178 Diterima: 21/12/2021, Direview: 28/03/2021, Diterbitkan: 31/07/2022
PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG KACANG GUDE (CAJANUS CAJAN L.) PADA PRODUK CRACKERS DAN POTENSINYA UNTUK
MAKANAN DIET
The Effects of Wheat Flour Substitution with Gude Bean Flour (Cajanus cajan L.) on Crackers Products and Its Potential for Diet Foods
Rizky Ayu Diella Calista*, Siti Narsito Wulan, Erni Sofia Murtini
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145
*Penulis Korespondensi, Email : [email protected]
ABSTRAK
Kacang gude merupakan salah satu sumber antioksidan potensial yang memiliki tingkat serat makanan, mineral total, vitamin C, kandungan fenolik dan kapasitas anti radikal bebas lebih tinggi serta kadar lemak dan indeks glikemik lebih rendah dibandingkan dengan kacang – kacangan lainnya. Formulasi produk dalam bentuk crackers dengan substitusi tepung kacang gude dapat menjadi alternatif makanan fungsional dalam pencegahan obesitas. Faktor utama dalam pencegahan obesitas adalah pengontrolan rasa kenyang dan rasa lapar. Salah satu hormon yang dapat digunakan pada dua faktor tersebut yaitu kolesistokinin (CCK).
Penelitian ini menggunakan RAL empat faktor tingkat substitusi tepung kacang gude pada crackers yaitu sebesar 0% (kontrol), 10%, 15%, dan 20%. Formulasi crackers terbaik didapatkan pada substitusi 20% yang memiliki kandungan lemak rendah dan kandungan serat serta protein yang tinggi sehingga dapat berkontribusi pada respon CCK yang lebih tinggi pula.
Selain itu, crackers terpilih mendapatkan hasil analisis kimia dan penerimaan responden yang lebih baik pula.
Kata kunci: Crackers, Kolesistokinin (CCK), Kacang gude, Obesitas, Rasa kenyang
ABSTRACT
Gude beans (Pigeon pea) are one of the potential sources of antioxidants that have higher levels of dietary fiber, total minerals, vitamin C, phenolic content, anti-free radical capacity and lower fat content compared to other beans. The product formulations of crackers with the substitution of gude bean flour can be an alternative functional food in preventing obesity.
The main factor in preventing obesity is controlling satiety and hunger. Hormones that can be used for these two factors is cholecystokinin (CCK). This study used a four-factor RAL of the gude bean flour substitution level on crackers; 0% (control), 10%, 15%, and 20%. The best crackers formulation was found in the 20% substitution which has low fat content, high fiber and protein content so that it can contribute to a higher CCK response. In addition, the selected crackers got better chemical analysis results and respondent acceptance.
Keywords: Crackers, Cholecystokinin (CCK), Obesity, Pigeon pea, Satiety
PENDAHULUAN
Kacang – kacangan memiliki indeks glikemik yang cukup rendah (25-45), sifat viskositas yang besar dan absorpsi yang kecil (Mead, 2017). Salah satu kacang - kacangan yang bisa digunakan dalam pemanfaatan fisiologis adalah kacang gude (Cajanus cajan L).
Kacang gude memiliki tingkat serat makanan, vitamin C dan mineral total yang lebih tinggi
179 serta kadar lemak lebih rendah dibandingkan dengan kacang kedelai. Kandungan gizi kacang gude ini menjadikan kacang gude sebagai sumber antioksidan potensial yang memiliki tingkat kandungan fenolik dan kapasitas anti radikal bebas lebih tinggi daripada kacang tunggak (Ariviani et al., 2018). Studi (Acevedo et al., 2013) melaporkan bahwa nilai indeks glikemik tepung kacang gude lebih rendah (46-49) dibandingkan dengan indeks glikemik nasi (80), dengan kandungan pati resisten mencapai 30 -33% db. Hal ini dikuatkan oleh (Devindra et al., 2017) yang telah melaporkan bahwa kacang gude memiliki indeks glikemik yang lebih rendah diantara kacang – kacangan lainnya. Indeks glikemik adalah skala tingkat konsumsi karbohidrat berupa makanan atau minuman yang dapat meningkatkan kadar gula darah(Cheng, 2013). Makanan yang memiliki nilai indeks glikemik tinggi tidak dapat mempertahankan rasa kenyang lebih lama karena gula darah yang meningkat lebih tinggi dan lebih cepat.
Salah satu cara yang mungkin untuk mempromosikan penggunaan kacang - kacangan yaitu dengan membuat formulasi produk dalam bentuk makanan ringan. Produk makanan ringan yang mudah disukai oleh masyarakat salah satunya adalah crackers yang dapat dimodifikasi dengan tujuan agar dapat memberikan nilai tambah pada produk crackers tersebut (Ferazuma et al., 2011). Penambahan tepung kacang gude pada crackers ini diharapkan dapat menurunkan kadar gula darah sehingga rasa kenyang dapat dipertahankan lebih lama setelah mengonsumsi carackers.
Pengukuran kadar gula darah dan rasa kenyang pada penelitian ini dapat menggunakan analisis nilai Cholecystokinin (CCK) plasma dan respon subjektif dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS) untuk mengetahui rasa kenyang setelah mengkonsumsi crackers tersebut serta menggunakan indeks glikemik untuk pengukuran kadar gula darah kapiler postpandrial. Setelah mengetahui pengaruh substitusi kacang gude ini, diharapkan pengaturan pola makan dapat dikontrol dengan pemilihan komposisi makanan yang lebih baik antara lain dengan memilih makanan atau minuman dengan Indeks Glikemik (GI) yang rendah.
Pemilihan makanan atau minuman dengan indeks glikemik yang rendah diharapkan dapat berdampak jangka panjang pada permasalahan gizi seperti overweight dan obesitas.
Permasalahan paling umum pada beberapa negara yang belum terselesaikan sampai saat ini terdapat pada masalah gizi yaitu kelebihan berat badan (Aktar et al., 2017). Penanganan yang kurang tepat pada permasalahan kelebihan berat badan akan menyebabkan terjadinya obesitas. Kelebihan berat badan (overweight) maupun obesitas merupakan penyakit metabolik kronis yang salah satunya ditandai dengan peningkatan jumlah simpanan lemak tubuh dikarenakan intake yang berlebih. Kejadian obesitas akan menimbulkan resiko yang lebih tinggi pada berbagai masalah kesehatan terutama penyakit degeneratif (Suryaputra et al., 2012).
Menurut Riskesdas tahun 2018, prevalensi status gizi obesitas pada penduduk dewasa (umur 18 tahun) laki – laki sebesar 14.5% sedangkan pada perempuan sebesar 29.3%.
Berdasarkan karakteristik kelompok umur, dapat dikelompokkan pada usia 20-24 tahun (kelompok pertama), 25-29 tahun (kelompok kedua), dan usia 30-34 tahun (kelompok ketiga).
Prevalensi obesitas pada kelompok pertama, kedua dan ketiga yaitu sebesar 9.4% (laki-laki) ; 15.1%
(perempuan), 13.3% (laki-laki) ; 24.7% (perempuan), dan 15.1% (laki-laki) ; 31.4%
(perempuan).
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti bermaksud mengembangkan produk crackers berbahan baku kacang gude dalam meningkatkan keanekaragaman pangan bahan lokal serta diharapkan bisa menjadi alternatif sebagai makanan fungsional terutama dalam pencegahan obesitas.
BAHAN DAN METODE
Alat
180 Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa erlenmeyer, gelas beaker, statif, gelas ukur, pipet volum, pipet tetes, labu destruksi, buret dan penjepit, labu destilasi, pemanas, selang, alongan, corong, gelas, piring penghidang, formulir uji organoleptik, mangkok, sendok, loyang, rolling, mixer, oven, cetakan dan spatula.
Bahan
Bahan yang digunakan meliputiberupa asam borat 2%, NaOH 40%, indikator BCG, H2SO4 pekat, Indikator PP, HgO, K2SO4, dan HCI 0,02 N, crackers kacang gude, tepung terigu (merk roda biru), margarine (merk blue band), garam, baking soda dan ragi.
Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan substitusi kacang gude terpilih menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) empat faktor yaitu substitusi kacang gude yang terdiri dari 4 level hasil dari penelitian pendahuluan (0 (kontrol), 10, 15, dan 20%). Analisis data dilakukan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dengan aplikasi SPSS versi 24.
Tahapan Penelitian 1. Analisis Bahan Baku
Analisis bahan baku dilakukan dengan tujuan untuk karakterisasi dengan mengetahui kandungan bahan kimia (analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar, kadar pati dan kadar gula total) yang terdapat pada kacang gude.
Tahap ini diawali dengan pembuatan tepung kacang dengan melakukan pemilihan bahan kacang gude yang berkualitas baik terlebih dahulu dan pembersihan kacang gude dari debu, kotoran maupun krikil tanpa mengupas kulit arinya. Kacang gude dicuci dengan air mengalir lalu dipanaskan sebentar selama 1.5 hingga 5 menit pada suhu 77-82°C untuk menghilangkan tanin dan asam fitat(Saxena et al., 2010). Setelah itu ditiriskan dan dikeringkan sebelum dihaluskan. Kemudian kacang gude dihaluskan menggunakan grinder dan diayak 100 mesh hingga menjadi tepung.
2. Penelitian Tahap I: Pembuatan Crackers Substitusi Tepung Kacang Gude
Penelitian tahap 1 bertujuan untuk menghasilkan produk crackers dengan menggunakan presentase substitusi tepung kacang gude. Metode penelitian tahap 1 menggunakan rancangan rancangan acak lengkap (RAL) empat faktor yaitu substitusi tepung kacang gude yang terdiri dari 4 level yaitu 0, 10, 15, dan 20% dan setiap perlakuan diulangi 3 kali.
Formulasi crackers diambil dari Artama Trimurti (2001) dan Mervina et al. (2012) dan dengan modifikasi berupa rasio komposisi margarin, baking powder, garam, ragi, tepung terigu, dan tepung kacang gude. Penimbangan dan pencampuran tepung terigu, margarin, garam, dan baking powder menggunakan cosmos hand mixer CM 1279 dengan kecepatan rendah selama 10 menit (Pencampuran I). Setelah itu ditambahkan tepung kacang gude dan ragi dicampur menggunakan mixer dengan kecepatan medium selama 3 menit serta ditambahkan air sedikit demi sedikit (Pencampuran II). Adonan yang diperoleh kemudian dicetak dengan bentuk lingkaran berdiameter 3 cm dan tebal 0.5 cm dan diletakkan di atas loyang yang telah diolesi dengan mentega atau dilapisi aluminium foil lalu dioven selama 20- 30 menit dengan suhu 1100 C dan didinginkan setelah matang.
Pengujian Crackers
Produk makanan berupa crackers dengan substitusi tepung kacang gude yang terpilih dianalisis bahan kimianya (analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar, dan kadar pati) dengan menggunakan analisis bahan kimia (Georgé et al., 2005;
SNI, 1992).
181 Uji Organoleptik Crackers
Tujuan dari analisis hasil uji organoleptik dalam penelitian ini adalah untuk menentukan formulasi terpilih serta menganalisis beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penilaian organoleptik. Uji organoleptik dilakukan oleh panelis sebanyak 40 orang. Panelis diminta memberikan tanggapannya terkait kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk dengan skala dari angka 0 hingga angka 5. Adapun prosedur pengujian oraganoleptik yaitu panelis diminta untuk mencicipi 4 crackers dengan presentase tepung kacang gude yang berbeda. Total crackers yang diberikan kepada panelis adalah 6 keping (2 keping crackers control, 2 keping crackers dengan 10% substitusi tepung kacang gude, 2 keping crackers dengan 15% substitusi tepung kacang gude, dan 2 keping crackers 20% dengan substitusi tepung kacang gude. Crackers disediakan dalam plastik kue yang telah diberi kode masing- masing perlakuan. Parameter yang dinilai oleh panelis berupa aroma, warna, tekstur, rasa dan penerimaan secara keseluruhan crackers. Crackers terpilih akan ditentukan dengan metode Multiple Attribute (Zeleny, 1982).
Metode
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) empat faktor yaitu substitusi kacang gude. Selanjutnya dilakukan analisi data dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) (α=0.05) dengan bantuan program komputer SPSS Statistic.
Prosedur Analisis
Skor rata-rata analisis bahan kimia dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) (α=0.05) dengan bantuan program komputer SPSS Statistic. Jika hasil yang didapatkan berupa beda nyata maka uji lanjutan yang digunakan adalah uji Duncan (α=0.05).
Metode Multiple Attribute (Zeleny, 1982) akan digunakan untuk penentuan perlakuan terbaik pada setiap tahap penelitian. Uji hedonik dan uji non-parametrik Friedman sebagai uji lanjutan akan digunakan sebagai analisis data tahap sensoris. Perbandingan perlakuan terbaik dan kontrol (crackers tanpa substitusi tepung kacang gude) pada crackers dianalisis menggunakan paired t-test.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Analisis Kadar Air
Tabel 1. Karakteristik Crackers Substitusi Tepung Kacang Gude
Keterangan: - Nilai rerata ± standar deviasi dari 3 kali ulangan - Beda nyata (p<0.05) ditunjukkan dengan huruf yang berbeda - Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference
Parameter
(%) Crackers Substitusi Tepung Kacang Gude
0% 10% 15% 20% p values
Kadar Air 10.33+0.16c 7.81+0.12 a 8.30+0.08 c 7.48+0.28 b 0.000 Kadar Abu 2.2+0.24 2.43+0.25 2.73+0.19 2.96+0.56 0.102 Kadar Lemak 15.48+0.21 15.11+1.44 15.84+0.58 16.29+0.96 0.481 Kadar
Protein 10.09+0.55 c 11.15+0.23 b 12.18+0.22 a 12.74+0.2 a 0.000 Kadar
Karbohidrat by difference
61.90+0.45 a 63.50+1.38 b 60.95+1.02 b 60.53+1.53 b 0.003
- Kadar Serat Kasar
1.65+0.23 c 1.97+0.11 bc 2.57+0.24 ab 2.81+0.52 a 0.006
- Kadar
Pati 60.6+0.83 a 50.59+0.49d 53.07+0.7 c 55.9+0.54 b 0.000
182 Berdasarkan Tabel 1 didapat hasil analisis kadar air ketiga bahan baku pada penelitian ini telah sesuai dengan hasil penelitian Czernicka et al. (2017) yang menyebutkan bahwa standar kadar air serbuk tanaman tidak boleh melebihi 10%. Serbuk atau bahan kering yang mengandung kadar air kurang dari 10% relatif lebih stabil selama masa penyimpanan sebelum diolah lebih lanjut(Kurniasari et al., 2015). Kestabilan serbuk atau bahan baku kering dengan kadar air kurang dari 10% selama masa simpan disebabkan karena kadar air serbuk atau bahan baku yang rendah berbanding lurus dengan lambatnya perkembangbiakan mikroorganisme yang dapat menyebabkan produk mudah berjamur (Kusumaningrum et al., 2015). Selain itu, proses oksidasi lemak akan lebih cepat timbul dan menyebabkan produk menjadi mudah tengik jika kadar air terlalu tinggi (Oktaviani, 2009).
Hasil Analisis Kadar Abu
Nilai rerata kadar abu pada crackers cenderung meningkat. Kadar abu terendah terdapat pada substitusi tepung kacang gude 10% yaitu 2.43 dan kadar abu tertinggi terdapat pada substitusi tepung kacang gude 20% yaitu 2.96. Menurut Thoha et al. (2010), abu berupa mineral sisa hasil residu yang terbentuk dari proses pembarakan. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat dalam crackers dan hubungannya dengan kemurnian atau kebersihan suatu bahan. Adanya komponen mineral yang masih terdapat dalam kacang gude diduga mengakibatkan peningkatan kadar abu.
Menurut SNI 01-2973-1992 (Ferazuma et al., 2011) mempersyaratkan kadar abu crackers maksimum 2%. Namun dari hasil beredarnya crackers di pasaran, persyaratan crackers sebesar maksimum 2% belum bisa ditanggapi dengan baik karena dianggap menyulitkan sehingga diusulkan kadar abu crackers pada SNI berikutnya sebesar 2.5%.
2. Hasil Analisis Kadar Lemak
Pada tahun 2011, SNI belum menentukan persyaratan kadar lemak minimal pada produk biskuit. Pada pengolahan suatu makanan, kadar lemak memiliki peran dalam perubahan sifat suatu makanan yang tidak diinginkan seperti ketengikan. Standar Malaysia menentukan SNI lemak pada biscuit dan cookies masing- masing adalah 7%-18% dan ≥18%, namun tidak ditemukan persyaratan tersebut pada produk wafer dan crackers. Selanjutnya SNI menentukan persyaratan untuk produk biscuit dan cookies tersebut minimum 7%. Telur, minyak nabati, mentega, susu dan coklat bubuk merupakan beberapa bahan penyusun yang berkontribusi terhadap kadar lemak pada crackers. Rerata kadar lemak terendah terdapat pada crackers dengan substitusi tepung kacang gude 10% yaitu 15.11% dan kadar lemak tertinggi terdapat pada substitusi tepung kacang gude 20% yaitu 16.29%. Kadar lemak pada produk crackers dipengaruhi oleh lama pemanggangan, suhu serta kualitas media yang digunakan.
3. Hasil Analisis Kadar Protein
Crackers adalah biskuit yang dibuat dari tepung terigu melalui proses pengeraman atau fermentasi dan memiliki rasa asin dan renyah. Bentuk pada crackers cenderung pipih serta memiliki bentuk penampang yang berlapis-lapis jika dipatahkan. Menurut SNI 01- 2973-2011, biskuit diklasifikasikan menjadi: biskuit, cookies/wafer, dan crackers masing-masing dengan kadar protein minimum 5%, min 6%, dan min 8%. Rerata analisis kadar protein crackers dengan nilai tertinggi pada crackers dengan substitusi tepung kacang gude 20% sebesar 12.74%. Jika dilihat pada SNI 01- 2973-2011 (min 8%) maka crackers tepung kacang gude sudah lebih dari memenuhi standar. Penelitian ini menggunakan tepung terigu dengan kadar protein sekitar 13-14% (tepung terigu protein tinggi). Kadar protein suatu produk dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusun pembuatan produk dan proses yang dilalui. Kandungan protein bahan penyusun akan menentukan kandungan protein pada produk yang dihasilkan serta berpengaruh juga terhadap sifat fisik produk seperti daya patah dan elongasi. Pada proses pemanasan, produk dengan kadar protein yang tinggi akan mengalami kerusakan dan penyerapan minyak yang lebih kecil (Huang dan Lai, 2010).
183 4. Hasil Analisis Kadar Serat Kasar
Crackers dengan penambahan tepung kacang gude memiliki kadar serat kasar berkisar antara 1.97 – 2.81%. Variasi penambahan tepung kacang gude meningkatkan kadar serat kasar dibandingkan crackers kontrol. Crackers dengan substitusi tepung kacang gude 20% memiliki kadar serat kasar paling tinggi dibandingkan crackers yang lain. Serat kasar terbentuk dari serat pada bahan pangan yang memiliki penurunan kandungan selulosa sekitar 50% dan hemiselulosa sekitar 85% setelah direaksikan dengan asam kuat dan basa kuat (Pasaribu et al., 2014). Selulosa memiliki peran penting pada pengembangan suatu produk makanan karena memiliki kemampuan untuk menyerap air.
5. Hasil Analisis Kadar Pati
Kadar pati yang didapatkan pada crackers dengan penambahan tepung kacang gude berkisar antara 50 - 55.9 %. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perbedaan kandungan pati yaitu varietas, lingkungan tempat tumbuh (tanah, cahaya, dan iklim) serta umur panen tanaman. Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan. Winarno (2004) menyatakan bahwa jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati berperan penting pada penyerapan air pada suatu bahan makanan. Pada suhu gelatinisasi, pati akan mengalami pembengkakan sehingga menyebabkan masuknya molekul air. Sehingga dapat disimpulkan bahwa air yang diserap akan lebih banyak jika kandungan pati yang terkandung dalam bahan makanan semakin banyak.
Arfandi (2013) juga menyatakan bahwa warna crackers akan lebih gelap kecoklatan jika suhu lebih tinggi dan lama waktu pemanggangan lebih lama. Hal ini dikarenakan adanya proses denaturasi protein. Jumlah pati yang lebih banyak pada produk crackers akan terhidrolisis menjadi komponen yang lebih sederhana berupa gula. Setelah itu gula tersebut mengalami karamelisasi sehingga crackers akan memiliki warna yang lebih coklat saat pemanggangan. Selain itu, formulasi crackers ini diharapkan dapat meningkatkan daya renyah crackers karena adanya peran amilosa dan amilopektin dalam pembentukan tekstur crackers (Oktaviana et al., 2017). Suatu produk makanan dikatakan memiliki tekstur yang lebih renyah jika ketika dipatahkan maka menghasilkan bunyi yang lebih nyaring. (Hersoelistyorini et al., 2015).
6. Hasil Analisis Kadar Gula
Glukosa yang terhitung sebagai kadar gula didapatkan dari filtrat. Metode yang dapat digunakan yaitu dengan metode spektrofotometri (Miller, 2015). Kadar total gula pada crackers dengan penambahan tepung kacang gude tertinggi pada formulasi 20% tepung kacang gude (48.78%). Selama pemanasan produk makanan akan terjadi pembentukan komponen monosakarida dan disakarida (maltosa dan glukosa) sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula.
7. Hasil Uji Organoleptik
Rekap rerata hasil uji organoleptik disajikan pada Gambar 1. Hasil uji kesukaan terhadap warna crackers yang dihasilkan pada beberapa variasi penambahan tepung kacang gude menunjukkan bahwa crackers kontrol mempunyai tingkat kesukaan tertinggi yaitu 4.8 (sangat suka) dan crackers dengan substitusi 20% mempunyai tingkat kesukaan terendah yaitu 4.1 (suka). Penambahan tepung kacang gude menyebabkan tingkat kesukaan terhadap warna crackers lebih rendah. Formulasi crackers dengan penambahan tepung kacang gude sebesar 20% menghasilkan warna kuning kecoklatan. Warna kuning kecoklatan tersebut disebabkan oleh tepung kacang gude yang berwarna coklat atau hitam. Tababaka (2004) menambahkan bahwa adanya kemungkinan pada perubahan warna yang disebabkan oleh pengembangan crackers yang tidak optimal sehingga menyebabkan warna produk crackers lebih gelap. Reaksi Maillard (browning non enzimatis) diduga menyebabkan warna kuning kecoklatan pada crackers. Warna coklat dihasilkan dari reaksi antara asam amino (lisin) dan
184 gula pereduksi pada suhu tinggi dan dalam masa penyimpanan yang relatif lama (Katili, 2009).
Peran reaksi maillard tersebut berakibat kepada rendahnya tingkat kesukaan crackers pada beberapa panelis.
Gambar 1. Rerata hasil uji organoleptik menurut panelis terhadap crackers dengan substitusi tepung kacang gude
Nilai rerata aroma crackers dengan penambahan tepung kacang gude dapat diterima oleh panelis dengan penilaian tingkat kesukaan tertinggi yaitu 4.775 (sangat suka) dan crackers dengan substitusi 20% memiliki tingkat kesukaan terendah yaitu 4.05 (suka).
Penambahan tepung kacang gude menyebabkan tingkat kesukaan aroma crackers lebih rendah dibandingkan dengan crackers control. Hal ini karena penambahan tepung kacang gude menyebabkan timbulnya aroma langu pada crackers.
Nilai rerata rasa crackers dengan penambahan tepung kacang gude dapat diterima oleh panelis dengan penilaian tingkat kesukaan tertinggi yaitu 4.55 (sangat suka) dan crackers dengan substitusi 20% memiliki tingkat kesukaan terendah 4.175 (suka). Penambahan tepung kacang gude menurunkan kesukaan terhadap rasa crackers dibandingkan dengan crackers kontrol namun tidak terlalu signifikan. Salah satu penyebabnya dikarenakan panelis menyukai crackers dengan rasa yang gurih.
Nilai rerata tekstur crackers dengan penambahan tepung kacang gude dapat diterima oleh panelis dengan penilaian tingkat kesukaan terendah yaitu 3.3 (agak suka) dan crackers dengan substitusi 20% memiliki tingkat kesukaan tertinggi yaitu 4.9 (sangat suka). Tekstur crackers yang diharapkan adalah crackers dengan tekstur renyah (Mir, et al., 2013). Penambahan tepung kacang gude ternyata meningkatkan kesukaan terhadap tekstur crackers dengan substitusi tepung kacang gude dibandingkan dengan crackers kontrol. Tekstur crackers dapat dinilai dari pengembangan crackers yang berasal dari bahan baku yang terdapat di dalamnya. Bahan baku pada crackers yang mengandung protein tinggi cenderung menyebabkan kemampuan mengikat air semakin kecil sehingga pengembangan adonan pada produk crackers kurang optimal. Pengembangan crackers yang kurang sempurna menyebabkan tekstur crackers menjadi keras. Crackers dengan substitusi 20% tepung kacang gude memiliki tekstur yang renyah dan kasar/berpasir. Kadar abu yang cukup tinggi pada tepung gude memberikan tekstur yang lebih kasar sehingga tidak mudah larut dalam air (Ariyani, M. et al., 2013).
SIMPULAN
Penggunaan kacang gude dalam bentuk tepung berpengaruh nyata terhadap karakteristik mutu crackers. Substitusi tepung terigu dengan tepung kacang gude sebesar 20%
menghasilkan karakteristik mutu crackers yang lebih baik yaitu dengan kandungan lemak 16.29%, serat 2.81% dan protein 12.74%. Hasil analisis crackers tersebut masih memenuhi syarat mutu SNI ICS Biskuit Badan Standarisasi Nasional tahun 1992 dan 2011.
185 DAFTAR PUSTAKA
Acevedo, B. A., Avanza, M. v., Cháves, M. G., & Ronda, F. (2013). Gelation, thermal and pasting properties of pigeon pea (Cajanus cajan L.), dolichos bean (Dolichos lablab L.) and jack bean (Canavalia ensiformis) flours. Journal of Food Engineering, 119(1), 65–71.
https://doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2013.05.014
Aktar, N., Qureshi, N. K., & Ferdous, H. S. (2017). Obesity: A Review of Pathogenesis and Management Strategies in Adult. Delta Medical College Journal, 5(1), 35–48.
https://doi.org/10.3329/dmcj.v5i1.31436
Arfandi, A. (2013). Proses pembentukan feofitin daun suji sebagai bahan aktif photosensitizer akibat pemberian variasi suhu. Pillar of Physics, 1 68-76. (n.d.).
Ariviani, S., Affandi, D. R., Listyaningsih, E., & Handajani, S. (2018). The potential of pigeon pea (Cajanus cajan) beverage as an anti-diabetic functional drink. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 102(1). https://doi.org/10.1088/1755- 1315/102/1/012054
Artama, Trimurti. (2001). Pemanfaatan Tepung Ikan Lemuru (Sardinella longiceps) untuk Meningkatkan Mutu Fisik dan Nilai Gizi Crackers. Master thesis, Institut Pertanian Bogor.
Cheng, A. Y. Y. (2013). Canadian Diabetes Association 2013 Clinical Practice Guidelines For The Prevention And Management Of Diabetes In Canada.Introduction. Canadian Journal of Diabetes, 37(SUPPL.1). https://doi.org/10.1016/j.jcjd.2013.01.009
Czernicka, M., Zaguła, G., Bajcar, M., Saletnik, B., & Puchalski, C. (2017). Study Of Nutritional Value of Dried Tea Leaves and Infusions of Black, Green and White Teas from Chinese Plantations. http://wydawnictwa.pzh.gov.pl/roczniki_pzh/
Devindra, S., Chouhan, S., Katare, C., Talari, A., & Prasad, G. B. K. S. (2017). Estimation of glycemic carbohydrate and glycemic index/load of commonly consumed cereals, legumes and mixture of cereals and legumes. International Journal of Diabetes in Developing Countries, 37(4), 426–431. https://doi.org/10.1007/s13410-016-0526-1
Ferazuma, H., Marliyati, S. A., & Amalia, L. (2011). Substitusi Tepung Kepala Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus Sp) untuk Meningkatkan Kandungan Kalsium Crackers. Jurnal Gizi Dan Pangan, 6(1), 18. https://doi.org/10.25182/jgp.2011.6.1.18-27
Georgé, S., Brat, P., Alter, P., & Amiot, M. J. (2005). Rapid determination of polyphenols and vitamin C in plant-derived products. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 53(5), 1370–1373. https://doi.org/10.1021/jf048396b
Hersoelistyorini, W., Dewi, S., S., Kumoro, A., C. (2015). Sifat Fisikokimia Dan Organoleptik Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) Dengan Fermentasi Menggunakan Ekstrak Kubis. Prosiding Seminarr Nasional & Internasional Universitas Muhammadiyah Semarang. 10-17
Huang, Y. C., & Lai, H. M. (2010). Noodle quality affected by different cereal starches. Journal of Food Engineering, 97(2), 135–143. https://doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2009.10.002 Kurniasari, E., Waluyo, S., & Sugianti, C. (2015). Mempelajari Laju Pengeringan Dan Sifat Fisik
Mie Kering Berbahan Campuran Tepung Terigu Dan Tepung Tapioka. Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 4(1):1-8.
Kusumaningrum, H. P., Kusdiyantini, E., & Pujiyanto, S. (2015). Kualitas Simplisia Tanaman Biofarmaka Curcuma domestica Setelah Proses Pemanasan Pada Suhu Dan Waktu Bervariasi. Bioma : Berkala Ilmiah Biologi, 17(1), 27-33.
https://doi.org/10.14710/bioma.17.1.27-33
Mead, D. (2017).A Guide To Some Edible Legumes Of Indonesia. 29. http://sulang.org/
Mervina, Kusharto, C. M., & Marliyati, S. A. (2012). Formulasi Biskuit Dengan Substitusi Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Dan Isolat Protein Kedelai (Glycine Max) Sebagai Makanan Potensial Untuk Anak Balita Gizi Kurang [Biscuit Formulation with Catfish Dumbo (Clarias Gariepinus) Flour and Soy (Glycine Max) Protein Isolates as A
186 Potential Food for Undernourished Young Children]. In Hasil Penelitian J. Teknol. Dan Industri Pangan: Vol. Xxiii.
Miller, R. (2015). Biscuits, Cookies and Crackers: Nature of the Products. In Encyclopedia of Food and Health (pp. 445–450). Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-384947- 2.00075-1
Mir, J.A, K. Srikaeo, J. Garcia. (2013). Effects of Amylose and Resistant Starch on Starch Digestibility of Rice Flours and Starches. International Food Research Journal 20 (3):
1329-1335.
Oktaviana, A. S., Hersoelistyorini, W., & Nurhidajah. (2017). Kadar Protein, Daya Kembang, dan Organoleptik Cookies dengan Substitusi Tepung Mocaf dan Tepung Pisang Kepok.
J.Pangan Dan Gizi, 7(2):72-81. https://doi.org/10.26714/jpg.7.2.2017.72-81
Oktaviani, N. D. (2009). Hubungan Lamanya Pemanasan dengan Kerusakan Minyak Goreng Curah Ditinjau dari Bilangan Peroksida. Jurnal Biomedika. 1(1): 31-35.
Pasaribu, Y., Irine Praptiwi, dan I., & Pendidikan Kimia FKIP UNMUS, J. (2014). Kandungan Serat Kasar Centrosema Pubescens Dan Capologonium Mucunoides Di Kampung Wasur. 4(1), 33–40.
Thoha, M, Y., & Fajrin, D, E. (2010). Pembuatan Briket Arang Dari Daun Jati Dengan Sagu Aren Sebagai Pengikat. Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17, Januari 2010.
Saxena, K. B., Kumar, R. V., & Sultana, R. (2010). Quality nutrition through pigeonpea-a review. Health, 02(11), 1335–1344. https://doi.org/10.4236/health.2010.211199
Katili, A,S. (2009). Struktur Dan Fungsi Protein Kolagen· Jurnal Pelangi Ilmu. 2(5): 19-29 SNI. (1992). BISKUIT. Álvarez
Suryaputra, K., Nadhiroh, S, R. Perbedaan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Antara Remaja Obesitas Dengan Non Obesitas. Makara Journal of Health Research. 16(1): 45-50 Winarno, F. G. (2004). Gizi Pangan dan Gizi.
Zeleny, M. (1982). Multiple Criteria Decision Making. Technology and Investment, 6(2), 81–96.