eksplorasi atau pengembangan

3.3.2 Kapan Menghitung Kick Tolerance

(10)

Setelah leak-off test dan sebelum pengeboran selanjutnya, toleransi tendangan harus dihitung pada interval melalui bagian lubang yang akan dibor pada berat lumpur yang diperkirakan. Jika faktor seperti berat lumpur atau geometri tali bor diubah, maka toleransi tendangan harus dihitung ulang. Saat melakukan pengeboran pada area dengan tekanan berlebih dengan peningkatan pore pressure yang cepat, dan meningkatkan berat lumpur sebagai kompensasinya, Kick tolerance (dibatasi oleh kekuatan formasi pada kondisi sebelumnya casing shoe) akan berkurang dengan cepat.

3.3.2 Cara Menghitung Kick Tolerance

Untuk tujuan perancangan sumur dan pemantauan sumur yang memiliki potensi kick capability, kick tolerance harus dihitung dalam bentuk.

1. kick volume yang dapat diedarkan keluar tanpa merusak casing shoe sebelumnya

2. Berat lumpur tambahan dibandingkan berat lumpur saat ini.

3. Kick tolerance Pengeboran: Ini adalah pore pressure maksimum yang dapat di toleransi tanpa perlu melebihi berat lumpur maksimum yang diijinkan.

3.3.4 Kick Tolerance Sirkulasi

Ketika bagian atas gas bubble mencapai shoe saat disirkulasikan mengunakan metode Driller, maka tekanan pada casing shoe diberikan sebesar.

Px = Pf – Pg – (TD – H – CSD) × ρ m

Dimana :

Pf = Tekanan formasi pada total depth berikutnya, psi Pg = Tekanan di gas bubble = H × G

H = Tinggi gas bubble pada casing shoe, ft G = Gradient gas = 0.05 hingga 0.15 psi/ft

(11)

TD = Kedalaman total lubang, ft CSD = Casing setting depth, ft

ρ m = Berat lumpur maksimum untuk bagian hole section, ppg

3.4 Karakteristik Lumpur Pemboran

Karakteristik lumpur pemboran terdapat beberapa bagian, yaitu diantaranya :

1. Fungsi lumpur pemboran 2. Komponen lumpur pemboran 3. Sifat-sifat lumpur pemboran 3.4.2 Fungsi Lumpur Pemboran

Adapun pandangan umum mengenai beberapa fungsi lumpur pemboran, meliputi :

a. Mengangkat Cutting Dari Dasar Lubang Kepermukaan

Pada tahapan pengerjaan pemboran menghasilkan serbuk bor dari dalam lubang pemboran (cutting). Cutting diangkat sesegerah mungkin dari dasar lubang dengan cara mengsirkulasikan lumpur dari tangki lumpur ke lubang sumur, hinggah kembali lagi ke tangki lumpur, cutting terangkat Bersama dengan jalannya sirkulasi lumpur hingga ke permukaan, lumpur disaring dengan menggunakan shale shacker dan cutting dibuang.

b. Menahan Dinding Lubang Agar Tidak Runtuh

Selama proses pemboran berlangsung, runtuhnya dinding formasi sangat tidak diinginkan dan harus dihindari, apabila dinding formasi runtuh maka rangkaian pemboran akan terjepit. Hal ini merupakan masalah pada saat proses pengerjaan pemboran berlangsung. Lumpur membentuk lapisan padatan pada dinding formasi, serta memberikan

(12)

tekanan ke dinding formasi agar formasi tersebut tidak runtuh hinggah dilakukan proses pemasangan pipa selubung (casing).

c. Melumasi dan Mendinginkan Bit

Bit yang selalu nbersentuhan langsung dengan formasi pada saat proses pemboran mengakibatkan bit menjadi cepat haus. Dengan adanya proses sirkulasi lumpur, bit menjadi tidak lebih cepat panas dimana fungsi lumpur sebagai pelumas bit sehingga putaran dari rangkaian pemboran berjalan dengan baik.

d. Mengontrol Tekanan Formasi

Formasi yang ditembus pada saat pemboran berlangsung memiliki tekanan yang mana tekanan tersebut adakalanya menjadi tinggi dan adakalanya tekanan formasi tersebut rendah dan sedang. Jika tekana formasi tinggi maka lumpur yang digunakan harus dapat mengimbangi tekana formasi yang tinggi tersebut sehingga tekanan lumpur dapat menahan aliran fluida formasi. Jika tekanan lumpur yang digunakan lebih kecil dari tekanan formasi maka akan mengakibatkan kick bahkan blow out. Namun jika tekanan lumpur yang digunakan terlalu besar maka akan mengakibatkan pecah formasi.

e. Menahan Cutting dan Material Pemberat Selama Sirkulasi Berhenti Pada saat menahan drill pipe atau pada saat mencabut rangkaian sirkulasi dari lumpur di hentikan, cutting yang berada di perjalanan menuju permukaan atau annulus juga akan berhenti. Pada saat yang bersamaan lumpur juga harus dapat menahan cutting tersebut agar tidak

(13)

runtuh atau jatuuh kedasar lubang bor, yang mana jika hal ini terjadi, maka akan menyebapkan terjepitnya rangkaian pemboran.

f. Sebagai Media dari Informasi

Bila terjadi kick dimana fluida formasi kedalam lubang sumur, maka akan dapat diketahui segera mungkin ditandai dengan naiknya permukaan lumpur pada tangki. Disini lumpur bertindak sebagai medisa informasi.

g. Sebagai Tenaga Penggerak

Pada saat melakukan pekerjaan pemboran berarah, digunakan suatu alat untuk melakukan pemboran berarah yang disebut mud motor. Pada mud motor terdapat rottor dan statir yang mana untuk menggerakannya menggunakan lumpur yang disirkulasikan kemudian menggerakkan bit untuk melakukan pemboran berarah.

h. Sebagai Media Informasi Logging

Dalam memperkirakan karakteristik formasi sering menggunakan logging listrik. Lumpur disini berfungsi sebagai penghantar aliran listrik dari peralatan logging yang diturunkan kedalam lubang sumur yang akan diselidiki. Dengan demikian lumpur dapat dikatakan sebagai media logging. Logging yang dimaksud adalah electro logging. Lumpur yang dimaksud menggunakan bahan air, bukan bahan dasar minyak, karena minyak tidak dapat menghantarkan listrik.

3.4.2 Komponen Lumpur Pemboran

Pada lumpur pemboran terdapat tiga komponen terdiri atas : 1. Zat Cair

2. Zat Padat 3. Adiktif

(14)

Ketiga zat ini tercampur sedemikian rupa sehinggah lumpur dapat digunakan sesuai dengan formasi yang akan ditembus.

a. Zat Cair Lumpur Pemboran

Zat cair pada lumpur pemboran merupakan fasa dasar dari lumpur yang mana merupakan air atau minyak. Jika bahan dasar lumpur tersebut adalah air maka lumpur disebut water base mud. Air yang digunakan bisa berupa air tawar atau air asin. Lumpur yang dengan bahas dasar air tawar disebut dengan fresh water mud., sedangkan lumpur dengan bahan dasar air asin disebut dengan salt water mud.

Fasa cair yang digunakkan untuk membuat lumpur dengan bahan dasar minyak disebut dengan oil base mud dimana kadar air tidak boleh lebih besar dari 5%. Apabila lebih besar dari itu maka sifat lumpur tidak stabil.

Oleh karena itu, lumpur yang menggunakan bahan dasar minyak digunakan pada tangki tertutup, agar hujan ataupun embun tidak mempengaruhi kestabilan dari sifat lumpur tersebut.

Oil base mud digunakan jika water base mud tidak dapat lagi menghadapi problem yang ada. Sebagai contoh, pada saat menghadapi formasi yang sangat sensitive terhadap air misalnya formasi shale, formasi shale akan runtuh setelah terlalu sering terkontaminasi oleh zat- zat kimia, maka lumpur diganti dengan bahan oil base mud karena minyak tidak dapat dihisap oleh formasi shale. Biaya pembuatan oil base mud sangat mahal sehingga oil base mud digunakan hanya saat keadaan tertentu. Sedangkan kekurangan dalam penggunaan oil base mud ialah mudah terbakar.

b. Zat Padat Lumpur Pemboran

Zat padat lumpur pemboran terbagi atas dua macam yaitu :

(15)

a) Reaktive Solid

Reaktive solid merupakan padatan yang bereaktif solid, padatan ini merupakan lumpur kental dengan membentuk koloid, sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari sebagai reaktif solid adalah susu, susu bila dicampur dengan air maka akan membentuk koloid.

Didalam lumpur yang bertindak dalam reaktif kolid adalah bentonite yang dicampur dengan air yang nantinya akan membentuk koloid.

Bila dasarnya air laut maka reaktif solid ialah attapulgite, dan attapulgite dapat bereaksi dengan air asin maupun air tawar.

b) Inert Solid

Inert Solid merupakan padatan yang tidak dapat bereaksi dengan zat cair lumpur pemboran. Dalam kehidupan sehari-hari bila pasir diaduk dengan air kemudian didiamkan lalu dilihat beberapa menit kemudian pasir tersebut tetap tidak tercampur dengan air, akan tetapi pasir tersebut akan mengendap ke dasar. Disini pasir disebut sebagai inert solid. Fungsi dari inert solid berfungsi sebagai penambah berat atau berat jenis lumpur yang bertujuan untuk menahan tekanan dari formasi.

c) Adiktif Lumpur Pemboran

Adiktif lumpur pemboran berfungsi untuk mengontrol sifat-sifat lumpur pemboran. Atau dengan kata lain, tidak menimbulkan problem pada saat proses pemboran berlangsung, salah satu contohnya dalam menurunkan viscositas, karena viscositas yang keluar tinggi maka viscositas ditambah dengan spersene agar viscositas nya turun.

3.4.3 Sifat-Sifat Lumpur Pemboran

(16)

Sifat lumpur pemboran diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan problem pada saat pemboran berlangsung. Apabila terjadi perubahan dalam sifat lumpur, maka dilakukan perbaikan-perbaikan sesering mungkin.

Sifat-sifat lumpur pemboran terdiri dari : a. Berat jenis

b. Viscositas c. Gelstrengt d. Yield point e. Filtration loss f. pH lumpur g. Sand content

3.5 Metode Penanggulangan Well Kick

Dalam penanggulangan well kick terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, namun dari beberapa metode yang ada terdapat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode sehingga dalam penanggulangan well kick, pemilihan metode yang tidak sesuai digunakan pada saat terjadi well kick akan berakibat pada lama waktu penanggulangan dan hasil yang diinginkan.

3.5.2 Metode Driller

Metode driller merupakan salah satu dari beberapa metode yang dapat digunakan untuk menanggulangi kick. Pada metode driller memerlukan dua kali proses sirkulasi, sirkulasi pertama bertujuan untuk mengeluarkan fluida kick dengan menggunakan lumpur lama dan pada tahap sirkulasi kedua bertujuan untuk mematikan kick dengan menggunakan lumpur yang lebih berat. Waktu antara sirkulasi yang pertama dan yang kedua digunakan untuk membuat lumpur berat.

Metode driller sering juga disebut sebagai Two-Circulation Method. Prinsip pelaksanaan dari metode driller dalam mengatasi atau menanggulangi kick adalah sebagai berikut ;

(17)

a. Sirkulasi pertama bertujuan untuk mengeluarkan influx dari lubang bor dengan lumpur yang lama.

b. Sirkulasi kedua bertujuan untuk menggantikan lumpur lama dengan lumpur baru yang berat jenisnya sudah ditentukan berdasarkan data yang diperoleh pada saat penutupan sumur.

Gambar 3.1 Grafik first Circulation metode driller

Pada grafik first circulation metode driller (gambar3.1) terlihat bahwa tekanan drill pipe tidak turun pada tahap sirkulasi pertama karena lumpur berat belum ditambahkan, sedangkan pada sirkulasi kedua terjadi penurunan tekanan pada drill pipe karena telah disirkulasikan lumpur berat (gambar 3.2).

(18)

Gambar 3.2 Grafik Second Circulation metode driller

Profil tekanan pada pipa bor pada casing dan drill pipe dapat ditunjukkan pada (gambar3.1) tampak pada gambar tersebut bahwa tekanan pada drill pipe harus dijaga agar tetap konstan. Hal ini dapat diperoleh dengan mangtur choke line. Sementara itu fluida influx harus diberi kesempatan untuk mengembang agar tekanan pada dasar lubang bor tidak terlalu besar. Tetapi pengembangan fluida influx berarti pengaruh volume lumpur, yang juga berarti kenaikan tekanan pada casing.

Dalam menggunakan driller method terdapat beberapa keuntungan yaitu diantaranya adalah :

a. Tidak memerlukan waktu untuk menunggu membuat lumpur berat (KMW)

b. Tidak memerlukan perhitungan rumit.

c. Dapat dilakukan di lokasi yang tidak tersedia barite yang cukup untuk membuat kill mud weight (KMW) sambal menunggu pengiriman barite.

d. Lebih mengurangi tekanan mengejut saat memompakan lumpur baru karena diseluruhh system telah terisi lumpur lama tanpa influx.

Sedangkan kerugian yang didapatkan ketika menggunakan metode driller yaitu diantaranya adalah :

a. Diperlukan dua kali sirkulasi sehingga waktu dua kali lebih lama.

b. Penanganan yang lebih lama pada kondisi tertentu mempengaruhi ketahanan preventer dan kestabilan lubang bor.

3.6.2 Perhitungan Dalam Mematikan Kick

Dalam melakukan perhitungan untuk mematikan kick, dibutuhkan well control kill sheet yang mana didalamnya terdapat Kumpulan dari data sumur yang

(19)

dimiliki untuk mengkalkulasikan data untuk mematikan kick yang terjadi.

Perhitungan pada kill sheet harus dilakukan sesuai dengan data yang didapat baik sebelum terjadinya kick dan pada saat terjadinya kick.

Perhitungan pada kill sheet yang digunakan untuk mematikan kick yang terjadi pada sumur XX lapangan YY diantaranya :

a. Perhitungan Bottom Hole Pressure (BHP)

SIDP + (0.052 × TVD × MW) = psi……… (3.5)

b. Perhitungan Tinggi Gas Kick Pit Gain

Ann .Cap=¿ ………...

.(3.6)

c. Perhitungan Kill Mud Weight (KMW) SIDP

Bit TVD ×0.052+OMW=¿ ………...

(3.7)

d. Perhitungan Initial Circulation Pressure (ICP)

KRP + SIDPP = psi………....………… (3.8)

e. Perhitungan Final Circulation Pressure (FCP) KRP × KMW

OMW =¿ …………...

……… (3.9)

f. Perhitungan Surface To Bit Stroke (STBS) DP Cap× Bit MD

PO ………...………

(3.10)

(20)

g. Perhitungan Bit To Surface Stroke (BTSS) Ann .Cap × Bit MD

PO =¿ ………...………

(3.11)

h. Perhitungan Total Stroke For One Ciculation

STBS + BSTS = Stroke..………....….………. (3.12)

i. Perhitungan Max Allowable Mud Weight Leak Of Pressure

Shoe TVD ×0.052+OMW=¿ …………...…...…………

(3.13)

j. Perhitungan Max Allowable Surface Pressure (based on leek off test) (MAMW OMW) × Shoe TVD × 0.052 = psi……....………(3.14)

k. Perhitungan Circulation Time Pit Gain

PumpOutput=¿ ………...………

(3.15)

Keterangan :

a. BHP : Bottom Hole pressure, psi b. SIDP : Shut in Drill Pipe Pressure, psi c. SICP : Shut in Casing Pressure, psi d. Pit Gain : Tinggi kick pada lubang bor, bbl e. Ann Cap : Annulus Capacity, bbl/ft

(21)

f. TVD : True Vertical Depth, ft

g. MD : Measure Depth, ft

h. ICP : Initial Circulation Pressure, psi i. DPC : Driller Pipe Capasity, bbl/ft j. FCP : Final Circulation Pressure, psi k. STBS : Surface to Bit Stroke, spm l. BTSS :Bit to Surface Stroke, spm

m. TSOC : Total Stroke for One Circulating, Stroke n. MAMW : Max Allowable Mud Weight, ppg

o. KMW : Kill Mud Weight, ppg

p. OMW : Original Mud Weight, ppg q. KRP : Kill Rate Pressure, psi

Referensi

Dokumen terkait

Dokumen ini membahas tentang Anosmia, yaitu gangguan kesehatan yang menyebabkan hilangnya kemampuan seseorang untuk mencium

Dokumen ini membahas tentang skizofrenia, yaitu gangguan mental yang menyebabkan kesulitan dalam membedakan kenyataan dan

Dokumen ini membahas tentang konsep mentoring dalam konteks pendidikan

Dokumen ini membahas beberapa konsep yang berkaitan dengan lingkungan, termasuk ecolabel, prinsip biaya penuh, kesediaan membayar, biaya limbah, dan Cradle to

Dokumen ini membahas tentang penggunaan pompa dan kompressor untuk meningkatkan tekanan dan laju aliran

Dokumen ini membahas tentang konsep perancangan atau perencanaan dari sudut pandang para

Dokumen ini membahas tentang konsep dan pentingnya koordinasi dalam

Dokumen ini membahas tentang beberapa konsep dasar dalam pemrograman