See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/335713810
makalah 1 pengertian worldview
Article · March 2016
CITATIONS
0
READS
26,908
1 author:
Muhammad Taqiyuddin University of Darussalam Gontor 45PUBLICATIONS 41CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Muhammad Taqiyuddin on 10 September 2019.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
1
Pengertian, Elemen, dan Karakter Worldview dalam Pandangan Barat-Sekuler, Kristen, dan Islam1
Pendahuluan
Pembahasan tentang worldview merupakan topik kontemporer yang sedang hangat pada zaman modern ini. Pertama kali, istilah ini dikenal sebagai weltasnschauung dari bahasa Jerman yang pertama kali digunakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris sebagai worldview.
Aliran Idealisme dan Romantisisme Jerman menggunakan istilah tersebut untuk menyatakan sebuah perangkat kepercayaan yang menjadi dasar dan membentuk pikiran dan perbuatan manusia.2
Worldview telah menjadi obyek penelitian para cendekiawan sejak lama, karena itulah worldview dikenali oleh para pemikir di berbagai belahan dunia baik di dunia Barat hingga Timur. Berbagai pemikir, filosof, teolog, akademisi, bahkan peneliti independen dengan berbagai latar belakang masing-masing telah banyak mendiskusikan hingga mendifinisikan makna worldview. Hingga saat ini setidaknya telah terdapat tiga kelompok besar yang telah mengadakan pendefinisian mengenai worldview yaitu ilmuan sekuler, cendekiawan Kristen, dan cendekiawan Muslim.
Seluruhnya mendefinisikan makna worldview dengan corak latar belakang pemikiran masing-masing.
Lebih dari itu, antara masing-masing hasil penelitian dari semua cendekiawan tersebut, kesemuanya hampir memiliki kesamaan dan juga perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Namun kajian yang lebih dalam menunjukkan bahwa perbedaan pendefinisian – meski hanya sedikit – sangat didasari dengan landasan pemikiran filosofis dan ideologis masing-masing cendekiawan. Makalah ini berusaha memaparkan kemudian menyimpulkan pengertian worldview berdasarkan tiga aliran para cendekiawan tersebut. Lain daripada itu, penulis juga akan memaparkan elemen dan karakteristik masing-masing worldview tersebut, dan pada akhirnya membuat perbandingan dari semua pengertian dan element worldview masing-masing.
Pembahasan
Sejak awal mula penggunaannya hingga sekarang ini, worldview sudah banyak didefisikian dan didiskusikan oleh berbagai cendekiawan. Selain itu, bahkan para cendekiawan memiliki sebutan dan istilah masing-masing mengenai worldview
1 tugas ditulis oleh Muhammad Taqiyuddin, untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah worldview bersama Dr Hamid Fahmy Zarkasyi, M.Ed, M.Phil
2 James W. Sire, Naming the Elephant : Worldview as a Concept, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) p. 24
2
tersebut. Namun kajian dari beberapa makalah menunjukkan bahwa saat ini, worldview didefinisikan oleh tiga aliran besar, yakni Barat Sekuler, Kristen, dan Islam.
Pengertian Worldview menurut Barat Sekuler
Sebelum mengambil kesimpulan dari definisi worldview menurut Barat sekuler, kami akan memaparkan beberapa pendapat tokoh tersebut mengenai pengertian worldview.
James H Olthuis menyatakan bahwa worldview adalah suatu kerangka berfikir, atau keyakinan-keyakinan mendasar tentang visi kita terhadap dunia dan visi terhadap bayangan atau ungkapan kita di masa depan nanti. Visi ini merupakan saluran atau aliran kepada berbagai dasar keyakinan tentang petunjuk arah dalam kehidupan. Hal tersebut terintegrasi dalam fikiran seseorang kemudian membangun standar dalam menyikapi realitas dan berinteraksi terhadapnya, dan hal ini telah lama menjadi dasar pemikiran dan perbuatan kita sehari-hari.3
Immanuel Kant (orang pertama yang menggunakan kata worldview) menyatakan adanya suatu hal yang “memancarkan” sebuah sistem keyakinan terstruktur dan mendasari pemikiran dan tindakan manusia. Maka ia mendefinisikan worldview sebagai sebuah perangkat kepercayaan yang menjadi dasar dan membentuk pikiran dan perbuatan manusia.4
Wilhelm Dilthey menyatakan bahwa worldview adalah “a set of mental categories arising fom deeply lived experience which essenially determines how a person understands, feels and responds in action to what he or she perceives of the surrounding world and the riddle it presents” yang artinya “worldview adalah seperangkat kategorisasi secara mental yang timbul dari pengalaman yang mendalam yang akan mempengaruhi cara pemahaman manusia, perasaan, dan responnya dalam tindakan mengkompromikan dunia serta realita di dalamnya.”5
3 disarikan dari pengertian James H Olthuis : “a worldview (or vision of life) is a framework or set of fundamental beliefs through which we view the world and our calling and future in it. This vision need not be fully articulated ; it may be so internalizad that it goes largely unquestioned, it may not explicitelly developed into systematic concception of life, it may not to be theoritically deepended into a philosophy, it may not even be codified into creedal form, it may be greatly refined through cultural-historical developmen. nvertheless, this vision is a channel for the ultimate beliefs which give direction and to life. it is the integrative and interpretative framework by which order and disosterare judged, it is standard by which reality is managed and pursued, it is the set of hinges on which all our everyday thinking and doing turns.” “On Worldviews” dalam Stained Glass : Worldviews and Social Science. Pengertian ini dikutip dari buku James W. Sire, The Universe Next Door, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) p. 18
4 pendapat Immanuel Kant mengenai worldview : “a set of beliefs that underlie and shape all human thought and action” dikutip dari buku James W. Sire, Naming the Elephant : Worldview as a Concept, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) p. 23
5 James W. Sire, Naming the Elephant…, p. 27
3
Nietzsche meyakini bahwa worldview adalah suatu entitas kultural yang tercipta dalam diri manusia berdasarkan (tunduk terhadap) konteks situasi geografis - historis, dan kepentingannya. Hal tersebut berkemungkinan akan membatasi struktur pemikiran, keyakinan, dan tingkah laku dari manusia tersebut. Kesemuanya adalah merupakan kreasi subyektif dari pengetahuan manusia yang berdasarkan konteks sosial mereka dalam memandang alam.6
Ludwig Wittgensteins lebih biasa menggunakan istilah world picture dalam menyebut worldview, dan ia mendefinisikannya sebagai “a way of thinking about reality that rejects the notion that one can have “knowledge” of objective reality (that is know any truth about any nonliugistic reality)and thus limits knowable reality to the language are finds useful in getting what one wants.” dan memaknainya sebagai
“jalan berfikir mengenai realitas yang kemudian menolak bahwa seorang mampu memiliki pengetahuan yang obyektif mengenai realitas kemudian mendapatkan apa yang ia inginkan.”7
Michel Focaoult menggunakan istilah episteme dan pandangan dunia.
keduanya merujuk kepada suatu hal yang mirip dengan worldview, sebuah potongan historis untuk suatu pengetahuan, yang menekankan kepada suatu norma, alasan umum, dan setiap orang tidak bisa terlepas darinya. Episteme juga dimaknai sebagai seperangkat peraturan, pola menalar, pola berfikir, dan semacam “badan hukum”
yang mengatur pola dalam proses mengetahui suatu hal.8
Dari beberapa definisi para ilmuan Barat Sekuler di atas, kita dapat menyimpulkan pengertian worldview menurut ilmuan tersebut. Kita melihat adanya kesamaan dari definisi mereka, bahwa Barat Sekuler mengartikan worldview sebagai
“pandangan hidup dan sistem keyakinan manusia terhadap dunia, baik historis maupun futuristik dan terpengaruh dari aspek sosio-historis yang mana berperan sebagai dasar dari perbuatan, perkataan dan pikiran manusia tersebut”.
Pengertian Worldview menurut Kristen
6 disarikan dari pengertian worldview menurut Friedrich Nietzsche “worldview are cultural entities which people in a given geographical location and historical contexts are dependent upon, subordinate to, and products of,.... a weltanschauung provides this necessary well defined boundary that structures the thoughts, beliefs, and behavior of a people. They are the subjective creations of human knowers in formative social contexts who ascribe their outlook to nature.” Pengertian ini dikutip dari buku James W. Sire, Naming the Elephant…, p. 28
7 James W. Sire, Naming the Elephant…, p. 30
8 sebagaimana dikutip dari Foucault mengenai pengertian epiteme : “suspected of being something like a worldview, a slice of history common to all branches of knowledge, which imposes on each one that same norms and postulates, a general stage of reason, a certain struggle of throught that all men of a particular period cannot escape-a great body of legislation written once and for all by some autonomous hand” dikutip dari buku James W. Sire, Naming the Elephant…, p. 30
4
Sebelum mengambil kesimpulan dari definisi worldview menurut para teolog Kristen, kami akan memaparkan beberapa pendapat tokoh tersebut mengenai pengertian worldview.
James Orr mendefinisikan worldview sebagai “the widest view which the mind can take of things in an effort to grasp them together as a whole from the standpoint of some particular philosophy or theology”9 yaitu suatu pandangan terluas dari fikiran yang mengusahakan untuk menangkap semua pandangan tersebut, dengan berdasarkan filsafat maupun teologi. Kemudian ia berelaborasi dengan Edward Caird dalam mendefinisikan worldview sebagai “beneath or beyond all the detail in our ideas of things, there is a certain espirit d ensemble, a general conception of the world without and the world within, in which these details (of experience) gather to a head” yaitu “keseluruhan atau sebagian detail dari ide berfikir, yang terdapat di dalamnya konsepsi umum tentang hal yang berada di dunia atau di luar dunia, yang semuanya dapat ditangkap oleh kepala manusia.10
Abraham Kuyper membuat terminology sistem hidup, dan menyatakan bahwa setiap worldview adalah “three fundamental relations of all human existence : our relation to God, to man, and to the world”11 yaitu menuju istilah hubungan pada tiga pandangan fundamental tentang eksistensi manusia pada : hubungan dengan Tuhan, manusia, dan dunia.
Herman Dooyewerd memiliki visi yang mendasar mengenai worldview, yakni
“an ideas and proportions is the religious or faith orientation of the heart or the spiritual commitments of the heart”12 yaitu sebuah ide atau proporsi yang merupakan orientasi keyakinan atau keagamaan yang terletak dalam hati atau sudah menjadi komitmen dari hati tersebut.
Albert M Wolters mendefinisikan worldview sebagai “the comprehensive framework of one’s basic beliefs about things.”13 yaitu kerangka kerja komprehensif sebagai basis keyakinan seseorang terhadap suatu hal.
Ronald Nash menyatakan bahwa worldview adalah “... a set of beliefs about the most important issues in life, (It) is a conceptual scheme by which we consciously or unconsciously place or fit everything we believe and by which we interpreted and judge reality”14 maknanya bahwa worldview adalah seperangkat keyakinan mengenai berbagai isu-isu penting dalam kehidupan, hal tersebut merupakan skema konseptual yang terbentuk dari kesadaran maupun ketidaksadaran yang kita posisikan kepasa
9 James W. Sire, Naming the Elephant…, p. 32
10 Ibid, p. 32
11 Ibid, p. 33
12 Ibid, p. 34
13 Ibid, p. 37
14 Ibid, p. 37-38
5
sesuatu yang kita percayai, lantas kemudian kita gunakan untuk menafsirkan dan menghukumi suatu realitas.
John H Kok mendefinisikan worldview sebagai “one’s comprehensive framework of basic beliefs about things”15 yaitu suatu kesatuan kerangka kerja komprehensif yang menjadi dasar keyakinan terhadap sesuatu.
Naugle mendefinisikan worldview sebagai “a semiotic system of narrative signs that has a significant influence on the fundamental human activities of reasoning, interpretating, and knowing.”16 sebuah rumusan dari sistem ideologi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap aktivitas dasar manusia dalam melakukan pemikiran, penafsiran dan pengenalan.
James W. Sire (2004) mendefinisikan worldview sebagai suatu keterikatan (komitmen) dan sebuah orientasi hati yang fundamental yang mana dapat diekspresikan sebagai seperangkat asumsi dasar (yang mana dapat bernilai benar, sebagian benar, atau salah secara keseluruhan) yang kita pegang (secara sadar maupun tidak sadar, permanen atau tidak permanen) mengenai sebuah bentuk dasar dari realitas, yang mana akan mewujudkan fondasi dari kehidupan, gerakan dan tingkah laku kita.17
William Brown (2004) defined : “ a first of all an explanation and interpretation of the world and then an application of this view to life”18 yaitu worldview merupakan segala penjelasan dan penafsiran primer kita terhadap dunia, kemudian penggunaannya di dalam kehidupan.
Melihat berbagai definisi di atas, kita dapat sedikit menyimpulkan bahwa para ilmuan serta teolog Kristen mendefinisikan worldview sebagai “komitmen hati dan sistem keyakinan serta orientasinya dalam memandang dan menafsirkan hubungannya
15 adalah ringkasan dari definisi Naugle mengenai worldview : “is a semiotic system of narrative signs that creates the definitive symbolic universe which is responsible in the main for the shape of a variety of life – determining, human practices. It creates the channels in which the waters of reason flow. It is establishes the horison of an interpreter’s point of view by which texts of all types are understood. It is that mental medium by which the world is known.” dalam buku James W. Sire, Naming the Elephant…, p. 38
16 Katherine G. Schultz dan James A. Swezey, “A Three-Dimensional Concept of Worldview”, dalam Journal of Research on Christian Education, vol. 22, No. 3, 2013, p. 230
17 sebagaimana dikutip dari James W. Sire mengenai worldview : “a commitment, a fundamental orientation of the heart, that can be expressed as a story or in a set of presupposition (asumptions which may be true, partially true, or entirely false) which we hold (consciously or subconsciously, consistenly or inconsistently) about the basic constitution of reality, and that provides the foundation on which we live and move and have our being”. dalam kesimpulan bukunya : James W.
Sire, Naming the Elephant : Worldview as a Concept, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) dikutip dari Katherine G. Schultz dan James A. Swezey, “A Three-Dimensional Concept of Worldview”, dalam Journal of Research on Christian Education, vol. 22, No. 3, 2013, p. 231
18 Katherine G. Schultz dan James A. Swezey, “A Three-Dimensional ..., p. 231
6
dengan Tuhan, manusia dan dunia.” Meski definisi ini terlihat hampir serupa dengan para ilmuan Barat Sekuler, namun kita akan dapat membahas perbedaannya dalam karakterisittik dan elemen worldview pada sub bab selanjutnya.
Pengertian Worldview menurut Islam
Dalam berbagai bukunya, para cendekiawan Muslim tidak pernah menggunakan istilah “worldview”. Namun telah ada beberapa tokoh yang menyatakan hal yang serupa dengan ‘sifat’ dan karakter worldview, tentunya dengan istilah masing-masing. Meski demikian, para cendekiawan muslim tersebut tidak banyak berbeda pendapat, untuk sekedar menyebut nama seperti Hasan al-Banna (1928-1949, Abul A’la al-Maududi (1903-1979) dan lainnya, selalu menyebut bahwa manusia memiliki dasar berfikir dan bertindak. Dalam hal ini, kita akan membahas dua tokoh cendekiawan Muslim kontemporer yang telah bersinggungan dengan istilah worldview tersebut.
Jika kita membaca karya Sayyid Quthb dalam karyanya “Khashaish al- Tashawwur al-Islamiy”, nampaknya beliau memiliki suatu kesimpulan bahwa manusia – seorang muslim khususnya – harus memiliki cara pandang yang benar mengenai Allah, manusia, dunia dan akhirat; hal ini nampak seperti “worldview”
dalam definisi para ilmuan di atas. Sayyid Quthb memiliki istilah “Tashawwur Islamiy” sebagai yang disimpulkan sebagai “Penafsiran komprehensif manusia terhadap semua eksistensi (wujud) yang kemudian menjadi dasar yang mendekatkan dia untuk mengetahui hakekat dari hubungan dan keterikatannya dengan hakekat ketuhanan, ibadah, kehidupan, dan hal lain yang terkait dengannya”.19
Syed Muhammad Naquib al-Attas juga mengemukakan hal yang serupa tentang worldview, terlebih lagi dengan konsep filosofisnya bahwa manusia memiliki
“keberhutangan” kepada Tuhan, yang mana ia harus membayarnya dengan dirinya sendiri serta amal perbuatannya.20 Skema “bayar hutang” tersebut tentunya memiliki tata cara yang membutuhkan pengetahuan dan pedoman dalam pelaksanaannya. Hal inilah yang mendasarinya merumuskan suatu istilah “Ru’yat al-Islam lil Wujud”.
S.M. Naquib al-Attas memaknai worldview Islam sebagai visi mengenai realitas dan kebenaran yang muncul sebelum mata kesadaran kita mengungkapkan (segala aspek)
19 disimpulkan dari pendahuluan bukunya : “
ﻰﻠﻋ ﻞﻣﺎﻌﺘﻳ ، ﺩﻮﺟﻮﻠﻟ ﻞﻣﺎﺷ ﲑﺴﻔﺗ ﻦﻣ ﻢﻠﺴﻤﻠﻟ ﺪﺑﻻ ﻪﺳﺎﺳﺃ ﻊﻣ ﺍﺬﻫ ﺩﻮﺟﻮﻟﺍ ..
ﺪﺑﻻ ﻦﻣ ﲑﺴﻔﺗ ﺏﺮﻘﻳ ﻪﻛﺍﺭﺩﻹ ﺔﻌﻴﺒﻃ ﻖﺋﺎﻘﳊﺍ ﻯﱪﻜﻟﺍ ﱴﻟﺍ ﻞﻣﺎﻌﺘﻳ ﺎﻬﻌﻣ ، ﻭ ﺔﻌﻴﺒﻃ ﺕﺎﻗﻼﻌﻟﺍ
ﺕﺎﻃﺎﺒﺗﺭﻻﺍﻭ ﲔﺑ
ﻩﺬﻫ ﻖﺋﺎﻘﳊﺍ : ﺔﻘﻴﻘﺣ ﺔﻴﻫﻮﻟﻷﺍ ، ﺔﻘﻴﻘﺣﻭ ﺔﻳﺩﻮﺒﻌﻟﺍ ) ﻩﺬﻫﻭ ﻞﻤﺘﺸﺗ ﻰﻠﻋ ﺔﻘﻴﻘﺣ ﻜﻟﺍ ﻥﻮ ..
ﺔﻘﻴﻘﺣﻭ
ﻴﳊﺍ ﺓﺎ ، ﺔﻘﻴﻘﺣﻭ ﻥﺎﺴﻧﻹﺍ .. ( ﺎﻣﻭ ﺎﻬﻨﻴﺑ ﺎﻌﻴﲨ "
ﻦﻣ ﻞﻣﺎﻌﺗ
ﻁﺎﺒﺗﺭﺍﻭ
” dikutip dari buku Sayyid Quthb, Khashaishal-Tashawwur al-Islamiy wa Muqawwimatuhu, (Beitur : Daar al-Masyriq, 1983), p. 5
20 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Petaphysics of Islam : an Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview, (Kuala Lumpur : International of Islamic Thought and Civilization, 2001), p. 5-6
7
mengenai sebuah eksistensi (wujud). Untuk itulah (visi diperlukan secara) totalitas karena merupakan eksistensi dunia yang diproyeksikan oleh Islam.21
Pendapat Sayyid Quthb dan Syed Muhammad Naquib al-Attas mengenai worldview sangat serupa. Keduanya menyepakati bahwa worldview adalah “visi manusia yang komprehensif dalam memandang hakikat sebenarnya dari suatu wujud (eksistensi fisik maupun metafisik) di dunia.
Elemen dan Karakter Worldview
Secara definitif, baik para ilmuan Barat Sekuler, para teolog Kristen, bahkan juga cendekiawan muslim sama-sama menyepakati bahwa manusia memiliki pijakan dalam “memandang” realitas yang ada di dunia ini. Meski demikian, perbedaan itu selalu ada dan bisa dicari. Ketika kita melihat perbedaan istilah bahkan juga fakta empiris mengenai perbedaan semua aliran tersebut dalam aktivitasnya di dunia, tentu kita segera simpulkan adanya beberapa perbedaan mendasar. Tentunya perbedaan tersebut dapat kita kaji secara filosofis dari sisi elemen dan karakteristiknya. Dalam sub-bab ini, akan dipaparkan dan disimpulkan.
Elemen dan Karakter Worldview Barat-Sekular
James W. Sire mengemukakan bahwa ketika worldview diekspresikan secara filosofis, ia memunculkan beberapa pertanyanyaan yang mendasar sebagai berikut : (1) Apakah itu realitas yang primer? apa yang sungguh-sungguh riil? (2) Apakah itu realitas eksternal (luar pikiran manusia) yang alami? (3) Apakah itu manusia? (4) Apakah yang terjadi saat kematian manusia? (5) Mengapa ada kemungkinan untuk mengetahui segala sesuatu? (6) Bagaimana kita mengetahui apa yang benar dan apa yang salah? (7) Apakah arti dari sejarah manusia? (8) Apakah itu komitmen personal dan inti orientasi hidup yang konsisten dengan worldview? 22 hal tersebut dimaknai sebagai element worldview menurut Barat Sekuler.
21 Disimpulkan dari pengertian al-Attas mengenai worldview : “the vision of reality and truth tahat appears before our mind’s eye revealing what existence in its totality that Islam is projecting”. dalam buku Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Petaphysics of Islam : an Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview, (Kuala Lumpur : International of Islamic Thought and Civilization, 2001), p. 32
22 dikutip dari analisa James W. Sire mengenai elemen worldview : “Few people have anything approaching an articulate philosophy – at least epotemized by the great philosophers. Even fewer, I suspect, have a carefully constructed theology. But everyone has a worldview. Whenever any of us think about anything – from casual thought (where did I leave my watch?) to a profound question (who am i?) – we are operating within such a framework. In fact it is only the assumption of a worldview – however basic or simple – that allows us to think at all. If a worldview can be expressed in propositions, what might they be? Essentially, they are our basic, rock bottom answer to the following questions : (1) what is prime reality ? what is the really real? (2) what is the nature of external reality, that is, the world around us? (3) what is the human beings? (4) what happpens to a person at death? (5) why is it possible to know anything at all? (6) how do we know what is right and wrong? (7) what is the meaning of human history? (8) what personal life-orienting core commitment
8
Sedangkan karakteristiknya, James W. Sire mengungkapkan bahwa karakteristik worldview yang didefinisikan secara filosofis tersebut sangat berhubungan dengan “keraguan” berfikir. Bahkan jawaban dari pertanyaan itu juga merupakan suatu hal yang berdasarkan “worldview” tertentu. Bentuknya karakter dasarnya adalah skeptisisme dan bentuk yang ekstrim adalah nihilisme.23
Wilhelm Dilthey juga menegaskan bahwa elemen atau dasar epistemologi worldview diderivasi dari psikologi, intelektual, dan emosi manusia dan akan berkembang secara berkelanjutan. Karakternya bahwa worldview merupakan komposisi dari visi manusia tentang alam semesta untuk dapat memperjelas pandangannya mengenai alam semesta. Dari situlah adanya tiga macam worldview dasar : religi, penyair (sastrawi) dan filosof metafisik. 24
Nietzsche meyakini bahwa elemen worldview adalah kreasi subyektif manusia dengan stuktur adalah pemikiran, keyakinan, dan tingkah laku manusia dalam konteks pengetahuannya dalam memandang alam semesta.25 Dari situlah ia berpendapat bahwa Tuhan dan perannya telah “mati” digantikan oleh manusia. Sehingga diperlukan adanya humanism dalam konsep “manusia super” dalam mengarungi kehidupan yang tiada akhir ini. Sehingga standar kebenaran, kebaikan (dari Tuhan) juga telah “mati”. Dan sekarang ini, Tuhan hanyalah imajinasi manusia saja.26 Akhirnya ia menyimpulkan bahwa karakteristik worldview adalah produk dari sejarah, budaya, serta ruang dan waktu.27
are consistent with this worldview?” dalam bukunya, James W. Sire, The Universe Next Door, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) p. 22-23
23 dikutip dari pendapatnya : “when stated in such a sequence, these question boggle the mind. Either the answers are obvious to us…. if we feel the answers are too obvious to consider, then we have a worldview,… The fact is that we cannot avoid assuming some answers to such questions. We will adopt either one stance or another. Refusing to adopt an explicit worldview woll turn out to be itself a worldview, or at least a philosophic position. Alternatively, if we feel that none of the questions can be answered without cheating or commiting intellectual suicide, we have already adopted a sort of worldview. The latter is a form of skepticism which in its extreme form leads to nihilism.” dalam bukunya, James W. Sire, The Universe Next Door, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) p. 22-23
24 sebagaimana dikutip dari pendapatnya “The moral structure of worldview is derived from contituents of the human psyche – intellect, emotion, and will respectively. Macrocosmic visions in their composition and content, are intristically reflective of the inner constitution of macrocosmic human beings as they seek to illuminate the darkness of the cosmos. There are three basic kinds of worldview : religious, poetic, and metaphysiscal.” dalam buku James W. Sire, Naming the Elephant : Worldview as a Concept, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) p. 25
25 sebagaimana dia tegaskan : “weltanschauung provides this necessary well defined boundary that structures the thoughts, beliefs, and behavior of a people. They are the subjective creations of human knowers in formative social contexts who ascribe their outlook to nature”.dalam buku James W. Sire, Naming the Elephant…p. 28
26 lihat pada James W. Sire, Naming the Elephant : Worldview as a Concept, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) p. 27
27 James W. Sire, Naming the Elephant…p. 28
9
Michel Foucault menyatakan bahwa elemen worldview adalah pemikiran manusia serta norma-norma yang berlaku yang telah disepakati secara historis.28 Sedangkan karakternya, bahwa worldview adalah sistem konstruksi linguistik yang memiliki kekuatan dalam mempengaruhi tingkah laku manusia serta pandangannya terhadap realitas dan alam.29
Dari beberapa pendapat di atas, dapat kita simpulkan bahwa elemen worldview menurut Barat Sekuler adalah : segala kekuatan intelektual, emosi dan rasio manusia. Alasannya, karena worldview merupakan suatu produk manusia yang secara sosio historis dihasilkan dari kebudayaan, etnis, dan komunitas manusia tertentu. Sedangkan karakter worldview Barat Sekuler, yakni bersifat spekulatif, konsensus dari masyarakat dan merupakan derivasi dari pandangan manusia terhadap dunia serta realitas empiris, serta dapat berubah sepanjang perubahan realitas ruang, waktu, dan zaman itu sendiri.
Elemen dan Karakter Worldview Kristen
James Orr (1844-1913) adalah seorang teolog Kristen yang pertama kali mengenalkan istilah worldview ke dalam pemikiran teologi Kristen. Ia menyatakan bahwa elemen sumber worldview adalah asas kemanusiaan yang terdalam yang digunakan sebagai dasar berfikir dan berbuat. Segala elemen tersebut selalu terkait dengan Tuhan, manusia, dosa, penebusan, dan tujuan akhir manusia. Namun dalam hal ini Orr lebih fokus kepada inkarnasi Tuhan ke dalam Kristus.30 Ia lebih menekankan bahwa karakter worldview Kristen adalah kepercayaan terhadap Tuhan yang menciptakan dunia. Tuhan memiliki dimensi imanensi yang dapat dimengerti, namun ia memiliki dimensi transendensi yang tidak dapat dipahami.31
Abraham Kuyper juga tergolong sebagai teolog Kristen yang pertama berbicara masalah worldview dalam ajaran Kristen. Ia membuat terminology “sistem hidup” yang terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia lain, dan dunia. Menurutnya, elemen worldview Kristen yang komprehensif adalah worldview Kristen Calvinisme yaitu sistem keyakinan masyarakat Kristen yang menekankan kedaulatan pemerintahan Tuhan atas segala sesuatu.32
Sedangkan Herman Dooyeweerd yang merupakan seorang pemikir worldview Kristen bahwa elemen worldview adalah ide-ide keagamaan yang berasal dari
28 dikutip dari pendapatnya : “a slice of history common to all branches of knowledge, which imposes on each one that same norms and postulates, a general stage of reason, a certain struggle of throught that all men of a particular period cannot escape-a great body of legislation written once and for all by some autonomous hand” dalam buku James W. Sire, Naming the Elephant : Worldview as a Concept, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009) p. 31
29 James W. Sire, Naming the Elephant…p. 31 dan p. 40
30 Ibid, p. 33
31 Ibid, p. 41
32 Ibid, p. 33
10
orientasi keyakinan dari hati. Sedangkan karakter agama merupakan gerakan dari Roh Kudus yang membawa manusia untuk berhubungan dengan Tuhan Bapa. Sedangkan dasarnya adalah Firman Tuhan yang berupa wahyu untuk memahami Kitab Suci yang berisi tujuan penciptaan, kejatuhan (dari surga) dan penebusan dosa oleh Kristus yang merupakan sebagian dari Roh Kudus.33
Naugle menyatakan bahwa worldview dalam perspektif Kristen disebut biblical worldview. Yang mana bukanlah seperti pemikiran relativisme, namun elemennya adalah keyakinan atau iman Kristen itu sendiri kepada Tuhan sebagai realitas tertinggi. Karakternya adalah sebuah keyakinan bahwa Tuhan Trinitas adalah realitas yang utama sebagai sumber eksistensi alam semesta, kebijaksanaan, dan peraturan dari segala eksistensi tersebut. 34 Elemen keyakinannya adalah (1) keimanan obyektif kepada Tritunggal. dan Tuhan Kudus (2) keyakinan subyektif yang berasal dari hati , (3) rumusan ideology atau dogma.35 Karakter lainnya, bahwa biblical worldview menekankan bahayanya dosa terhadap hati dan pikiran manusia. Selain itu, bahwa realitas kebenaran adalah serpihan kemuliaan dari kerajaan Tuhan untuk sejarah manusia dan tugas Kristus.36
Dari beberapa pemaparan tersebut, kita dapat simpulkan bahwa worldview Kristen disepakati dengan istilah biblical worldview. Elemennya adalah keyakinan (iman) terhadap Tuhan Trinitas, orientasi hati manusia, dan dogma dalam Kristen.
Sedangkan karakteristiknya bahwa biblical worldview mengakui Tuhan Trinitas sebagai realitas utama yang mengatur alam semesta, Kristus sebagai penebus dosa bagi manusia, dan inkarnasi Tuhan pada Kristus.
Elemen dan Karakter Worldview Islam
Sayyid Quthb menyatakan bahwa worldview dalam perspektif Islam disebut
“al-Tashawwur al-Islamy”, yakni merupakan visi yang mendekatkan seorang muslim kepada segala hakekat dunia, kehidupan dan lainnya.37 Elemennya adalah Wahyu dari Allah kepada Rasulullah SAW yang mana berupa hal yang permanen (standar) dan tidak boleh berubah sepanjang sejarah. 38
33 sebagaimana dikutip : “Dooyeweerd identities two religiousground motives that gove contents to the central mainspiring of the entire attitude of life and thought. The first is the dynamis of the Holy Ghost. This brings man into the relationship of sonship to the Divine Father. Its religious ground motive is that of the Divine Word-Revelation, which is the key to the understanding of the Holy Srcripture : the motive of creation, fall, and redemption by Jesus Christ in the communion of the Holy Ghost” dari dalam buku James W. Sire, Naming the Elephant…p. 35
34 James W. Sire, Naming the Elephant…p. 43
35 Ibid, p. 49
36 Ibid, p. 47
37 Sayyid Quthb, Khashaish al-Tashawwur al-Islamiy wa Muqawwimatuhu, (Beitur : Daar al-Masyriq, 1983), p. 5
38 Ibid, p. 7-8
11
Sedangkan karakteristiknya adalah (1) Rabbaniy (berasal dari Tuhan), karena adanya hukum syariat sebagai standar baku rujukan peraturan dan pertimbangan bagi kehidupan manusia.39 (2) Konsistensi menjalankan hidup merujuk kepada poros syariat dari Wahyu Allah tersebut.40 (3) Komprehensif mencakup aspek Tuhan, manusia, alam semesta, dan akhirat.41 (4) Seimbang dalam memahami nilai-nilai ketuhanan dan aspek kemanusiaan. (tidak berlebihan pada salah satunya)42 (5) Positif (afirmatif dan konstruktif) dalam mewujudkan hubungan yang baik antara Tuhan, manusia, alam semesta, serta akhirat sebagai tujuan akhir manusia.43 (6) Nyata (aktual) dalam mengakui realitas Tuhan serta hakekat ketuhanan di balik realitas eksistensi yang bisa diyakini dalam kehidupan. Bukan hanya sekedar menggambarkan Tuhan dengan akal, dan bukan juga menggambarkan Tuhan sebagai wujud yang transenden yang tidak hadir di alam ini.44 (7) Tauhid adalah sumber keyakinan mengenai keberadaan Allah yang dimengerti dari Wahyu-Nya kepada Rasulullah.45
Syed Naquib al-Attas menegaskan bahwa worldview dalam perspektif Islam diistilahkan sebagai “ru’yatul Islam lil wujud”.46 Sedangkan elemen atau sumber dari worldview tersebut adalah Wahyu Allah kepada Rasulullah yang berupa al-Qur’an.47 Al-Quran tersebut memproyeksikan aturan hidup (syariat) yang diterangkan sekaligus dicontohkan oleh Rasulullah dan sudah sempurna sejak awal keberadaannya.
Merupakan aturan bagi manusia, yang mana tidak boleh ada kreasi dan tambahan dari fikiran manusia.48 Yang disebut wahyu menurut al-Attas bukanlah pemikiran etnis kultural dan budaya, bukan pemikiran spekulatif para filosof, bukan merupakan hasil sintesa dialektika pemikiran, bukan dari fakta penemuan ilmiah berdasarkan observasi, tidak terbatas berupa hal yang empiris rasional dari pengalaman manusia, dan bukan hanya hal yang fisik dari dunia ini.49
Karakter dari worldview Islam – menurut al-Attas – yakni tauhidi, tidak dikotomis. Bukan hanya sekedar pandangan kepada orientasi dunia fisik dan metafisik, namun juga kepada akhirat sebagai tujuan akhir manusia. Bukan juga sekedar pandangan terhadap realitas namun juga hakekat di balik realitas tersebut yang juga berhubungan dengan dunia akhirat.50 Karakter Tuhan dalam Islam hanya
39 Ibid, p. 42-43
40 Sayyid Quthb, Khashaish al-Tashawwur al-Islamiy…, p. 72-73
41 Ibid, p. 90-91
42 Ibid, p. 114-115
43 Ibid, p. 146-147
44 Ibid, p. 163
45 Ibid, p. 182-183
46 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Petaphysics of Islam…, p. 39
47 Ibid, p. 41
48 Ibid, p. 42
49 Ibid, p. 40
50 Ibid, p. 39 lihat juga p. 43
12
boleh digambarkan melalui wahyu Tuhan itu sendiri serta diafirmasi oleh utusanNya yaitu Rasulullah dan para Nabi sebelumnya.51
Islam juga memiliki konsep ilmu pengetahuan serta konsep kebenaran yang berbeda dengan worldview lainnya. Ilmu pengetahuan dan kebenaran didapat dari sarana internal dan eksternal manusia. Sarana internal berupa indra, rasio, dan intuisi.
Sarana eksternalnya berupa Wahyu, ajaran keagamaan yang ditransmisikan melalui sumber otentik lantas merujuk kepada otoritas Wahyu, juga informasi terpercaya mengenai suatu hal ilmiah yang merujuk kepada orang yang memiliki otoritas ilmu tersebut. Bukan sekedar pengakuan terhadap kekuatan rasio manusia, apalagi menjadikan manusia sebagai ukuran bagi segala ilmu pengetahuan dan kebenaran.52
Pemaparan di atas cukup menjelaskan mengenai elemen dan karakter worldview Islam. Meski sebenarnya para cendekiawan di atas memiliki istilah masing-masing, ternyata keduanya sepakat mengenai elemen worldview Islam yaitu : (1) Wahyu Allah kepada Rasulullah yang telah diafirmasi oleh nabi sebelumnya. Dan kemudian “melahirkan” hukum syariat sebagai aturan hidup. (2) bukan bersumber dari pemikiran manusia, spekulasi filosof, kultur budaya etnis, realitas ilmiah observatif, atau bahkan pengalaman manusia.
Sedangkan karakternya, kedua cendekiawan tersebut sepakat bahwa : (1) tauhidi dan rabbaniy dalam memandang realitas dan eksistensi di dunia serta mengkaitkannya dengan akhirat. (2) Memiliki nilai standar kebenaran dan konsep ilmu pengetahuan berdasarkan aspek internal dan eksternal manusia. (3) Integrasi konsep (tsawabit) yang tidak boleh berubah, dan konsep (mutaghayyirat) yang boleh berubah, bukan mutlak absolut atau mutlak relatif.
Kesimpulan dan Penutup
Pengertian tentang worldview dapat kita simpulkan dari berbagai paparan di atas. Worldview adalah istilah yang berasal dari kata weltanschauung (Jerman) yang berarti pandangan hidup. Semua cendekiawan di atas – meski dengan berbagai perbedaan istilah masing-masing – semua sependapat bahwa adanya sebuah sistem atau kerangka keyakinan dasar manusia dalam berbuat, berbicara bahkan berfikir.
Dari situlah kita dapat memaknai worldview sebagai suatu keyakinan tertentu yang mendasari aktivitas kehidupan manusia dan mendasari pandangannya terhadap segala eksistensi yang telah dikenal maupun tidak dikenal olehnya.
Perbedaannya terdapat pada elemen dan karakteristiknya. Elemen worldview Barat Sekuler adalah kekuatan rasio manusia yang merupakan produk budaya dan sosio historis pada masa tertentu dan berorientasi pada realitas dunia saja. Sehingga karakter worldview Barat selalu berubah dan berkembang sejalan dengan kekuatan
51 Ibid, p. 43
52 Ibid, p. 45
13
rasio manusia sebagai standar kebenarannya. Hal tersebut juga masih kontradiktif, dan diperdebatkan oleh mereka sendiri karena semuanya mutlak relatif, atau semuanya mutlak absolut. Kesemua dari aspek manusia, dunia dan alam saling menegasikan peran satu dengan lainnya sehingga terjadi ketidak-beraturan etika dan pertentangan terhadap lainnya. Hingga tepatlah jika dikatakan bahwa Barat Sekular mengalami
“dead lock” atau mengarungi “ketiadaan” yang tak berujung.
Sedangkan worldview Kristen mengafirmasi firman Tuhan sebagai dasar worldview bible. Namun firman Tuhan tersebut hanya berisi sekedar kewajiban iman terhadap Tuhan Trinitas, inkarnasi Tuhan dalam Kristus, penebusan dosa oleh Kristus namun terdikotomi dari adanya keyakinan kepada Tuhan yang transenden. Sedangkan hubungan antara Tuhan, manusia dan alam tidak pernah ada aturan yang baku, semuanya mengikuti interpretasi dari para teolog, walhasil mengakibatkan kemunculan berbagai sekte dalam agama Kristen itu sendiri, kemudian antar sekte tersebut terjadi adu klaim kebenaran dan menyalahkan yang lainnya. Lebih dari itu, karena tiadanya aturan yang mengatur antar aspek Tuhan, manusia, dan alam menyebabkan hilangnya ruang untuk ilmu pengetahuan dalam ranah agama. Hal tersebut memicu sekularisasi, yakni pemisahan agama dengan urusan dunia.
Worldview Islam sangat berbeda dengan worldview lainnya. Elemen worldview Islam adalah Wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah yang menjadi standar kebenaran dan menjadi aturan hidup manusia yang permanen.
Karakternya adalah orientasinya yang komprehensif tauhidi dalam memandang Tuhan, manusia, alam sekitar, dan akhirat. Keseluruhannya dibingkai dalam aturan syariah yang mengatur hubungan antara semua hal tersebut. Sehingga membuat ruang bagi manusia untuk memikirkan alam semesta lantas menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa menghilangkan jejak Tuhan dalam konsepsinya. Lain dari itu, dengan hal tersebut telah banyak masalah sosial ekonomi yang bisa diselesaikan dengan sistem Islam yang komprehensif tersebut. Dan itulah yang terjadi, bahwa Islam – tanpa butuh sekularisasi – pernah menjadi peradaban yang unggul di masa lalu, tentunya saat segala aspek ke-Islaman tersebut dijalankan dengan kaaffah.
Daftar Pustaka
Sire, James W, Naming the Elephant : Worldview as a Concept, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009)
Sire, James W, The Universe Next Door, (Downer Grove : InterVarsity Press Academic, 2009)
Schultz, Katherine G. dan James A. Swezey, “A Three-Dimensional Concept of Worldview”, dalam Journal of Research on Christian Education, vol. 22, No. 3, 2013
14
Quthb, Sayyid, Khashaish al-Tashawwur al-Islamiy wa Muqawwimatuhu, (Beitur : Daar al- Masyriq, 1983)
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Prolegomena to the Petaphysics of Islam : an Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview, (Kuala Lumpur : International of Islamic Thought and Civilization, 2001)
View publication stats