• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Hukum Perjanjian

N/A
N/A
Raflyaldo Caesar Sudrajat

Academic year: 2024

Membagikan "Pengertian Hukum Perjanjian"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERTEMUAN 2 HUKUM PERJANJIAN

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian perjanjian, sahnya suatu perjanjian, prestasi dan wanprestasi dan asas-asas kontrak bisnis. Anda harus mampu:

1. Mengidentifikasi konsep pengertian Hukum Kontrak/ perjanjian.

2. Menjelaskan antara Presatsi dan Wanprestasi.

3. Menjelaskan asas-asas Hukum Kontrak Bisnis.

B. URAIAN MATERI 1. Perjanjian

Dalam setiap perjalan bisnis membutuhkan adanya kerjasama untuk kelancaran kegiatan bisnis, namun hal itu juga harus dibantu dengan perangkat hukum yang disebut dengan perjanjian. Perjanjian merupakan suatu kesepakatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk tidak melakukan sesuatu atau hal yang diperjanjikan dalam kesepakatan itu dengan dituangakan secara tertulis hitam diatas putih. Perjanjian yang dibuat juga bisa didasarkan dalam suatu hukum, yang mana kesepakatan dalam perjanjian yang dibuat juga memiliki kekuatan hukum berdasarkan perundang – undangan yang mengikatnya.

Perjanjian adalah suatu kesepakatan yang dibuat oleh dua orang atau lebih untuk saling berjanji tidak melakukan sesuatu yang sudah dijanjikan bersama.

(Pasal 1313 KUH Perdata). Perjanjian yang dilaksanakan berdasarkan atas adanya suatu kepentingan, tujuan dan kebutuhan para pihak. Suatu perjanjian dibutuhkan agar kedua belah pihak terikat sehingga menjaga kelancaran dan keberlangsungan bisnis yang dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Perjanjian yang sudah disepakati oleh pihak – pihak yang terlibat didalamnya tidak boleh dilanggar, jika perjanjian yang sudah disepakati dilanggar oleh salah satu pihak didalamnya, maka akan mendapatkan sanksi dari perjanjian yang sudah dilanggar, perjanjian dikatakan dilanggar apabila:

(2)

a. Pihak yang dirugikan atas pelanggaran dari salah satu pihak, akan mendapatkan ganti rugi dari setiap pelanggaran yang sudah dilakukan.

b. Jika pelanggaran yang dilakukan sudah cukup berat, maka penghentian dan keberlanjutan perjanjian diserahkan keputusannya kepada pihak yang dirugikan.

Patuh dan taat pada komitmen adalah kepatuhan akan suatu yang sudah disepakati dan dijalankan untuk mempertahankan proses yang sudah berlangsung dan direncanakan. Perjanjian yang sudah disepakati haris dihargai dan dihormati untuk menghidari pelanggaran – pelanggaran dari perjanjian tersebut. Hal-hal yang akan diperoleh dari aktivitas perjanjian :

a. Terjadinya proses penerimaan dan penawaran terbentuknya perjanjian tersebut

b. Aktivitas perdata/ pribadi

c. Direncanakan berdasarkan kesepakatan pihak – pihak yang terkait didalamnya

d. Berlaku dan mengikat para pihak – pihak yang terlibat dalam kesepakatan tersebut

e. Jika sudah dilakukan persetujuan maka tidak melakukan perubahan secara sepihak

f. Kesepakatan tidak boleh dilakukan dari paksaan ataupun penipuan

g. Jika perjanjian yang sudah disepakati tidak dilaksanakan, maka pihak yang melanggar harus dihukum dan melakukan pembayaran ganti rugi dan bunga diambil dari harta debitur tersebut.

Unsur Perjanjian :

a. “Essentialia, artinya syarat sahnya perjanjian.””

b. “Naturalia, artinya semua yang sudah melekat dalam perjanjian tersebut.”

c. “Accidentalia, artinya penegasan dalam perjanjian tersebut.”

Menurut “pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya suatu perjanjian- perjanjian diperlukan 4 syarat”:

a. “Kesepakatan yang saling mengikat”

b. “Kecakapan untuk membuat suatu perikatan”

c. “Suatu hal tertentu”

d. “Suatu sebab yang halal”

(3)

Syarat pertama, kedua dan ketiga disebut syarat subjektif, sedangkan syarat keempat disebut syarat objektif.Syarat Subjektif mencangkup dari kesepakatan antara bebrapa pihak yang sudah diketahui Bersama. Syarat Objektif terdiri dari adanya objek yang jelas dan adanya sebab yang halal atau dapat dikatakan tidak melanggar hukum.Jenis-jenis perjanjian yang sering dipergunakan dalam menjalankan bisnis :

a. Perjanjian jual beli, yaitu “suatu perjanjian, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harganya yang telah diiperjanjikan (diatur dalam Pasal 1457-1546 KUH Perdata)”

b. Perjanjian “tukar menukar, suatu perjanjian, dimana pihak kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik, sebagai gantinya suatu barang lain (diatur dalam Pasal 1541-1546 KUH Perdata)”

c. Perjanjian sewa menyewa, yaitu suatu kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari sesuatu barang selama suatu waktu tertentu dengan pembayaran suatu harga, yang disanggupi pembayarannya (diatur dalam Pasal 1548-1600 KUH Perdata) d. Perjanjian Perburuhan, yaitu suatu persetujuan dimana pihak yang satu, si

buruh mengikatkan dirinya untuk dibawah perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Perjanjian ini diatur dalam Pasal 1601a-1603z KUH Perdata dan UU No. 13 Tahun 2003.

e. Persekutuan, “yaitu suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih mengikatkan diriuntuk memasukan sesuatu alam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungannya yang terjadi karenanya. (diatur dalam Pasal 1618-1665 KUH Perdata)”

f. Hibah, yaitu “suatu persetujuan dimana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan Cuma-Cuma, dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu (diatur dalam Pasal 1666-1693 KUH Perdata).”

g. Perjanjian pinjam pakai, “suatu persetujuan ddimana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan Cuma- Cuma dengan syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewat suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya (diatur

(4)

dalam Pasal 1740-1753 KUH Perdata).”

h. Perjanjian pinjam meminjam, yaitu “adalah suatu persetujuan dimana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang- barang yang habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH Perdata.”

i. Pemberian Kuasa adalah “suatu persetujuan dimana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan (diatur dalam Pasal 1792-1819 KUH Perdata).”

j. Perdamaian, yaitu “suatu persetujuan dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. Diatur dalam Pasal 1851-1864 KUH Perdata.”

2. Prestasi Dan Wanprestasi

Prestasi adalah “pelaksanaan dari isi kontrak yang telah diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama. Model prestasi dari suatu kontrak: Memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.”

Wanprestasi adalah “tidak dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana yang telah di sepakati Bersama. Wanprestasi dipilah-pilah sebagai berikut: “Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi, wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi dan wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi.Model ganti rugi akibat Wanprestasi dari suatu kontrak :

a. Ganti rugi “dalam kontrak, ganti rugi hanya dapat dimintakan seperti tertulis dalam kontrak tersebut, tidak boleh dilebihi atau dikurangi.”

b. Ganti “rugi ekspektasi, dihitung juga keuntungan yang seyogianya diperoleh seandainya kontrak tersebut jadi dilaksanakan.”

c. Pergantian biaya, “dimana ganti rugi dibayar sejumlah biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan dalam hubungan dengan kontrak atau perjanjian tersebut.”

d. Restitusi, adalah “suatu nilai tambah atau manfaat yang telah diterima oleh pihak yang melakukan wanprestasi, dimana nilai tambah tersebut terjadi akibat pelaksanaan prestasi dari pihak lainnya.”

e. Quantum meruit, “dalam quantum meruit manfaat atau barang tertentu sudah

(5)

tidak dapat lagi dikembalikan, misalnya manfaat atau barang tersebut sudah dialihkan ke pihak lain, atau sudah dipakai, musnah atau sudah berubah wujud.”

f. Pelaksanaan Kontrak, “dalam hal ini pihak yang melakukan wanprestasi sering disebut dengan istilah specific performance, equitable performance atau equitable relieve.”

3. Asas-Asas Kontrakbisnis a. Asas Kebebasan Berkontrak

Dapat dianalisis dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yaitu: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas Kebebasan Berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan isi perjanjian pelaksanaan-persyaratannya dan menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.”

b. Asas Konsensualisme

Dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. “Dalam pasal ini ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas Konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan oleh kedua belah pihak.

Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.”

c. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda atau “disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.

Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata,” yaitu: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”

d. Asas Iktikad Baik (Goede Trouw)

(6)

Dapat disimpulkan dari Pasal 1338 Ayat (3) KUH Perdata, yaitu:

“Perjanjian harus di laksanakan dengan iktikad baik.Pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.”

e. Asas Kepribadian (Personalitas)

Dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata.Pasal 1315KUH Perdata berbunyi: "Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk kepentingan pribadi dirinya sendiri”. Pasal 1340 KUH Perdata, berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. “Namun dari yang sudah ditetapkan tersebut terdapat pengecualian, sebagaimana yang di introdusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata,” yang berbunyi “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”.”

f. Asas Obligatoir

Yaitu “suatu kontrak maksudnya bahwa setelah sahnya suatu kontrak tersebut sudah mengikat tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.”

g. Overmacht

Yaitu“suatu kejadian yang tak terduga dan terjadi diluar kemampuannya sehingga terbebas dari keharusan membayar ganti kerugian, atau dapat diputuskan terlepas dari tuntutan.”

Di samping asas tersebut, “didalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dari tanggal 17 s/ 19 Desember 1985 telah berhasil merumuskan delapan asas hukum perikatan nasional. Kedelapan asas itu adalah”:

a. Asas Kepercayaan, dimana perjanjian yang sudah dilakukan harus atas dasar pemenuhan kepercayaan yang sudah disepakati jika terjadi sesuatu dibelakang hari.

b. Asas Persamaan Hukum, adalah “bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan ,hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak dibeda-bedakan antara satu sama lain, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama dan ras.”

(7)

c. Asas Keseimbangan, adalah “asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelaunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.”

d. Asas Kepastian Hukum, “Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya.”

e. Asas Moral, “ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur.”

f. Asas Kepatutan, asas ini tertuang dalam Pasal 1339 KUH Perdata yang bunyinya: ”Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang”. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.

g. Asas Kebiasaan, “asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secata tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.”

h. Asas Perlindungan (protection), “asas ini mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur, karena pihak debitur berada pada pihak yang lemah.”

Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat kontrak guna menjalankan kegiatan bisnis dengan para pihak yang bersepakat untuk bermitra atau bersinergi dalam menjalankan bisnis tersebut. Sehingga pada suatu kondisi tertentu jika terjadi konflik dapat diselesaikan berdasarkan dengan perjanjian yang dibuatnya, bukan berdasarkan atas kebiasaan, kekuasaan dan kelaziman tetapi hukumlah yaitu perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak. Karena hal ini sudah menjadi suatu kekuatan hukum.”

(8)

4. Risiko Dan Keadaan Memaksa

Dalam “menjalankan bisnis manusia tidak terlepas dari suatu permasalahan atau orang sering menyebutnya risiko, sehingga risiko dapat dikatakan kewajiban untuk memikul kerugian yang merupakan akibat dari peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak.”Yang dimaksud Force Majeur atau Overmachtatau keadaan memaksa, yaitu :

a. Bencana Alam”

b. Kehilangan”

c. Keadaan diluar kemampuan”

Keadaan“memaksa (force majeur), tiga unsur yang harus dipenuhi”: a. Tidak memenuhi prestasi”

b. Ada sebab yang terletak di luar kesalahan debitur”

c. Faktor penyebab yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kepada debitur.

Akibat keadaan memaksa :

a. Kreditur tidak dapat menuntut perikatan dipenuhi”

b. Tidak dapat dinyatakan dalam keadaan lalai dan tidak dapat menuntut.”

c. Kreditur tidak dapat meminta pemutusan perjanjian.”

Pada prinsipnya “suatu perikatan akan hapus dan oleh karenanya akan membebaskan debitur dari kewajiban-kewajibannya dengan salah satu dari 10 cara hapusnya perikatan yang diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie), yaitu karena”:

a. Pembayaran (de betaling), “Pasal 1382-1403 KUH Perdata”

b. Penawaran “pembayaran tunai diikuti oleh penitipan atau penyimpanan (de aanbod van gerede betaling gevolgd door consignatie), Pasal 1404-1412 KUH Perdata”

c. Pembaharusan Utang (de schuldvernieuwing/novatie) Pasal 1434-1424 KUH Perdata

d. Perjumpaan utang atau kompensasi (de schuldvergelijking/compensatie), Pasal 1425-1435 KUH Perdata

e. Percampuran utang (de schuldvermenging), Pasal 1436-1437 KUH Perdata f. Pembebasan utang (de kwijtschelding der schud), pasal 1438-1443 KUH

Perdata

g. Musnahnya barang yang terhutang (het vergaan vershuldigde zaak), pasal 1444-1445 KUH Perdata

(9)

h. Kebatalan atau pembatalan (de nietigheid or de te nietddoening), pasal 1446- 1456 KUH Perdata

i. Berlakunya syarat bubar (de werking eener ontbindende voorwaarde), pasal 1265-1267 KUH Perdata; atau

j. Daluwarsa (verjaring), pasal 1946-1993 KUH Perdata.

5. Perjanjian Kredit

Dalam “menjalankan bisnis tentu manusia tidak bisa menjalankan sendiri, tentu perlu bantuan dari pihak lain terutama faktor permodalan atau dana untuk menunjang kegiatan bisnisnya. Salah satu produk dari diadakannya suatu perjanjian adalah perjanjian kredit.”

Dasar dari perjanjian kredit adalah Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang Perjanjian Kredit diatur dalam Pasal 1 ayat 11 yaitu: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang bisa dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank (kreditor) dengan pihak lain (debitor) yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Dasar hukum dari suatu kredit: “Adanya kesepakatan antara debitur dengan kreditur yang disebut perjanjian kredit; Adanya pihak yaitu kreditur dan debitur; Adanya kesanggupan atau janji untuk membayar hutang; Adanya pinjaman berupa pemberian sejumlah uang; dan adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit dengan pembayaran kredit.Perjanjian kredit dalam bisnis ini merupakanlex spesial, dengan unsurnya :

a. Kepercayaan b. Waktu suatu masa c. Prestasi (objek kredit) d. Kehati-hatian

Bank merupakan lembaga keuangan yang berbadan hukum dalam memberikan fasilitas kredit minimal memperhatikan Five C, yaitu: “Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition of economy. Hal ini dilakukan agar dalam perjanjian kredit ini tidak terjadi masalah (kredit macet). Sehingga perbankan harus hati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Kredit macet adalah suatu keadaan dimana seseorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank beserta bunganya dan tidak tepat waktu apa yang telah diperjanjikan.”

(10)

Keadaan “yang demikian dalam hukum perdata disebut dengan wanprestasi atau ingkar janji. Dalam kredit macet ada tiga macam yang tergolong wanprestasi” :

a. Debitur mengalami kendala dalam pembayaran kewajibannya, sehingga tidak bisa membayar sama sekaoli

b. Debitur hanya mampu melakukan pembayaran sebagian dari kewajiban yang harus dibayarkannya, berikut dengan bunganya.

c. Debitur bisa melakukan pembayaran atas dasar perjanjian yang sudah ditetapkan.

Perjanjian kredit dibagi menjadi:

a. Perjanjian kredit sebagai perjanjian atas pinjaman yang sekali pinjam habis b. Perjanjian kredit sebagai perjanjian khusu antara kedua belah yang

membutuhkan

Jaminan Kredit, “tentu sangat diperlukan untuk menjadi dasar pemberi kredit terhadap pebisnis yang mendapatkan fasilitas kredit. Hak jaminan kredit konvensional adalah: hipotik, creditverband, Hak tanggungan, gadai benda bergerak, gadai tanah, Fidusia, Bank garansi, personal garansi dan corporate garansi. Sedangkan hak jaminan non konvensional terdiri-dari: Cassie untuk menjamin hutang, pengalihan hak tagih asuransi, kuasa menjual yang tidak dapat di cabut kembali, jaminan untuk menutupi kekurangan biaya, indemnity, bid/tender bonds dan penyisihan dana dalam escrow account.”

Kredit Sindikasi adalah “kredit yang diberikan beberapa bank kepada satu debitur, dimana bank-bank peserta sindikasi tersebut terdapat suatu hubungan lintas kreditur yang dikoordinasikan secara erat dan kokoh oleh satu bank sebagai koordinator yang di sebut dengan lead credituratau lead manager. Jika terjadi wanprestasi maka berarti juga dianggap wan prestasi terhadap seluruh kreditur yang lain (cross default) Model-model kredit sindikasi”:

a. Model Direct Participation, “dimana semua kreditur yang tercakup dalam sindikasi kreditur berhubungan secara kontraktual langsung dengan debitur.”

b. Model Indirect Participation, “Suatu sindikasi kredit dimana di antara para kreditur ada sindikasi tertentu, tetapi ada diantara mereka yang berpartisipasi dengan cara tidak menjadi pihak dalam loan agreement, tetapi menjadi kreditur lewat kreditur yang lain”

(11)

c. Model Club Deal, adalah suatu model sindikasi yang mana selain kreditur yang memberi pinjaman uang secara kredit, terdapat juga kreditur yang memberikannya dengan cara pembiayaan, misal dengan jalan leasing.

Mereka bersama-sama bergabung dalam satu sindikasi dengan terms dan conditions yang sama dengan sindikasi kredit biasa.

6. Fidusia

Fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang “Jaminan Fidusia mengatur tentang sifat-sifat dari jaminan fidusia.

Jaminan Fidusia adalah hak-hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai acuan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.Ketentuan “jaminan Fidusia diatur dalam UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Adapaun Sifat-sifat dari jaminan fidusia yang diatur dalam UU adalah”:

a. “Fidusia bersifat accesoir, yang berarti bahawa jaminan fidusia”

b. “Jaminan fidusia bersifat droit de suite”

c. “Jaminan fidusia memberikan hak”

d. “Jaminan fidusia untuk menjamin utang”

e. “Jaminan fidusia dapat menjamin lebih”

f. “Jaminan fidusia”

(12)

C. LATIHAN SOAL

1. Salah satu unsur perjanjian adalah accidentalia. Coba Saudara jelaskan, berikut contohnya.

2. Empat syarat sahnya suatu perjanjian, terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Coba Saudara sebutkan dan jelaskan.

3. Sebutkan dan jelaskan model ganti rugi akibat wanprestasi dari suatu perjanjian.

4. Apa yang Saudara ketahui dengan Asas Pacta Sunt Servanda. Coba Saudara jelaskan.

5. Apa yang dimaksud dengan Force Majeur. Coba Saudara jelaskan.

D. DAFTAR PUSTAKA

Burton, Richard Simatupang. (2003). Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta.

Fuady, Munir. (2008).Pengantar Hukum Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Harjono, Dhaniswara. (2009). Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: Pusat Pengembangan Hukum dan Bisnis Indonesia.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). (2013). Grahamedia- Press.

Najih, Mokhammad. (2012).Pengantar Hukum Indonesia. Malang: Setara Press.

Saliman, Abdul. (2011). Hukum Bisnis Untuk Perusahaan. Jakarta: Prenada Media Group.

Santiago, Faisal. (2012).Pengantar Hukum Bisnis. Jakarta : Mitra Wacana Media.

Soekanto, Soerjono. (1991).SosiologiSuatuPengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sutiyoso, Bambang. (2006). Penyelesaian Sengketa Bisnis. Yogyakarta: Citra Media.

Referensi

Dokumen terkait

Dari dua pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas yang intinya pengertian hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi

Dari uraian tersebut di atas, bahwa pengertian perjanjian dalam Pasal 29 Undang-undang tentang Perkawinan No.1 Tahun 1974 adalah merupakan tindakan hukum dengan siapa telah

Keluwesan hukum dalam perjanjian ini tampak dari ketentuan Pasal 1317 Kitab Undang - undang Hukum Perdata, yang memberikan kemungkinan bahwa boleh saja seseorang atau

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa perjanjian perkawinan adalah suatu perjanjian yang mengatur mengenai harta kekayaan suami isteri dalam perkawinan saja,

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pembahasan hukum ekonomi tidaklah terbatas pada Hukum Administrasi Negara saja tetapi juga mengatur hal-hal yang termasuk

makalah ini berjudul hukum kontrak

Akibat Hukum Perjanjian Over Kredit Perumahan Rakyat Bersubsidi Melalui 168 Notaris Menurut Hukum Perdata Pengertian KPR atau Kredit Pemilikan Rumah merupakan salah satu jenis

Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian adalah perjanjian internasional yang menetapkan aturan-aturan hukum yang mengatur perjanjian antara