A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.
Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah- masalah pendidikan (Anwar, 2015)
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara alamiah adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang paling alamiah adalah bertumbuh menuju tingkat kedewanaan, kematangan. Potensi ini akan dapat terwujud apabila prakondisi almiah dan sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk perkembangan tersebut, misalnya iklim, makanan, kesehatan, dan keamanan, relatif sesuai dengan kebutuhan manusia .
B. Pengertian Filsafat Pendidikan
Definisi Filsafat secara Etimologis yaitu philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri dari atas philo dan shophia, dalam bahasa arab disebut falsafah. Philo artinya cinta, Sophia (kebijaksanaan). Menurut Poedjawinata, philo artinya cinta, dalam arti luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang dinginkan itu.Sedangkan sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Dengan demikian secara etimologis, philosopia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau sahabat kebijaksanaan.
Menurut Ciceros (106-43 SM) penulis Romawi, orang yang pertama memakai kata-kata filsafat adalah Phytagoras (497 SM), sebagai reaksi terhadap cendikiawan pada masanya yang menamakan dirinya ”Ahli pengetahuan”. Phytagoras mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai untuk manusia . tiap-tiap orang yang mengalami kesukaran-kesukaran dalam memperolehnya dan meskipun menghabiskan
seluruh umurnya, namun ia tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan adalah perkara yang kita cari dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup keseluruhannya. Oleh karena itu, datangnya kebijaksanaan bukan dari penglihatan saja, tetapi juga dari penglihatan dan hati, atau dengan kata lain dengan mata hati dan pikiran yang tertuju kepada alam yang ada di sekeling kita, banyak orang yang melihat tetapi tidak memperhatikan.
Sasaran pendidikan adalah manusia, yang mengadung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sangat kompleks tersebut, tidak ada satu batasan yang bisa menjelaskan Hakikat pendidikan secara lengkap. Batasan yang diberikan para ahli beranekaragam, karena orientasi, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjaditekanan atau falsafah yang mendasarinya juga berbeda.
Menurut Ki Hajar Dewantara, Hakikat pendidikan ialah proses penanggulangan masalah-masalah serta penemuan dan peningkatan kualitas hidup pribadi serta masyarakat yang berlangsung seumur hidup. Pada tingkat permulaan pendidik lebih menentukan dan mencampuri pendidikan peserta didik. Setelah itu pendidik hanya sebagai pengasuh yang mendorong, membimbing, memberi teladan, menuntun serta menyediakan dan mengatur kondisi untuk membelajarkan peserta didik sehingga dapat menghasilkan peserta didik yang mampu memperbaharui diri secara terus menerus dan aktif menghadapi lingkungan hidupnya.
Semua itu terlihat pada semboyan dan perlambangan yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu, ing ngarso sung tuludo artinya kalau pendidik berada dimuka, ia memberi tauladan kepada pendidiknya; ing madya mangun karso artinya kalau pendidik berada di tengah, dia membangun semangat berswakarya dan berkreasi pada peserta didiknya; dan tut wuri handayani artinya kalau pendidik berada di belakang, dia mengikuti dan mengarahkan peserta didiknya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggungjawab serta mencari jalan sendiri.
Sedangkan menurut Plato, Filsuf Yunani yang hidup dari tahun 429 SM- 346 mengatakan bahwa: “Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing- masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan
tercapainya kesempurnaan.” Sedangkan menurut Aristoteles, Filsuf terbesar Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada tahun 384 SM-322 SM mengatakan bahwa: “Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran.”
Pemerintah, dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan prosespembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”
(Pasal 1 ayat 1 UU No.20 Tahun 2003).
Filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan yang mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip- prinsip dan kepercayaan kepercayaan yang menjadi dasar falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis.
Masalah filsafat umum antara lain tentang hakikat hidup yang baik, hakikat manusia yangingin menerima pendidikan, hakikat masyarakat yang menjalani proses sosial, dan hakikat realitas akhir yang ingin dicapai semua pengetahuan.
Menurut Kneller (2008:72) filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat spekulatif, preskriptif, dan analitik. Dikatakan spekulatif karena berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat dunia yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan data sebagai hasil penelitian sains yang berbeda. Dikatakan preskriptif bila filsafat pendidikan menentukan tujuan- tujuan yang harus diikuti dan dicapainya, dan menentukan cara-cara yang tepat dan benar untuk digunakan dalam mencapai tujuan. Filsafat pendidikan dikatakan analitik bila ingin menjelaskan pertanyaan-pertanyaan spekulatif dan preskriptif seperti menguji rasionalitas yang berkaitan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan pendidikan, dan bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain.
Jika kita mengatakan betapa pentingnya filsafat sebagai ilmu dan filsafat terapan termasuk di dalamnya filsafat Agama, filsafat pancasila, filsafat pendidikan dan sebagainya, namun amatlahsukar untuk memberikan definisi yang konkret apalagi abstrak terhadap masing-masingnya. Terutama kata filsafat berkaitan erat dengan segala sesuatu yang bisa di fikirkan oleh manusia dan bahkan dapat di katakan tidak akan pernah habisnya. karena daripadanya mengandung dua kemungkinan yaitu proses berfikir dan hasil berfikir. Filsafat dalam artian pertama adalah jalan yang di tempuh untuk memecahkan masalah, sedangkan pada pengertian yang kedua adalah kesimpulan atau hasil yang di peroleh dari pemecahan atau pembahasan masalah.
Kemudian sesuai dengan perkembangan akal pikiran manusia yang senantiasa mengalami pertumbuhan, perkembangan dan perubahan, maka pengertian filsafat juga mengalami perkembangan dan perubahan konotasi yang telah dapat menguasai kehidupan umat manusia sehingga mempengaruhi filsafat hidup suatu bangsa menjadi norma negara. Hakikat filsafat adalah menggunakan ratio (berpikir). 1) Tapi tidak semua proses berpikir di sebut filsafat. Dan manusia yang dapat berpikir, Dan pemikiran manusia tidak didapat di pelajarima ada 4(empat) golongan pemikiran itu:
1. Pemikiran pseudo ilmiah 2. Pemikran awam
3. Pemikiran ilmiah 4. Pemikiran filosofis
Pemikiran pseudo ilmiah bertumpu kepada aspek kepercayaan dan kebudayaan mitoz,dan bekas-bekasnya dapat kita jumpai dalam astrologi atau kepercayaan terhadap buku primbun. Kalau pemikiran awam adalah pemikran orang-orang dewasa yang menggunakan akal sehat, karena bagi orang awam untuk memacahkan kesulitan dalam kehidupan cukup dengan menggunkaan akal sehat tanpa melakukuan penelitiaan lazimnya terlebih dahulu.
Selanjutnya pemikiran ilmiah sebagaimana lazimnya menggunakan metode-metode, tata pikir dalam pradigma ilmu pengetahuan tertentu, dilengkapi dengan penggunaan hipotesis untuk menguji kebenaran konsepteori atau pemikran dalam dunia empiris yang tidak pernah selesai dalam proses
keilmuan. Sedangkan ilmu filosofisa adalah kegiatan berfikir reflektif mengikuti kegiatanan alisis pemahaman, deskripsi, penilaian ,penafsiran dan perekaan yang bertujuan untuk memperoleh kejelasan, kecerhan, keterangan, kebenaran, pengertiaan, dan penyatu panduan tentang objek . Filsafat juga merupakan ilmu yang tertua yang menjadi induk-induk ilmu pengetahuan.
Beberapa pengertian Filsafat Pendidikan yang dikemukakan oleh beberapa para pakar: Kilpatrick mengemukakan dalam buku Philosophy of Education (10:32) bahwa: Philophizing and education are: then but two stage of the same endeavor philosophing to think out better values and idealisme, education to realizethese in life. In human personality.Education acting out of the best direction philosophizing in can give. Tries and beginning primarly with the youn, to leadpeople to build critrized values to their character, and in this way to get the heighest ideals of philisophy progressively in their lives.
Artinya berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha.
Berfilsafat adalah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam di dalam kehidupan dan dalam kepribadiaan manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda, nilai untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka dan melembagakan dalam kehidupan mereka.
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengani realita, maka dikupaslan antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidik. Disamping itu, pengalaman pendidik dalam menuntut pertumbuhan dan perkembangan anak akan berhubungan dan berkenalan dengan realita.
Semuanya itu dapat disampaikan kepada flsafat untuk dijadikan bahan-bahan pertimbangan dan tinjauan untuk memperkembangkan diri. Hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan objeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja.
2. Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendiidkan atau pemahaman yang lebih mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam.
3. Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan mengkoordinasikannya.
4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut pandangannya berlainan
Dalam menerapkan filsafat pendidikan, seoran guru sebagai pendidik dia mengharapkan dan mempunyai hak bahwa ahli-ahli filsafat pendidikan menunjukkan dirinya pda masalah pendiidkan pada umumnya serta bagaimana masalah itu mengganggu pada penyekolahan yang menyangkut masalah perumusan tujuan, kurikulum, organisasi sekolah dan sebagainya. Dan para pendidik juga mengahrapkan dari ahli filsafat pendiidkan suatu klasifikasi dari uraian lebih lanjut dari konsep, argumen dirinya literatur pendidikan terutam adalam kotraversi pendidikan sistem-sistem, pengjuian kopetensi minimal dan kesamaan kesepakatan pendidikan.
C. Hubungan Pendidikan dan Filsafat.
Pendidikan dan filsafat tak terpisahkan sebab tujuan pendidikan adalah juga tujuan filsafat-kebijaksanaan; dan jalan yang ditempuh filsafat adalah juga jalan yang dilalui pendidikan-bertanya dan menyelidiki yang dapat membimbing ke arah kebijaksanaan. Berfilsafat dan mendidik adalah dua phase dalam satu usaha, berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nila-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia.
Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan dengan cara ini demi menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat dan melembagakannya didalam kehidupan mereka.
Bahkan sesungguhnya tak ada satu konsepsi dan ide pendidikan tanpa ide dan latarbelakang filsafat. Apakah yang hendak diamati oleh pendidikan, bagaimana konsepsi pelaksanaan pendidikan amat tergantung kepada latarbelakang nilai-nilai filsafat. Tetapi konsepsi pendidikan sebagai suatu fungsi dan proses sosial tak akan mempunyai arti secara definitif tanpa lebih
dahulu adanya suatu gambaran jenismasyarakat ideal.
Bagaimana wujud masyarakat ideal yang hendak kita ciptakan melalui proses pendidikan, bukan sekedar gambaran dari satu pemikiran seorang tokoh atau pikiran seorang filosof.
Gambaran masyarakat ideal sudah mempunyai dasar-dasar filosofis di dalam sosio kultural suatu masyarakat, suatu bangsa. Gambaran masyarakat ideal adalah produk ide-ide filsafat yang melembaga dalam tata hidup masyarakat, telah tumbuh sebagai bagian daripada sosio kultural yang sesuai dengan sosio-psikologis, atau kepribadian suatu bangsa inilah yang akan tumbuh sebagai realita,sebagai filsafat hidupMengapa masalah-masalah pendidikan merupakan bagian daripada kehidupan obyektif manusia, sebagai persolan-persoalan praktis, harus dibahas secara filosofis.
Filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai- nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan.
D. Aliran filsafat pendidikan modern
Dalam filsafat pendidikan modern terdapat beberapa aliran, yaitu : aliran Progressivisme, Esensialisme, Perensialisme, dan Rekonstruksionisme.
1. Aliran Progressivisme.
Merupakan aliran yang berasal dari filsafat pragmatisme yang dikembangkan oleh William James ( 1842 – 1910 ) dan John Dewey ( 1859 – 1952 ). Aliran ini mengakui kehidupan yang selalu dinamis dan tidak mutlak. Kehidupan selalu mengalami perubahan dan tidak stagnan. Manusia selalu berusaha agar bisa terus bertahan hidup dan memecahkan masalah dalam hidupnya. Aliran ini juga memandang segala sesuatu dari segi kegunaannya.
Aliran filsafat progressivisme serupa dengan pragmatisme. Dalam bertahan hidup manusia selalu mempertimbangkan kemaslahatan dan
kemanfaatan dari segala sesuatu. Sehingga progressivisme memandang nilai-nilai akan selalu terus berkembang dan tidak ada otoriterisme dalam segala hal. Aliran progressivisme menempatkan hak asasi manusia dan nilai demokratis dalam posisi yang tinggi.
Filsafat progressivisme mengakui kemampuan dalam diri manusia.
Kemampuan itu berupa bakat dan daya akalnya untuk memecahkan segala persoalan yang menimpanya. Kemampuan itu berupa mengenali lingkungan, mempelajari kegunaannya, dan menggunakannya untuk menghilangkan hambatan, tantangan atau gangguan dari sekitarnya.
Kemampuan itu juga untuk menyesuaian diri terhadap situasi yang tidak menguntungkan atau untuk mengatasi problem hidupnya.
Dalam pendidikan, aliran progressivisme menempatkan siswa sebagai subyek yang merdeka dan bebas dari tekanan. Siswa berhak berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya. Kebebasan ini perlu dikembangkan oleh guru agar kemampuannya yang masih terpendam dapat berkembang secara maksimal. Orang dewasa tidak berhak memaksakan kehendaknya karena hal itu dapat menyebabkan potensinya menjadi terhambat. Belajar yang disertai tekanan akan mematikan daya berfikir. Jika hal itu terjadi maka pendidikan di sekolah akan menemui kegagalan.
Pendidikan menurut aliran progressivisme haruslah menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan siswa. Siswa dilatih untuk menggunakan akalnya melalui kegiatan yang membuat kecerdasannya berkembang optimal. Guru hendaknya memberi motivasi dan dorongan sehingga terjadi interaksi aktif antara siswa dengan lingkungannya. Baik itu dengan guru, sekolah, masyarakat dan bahan ajarnya.
Sekolah yang baik adalah sekolah yang pengalaman belajarnya berpadu dengan masyarakat.Karena siswa nantinya juga akan menjadi warga masyarakat. Kekhasan dan keunikan yang menjadi ciri masyarakat hendaknya tidak dihilangkan dalam pendidikan. Sekolah bukan hanya jembatan penyeberangan pengetahuan dari guru ke siswa, namun juga
sebagai pelestari nilai dan norma masyarakat. Sehingga siswa tidak hanya berkembang keilmuwannya, namun juga segi fisik dan psikisnya.
Filsafat progressivisme memandang kebudayaan adalah hasil kreasi manusia yang selalu berubah menjadi maju. Pendidikan sebagai sarana manusia untuk membangun kebudayaan hendaknya memberi ruang kebebasan berfikir dan bereksplorasi untuk menemukan hal-hal yang baru.
Kebudayaan akan dibangun oleh manusia kreatif, unggul, mandiri, dan cerdas menghadapi tantangan zaman. Pendidikan yang otoriter hanya akan menghasilkan keterkekangan pada budaya lalu sehingga lama-lama akhirnya akan terlindas oleh waktu.
Progressivisme ingin guru memberlakukan siswa bukan seperti seorang dewasa yang kecil. Guru hendaknya memperhatikan tahap perkembangan intelektual siswanya. Sehingga campur tangan guru dalam pembelajaran akan semakin berkurang seiring meningkatnya usia siswa.
Kebebasan yang diberikan juga berdasarkan tingkat perkembangan psikologis siswa.
2. Aliran Essensialisme
Aliran essensialisme merupakan aliran filsafat yang menempatkan nilai-nilai yang stabil sebagai unsur pembentuk kebudayaan masyarakat.Nilai-nilai ini perlu dilestarikan dalam pendidikan. Karena nilai ini telah terbukti membuat tatanan masyarakat menjadi teratur dan kokoh.
Dunia dalam konsep essensialisme memiliki tata nilai yang sempurna dan tanpa cela. Maka segala perbuatan manusia harus sesuai dengan tatanan dunia terssebut.
Tujuan essensialisme adalah agar manusia menjadi bahagia . Kebahagiaan ini diperoleh dari keselarasan manusia dengan alam sekitarnya. Manusia tidak bisa hidup terpisah dengan alam sekitar. Apabila terjadi ketidaksinkronan dengan alam, manusia menjadi gelisah, tidak damai dan tidak bahagia.
Essensialisme terbentuk dari dua aliran filsafat, yaitu idealisme dan realisme. Pandangan realisme mengenai alam dan dunia nyata, sedangkan idealisme bersifat spiritual dan metafisika. Idealisme memandang bahwa ruhani adalah kunci kesadaran tentang realitas,manusia tahu sesuatu melalui ide yang bersifat ruhaniah. Sedangkan realisme memandang bahwa kita mengerti realita melalui jasmani.
3. Aliran Perennialisme
Aliran Perennialisme memandang bahwa kebudayaan masa lalu memiliki keunggulan dan dirasa cukup ideal. Berbagai krisis diyakini dapat diatasi dengan menggunakan kebudayaan ideal. Maka pendidikan diarahkan pada kebudayaan masa lalu yang telah teruji dan tangguh. Perennialisme menganggap kebudayaan pada masa sekarang perlu dikembalikan ke masa lalu. Pendidikan adalah jalan kembali ke masa lalu.
Perennialisme memandang kepercayaan kuno dan jaman pertengahan perlu terus dilestarikan sebagai dasar filsafat dan pendidikan pada masa kini. Hal ini berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan tersebut memiliki manfaat dan berguna bagi kehidupan sekarang ini. Perennialisme berpendapat filsafat pendidikan hendaknya mencari tujuan yang jelas dan tegas, agar siswa juga bersikap demikian. Perennialisme adalah aliran filsafat yang memiliki susunan dari hasil fikiran yang memungkinkan seseorang selalu bersikap tegas dan tidak mudah goyah pendiriannya.
Dasar filsafat Perennialisme berasal dari filsafat budaya memiliki dua cabang, yaitu Perennialisme theologis yang berada di bawah kekuasaan gereja Katolik, khususnya ajaran Thomas Aquinas, dan Perennialisme sekuler yang berasal dari ajaran Plato dan Aristoteles. Ajaran Thomas Aquinas disesuaikan dengan keadaan masa sekarang, seperti pandangan bahwa perkembangan ilmu cukup di mengerti dan disadari keberadaannya.
Ilmu yang berkembang dari fakta empiris dan ekperimen berada di bawah kedudukan metafisika. Manusia memiliki akal yang dapat menerima fakta- fakta empiris maupn yang bersifat kepercayaan atau bersendi agama.
Perennialisme memandang segala sesuatu yang nyata dan dapat diketahui lewat panca indra kedudukannya berada di bawah kepercayaan.
Yang dinamakan kebenaran adalah kecocokan antara akal fikiran dengan segala sesuatu yang nyata. Sesuatu yang nyata ini memiliki prinsip keabadian. Maka perhatian terhadap kebenaran pada dasarnya adalah perhatian terhadap hakikat dari sesuatu. Ilmu adalah pengolahan dari akal secara terus menerus dan konsisten.
Perennialisme memandang filsafat paling utama adalah ilmu metafisika. Metafisika memiliki kebenaran mutlak asasi. Cara berfikirnya secara deduktif, bersifat self evidence universal dan berada diatas hukum berfikir sendiri. Sedangkan sains menggunakan metode induktif yang bersifat analisa empiris sehingga kebenarannya bersifat mungkin dan tidak mutlak. Menurut perennialisme diharapkan mengetahui dan berinovasi membuat karya nyata sebagai modal dasar untuk mengembangkan disiplin mental. Dengan mengetahui buah karya dan hasil buah pemikiran ilmuwan tersebut, siswa diharapkan mengetahui kejadian apa yang terjadi sehingga menjadi obyek penelitian ilmuwan jaman dulu. Hasil buah pemikiran itu dapat berguna bagi diri sendiri dan dijadikan referensi pada jaman sekarang.
Tugas pendidik adalah menyiapkan akal budi siswa agar mencapai titik tertinggi yang bisa diraih. Akal yang telah terlatih memahami masalah dan menyelesaikannya dapat mengembangkan suatu konsep atau teori.
Agar hal tersebut bisa dicapai, guru memberi pendidikan dan pengetahuan.
Pengetahuan itu adalah jembatan agar akal siswa bisa berkembang maksimal seperti para tokoh ilmuwan terkenal jaman dulu.
Pada pendidikan tingkat dasar dengan mengajarkan pengetahuan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung . Dengan kemampuan itu, siswa memperoleh dasar untuk menimba ilmu berbagi macam pengetahuan.
Sedangkan pada pendidikan tingkat tinggi, ilmu harus bersendikan filsafat metafisika, yaitu filsafat yang bersumber cinta pengetahuan dari Tuhan.
Nilai-nilai menurut pandangan perennialisme harus berasaskan universal yang abadi. Manusia sebagai subyek dalam bertindak, telah memiliki potensi dan kecenderungan ke arah kebaikan dan keburukan.
Tindakan baik adalah yang selaras dengan fikiran manusia. Kebaikan paling utama adalah dekat dengan Tuhan, sedangkan berfikir rasional berada satu tingkat di bawahnya.
Pendidikan yang sesuai dengan pemikiran perennialisme haruslah memperhatikan kodrat dasar manusia. Manusia memiliki potensi berupa akal, nafsu dan kemauan yang harus dibina dan diarahkan terjadi keselarasan antara nilai dan tindakan manusia.
4. Aliran Rekonstruksionisme
Aliran ini ingin merubah tata kehidupan lama menjadi tata kehidupan modern yang lebih baik. Rekonstruksionisme memandang kebudayaan sekarang adalah tidak bisa dijadikan tat nilai lagi, karena itu perlu kesepakatan seluruh manusia mengenai tujuan utama dalam kehidupan manusia.
Aliran Rekonstruksionisme hampir sama dengan aliran perennialisme, yaitu ketidakharmonisan keadaan sekarang sehingga menimbulkan kehancuran, kebimbangan, kebingungan dalam masyarakat.
Bedanya perennialisme ingin kembali ke kebudayaan lama yang dianggap telah ideal, sedangkan rekonstruksionisme ingin membangun tata kelola kehidupan baru sesuai dengan keinginan umat manusia.
Aliran Rekonstruksionisme memandang alam memiliki dua sumber, yaitu halikat materi dan hakikat rohani. Hakikat materi dapat ditangkap melalui panca indra manusia, hakikat rohani ditangkap melalui akal dan perasaan manuisa. Dibalik kenyataan alam ini ada hukum sebab akibat.
Sebab yang utama adalah yang mengerakkan segala sesuatu di alam, yaitu Tuhan . Hal ini adalah bukti akan eksistensi Tuhan. Semua kenyataan di alam ini adalah sebagai wujud dari kekuasaan Tuhan.
Kebenaran menurut aliran rekonstruksionisme dapat dibuktikan dengan self evidence, yaitu bukti pada diri sendiri, kenyataan dan eksistensinya. Kajian akan kebenaran menggunakan suatu cara dan metode agar dapat menjadi pedoman menuju kebenaran yang sejati.
Pendidikan menurut Rekonstruksionisme ditujukan agar dapat merombak tata kehidupan lama dan membangun tata kehidupan baru.
Pembinaan daya intelektual dan spiritual kepada para siswa dapat melahirkan generasi baru yang memiliki pemikiran modern. Merubah dunia adalah kewajiban semua bangsa secara demokratis. Nilai yang benar dapat diketahui siswa melalui pendidikan yang tepat.
A. Kesimpulan
1. Filsafat pendidikan itu adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah kependidikan. Oleh karena itu ada kaitan dengan pendidikan, maka filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tingkat.
2. Filsafat pendidikan yang lahir dan menjadi bagian dari rumpun konsep ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif, merupakan disiplin ilmu yang merumuskan kaidah-kaidah norma atau nilai yang akan dijadikan ukuran tingkah laku manusia yang hidup di tengah-tengah masyarakat
3. Filsafat pendidikan dalam arti luas dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu:
(1) filsafat praktek pendidikan dan (2) filsafat ilmu pendidikan. Filsafat praktek pendidikan adalah analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia.
4. Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.
5. 5 Aliran filsafat pendidikan yang berpengaruh dalam pengembangan pendidikan, misalnya, idealisme, realisme, pragmatisme, humanisme, behaviorisme, dan konstruktivisme.
6. Hakekat pegetahuan,hakekat nilai, dan hakekat manusia. Oleh karena itu, muncul berbagai aliran yang spesifik untuk tiap-tiap tokoh, seperti Socrates dan Plato dengan “Idealisme”, Aristoteles dengn “Realisme”, John Dewey dengan aliran “Pragmatisme”.
7. Pragmatisme mengakui bahwa pikiran anak aktif, dan kreatif , tidak begitu saja meneri dari gurunya. Dalam situasi belajar, dimana anak dihadapkan pada masalah-masalah utama yang dihadapi masyarakat aliran
“Eksistensialisme”.
B. Saran
Dalam penyusunan artikel ini, kami selaku penyusun tentunya mengalami banyak kekeliruan dan kesalahan-kesalahan baik dalam ejaan, pilihan kata, sistematika penulisan maupun penggunaan bahasa yang kurang di pahami. Untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, di karenakan kami masih dalam tarap pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Muhammad. 2015. Filsafat Pendidikan. Edisi cetakan ke-1. Jakarta:
Prenada Media
Asari Djohar, (2007) Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan, UPI press.
Arbi, Sutan Zanti. 1988. Pengantar Kepada Filsafat Pendidikan. Jakarta: P2LPTK.
Butler, J.D. (1968), Four Philosophies and Their Practice in Education and Religion (3rd edition). New York: Harper & Row.
Juhaya S. Praja. (2008) , Aliran-alirian Filsafat dan Etika, Prenada Media Jakrta, 2008
Kneller, George F. 1971. Introduction to the Philosophy of Education. John Willey Sons Inc, New York.
Miller. Melvin D.(1985) “Principles and A Philosophy for Vocational Education”
The Ohio State University. Columbus, Ohio