BAB I PENDAHULUAN
Berbicara mengenai manusia, manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Allah menciptakan setiap makhlukknya dalam keadaan berbeda dari makhluk lainnya maupun dengan makhluk sejenisnya sekalipun. Manusia diciptakan dengan akal dan pikiran yang berbeda dengan yang lainnya. Sehingga setiap manusia mempunyai pendapat dan pemikiran yang berbeda-beda. Perbedaan pendapat pada manusia adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.
Setiap manusia memiliki gambaran dan imajinasi yang berbeda-beda. Sehingga timbullah perbedaan pendapat dalam suatu golongan. Dengan begitu tidak heran memang jika sebuah aliran dapat terpecah belah menjadi berbagai golongan.
Kemudian jika kita membahas mengenai dosa besar, setiap aliran memiliki pandangannya masing-masing. Karena di dalam Al-Qur’an tidaklah di jelaskan dengan detail mengenai dosa besar dan juga status pelakunya. Maka tidak dapat dielakkan akan terjadinya perbedaan pemahaman dari masing-masing aliran.
Apakah status seseorang yang melakukan dosa besar dianggap kafir, ataukah masih mukmin, atau bagaimana statusnya? Inilah yang akan dibahas di dalam makalah ini. Yaitu, Pandangan Pemikiran Berbagai Aliran Kalam Tauhid. Yang mana di dalamnya akan dibahas juga mengenai persamaan dan perbedaan aliran- aliran serta kebaikan dan keburukan dari berbagai aliran kalam tauhid. Kemudian, di bagian akhir, penulis juga akan menyinggung sedikit mengenai pendapat penulis dalam menyikapi persamaan dan perbedaan berbagai aliran tersebut.
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan agar para pembaca, khususnya mahasiswa dapat mengetahui hingga memahami bagaimana pandangan pemikiran berbagai aliran mengenai pelaku dosa besar serta dapat menyikapinya dengan baik dan bijaksana.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian 1. Dosa Besar
Memang tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai pengertian dosa di dalam Al-Qur’an. Hanya saja, Allah SWT menyebutkan beberapa jenis dosa besar dalam firmannya. Salahsatunya, dalam surat An-Nisaa ayat 48:
---
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dasa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguhia telah berbuat dosa besar.” (QS. An-Nisaa [4]: 48).
Sebagian ulama menjelaskan bahwa dosa adalah dampak dari pelanggaran ajaran agama yang dilakukan dengan sengaja, sadar, dan tidak ada paksaan. Dapat dikatakan bahwa dosa adalah buah dari tidak menjalankan perintah Allah dan tidak menjauhi larangan-Nya. Menurut para ulama pula, dosa dibagi menjadi dua, yaitu dosa kecil dan dosa besar.
Dosa kecil biasanya dilakukan oleh pelakunya tanpa disadarinya padahal yang dilakukannya adalah dosa. Sedangkan yang dimaksud dosa besar adalah suatu pelanggaran terhadap perintah dan larangan-Nya yang dilakukan oleh pelakunya dengan sangat sadar. Dosa besar dapat menimbulkan kerugian dan kerusakan terhadap orang lain dan bersifat besar. Dosa-dosa besar tersebut antara lain: kufur (kafir), munafiq, fasik, syirik, membunuh, durhaka kepada kedua orang tua, berzina, menuduh zina terhadap perempuan yang baik-baik, mengkonsumsi makanan dan
minuman yang diharamkan oleh Allah SWT, mencuri, merampok dan menganiaya.1
2. Pelaku Dosa Besar
Allah SWT tidak suka terhadap hamba-Nya yang berbuat dosa.
Oleh karena itu pelaku dosa diancam oleh Allah SWT dengan hukuman baik waktu masih berada di dunia maupun di akhirat kelak. Hukuman di dunia bisa berupa musibah yang membinasakan dan di akhirat berupa siksaan api neraka yang sangat dahsyat atau laknat dan murka-Nya. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT melalui firmannya dalam surat Yunus ayat 13:
+++
Artinya: “Dan sesungguhnya kami telah membinasakan umat-umat yang sebelum kamu, ketika mereka berbuat kedzaliman, padahal rasul-rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak hendak beriman. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat dosa.” (QS. Yunus [10]: 13).
Namun, jika seseorang telah insaf atau bertaubat, maka Allah akan memaafkan pelakunya, karena Dia Maha Pengampun dengan segala kuasa-Nya. Hal ini juga dijelaskan oleh Allah dalam firmannya QS. An- Najm ayat 32:
+++
Artinya: “(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil.
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya.” (QS. An- Najm [53]: 32).
B. Pandangan Pemikiran Berbagai Aliran
1 Joko Wiranto, Dosa Besar, http://agama.kompasiana.com/2010/08/12/dosa-besar-224137.html (akses tgl 13 November 2013).
Jika berbicara mengenai pendapat, maka terdapat beberapa aliran yang memiliki pandangan pemikiran mengenai dosa besar. Aliran-aliran beserta pandangannya antara lain:
1. Khawarij
Kaum Khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi. Mereka memisahkan diri dari Ali bin Abi Thalib karena tidak setuju dengan arbitrase yang dilakukan oleh Ali dengan Mu’awiyah.
Mereka memiliki watak yang keras hati dan ekstrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Ajaran-ajaran Islam sebagai terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits, mereka artikan menurut lafaznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya.2 Aliran Khawarij berpendapat bahwa orang yang mengerjakan dosa besar atau meninggalkan kewajiban-kewajiban, yang sampai matinya belum sempat bertaubat, maka orang itu dihukum keluar dari Islam dan menjadi kafir dan mereka abadi di neraka3 oleh karena itu ia wajib dibunuh.4
Ada juga sumber lain yang mengatakan bahwa orang yang tidak mengerjakan sholat, puasa, dan zakat maka orang itu adalah kafir. Tegasnya, orang mukmin yang berbuat dosa besar maupun kecil, maka orang itu adalah kafir.5 Tetapi, pendapat tentang siapa yang sebenarnya masih Islam dan siapa yang telah keluar dari Islam dan menjadi kafir serta hal-hal yang bersangkutan dengan masalah tersebut tidak selamanya sama, sehingga timbullah berbagai golongan dalam kalangan Khawarij. Golongan-golongan tersebut, antaralain:6
a. Al-Muhakkimah
2 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI- Press, 1986), hal. 13.
3 Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam (Jakarta: Widjaya, 1986), hal. 93.
4 Harun Nasution, Teologi ..., Ibid., hal. 7.
5 Yenita Haryani, Pelaku Dosa Besar, http://yenitaharyani94.blogspot.com/ (akses tgl 12 November 2013).
6 Harun Nasution, Teologi ..., Ibid., hal. 13-21.
Golongan ini adalah golongan Khawarij asli dan terdiri dari pengikut Ali, tetapi tidak setuju dengan arbitrase yang dilakukan oleh Ali dengan Muawiyah. Menurut mereka, orang yang melakukan perbuatan keji seperti berbuat zina, membunuh, dan perbuatan dosa besar lainnya telah menjadi kafir dan keluar dari Islam.
b. Al-Azariqah
Golongan ini lahir setelah golongan al-Muhakkimah hancur.
Mereka lebih radikal dari al-Muhakkimah. Mereka tidak memakai istilah kafir, melainkan dengan istilah musyrik atau polytheist.
Menurut mereka, yang dipandang musyrik ialah semua orang yang tak sepaham dengan mereka. Dan yang mereka pandang musyrik bukan hanya orang-orang dewasa saja, melainkan juga anak- anak dari orang yang dipandang musyrik.
c. Al-Najdat
Golongan Al-Najdat berlainan dengan kedua golongan diatas.
Mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanyalah orang Islam yang tak sepaham dengan golongannya. Jika seseorang dari golongannya melakukan dosa besar, memang benar akan mendapat siksaan di neraka, tetapi kemudian akan masuk surga. Menurut mereka, sebuah dosa kecil yang dilakukan secara terus-menerus maka akan menjadi dosa besar dan pelakunya menjadi musyrik.
d. Al-‘Ajaridah
Menurut golongan Al-‘Ajaridah, anak kecil tidak bersalah dan tidak musyrik menurut orang tuanya.
e. Al-Sufriah
Golongan ini membagi dosa besar menjadi dua bagian, yaitu dosa yang ada sangsinya di dunia dan dosa yang tidak ada sangsinya di dunia. Dosa yang ada sangsinya di dunia seperti membunuh dan berzina, sedangkan yang tidak ada sangsinya di dunia seperti meninggalkan sembahyang dan puasa. Orang yang melakukan
dosa kategori pertama tidak dipandang kafir, melainkan kategori yang kedua lah yang dianggap kafir.
f. Al-Ibadah
Menurut mereka, orang yang tak sefaham dengan mereka adalah bukan mukmin dan bukan musyrik, tetapi kafir. Sedangkan orang Islam yang berbuat dosa besar adalah muwahhid, yang meng- Esa-kan Tuhan, tetapi bukan mukmin dan kalaupun kafir hanya merupakan kafir al-ni mah dan bukan kafir al-millah yaitu kafir agama. Dengan kata lain, melakukan dosa besar tidak membuat orang tersebut keluar dari agama Islam.
2. Murji’ah
Aliran Murji’ah adalah aliran yang tetap pada barisan Ali. Jika kaum Khawarij menjatuhkan hukuman kafir bagi orang yang berbuat dosa besar, kaum Murji’ah menjatuhkan hukuman mukmin. Dosa besar yang mereka perbuat ditunda penyelesaiannya ke hari perhitungan kelak. Menurut pandangan mereka, orang Islam yang melakukan dosa besar tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul-Nya. Yang terpenting dan yang diutamakan menurut mereka adalah iman, sedangkan perbuatan hanya merupakan soal kedua. Karena yang menentukan mukmin atau kafirnya seseorang hanyalah kepercayaan atau imannya bukan perbuatan atau amalnya. Mereka menegaskan bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar bukanlah kafir tetapi mukmin dan tidak akan kekal di dalam neraka. Adapun soal dosa yang dilakukannya, terserah kepada Allah SWT untuk mengampuni atau tidak mengampuninya.7
Sumber lain menyatakan bahwa kaum Murji’ah kemaksiatan tidak mempengaruhi iman.8 Hal tersebut dijelaskan dalam semboyan golongan Murji’ah yang terkenal, yaitu: “Maksiat tidak berbahaya beserta iman (tidak membahayakan) sebagaimana ketaatan tidak
7 Harun Nasution, Teologi ..., Ibid., hal. 7.
8 A. Hanafi, Theology Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1974), hal. 78.
akan berguna beserta kekafiran.” Berbeda dengan kaum Khawarij, kaum Murji’ah lebih menekankan pemikiran pada hal yang sebaliknya, yaitu siapa yang masih mukmin dan tidak keluar dari Islam. Sama seperti halnya kaum Khawarij, dalam aliran Murji’ah juga terjadi perpecahan golongan karena adanya perbedaan pendapat. Kaum Murji’ah terpecah menjadi dua golongan, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim.
a. Golongan Moderat
Golongan moderat berpendapat bahwa iman seseorang didasarkan pada tiga faktor, yaitu diyakini dalam hati, dilafalkan dengan lisan, dan dilakukan dengan perbuatan. Menurut mereka orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal di dalam neraka, tetapi akan dihukum di dalam neraka sesuai dengan ukuran dosa yang dilakukannya. Ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali karena kehendak/ ampunan Tuhan.
b. Golongan Ekstrim
Berbeda dengan golongan moderat, golongan ini berpendapat bahwa iman didasarkan pada keyakinan dalam hati dan dilafalkan dengan lisan, tanpa dilakukan dengan perbuatan. Sehingga seseorang tidak menjadi kafir karena melakukan dosa besar.
Mereka juga berpendapat bahwa perbuatan seseorang tidak selamanya menggambarkan apa yang ada dalam hatinya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa segala perbuatan manusia yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti telah menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna dimata Tuhan.9
3. Jabariah
9 Al-Asy’ari dalam Rozak Abdul dan Rohison Anwar, Ilmu Kalam, Cet. VI, 2011: 135-136 seperti yang dikutip oleh Nurul Hayat, Perbandingan Antar Aliran, http://kirikuna.blogspot.com/2012/12/perbandingan-antar-aliran-tentang.html (akses tgl 14 November).
Dari beberapa sumber yang penulis peroleh, tidak dijelaskan secara detail apakah aliran ini menganggap atau memberikan gelar kafir, mukmin, atau murtad kepada pelaku dosa besar. Kebanyakan sumber menjelaskan bahwa aliran ini menganggap manusia tidak mempunyai kemerdekaan (kebebasan) dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Sama halnya dengan aliran lainnya, aliran Jabariyah juga terpecah menjadi dua golongan, yaitu golongan moderat dan ekstrim.
a. Golongan Moderat
Menurut golongan ini, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan yang positif maupun negatif. Tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan- perbuatan itu.
b. Golongan Ekstrim
Menurut golongan ini manusia lemah, tidak berdaya, dan tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas. Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak lepas dari skenario dan kehendak Allah.
Sehingga segala akibat, baik dan buruk yang diterima manusia dalam hidupnya adalah merupakan ketentuan Allah.
Dari penjelasan tersebut, jika ditarik kedalam pembahasan mengenai status pelaku dosa besar, maka dapat dikatakan bahwa aliran Jabariyah tidak memberikan gelar kepada pelaku dosa besar sebagai seorang kafir, mukmin, ataupun fasiq. Kesannya, mereka menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah. Karena mereka menganggap bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan mereka.
4. Qodariah
Tidak jauh berbeda dengan pembahasan aliran Jabariah, dari beberapa sumber yang penulis temukan, mereka tidak fokus dalam membahas mengenai status pelaku dosa besar, melainkan mengenai paham dan pendapat mereka tentang perbuatan manusia. Aliran Qodariah adalah kebalikan dari aliran Jabariah. Kaum Qodariah
berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.
Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan disini disamakan dengan balasan surga kelak di akhirat. Sedangkan perbuatan buruk (termasuk dosa besar) akan mendapat ganjaran siksa di neraka.
Semua diserahkan kepada manusia itu sendiri, mau melakukan perbuatan baik ataupun buruk. Karena perbuatan tersebut bukanlah takdir Tuhan.
Kemudian, jika ditarik ke dalam pembahasan dosa besar, mereka juga tidak memberikan gelar kepada pelaku dosa besar. Entah itu sebagai mukmin. kafir, maupun fasiq. Yang jelas, setiap perbuatan akan diberikan balasan yang setimpal.
5. Mu’tazilah
Berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya, yaitu Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar dan Murji’ah yang memelihara keimanan pelaku dosa besar. Menurut aliran Mu’tazilah, orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi bukan pula mukmin karena imannya tidak lagi sempurna. Orang tersebut menurut mereka mempunyai posisi diantara kedua posisi mukmin dan kafir yang dalam bahasa Arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah bain al- manzilitain (posisi di antara dua posisi).10 Pelaku dosa besar diberi julukan atau sebutan fasiq.11 Bisa dikatakan bahwa mereka netral,
10 Harun Nasution, Teologi ..., Ibid., hal. 7
11 Taib Thahir Abdul Mu’min, Ilmu ..., Ibid., hal. 103.
karena tidak memihak atau tidak memberi label kepada pelaku dosa besar itu sebagai orang kafir maupun mukmin.
Menurut mereka pelaku dosa besar tidak bisa dikatakan kafir karena masih ada iman didalam dirinya, namun tidak pula bisa dikatakan mikmin karena imannya tidak lagi sempurna. Karena pelaku dosa besar bukan mukmin, maka ia tidak dapat masuk surga, dan karena bukan kafir pula maka ia juga tidak mesti masuk neraka.
Tetapi karena di akhirat tidak ada tempat selain dari surga dan neraka, maka pembuat dosa besar harus dimasukkan ke dalam salah satu tempat.12
Maka tempat pelaku dosa besar adalah di neraka, tetapi siksaan yang diterimanya lebih ringan, karena tidak adil kalau pelaku dosa besar dalam neraka mendapat siksaan yang sama beratnya dengan orang kafir. Mereka ditempatkan di neraka terlebih dahulu sesuai dengan dosa yang dilakukannya, setelah itu baru diangkat ke surga karena adanya iman di dalam dirinya. Tetapi ada sumber lain yang mengatakan bahwa menurut Aliran Mu’tazilah, tempat untuk pelaku dosa besar adalah di neraka dan mereka kekal di dalamnya seperti orang kafir, tetapi hukumannya diringankan tidak seberat orang- orang kafir.13
6. Syi’ah
Menurut Syi’ah, pemikiran mereka (kaum Syi’ah) tidak seperti pemikiran kaum Khawarij yang menyatakan bahwa sekali seseorang melakukan dosa besar maka ia akan kekal di neraka. Tidak juga seperti kaum Murji’ah yang memberi “surat izin” kebebasan dari neraka untuk para pelaku dosa besar dan juga tidak seperti kaum Mu’tazilah yang menempatkan pelaku dosa besar di suatu tempat di antara keimanan dan kekufuran.
12 Harun Nasution, Teologi ..., Ibid., hal. 55.
13 Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal-Jama’ah, (Jakarta Selatan: Pustaka Tarbiyah Baru, 2008), hal. 194.
Menurut Syi’ah, para pelaku dosa besar dapat disebut sebagai orang mukmin yang fasiq. Yang mana mereka tetap dapat memperbaiki diri dengan bertaubat dan mengembalikan tingkat keimanannya sehingga mendapatkan jalan kembali untuk meraih surga.14 Menurut mereka, orang yang melakukan dosa besar bukan lantas menjadi kafir, hanya saja derajat keimanannya menurun.
Selain itu, orang yang mengaku beriman namun perbuatannya bertentangan dengan ajaran agama, maka ia bukan orang yang beriman, dan hal itulah yang akan menyeretnya ke neraka.
7. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Aliran ini merupakan aliran yang terbesar dan yang masih tetap dipeluk sampai sekarang oleh sebagian kaum muslimin. Aliran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ini kelihatannya timbul sebagai reaksi terhadap faham-faham golongan Mi’tazilah.15 Ahlus Sunah ialah kaum yang mengaku serta mempercayai kebenaran hadits Nabi tanpa menolaknya.16 Menurut pandangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, orang mukmin yang mengerjakan dosa besar tidaklah menjadi kafir. Tetapi ia adalah mukmin dengan keimanannya dan fasiq dengan dosa besarnya dan dia berada dibawah kehendak Allah. Allah berkehendak mengampuninya dan berkehendak pula untuk menghukumnya.
Jika Allah mengampuninya, maka terbebaslah ia dari dosa. Namun jika Allah tidak mengampuninya, maka Ia akan menyiksanya di neraka karena dosanya. Pelaku dosa besar akan masuk neraka sampai selesai menjalani siksaan, dan akhirnya akan masuk surga.17 Akan tetapi, hukumannya tidak sama seperti orang kafir, dan dia juga tidak kekal di neraka.
14 Hauzah Maya, Seperti Apakah Syiah Memandang Pelaku Dosa Besar?, http://hauzahmaya.com/2012/06/01/seperti-apakah-syiah-memandang-pelaku-dosa-besar/ (akses tgl 12 November 2013).
15 Harun Nasution, Teologi ..., Ibid., hal. 61.
16 A. Hanafi, Theology ..., Ibid., hal. 126-127.
17 At Tabsiru fid Din: 135-166 seperti yang dikutip oleh A. Hanafi, Theology ..., Ibid., hal.128
C. Perbedaan dan Persamaan Pandangan Berbagai Aliran
Seperti yang telah kita bahas sebelumnya bahwa setiap aliran memiliki pendapat masing-masing mengenai status pelaku dosa besar. Dalam pembahasan tersebut ternyata terdapat beberapa perbedaan yang menonjol dari masing-masing aliran. Namun, walaupun mereka berbeda aliran dengan menegaskan bahwa diri mereka adalah memiliki aliran berbeda, tidak dapat ditutupi bahwa secara garis besar, terdapat persamaan diantara mereka yaitu masing-masing aliran sama-sama merasa bahwa dirinyalah yang paling benar.
Khawarij memberikan status kafir kepada pelaku dosa besar, sedangkan Murji’ah memberikan status mukmin. Lain halnya dengan aliran Mu’tazilah yang berbeda pendapat dengan mereka. Mu’tazilah memandang bahwa pelaku dosa besar bukanlah kafir dan bukan pula mukmin, tetapi memiliki posisi diantara keduanya, yaitu fasiq. Kemudian terdapat aliran yang pendapatnya bertolak belakang, yaitu Jabariyah dan Qodariyah. Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kehendak atas perbuatannya.
Karena perbuatan manusia sepenuhnya adalah kehendak Tuhan. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua “efek samping” dari perbuatan manusia diserahkan kepada Tuhan.
Qodariyah berpendapat sebaliknya, yaitu bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berbuat sesuatu. Sehingga segala perbuatannya, entah itu baik maupun buruk akan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Persamaan dari kedua aliran tersebut adalah sama-sama tidak menyebut seorang pelaku dosa besar dengan sebutan mukmin, kafir, maupun fasiq. Semua diserahkan kepada Allah. Di lain pihak, aliran Syi’ah dan Ahlus Sunah Wal Jama’ah hampir sama dengan aliran Mu’tazilah, yaitu sama-sama berbeda pendapat dengan kaum Khawarij dan Murji’ah. Walau begitu Syi’ah dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah tidak sepenuhnya sependapat dengan Mu’tazilah yang memberikan predikat bahwa pelaku dosa besar akan kekal di dalam neraka walaupun siksaannya tidak sama (tidak seberat) dengan orang kafir.
Walaupun begitu, aliran Syi’ah juga tidaklah sama persis dengan Aliran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Aliran Syi’ah memberi predikat kepada pelaku dosa besar sebagai orang mikmin yang fasiq. Syi’ah memberi kejelasan bahwa pelaku dosa besar dapat memperbaiki dirinya dengan bertaubat. Orang mukmin yang melakukan dosa besar menurut mereka bukan lantas menjadi kafir, hanya saja derajad keimanannya menurun.
Sedikit berbeda dengan aliran Syi’ah, aliran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah memandang bahwa pelaku dosa besar dianggap mukmin karena imannya, tetapi fasiq karena dosanya. Aliran ini menambahkan bahwa pelaku dosa besar dapat saja diampuni maupun tidak diampuni oleh Allah SWT. hal itu diserahkan kepada Allah. Mereka juga menegaskan bahwa pelaku akan dimasukkan ke neraka terlebih dahulu sesuai dengan ukuran dosanya dan kemudian diangkat ke surga setelah siksaannya berakhir.
Masing-masing aliran selalu meng-klaim bahwa dirinya lah yang paling baik dan paling benar daripada aliran-aliran lainnya. Sehingga bisa dikatakan bahwa ada berbagai pendapat mengenai penilaian baik-buruknya sebuah aliran. Sebenarnya aliran-aliran tersebut tidaklah buruk, karena semua sama- sama meng-Esa-kan Tuhan dan sama-sama beribadah kepada Allah dan untuk Allah SWT. Perselisihan tersebut hanyalah merupakan kelanjutan studi masing-masing aliran.
BAB III PENUTUP
Terdapat berbagai macam aliran mengenai pemikiran kalam tauhid. Aliran- aliran tersebut terbentuk karena adanya pebedaan pandangan mengenai status pelaku dosa besar. Ada aliran yang memberikan predikat sebagai orang kafir kepada pelaku dosa besar, ada pula yang menganggapnya masih mukmin. Di samping itu, ada aliran yang menganggap pelaku dosa besar adalah fasiq (berada di posisi diantara kafir dan mikmin). Bahkan ada juga aliran yang tidak memberikan predikat sama sekali kepada pelaku dosa besar. Mereka beranggapan bahwa semua perbuatan manusia adalah kehendak Allah, sehingga semuanya terserah kepada Allah SWT.
Walaupun begitu, perbedaan tersebut hanyalah kelanjutan dari studi yang mendalam dan pemahaman maksud-maksud Al-Qur’an dan Hadits oleh masing- masing aliran. Adanya perbedaan pendapat tersebut merupakan rahmat bagi kaum muslimin, sebab jika sekiranya hanya ada satu pendapat di muka bumi ini, tentulah kaum muslimin akan mengalami kesulitan dalam hidupnya. Tidak akan ada “warna merah, kuning, hijau, dan lainnya”.
Kita sebagai umat muslim hendaknya menyikapi adanya perbedaan tersebut dengan bijaksana. Yaitu dengan tidak ikut-ikutan memberi “stempel” kafir, masih mukmin, maupun fasiq kepada seorang pelaku dosa besar. Karena hanya Allah SWT-lah yang tau ukuran iman seseorang. Hanya Dia-lah yang berhak menilai apakah seseorang itu kafir dan keluar dari agama Islam, ataukah masih menjadi mukmin, atau malah fasiq. Hendaknya kita tidak langsung dengan asal-asalan memberikan predikat kepada seseorang. Yang terpenting, kita harus selalu menjaga diri (nafsu) kita, agar kita terjauhkan dari perbuatan dosa besar. Karena Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa Ia tidak menyukai orang yang berbuat dosa, terlebih lagi dosa besar. Semoga kita selalu dalam naungan-Nya dan dijauhkan dari siksa api neraka-Nya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
- Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-Press, 1986.
- Thahir Abdul Mu’in, Taib. Ilmu Kalam. Jakarta: Widjaya, 1986.
- A. Hanafi. Theology Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1974.
- Abbas, Siradjuddin. I’tiqad Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Jakarta Selatan:
Pustaka Tarbiyah Baru, 2008.
Website:
- Wiranto, Joko. Dosa Besar,
http://agama.kompasiana.com/2010/08/12/dosa-besar-224137.html (akses tgl 13 November 2013).
- Haryani, Yenita. Pelaku Dosa Besar, http://yenitaharyani94.blogspot.com/
(akses tgl 12 November 2013).
- Hayat, Nurul. Perbandingan Antar Aliran,
http://kirikuna.blogspot.com/2012/12/perbandingan-antar-aliran- tentang.html (akses tgl 14 November).
- Maya, Hauzah. Seperti Apakah Syiah Memandang Pelaku Dosa Besar?, http://hauzahmaya.com/2012/06/01/seperti-apakah-syiah-memandang- pelaku-dosa-besar/ (akses tgl 12 November 2013).