Sejarah Seni
Seni adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia yang mengandung unsur keindahan dan mampu membangkitkan perasaan dirinya sendiri maupun orang lain. Seni berasal dari kara “Sani” yaitu bahasa sansekerta yang memiliki arti persembahan atau pemujaan. Menurut Aristoteles, seni adalah bentuk yang pengungkapannya dan penampilannya tidak pernah menyimpang dan seni itu adalah meniru alam. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, seni adalah hasil keindahan sehingga dapat menggerakan perasaan indah orang yang melihatnya.
Seni dikategorikan menjadi 4 yaitu Seni Pertunjukan (Performance Arts), Seni Rupa (Visual Arts), Seni Sastra dan Seni Media Rekam.
1. Seni Pertunjukan (Perfomance Arts)
Seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Pertunjukan biasanya melibatkan empat unsur yaitu waktu, ruang, tubuh seniman dan hubungan seniman dengan penonton. Seni pertunjukan secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori besar, yaitu tari, teater, dan music Sejarah Seni Pertunjukan :
1) Zaman Primitif
Berdasarkan hasil penelitian para pakar seni bahwa beberapa jenis tari di indonesia yang tergolong seni primitif adalah Gordang Sambilan dari Batak, Topeng Hudog dari Kalimantan Timur, dari Bali misalnya tari barong seperti Barong Brutuk, Barong Ket, Rejang tenganan dan berbagai Tari Sanghyang. Dari Jawa adalah tari Kuda Kepang atau Jaran Kepan (apabila penarinya tidak sadarkan diri akan memakan beling (pecahan kaca).
Ciri–ciri kesenian pada zaman primitif, antara lain :
a. Gerakan sangat sederhana dan lebih mengutamakan improvisasi
b. Belum ada iringan gamelan, untuk iringan tari dengan sorak sorai, nyanyian dan tepukan tangan
c. Desain lantai lebih banyak berbentuk lingkaran
d. Di beberapa daerah sebagai pertunjukan jalanan (Jawa dan Bali) e. Dilakukan oleh orang – orang pilihan, (contohnya : di Bali) f. Unsur tak sadarkan diri (trance) dan magis sangat kuat .
2) Zaman Masyarakat Feodal
Pada Zaman ini pertumbuhan Kebudayaan nampak bertambah baik, walaupun hasil – hasil kebudayaan tersebut untuk kepentingan golongan tertentu dan kepentingan keagamaan.
a) Zaman Indonesia Hindu
Zaman ini dimulai sejak datangnya pedagang–pedagang india yang kemudian berbaur dan kawin dengan penduduk asli Indonesia dan melahirkan kebudayaan Indonesia Hindu yang didalamnya masih terpelihara dengan baik unsur – unsur kebudayaan Indonesia asli.
Selain tari khusus keagamaan, pada zaman ini ada pula tari yang difungsikan untuk menghibur, yaitu ronggeng. Tari Ronggeng digambarkan sebagai penari wanita, terpahat pada candi Dieng, Borobudur dan Prambanan (abad VIII). Dalam perkembangan selanjutnya ronggeng dipelihara oleh para bangsawan Jawa makin diperhalus hingga menjelma menjadi tari-tarian yang bernilai artistik, seperti Gambyong, Golek dan Bondan.
b) Zaman Indonesia Islam
Zaman ini diawali dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Sumatra Utara pada akhir abad XIII dan kerajaan Demak, Pajang, dan Mataram di Jawa, pertumbuhan seni pertunjukan tidak terganggu. Bahkan seringkali seni tari dan gamelan dipakai alat daya tarik untuk mengumpulkan orang-orang agar mau mendengarkan khotbah-khotbah tentang ajaran agama Islam.
Jenis tarian yang muncul pada zaman ini (Jawa) adalah tari Serimpi dan Bedhaya sebagai tarian wanita halus, tari Beksan atau wireng merupakan komposisi tari untuk laki-laki yang menggambarkan ketangkasan berperang. Tari Piring di ateh Kaco, Luambek, dan Galombang, wayang Kulit sasak di lombok yang membawakan cerita serat menak peristiwa-peristiwa di Arab sebelum tampilnya Nabi Besar Muhamad SAW.
c) Zaman Invasi Bangsa Barat
Pada zaman ini kerajaan-kerajaan tunduk kepada Belanda. Pada saat itu kerajaan Mataram dipecah menjadi dua yaitu kerajaan Jogjakarta dan Surakarta. Dari perpecahan itu, mengakibatkan adanya perpecahan tari Jawa menjadi gaya Jogjakarta dan gaya Surakarta. Baik gaya Jogjakarta maupun Surakarta mengalami kemajuan yang amat pesat sejak pertengahan abad XVIII dan abad XIX, yang kemudian melahirkan dua macam dramatari, yaitu wayang Wong dan Langendriya.
Pada zaman ini, Indonesia dijejali dengan berbagai jenis tari klasik, pada umumnya berasal dari Jawa dan Bali karena mendapatkan pengayoman yang baik dari istana, bahkan para senimannya dihidupi oleh para raja untuk memelihara dan mengembangkannya.
d) Zaman Pergerakan Nasional
Pada Zaman ini mempunyai akibat yang baik terhadap perkembangan seni tari. Hal ini terbukti dari berbagai tari yang hanya dinikmati kaum bangsawan di Istana kemudian disebarluaskan ke kalangan masyarakat luas. Demikian pula sebaliknya, tari-tarian rakyat mendapat perhatian yang layak dari kalangan istana.
3) Zaman Masyarakat Modern
Zaman ini terjadi setelah kemerdekaan yang ditandai dengan bermunculan berbagai jenis tari kreasi dan kemudian lambat laun beranjak kebentuk kontemporer. Secara garis besar seni pertunjukan berkembang pesat karena seni pertunjukan menjadi cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.
Dalam pendidikan unsur-unsur barat mulai masuk dalam tari dengan menerapkan berbagai komposisi dan level gerak, diasuh oleh para seniman-seniman yang berpendidikan seni.
2. Seni Rupa (Visual Arts)
Seni Rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini dibuat dengan mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika.
Sejarah Seni Rupa :
1) Zaman Pra-Sejarah
Pembagian seni rupa prasejarah di Indonesia dibedakan atas dua periode, yaitu zaman batu dan zaman perunggu. Pembabakan tersebut didasarkan atas kemampuan teknik dan teknologi masyarakat prasejarah tersebut. Terutama dalam menciptakan alat-alat yang diperlukan dalam mendukung kelangsungan hidupnya.
a) Zaman Batu
Salah satu peninggalan yang paling kuno dari kesenian Indonesia adalah lukisan pada dinding gua-gua, seperti yang ditemukan di Papua, di Kepulauan Kei dan Seram hingga di Sulawesi Selatan. Lukisan-lukisan tersebut antara lain berupa cap telapak tangan dan telapak kaki, gambar- gambar manusia yang sederhana, gambar-gambar binatang seperti babi hutan, cecak, kadal, kura-kura, kerbau, dan lain sebagainya.
b) Zaman Perunggu
Gelombang perpindahan kedua dari daratan Asia ke Nusantara pada 500 tahun sebelum Masehi membawa serta kebudayaan perunggunya ke tempat tinggal mereka yang baru. Hal ini meninggalkan banyak peninggalan sejarah seni rupa baru di Indonesia. Peninggalan artefaknya antara lain: Kria Perunggu/Seni Dongson (gendering perunggu), kapak perunggu, patung perunggu, ragam hias Prasejarah/tradisi pada karya perunggu.
Ciri –ciri seni rupa prasejarah Indonesia
1. Kecenderungan untuk menggunakan bentuk flora dan fauna yang menimbulkan kesan dekoratif sesuai dengan lingkungannya yang agraris.
2. Menampilkan bentuk-bentuk ornamen geometri (meander, swastika, tumpal, pilin, pilin berganda, lingkaran, dan sebagainya).
3. Kecenderungan menampilkan motif-motif hias perlambangan (simbolis) sesuai dengan pandangan hidup religi yang masih kosmis-magis.
4. Kecenderungan pada penggunaan warna dasar sesuai dengan lingkungan alam dan pandangan kepercayaan.
Sumber inspirasi yang banyak dimanfaatkan sebagai objek seni antara lain burung sebagai lambang roh manusia yang telah meninggal. Bagi masyarakat Dayak burung Enggang dianggap sebagi lambang dunia atas. Binatang reptil juga banyak digunakan, seperti buaya, kadal, ular, kura-kura dianggap sebagai lambang dunia bawah.
2) Zaman Hindu-Budha
Masa Sejarah (Paskasejarah, lawan dari Prasejarah) di Indonesia dimulai setelah ditemukannya bukti prasasti-prasasti awal (bertarikh sekitar abad ke-4 M) ditemukan di wilayah Kutai, Kalimantan Timur yang menyebut nama raja Mulawarman dan Jawa bagian barat yang menyebutkan Kerajaan Tarumanagara dengan rajanya Purnnawarmman.
Dalam perkembangannya banyak dihasilkan berbagai bentuk kesenian, seni yang masih bertahan hingga sekarang adalah bukti-bukti seni rupa yang berupa arca dan relief serta dan karya arsitektur bangunan suci. Pengaruh zaman Hindu- Budha dalam bidang seni rupa sangat kental dalam bidang arsitektur, khususnya arsitektur pada bangunan candi. Candi di Indonesia dibedakan menjadi candi Hindu dan candi Budha.
3) Zaman Islam
Pengaruh Islam terhadap seni rupa Indonesia terjadi dari hasil perdagangan yang dimulai sejak abad ke-11. Para pedagang dari Gujarat, India, adalah yang diketahui yang paling berpengaruh besar dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia. Mereka membangun permukiman di sepanjang Pantai Timur Sumatra dan Aceh. Selanjutnya pusat-pusat kebudayaan Islam dibangun secara bertahap di Demak dan Jepara.
Islam memberikan pengaruh kebudayaan yang besar terhadap seni rupa nusantara. Salah satu pengaruh terbesarnya adalah pandangan retrospektif terhadap kebudayaan-kebudayaan nusantara sebelum dipengaruhi oleh Zaman Klasik hingga ke Prasejarah. Motif-motif binatang dan yang berhubungan dengan kepercayaan manusia perlahan berkurang.
Hal ini disebabkan oleh usaha para pemeluk Islam untuk menyebarkan agamanya di Indonesia dihadapkan dengan permasalahan budaya masyarakat nusantara dari kepercayaan sebelumnya masih kentara. Ragam hias nusantara digantikan oleh pola hias bentuk-bentuk alam. Beberapa pengaruh terbesar Islam pada seni rupa Indonesia adalah sebagai berikut
4) Zaman Modern
Disini Indonesia telah terbentuk sebagai koloni Belanda dan masih bernama Hindia-Belanda. Perjalanan seni rupa modern Indonesia terbata-bata dibawah penjajahan VOC. Meskipun begitu program kolonialisasi Belanda berhasil mencetak setidaknya satu orang yang diketahui merintis seni rupa di negeri ini.
Periode itu kemudian menstimulus periode seni rupa modern lainnya. Periode- periode seni rupa modern tersebut adalah sebagai berikut.
a) Periode Perintis (1826-1880)
Perkembangan periode perintis diawali oleh seniman legendaris Indonesia, Raden Saleh. Berkat pengalamannya dan pendidikan melukisnya di luar negeri seperti di Belanda, Perancis, dan Jermania ia dapat merintis kemunculan seni rupa Modern di Indonesia. Lukisannya bernafaskan aliran Romantisisme. Aliran yang sedang berkembang pesat di masa itu.
b) Periode Indonesia Jelita
Masa ini merupakan kelanjutan dari periode perintis, setelah berakhirnya periode perintis karena meninggalnya Raden Saleh. Nama besar yang muncul di periode ini adalah Abdullah Surio Subroto dan diikuti oleh anak-anaknya, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah dan Trijoto Abdullah. Pelukis Indonesia lainnya juga ikut bermunculan seperti Sunoyo, Suharyo, Pringadi, Henk Ngantung, Wakidi, dll. Periode ini disebut dengan masa Indonesia Jelita karena Senimannya banyak melukiskan tentang kemolekan atau keindahan alam Hindia-Belanda.
c) Periode PERSAGI
Pada periode ini, Indonesia sedang berjuang untuk mendapatkan hak kemerdekaannya dari Belanda. Pergolakan di segala bidang pun terjadi, begitu pula dalam bidang kesenian yang sedang berusaha mencari ciri khasnya, yaitu Seni Rupa Indonesia. Salah satu seniman besar yang dikenal memiliki kontribusi tinggi adalah S. Sdjojono. Ia merasa tidak puas dengan
periode seni Jelita yang serba indah, karena dianggap bertolak belakang dengan kejadian yang melanda tanah air. Persagi bertujuan untuk mengembangkan seni rupa di Indonesia dengan mencari gaya Indonesia asli. Konsep persagi itu sendiri adalah semangat dan keberanian, bukan sekedar keahlian melukis, melainkan melukis dengan tumpahan jiwa.
d) Periode Pendudukan Jepang
Kegiatan seni rupa pada masa ini di dominasi oleh kelompok Keimin Bunka Shidoso. Kelompok ini membawa misi propaganda pembentukan kekaisaran Asia Timur Raya yang di inisiasi oleh Jepang. Namun masyarakat kita juga tidak berhenti berjuang sendiri, kelompok asli Indonesia mendirikan PUTRA (Pusat Tenaga Rakyat). Seniman yang khusus menangani bidang seni lukis adalah S. Sudjojono dan Affandi.
Pelukis yang ikut bergabung dalam PUTRA diantaranya adalah: Hendra Gunawan, Sudarso, Barli, Wahdi, dll.
e) Periode Akademi (1950)
Periode ini memulai pengembangan seni rupa Indonesia melalui pendidikan formal. Lembaga Pendidikan yang bernama ASRI berdiri tahun 1948 kemudiaan secara formal tahun 1950 Lembaga tersebut mulai membuat rumusan-rumusan untuk mencetak seniman-seniman dan calon guru seni rupa di Indonesia. Pada tahun 1959 di Bandung dibuka program Seni Rupa ITB, kemudian dibuka jurusan pendidikan seni rupa disemua IKIP (Institut keguruan dan ilmu pendidikan) diseluruh Indonesia.
f) Periode Seni Rupa Baru
Di sekitar tahun 1974 muncul kelompok baru dalam seni lukis yang dipelopori oleh Jim Supangkat, S. Prinka, Dee Eri Supria, dkk. Kelompok ini menampilkan gaya baru dalam seni lukis Indonesia yang terpengaruh oleh keilmuan seni modern barat. Kelompok ini berusaha untuk membebaskan diri dari batasan-batasan seni rupa yang telah ada.
3. Seni Sastra
Seni sastra ini berasal dari 2 kata yaitu seni dan sastra. Seni merupakan suatu ungkapan perasaan manusia yang memiliki nilai keindahan. Sedangkan untuk sastra merupakan kata serapan yang berasal dari Bahas Sanksekerta yang memiliki arti panduan, pedoman atau pun juga perintah di dalam bentuk teks atau juga suara. Jadi bisa atau dapat disimpulkan bahwa, seni sastra tersebut ialah suatu tulisan atau juga cerita yang berasal dari ungkapan perasaan manusia yang memiliki nilai keindahan.
Sejarah Seni Sastra :
Seni sastra di Indonesia digolongkan dalam beberapa zaman sebagai berikut.
1) Pujangga Lama
Merupakan karya sastra Indonesia yang dihasilkan sebelum abad XX. Pada masa ini karya sastra di Indonesia didominasi oleh syair, pantun, gurindam, dan hikayat
“Karya Sastra Pujangga Lama”.
2) Sastra Melayu Rendah
Yaitu karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870-1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat Cina dan masyarakat Indo-Eropa.
3) Pujangga Baru
Pujangga baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
4) Angkatan ‘45
Karya sastra angkatan ini diwarnai pengalaman hidup dan gejolak sosialpolitik- budaya.
5) Angkatan 50-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B.Jassin.
Ciri angkatan ini adalah karya sastra didominasi cerita pendek dan kumpulan puisi.
6) Angkatan 50-60-an
7) Angkatan 66-70-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant- garde sangat menonjol pada angkatan ini. Karya sastra pada angkatan ini sangat beragam dalam aliran sastra, seperti karya sastra beraliran surreealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lain-lain.
8) Dasawarsa 80-an
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980 ditandai dengan banyaknya roman percintaan dan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut.
9) Angkatan Dasawarsa 2000-an
Sastrawan angkatan 2000 mulai merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 90-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kisah novel fiksi.
10) Cybersastra
Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak sastra Indonesia yang tidak dipublikasi sebagai buku namun termaktub di dunia maya (internet), baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs pribadi. Ada beberapa situs sastra Indonesia di dunia maya.
4. Seni Media Rekam
Seni media rekam atau film merupakan cabang kesenian yang bentuk akhirnya dicapai setelah lebih dahulu mengalami proses perekaman. Adapun perekaman gambar mulai dari fotografi, dan kemudian berlanjut dengan penemuan teknologi Gambar Idoep atau disebut juga citra bergerak atau lebih popular dengan sebutan film.
Sejarah Seni Media Rekam :
Sejarah film pertama terjadi di Prancis, tepatnya pada 28 Desember 1895 ketika Lumière bersaudara telah membuat dunia terkejut. Mereka telah melakukan pemutaran film pertama kalinya di depan publik, yakni di Café de Paris. Penayangan-penayangan rutin yang kemudian dilakukan Lumiere bersaudara itu menjadi dasar bagi bisnis film yang
sangat menguntungkan. Penayangan film ke layar dalam sebuah ruangan yang gelap kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Film pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1900, lima tahun setelah film dan bioskop pertama lahir di Perancis. Pada penghujung 1900, masyarakat Hindia Belanda sudah bisa menyaksikan pertunjukan yang sangat unik, gambar hidup, sehingga hanya dalam tempo lima tahun, setelah para penemu jenius di Amerika, Prancis, dan Inggris hampir secara bersamaan berhasil menemukan teknologi yang bisa memproyeksikan gambar-gambar hidup bergerak ke atas layar.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. (2021). Pengertian Seni. Diakses pada laman https://www.yuksinau.id/pengertian-seni/
Aji, P. (2017). Seni Pertunjukan. Diakses pada laman http://e- journal.uajy.ac.id/12871/3/TA142522.pdf
Anonim. Pengertian Seni Pertunjukan, Sejarah, Ciri-ciri, Unsur dan Contoh Secara Lengkap.
Diakses pada laman https://www.bospedia.com/2020/04/seni.pertunjukan.html
Aurissafan, D. F. Perancangan Pusat Pengembangan Seni Rupa Kontemporer di Kota Malang.
Diakses pada laman http://etheses.uin-malang.ac.id/1459/4/07660055_Bab_2.pdf
Guru, P. (2021). Seni Sastra adalah. Diakses pada laman https://pendidikan.co.id/pengertian- seni-sastra/
Kurniawan, E. BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni media rekam atau film merupakan cabang kesenian yang bentuk. Diakses pada laman https://adoc.pub/queue/bab-i- pendahuluan-a-latar-belakang-masalah-seni-media-rekam-.html
Murdiyastomo, HY. A. Sejarah Kesenian. Diakses pada laman
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131568305/pendidikan/SEJARAH+KESENIAN.pdf
Surani. Sejarah dan Perkembangan Seni Sastra di Indonesia. Diakses pada laman https://skul- id.blogspot.com/2016/10/sejarah-dan-perkembangan-seni-sastra-di.html
Thabroni, G. (2019). Sejarah Seni Rupa Indonesia ; Prasejarah hingga Modern. Diakses pada laman https://serupa.id/sejarah-seni-rupa-indonesia-prasejarah-hingga-modern/