Uraian Materi
BIOTEKNOLOGI
Peta Konsep.
Bioteknologi dapat didefinisikan sebagai penggunaan organisme atau bagian dari organisme untuk membuat suatu produk atau jasa, sehingga dapat mensejahterakan manusia.
A. Apa itu Bioteknologi?
Bioteknologi itu berasal dari kata bio yang artinya makhluk hidup, dan teknologi. Jadi, pengertian bioteknologi adalah pemanfaatan makhluk hidup secara utuh maupun bagian- bagiannya untuk menghasilkan atau memodifikasi produk yang bermanfaat melalui cara prinsip atau teknologi tertentu.
B. Jenis bioteknologi
❖ Bioteknologi Konvensional
Pengertian bioteknologi konvensional Bioteknologi konvensional adalah bioteknologi yang memanfaarkan secara langsung mikroorganisme, seperti bakteri maupun jamur secara langsung. Kemudian enzim yang dihasilan mikroorganisme dan melibarkan proses fermentasi (proses peragian) untuk menghasilkan produk atau jasa juga masuk ke dalam bioteknologi konvensional.
Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan makhluk hidup atau mikroorganisme secara langsung, dan umumnya secara utuh untuk menghasilkan atau memodifikasi produk dengan cara, prinsip, dan teknologi tertentu.
Karakteristik bioteknologi konvensional di antaranya:
➢ Memanfaatkan mikroorganisme secara langsung dan utuh.
➢ Memanfaatkan cara atau prinsip yang alami umumnya menggunakan prinsip fermentasi.
➢ Menggunakan alat dan bahan yang sederhana.
➢ Tidak memerlukan keahlian khusus dalam pembuatannya.
➢ Skala produksi kecil dan biaya yang digunakan relatif lebih murah.
Di dalam pemanfaatan mikroba ini, manusia tidak melakukan manipulasi atau rekayasa proses. Manusia hanya menciptakan kondisi dan bahan makanan yang cocok bagi mikroba untuk berkembang secara
optimal. Salah satu contoh produk pangan bioteknologi konvensional yang paling sering kita jumpai di sekitar kita adalah tapai. Tapai ini dapat di buat dari berbagai bahan sumber karbohidrat seperti singkong, ketan, sukun dan lain lain.
Pengertian dan Fungsi Pembuatannya bahannya harus dikukus atau direbus terlebih dahulu setelah itu didinginkan. Pemberian ragi juga harus dalam kondisi bahan sudah
dingin yang bertujuan agar sel-sel ragi tidak akan mati atau rusak, selain itu pemberian ragi pun harus tersebar secara merata, agar fermentasi juga terjadi secara merata. Ragi yang digunakan yaitu Saccharomyces cerevisiae, yang sengaja ditumbuhkan pada singkong atau ketan sebagai
substratnya. Pemeraman singkong atau ketan yang telah ditaburi ragi sebagai upaya untuk menciptakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan jamur ragi, karena jamur ragi menyukai tempat yang anaerob (tanpa oksigen), gelap serta hangat. Sehingga hasil fermentasi tersebut adalah produk tapai yang banyak dijual di pasar. Rasa pahit pada tapai singkong yang telah didiamkan pada suhu ruang merupakan hasil dari pembentukan alkohol oleh jamur Saccharomyces.
Coba perhatikan beberapa produk makanan atau minuman di sekitar kita yang memanfaatkan bioteknologi konvensional. Tape, tempe, roti, dan keju adalah beberapa produk makanan bioteknologi yang mungkin sangat sering kita makan. Proses untuk mengolah jenis makanan itu memanfaatkan pengolahan bioteknologi konvensional. Baca juga: Bahaya Produk Bioteknologi Contoh produk bioteknologi konvesional Apakah kalian tahu mikroorganisme yang berperan dalam pembuatannya? Berikut penjelasan beberapa produk bioteknologi konvensional
Tempe Tempe adalah makanan tradisional khas Indonesia yang sering dikonsumsi dan menjadi salah satu makanan favorit yang kandungan gizinya patut diperhitungkan.
Dengan kadar protein cukup tinggi, tempe merupakan alternatif sumber protein nabati.
Selain itu tempe juga mengandung beberapa asam amino yang diperlukan tubbuh manusia. Bagaimana cara membuat tempe? Pada dasarnya produksi tempe dilakukan dengan teknik fermentasi. Fermentasi dilakukan dengan menumbuhkan jamur Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus pada bijii kedelai. Pada proses pertumbuhan, jamur akan menghasilkan benang-benang yang disebut dengan hifa.
Tempe
Hifa tempe
Struktur Rhizopus sp. ( Jamur tempe )
(Kecap Jamur Aspergillus wentii berperan dalam pembuatan kecap. Jamur ini ditumbuhkan dalam kulit gandum terlebih dahulu. Selanjutnya, jamur bersama dengan bakteri asam laktat yang tumbuh pada kedelai yang sudah dimasak akan menghancurkan campuran gandum. Setelah melalui fermentasi karbohidrat yang cukup lama maka dihasilkan kecap Oncom Pernahkah kamu makan oncom? Oncom merupakan makanan yang dikenal di kawasan Jawa Barat. Oncom terbuat dari ampas kedelai atau bungkil kacang dengan bantuan jamur Neurospora Sitophila. Jamur ini dapat menghasilkan zat warna merah atau orange yang merupakan pewarna alami. Tauco Terbuat dari kacang kedelai yang proses pembuatannya mirip dengan pembuatan kecap yang memanfaatkan
mikroorganisme Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus. Tauco pun merupakan produk hasil fermentasi.
Kecap Oncom
Taoco
Aspergillus wenti Neurospora
Sitophila
Rhizopus oryzae
Yoghurt Yoghurt terbuat dari susu. Yogurt merupakan minuman hasil fermentasi susu yang menggunakan bakteri Streptococcus thermophillus atau lactobacillus bulgaricus.
Bakteri ini akan mengubah laktosa menjadi asam laktat. Efek lain dari proses fermentasi adalah pecahnya protein pada susu yang menyebabkan susu menjadi kental. Hal tersebutlah yang menjadikan yogurt terasa asam dan kental.
Streptococcus thermophillus
Keju Keju merupakan bahan makanan yang dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat pada susu melalui proses pengentalan atau koagulasi. Proses pengentalan ini dilkukan
dengan bantuan bakteri lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Bakteri ini akan menghasilkan enzim renin, sehingga protein susu akan menggumpal dan membagi susu menjadi cari dan padatan (dadih). Selanjutnya enzim renin akan mengubah gula laktosa dalam susu menjadi asam dan protein yang ada pada dadih. Kemudian dadih mengalami proses pematangan dan pengemasan sehingga terbentuk produk olahan yang kita kenal dengan keju.
Lactobacillus bulgaricus
Mentega Mentega terbuat dari susu dengan menggunakan mikroorganisme Streptococcus lactis. Bakteri-bakteri tersebut membentuk proses pengasaman pada susu. Krim susu terpisah menjadi bagian lemak yang padat, dan bagian yang cair dipisahkan. Kemudian lemak mentega diaduk dan dipadatkan untuk menghasilkan mentega yang siap dimakan
Roti Pembuatan roti memerlukan mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae.
Mikroorganisme tersebut akan memfermentasikan gula di dalam adonan menjadi CO2 dan alkohol sehingga adonan mengembang. Dalam proses ini, roti tidak memecah tepung menjadi gula karena tidak menghasilkan enzim amilase. Selain itu untuk mengembangkan dan memberikan rasa saat dipanggang, uap CO2 hasil fermentasi ragi juga meninggalkan tekstur yang khas dan menyebabkan roti menjadi ringan.
Nata de coco Nata de coco (sari kelapa atau kolang-kaling dari air kelapa) juga produk bioteknologi konvensional yang pembuatannya dibantu bakteri Acetobacter xylinum.
Nata de coco terbuat dari air kelapa dengan massa kenyal berwarna putih yang terbentukdari serabut hemiselulosa yang terbentuk pada permukaan medium cair tempat hidup bakteri Acetobacter xylinum.
Minuman Alkohol Pemanfaatan mikroorganisme ini juga terjadi pada produk minuman dan alkohol seperti pada pembuatan tuak, sake, minuman anggur (wine), dan bir.
Minuman tuak dan sake dapat dihasilkan dari fermentasi beras ketan oleh Aspergillus orizae. Sedangkan pembuatan minuman anggur dapat dibuat dari buah anggur atau buah lain yang memanfaatkan Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces ayanus melalui proses fermentasi dan bir dibuat dari biji padi yang sebelumnya diubah menjadi malt yang mengandung enzim amilase.
Test pemahaman sub bab ( Penilaian Formatif ) Jawablah isian berikut ini dengan benar :
1. Pengertian dari bioteknologi konvensional adalah ….
2. Contoh pemanfaatan bioteknologi konvensioal adalah ….
3. Jelaskan penggunaan mikroorganisme pada pembuatan mentega dan nata de coco!
4. Bagaimanakan cara pembuatan tempe?
5. Jelaskan peranan microorganisme pada bioteknologi konvensional!
❖ Bioteknologi Modern
Bioteknologi modern kita kenal dengan teknik yang melibatkan rekayasa genetika sehingga menghasilkan DNA rekombinan dan organisme transgenik yang dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan produk yang diinginkan seperti bayi tabung, hormon, antibiotik, dan vaksin. Pada prinsipnya, bioteknologi modern merupakan pemanfaatan bagian dari mikroorganisme dengan melibatkan teknologi modern. Bioteknologi modern adalah bioteknologi yang memanfaatkan makhluk hidup atau mikroorganisme secara tidak langsung, dan umumnya berupa bagian-bagian tertentu untuk menghasilkan produk dengan cara prinsip atau teknologi tertentu.
Karakteristik bioteknologi modern di antaranya:
➢ Memanfaatkan mikroorganisme secara tidak langsung dan umumnya berupa bagian tertentu aja.
➢ Memanfaatkan cara atau prinsip yang modern atau lebih canggih yaitu berupa rekayasa genetika atau modifikasi gen dan teknologi reproduksi.
➢ Menggunakan alat dan bahan canggih dan modern.
➢ Memerlukan keahlian khusus dalam pembuatannya.
➢ Skala produksi umumnya besar dan dengan biaya yang relatif mahal.
Contoh contoh bioteknologi modern pada tumbuhan Kultur jaringan
Kultur jaringan tanaman (mikropropagasi) merupakan teknik perbanyakan
(propagasi) tumbuhan secara vegetatif dengan memanipulasi jaringan somatik dengan menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Teknik kultur jaringan dicirikan dengan kondisi yang aseptik atau steril dari segala macam bentuk kontaminan, menggunakan media kultur yang memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan menggunakan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang tempat pelaksanaan kultur jaringan diatur suhu dan pencahayaannya.
Kultur Jaringan membudidayakan jaringan tanaman menjadi tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan induknya. Teori yang menjadi dasar kultur jaringan adalah teori totipotensi sel, yang ditulis oleh Schleiden dan Schwann, bahwa bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, jika dibudidayakan di lingkungan yang sesuai, dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna. Tanaman dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu :
1. seksual (generatif), dengan biji
2. aseksual (vegetatif), dengan bagian dari tanaman selain biji
Kultur Jaringan sering dilakukan pada tanaman-tanaman yang mempunyai kendala dimana perbanyakan generatif tidak mungkin dapat dilakukan, sehingga perbanyakan vegetatif merupakan alternatifnya.Misal :
1. sangat sedikit atau tidak ada biji yang dihasilkan 2. tidak mempunyai endosperm (pada biji anggrek)
Apa tujuan dan manfaat dari kultur jaringan? Tujuan dari kultur jaringan adalah sebagai berikut :
1. Kultur jaringan dapat memperbanyak tanaman dengan sifat seperti induknya, pembiakan ini termasuk pembiakan secara vegetatif, yaitu individu baru terjadi dari bagian tubuh suatu induk. Oleh karena itu, individu yang baru terbentuk mempunyai sifat yang sama dengan induknya.
2. Perbanyakan tanaman dengan teknik ini membuat tanaman bebas dari penyakit karena dilakukan secara aseptik.
3. Penggunaan metode ini sangat ekonomis dan komersial karena bahan tanaman awal yang diperlukan hanya sedikit atau satu bagian kecil yang menghasilkan turunan dalam jumlah besar, sehingga penyediaan bibit dalam jumlah yang besar tidak memerlukan banyak tanaman induk.
Perhatikan gambar di bawah ini!
Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan
Sumber : www.sumber.belajar.kemendikbud.com
Perbanyakan tanaman dengan biji
Sumber : www.sumber.belajar.kemendikbud.com
Kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman yang identik induknya dalam jumlah yang besar. Sedangkan perbanyakan tanaman dengan biji (kacang merah) hanya
menghasilkan satu jenis tanaman yang sama.
Biopestisida
Penggunaan biopestisida ini berpotensi memberikan manfaat yang besar bagi pertanian dan kesehatan masyarakat. Pentingnya biopestisida ini didasarkan pada berbagai keuntungan dari biopestisida itu sendiri, yaitu: bersifat kurang berbahaya dan tidak mencemari lingkungan, hanya memengaruhi satu atau beberapa jenis OPT sasaran tertentu, umumnya efektif dalam jumlah yang sangat kecil dan mudah terdekomposisi dengan cepat, sehingga mengakibatkan akibat yang lebih rendah terhadap masalah pencemaran lingkungan.
Pengertian Biopestisida
Terdapat banyak definisi bipestisida yang dapat ditemukan dalam berbagai literatur. Mazid dkk. (2011) mendefinisikan biopestisida sebagai pestisida biokimia yang tersusun dari senyawa-senyawa alami dan bersifat tidak meracuni yang digunakan untuk
mengendalikan OPT. Mathew (2016) dan Kumar (2015) menambahkan bahwa selain bersifat tak-racun, biopestisida adalah pestisida alami yang juga bersifat ramah atau aman terhadap lingkungan. Menurut Mishra dkk. (2015) definisi biopestisida yang umum digunakan adalah yang berasal dari US Environmental Protection Agency (USEPA).
Biopestisida didefinisikan sebagai pestisida berasal dari alam yang tersusun dari hewan, tumbuhan, bakteri, dan mineral. Biopestisida juga mencakup organisme hidup yang dapat mengendalikan OPT pertanian.
Pestisida yang dimasukkan dalam tanaman (plant-incorporated protectants) merupakan substansi pestisida yang yang dihasilkan oleh tanaman yang berasal dari materi genetik yang telah dimasukkan ke dalam tubuh tanaman. Para ilmuwan telah mampu mengambil gen dari protein yang bersifat racun pada Bt, dan menyisipkan gen tersebut ke dalam materi genetik tanamanitu sendiri. Tanaman yang telah mengandung gen bakteri Bt menghasilkan substansi kimia yang mampu mematikan OPT. Kedua protein dan materi genetik tersebut diatur pemanfaatannya oleh EPA, sedangkan tanamannya itu sendiri tidak diatur pemanfaatannya (Gupta dan Dikshit, 2010).
Jenis pestisida berikutnya adalah pestisida biokimia atau pestisida organik.
Pestisida organik merupakan substansikimia alami yang mampu mengendalikan OPT melalui mekanisme tak-racun. Pestisida ini sangat berbeda dengan pestisida konvensional yang terbuat dari bahan sintetis dan umumnya bersifat membunuh atau menonaktifkan OPT. Pestisida yang tergolong dalam pestisida organikini antara lain senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan atau perkembangan OPT, seperti zat pengatur tumbuh tanaman, senyawa yang dapat menghalauatau menarik OPT, seperti feromon. Mengingat adanya kesulitan untuk menentukan apakah pestisida alami dapat mengontrol OPT melalui mekanisme tak-racun, maka Environment Protection Agency (EPA) telah membentuk sebuah komite untuk menentukan pestisida yang termasuk dalam kriteria pestisida biokimia atau pestisida organik.
Biofungisida (Trichoderma)
Trichoderma sp. Merupakan mikroorganisme ini adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan. Spesies Trichoderma disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia
hayati seperti T. Harzianum, T. Viridae, dan T. Konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Biakan jamur Trichoderma dalam media aplikatif seperti dedak dapat diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida. Trichoderma sp dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii. Sifat antagonis Trichoderma meliputi tiga tipe :
1. Trichoderma menghasilkan sejumlah enzim ekstraseluler beta (1,3) glukonase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel patogen
2. Beberapa anggota Trichoderma Sp. menghasilkan toksin trichodermin. Toksin tersebut dapat menyerang dan menghancurkan propagul yang berisi spora-spora patogen disekitarnya
3. Jenis Trichoderma viridae menghasilkan antibiotik gliotoksin dan viridin yang dapat melindungi bibit tanaman dari serangan penyakit rebah kecambah.
Trichoderma sp. Produc pestisida menggunakan
trichoderma sp.
Bioinsektisida (Bacillus thuringiensis)
B. thuringiensis merupakan bakteri gram-positif berbentuk batang. Jika nutrien di mana dia hidup sangat kaya, maka bakteri ini hanya tumbuh pada fase vegetatif, na-mun bila suplai makanannya menu-run maka akan membentuk spora dorman yang mengandung satu atau lebih jenis kristal protein. Kristal ini mengandung protein yang disebut δ-endotoksin, yang bersifat lethal jika dimakan oleh serangga yang peka. B.
thuringiensis adalah bakteri yang menghasilkan kristal protein yang bersifat membunuh
serangga (insektisidal) sewaktu mengalami proses sporulasinya (Hofte dan Whiteley, 1989 dalam Bahagiawati, 2002).
Kristal protein yang bersifat insektisidal ini sering dise-but dengan δ-endotoksin.
Kristal ini sebenarnya hanya merupakan pro-toksin yang jika larut dalam usus se-rangga akan berubah menjadi poli-peptida yang lebih pendek (27-149 kd) serta mempunyai sifat insektisi-dal. Pada umumnya kristal Bt di alam bersifat protoksin, karena ada-nya aktivitas proteolisis dalam sistem pencernaan serangga dapat mengubah Bt-protoksin menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di midgut serangga. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa toksin Bt ini menyebabkan terbentuknya pori-pori (lubang yang sangat kecil) di sel membran di sa-luran pencernaan dan mengganggu keseimbangan osmotik dari sel-sel tersebut. Karena keseimbangan os-motik terganggu, sel menjadi beng-kak dan pecah dan menyebabkan matinya serangga (Hofte dan Whiteley, 1989 dalam Bahagiawati, 2002). Lebih lanjut dikatakan Keuntungan pemakaian Bt jika dibandingkan dengan pestisida kimiawi adalah Bt bersifat toksin terhadap hama dari
spesies tertentu sehingga tidak membunuh serangga dan hewan bukan sasaran. Namun demikian, setelah pemakai-an pestisida mikrobial ini selama bertahun-tahun di lapang, ada indikasi hama menjadi resisten terhadap Bt.
Manfaat Biopestisida terhadap Lingkungan
Keuntungan penggunaan biopestisida menurut Kumar (2012) antara lain:
a. tidak berbahaya dan aman bagi lingkungan karena biopestisida tidak banyak menghasilkan racun dibanding pestisida kimia, dan tidak menghasilkan residu terutama pada buah dan sayuran sehingga aman jika digunakan dalam pertanian organic,
b. target spesifik,
c. efektif meski dalam jumlah sedikit, d. mengalami terurai secara alami dan cepat
e. digunakan dalam komponen IPM (Integrated Pest Management) atau Pengendalian Hama Terpadu
Contoh contoh bioteknologi modern pada Hewan Kloning
Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan sel induknya tanpa proses pembuahan. Kloning berasal dari Bahasa Yunani yaitu clone atau klon yang artinya kumpulan sel turunan dari sel induk tunggal dengan reproduksi aseksual.Teknologi kloning mengarah kepada kemajuan dunia kedokteran, serta bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan, diagnostik dan terapi. Namun, kloning juga dapat berdampak negatif yaitu dapat disalahgunakan untuk menciptakan spesies atau ras baru dengan tujuan tertentu yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan.
Kekacauan dalam kekerabatan dan identitas diri dari hasil kloning maupun induknya dapat saja terjadi.
Beberapa ilmuwan yang mendukung, berpendapat bahwa kloning adalah salah satu cara yang mungkin untuk melestarikan spesies yang punah.Namun disisi lain, banyak yang tidak mendukung karena berpotensi tidak aman dan tidak etis, terutama untuk diterapkan kepada manusia.
Macam-macam Kloning
Kloning terdiri dari tiga macam, di antaranya:
1. Kloning pada hewan
Proses reproduksi organisme diambil dari sel organisme induk sehingga menghasilkan keturunan yang secara genetik identik.Ini berarti hewan kloning merupakan duplikat sama persis dari induknya, yang berarti juga memiliki DNA yang sama. Kloning tersebut banyak terjadi di alam.Reproduksi aseksual pada organisme tertentu dan terjadinya kembar dari sel telur yang sama merupakan contoh kloning. Dengan kemajuan teknologi, proses kloning saat ini bisa dilakukan di laboratorium.
Sumber gambar : https://www.google.com/search?q=kloning+hewan
2. Kloning pada tumbuhan
Kloning pada tumbuhan yaitu mencangkok atau menyetek tanaman untuk mendapatkan tanaman yang memiliki sifat persis dengan induknya.
3. Kloning pada manusia
Kloning terhadap manusia sudah banyak menimbulkan kontroversi sejak beberapa tahun lalu hingga sekarang. Pemimpin agama negara menyatakan bahwa kloning tidak etis untuk diterapkan kepada manusia.
Dampak Positif dan Negatif dari Kloning
Kloning sebenarnya memiliki dampak positif dan dampak negatif sebagai berikut.
Dampak positif :
▪ Kloning menjadi pilihan untuk menyelamatkan genetic yang hilang dari hewan yang mati secara teratur.
▪ Resipien transfer embrio tidak dibatasi waktu dan tempat.
▪ Embrio dapat disimpan dengan waktu yang lama.
Dampak negatif
▪ Keterbatasan resipien menerima embrio
▪ Jika tidak ada recording terhadap penggunaan, embrio dapat menjadi inbreeding pada keturunan.
▪ Muncul pewarisan sifat mitokondria dan modifikasi epigenetik yang tidak diharapkan dan disebabkan oleh prosedur kloning
Contoh Proses Kloning
Salah satu yang paling terkenal hasil dari teknik kloning adalah lahirnya domba dolly pada 1998. Proses kloningnya adalah sebagai berikut.
1. Pengambilan sel dari ambing (kelenjar susu) domba A. Kemudian dibiakkan dalam medium di laboratorium selama enam hari.
2. Sel telur yang belum difertilisasi diambil dari domba B. Inti sel yang mengandung DNA dikeluarkan dari sel tersebut.
3. Proses fusi (penggabungan) sel dari domba A dan sel telur kosong domba B dengan menggunakan kejutan listrik.
4. Embrio hasil fusi dimasukkan ke dalam uterus domba yang C yang bertindak sebagai ibu angkat.
5. Domba C melahirkan anak domba yang diberi nama domba dolly.
Namun, kloning juga dapat berdampak negatif yaitu dapat disalahgunakan untuk menciptakan spesies atau ras baru dengan tujuan tertentu yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Kekacauan dalam kekerabatan dan identitas diri dari hasil kloning maupun induknya dapat saja terjadi.
Beberapa ilmuwan yang mendukung, berpendapat bahwa kloning adalah salah satu cara yang mungkin untuk melestarikan spesies yang punah.Namun disisi lain, banyak yang tidak mendukung karena berpotensi tidak aman dan tidak etis, terutama untuk diterapkan kepada manusia.
Rekayasa genetika
Rekayasa genetika adalah upaya untuk melakukan modifikasi molekul genetik dari suatu organisme sehingga diperoleh sifat baru yang dimiliki. Teknik rekombinasi molekul DNA yang pertama kali diperkenalkan oleh Paul Berg tahun 1972, segera dikembangkan oleh Genetech 1976 dengan memproduksi insulin manusia melalui teknik ini. Pada akhirnya insulin hasil rekayasa genetika mulai dipasarkan pada tahun 1982.
Teknik yang masih baru saat itu, selanjutnya dikembangkan untuk meningkatkan kualitas produk pertanian, sehingga muncullah berbagai komoditas hasil rekayasa genetika, atau sering kita sebut produk GMO (genetically modified organisms), atau PRG (produk rekayasa genetika).
Manfaat rekayasa genetik Penerapan rekayasa genetik sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, diantaranya:
➢ menyediakan kebutuhan pangan masa depan dengan kualitas yang lebih baik.
➢ Dijadikan alternatif sumber energi yang dapat diperbarui, misalnya biomass dan biofuel yang dapat menggantikan sumber energi konvensional.
➢ erawatan kesehatan yang lebih baik, dengan obat-obatan yang lebih efektif.
➢ efisiensi pertanian yang lebih baik dan penggunaan pestisida kimia yang relatif lebih sedikit.
Produk hasil rekayasa genetik Para ahli melakukan rekayasa genetik pada beberapa produk, yaitu:
1. Produk Farmasi ( obat-Obatan )
Produk farmasi Pemenuhan kebutuhan produk farmasi tertentu bila dilakukan dengan teknologi konvensional akan memerlukan bahan dan biaya yang banyak. Contohnya hormon somatostatin, yaitu hormon pertumbuhan pada manusia. Hormon ini memerlukan setengah juta otak domba untuk mendapatkan 0,005 gram somatostatin murni. Baca juga: Pasien Leukemia Berhasil Disembuhkan dengan Rekayasa Genetik Sedangkan melalui OHRG, 9 liter produk frementasi bakteri sudah menghasilkan somatostatin dengan jumlah yang sama. Teknologi rekayasa genetik dalam bidang farmasi menghasilkan protein, vaksin, dan antibiotik. Selain itu xenotransplantasi, yaitu transplantasi dari hewan ke manusia juga dilakukan. Kemudian terapi gen sebagai pengobatan penyakit kronis dan beberapa kelainan makrogenetik.
2. Produk non-pangan
Rekayasa genetik juga menyentuh di bidang lain seperti peternakan, perkebunan, dan kehutanan. Produk tersebut misalnya, vaksin, antibiotik, dan hormon pertumbuhan untuk hewan. Ternak kloning, berbagai macam tanaman tahan herbisida, insek, jamur, dan cacing, serta tanaman yang toleran terhadap kekeringan dan cuaca dingin. Baca juga: Nyamuk Rekayasa Genetik untuk Melawan Zika Ada juga tanaman transgenetik seperti tanaman anggrek yang tahan lama dengan warna bunga yang diinginkan, tanaman karet yang menghasilkan lateks dengan kadar protein tinggi, dan masih banyak lainnya.
3. Produk pangan
Teknik rekayasa genetik juga dilakukan pada bahan pangan, antara lain tomat, jagungm kedelai, kanola, bunga, kol, keju, tepung susu, kentang, beras, dan sebagainya. Pangan transgenik pertama yang diperdagangkan adadlah tomat Flav Savr pada tahun 1994. Di Amerika Serikat lebih dari 52 varietas tanaman dari 13 spesies yang berbeda. Produk-produk pangan yang diolah dari bahan transgenik masih mengandung OHRG di dalamnya. Artinya proses pengolahan menjadi produk pangan tidak menghilangkan jejak transgenetik bahan tersebut. Baca juga: Virus Zika dan Kecurigaan Rekayasa Genetik Positif rekayasa genetik
Dampak positif dari rekayasa genetik:
❖ Tanaman hasil rekayasa genetika biasanya tahan lebih lama terhadap hama serta dapat meningkatkan hasil panen.
❖ Mamalia GMO seperti tikus dan kelinci digunakan dalam penelitian kesehatan.
❖ Virus dimodifikasi secara genetik yang digunakan dalam terapi gen untuk memberikan gen ke dalam tubuh manusia yang dapat menyembuhkan penyakit manusia.
❖ Insulin sintetis telah diproduksi dan digunakan dalam perawatan pasien diabetes.Hal tersebut menjadi rekayasa genetik
Kekurangan rekayasa genetik
Rekayasa genetik tetap memiliki kekurangan, yaitu:
❖ Keseimbangan ekosistem bisa terganggu karena dominasi GMO atas spesies alami.
❖ Gangguan kesehatan akibat penggunaan hasil rekayasa genetik ialah reaksi alergis yang sudah dapat dibuktikan.
❖ Peperangan bisa berbahaya karena senjata biologis yang diproduksi dengan rekayasa genetika.
❖ Penelitian telah membuktikan bahwa beberapa produk makanan mempertahankan bahan genetik buatan yang akan menciptakan efek merugikan pada kesehatan manusia.
Penerapan Bioteknologi
Bioteknologi dapat diterapkan secara luas yang meliputi berbagai bidang. Saking luasnya, aplikasi bioteknologi diklasifikasikan dalam berbagai warna berdasarkan bidang pemanfaatannya, yaitu:
❖ Bioteknologi merah adalah aplikasi bioteknologi di bidang medis, seperti untuk menghasilkan obat dan vaksin, penggunaan sel punca untuk pengobatan regeneratif, serta terapi gen untuk mengobati penyakit genetik.
❖ Bioteknologi putih/abu-abu adalah bioteknologi yang diaplikasikan dalam bidang industri, seperti pengembangan dan produksi senyawa baru serta pembuatan sumber energi terbarukan, produksi enzim untuk pengolahan limbah industri, dan pembuatan bir dengan khamir.
❖ Bioteknologi hijau adalah aplikasi bioteknologi di bidang pertanian dan peternakan, seperti menghasilkan tanaman tahan hama, bahan pangan dengan kandungan gizi lebih tinggi, dan tanaman yang menghasilkan obat atau senyawa yang bermanfaat.
❖ Bioteknologi biru adalah aplikasi bioteknologi untuk perairan yang mengendalikan proses-proses yang terjadi di lingkungan akuatik, seperti
akuakultura untuk menumbuhkan ikan bersirip atau kerang-kerangan dalam kondisi terkontrol sebagai sumber makanan, pengembangan tiram tahan penyakit, dan vaksin untuk melawan virus yang menyerang salmon dan ikan yang lain.
Sumber gambar : Ruang Guru.com
Perbedaan Bioteknologi Konvensional dengan Bioteknologi Moder