Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi dan jumlah kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi limbah Sargassum sp. Percobaan dilakukan dengan menggunakan mikroba terkait yaitu Zymomonas mobilis, ragi tape dan ragi roti dengan variasi waktu fermentasi 4 hari, 5 hari, 6 hari dan 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan kondisi terbaik terdapat pada fermentasi hari ke 6 dengan kadar etanol total 24,67% dan kadar gula reduksi 54,570 ppm.
Semakin lama waktu fermentasi maka kadar etanol yang dihasilkan semakin tinggi, kecuali pada hari ke 7 mengalami penurunan. Tesis ini merupakan syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik (ST) di Fakultas Teknik Universitas Bosowa. Kepada teman-teman dan saudara-saudaraku di Universitas Bosowa, saya ucapkan terima kasih atas masukan dan kritiknya selama penulisan ini.
Akhir kata, penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada ayah dan ibu serta adik-adik penulis atas bantuan, nasihat dan motivasi sepanjang penulisan proposal ini. Sekiranya terdapat kesilapan dalam cadangan ini, ia adalah tanggungjawab penulis sepenuhnya dan bukan pembantu.
Latar Belakang
Selain itu juga digunakan bahan-bahan yang mengandung tepung seperti singkong dan jagung yang berpotensi untuk dijadikan bahan pangan juga (Anindyawati 2009). Bioetanol diproduksi dengan menggunakan teknologi biokimia, melalui proses fermentasi gula dari bahan baku karbohidrat menggunakan mikroorganisme. Bioetanol dihasilkan dari bahan baku berupa biomassa (jagung, singkong, sorgum, kentang, gandum, tebu) atau limbah biomassa (tongkol jagung, limbah jerami, limbah rumput laut dan limbah sayuran lainnya (Prihandana dkk. 2007).
Salah satu potensi sumber daya hayati laut Indonesia adalah rumput laut atau yang dikenal dengan rumput laut atau seaweed. Beberapa di antaranya banyak digunakan dalam produksi agar-agar, karagenan, alginat, dan produknya digunakan sebagai bahan pangan rumah tangga dan juga sebagai bahan tambahan dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas dan cat. Pemanfaatan dan pengolahan rumput laut dapat meningkatkan produksi limbah yang tinggi sehingga memberikan potensi yang baik bagi pengembangan sumber daya alternatif yang saat ini sedang dikembangkan (Anggadiredja et al. 2006).
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan limbah pengolahan rumput laut sebagai bahan baku produksi bioetanol sebagai sumber energi alternatif dan peningkatan pemanfaatan Zero Waste limbah rumput laut. Jika konsentrasi substrat lebih tinggi dari tersebut maka akan menimbulkan tekanan osmotik sehingga menurunkan efisiensi proses fermentasi.
Rumusan Masalah
Menurut Gaur (2006), salah satu hal yang membatasi tingginya kecepatan produksi etanol adalah terhambatnya proses metabolisme ragi oleh tingginya gula dalam substrat dan sebagai produk akhir.
Tujuan Penelitian
Manfaat penelitian
Tinjauan Pustaka
- Alginat dan Ekstraksi Alginat
- Limbah Rumput Laut
- Hidrolisis Enzim
- Mikroba Penghasil Etanol
- Bioetanol
Zat yang dapat diekstraksi dari alga ini adalah alginat, yaitu garam dari asam alginat yang mengandung ion natrium, kalsium dan barium (Aslan 1999). Alga sargassum umumnya merupakan tumbuhan air yang berwarna coklat, berukuran relatif besar, serta tumbuh dan berkembang pada substrat yang sangat basa. Rumput laut coklat mempunyai pigmen yang memberi warna coklat dan dapat menghasilkan algin atau alginat, laminarin, selulosa, phycoidin dan mannitol yang komposisinya tergantung pada jenis (spesies), masa perkembangan dan kondisi tempat tumbuhnya (Maharani dan Widyayanti 2010). .
Rumput laut coklat yang berpotensi untuk dijadikan sumber produksi alginat antara lain spesies Macrocystis, Turbinaria, Padina dan Sargassum sp. Kandungan alginat pada rumput laut coklat tergantung pada musim, tempat tumbuh, umur panen dan jenis rumput laut. Produk akhir yang umumnya digunakan berupa garam alginat yang larut dalam air, khususnya natrium alginat (Maharani dan Widyayanti 2010).
Proses pembuatan alginat menurut Rasyid (2010) diawali dengan merendam rumput laut dalam HCl 5% selama 1 jam untuk menghilangkan sisa pengotor yang masih menempel untuk memudahkan terbentuknya asam alginat, kemudian dicuci dengan akuades untuk menghilangkannya. sisa asam. Berdasarkan statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2007 (DKP 2008), produksi rumput laut nasional pada tahun 2004 hanya mencapai 410.570 ton. Nilai produksi yang tinggi tersebut disebabkan tingginya permintaan rumput laut sebagai bahan baku industri baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Peningkatan tersebut didukung oleh kegiatan budidaya rumput laut yang intensif dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Indonesia mempunyai potensi rumput laut sebanyak 540 jenis, namun sejauh ini jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan hanya sekitar kurang dari 10 jenis. Pengolahan dari 100% rumput laut segar menghasilkan limbah olahan yang belum diolah dan dioptimalkan dengan baik di Indonesia.
Limbah rumput laut yang diolah masih mengandung selulosa dan kandungan selulosa pada limbah tersebut 15-25%. Trichoderma viride merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim selulase untuk memecah selulosa menjadi gula sederhana. Trichoderma viride tidak hanya dapat menghasilkan enzim selulase, tetapi juga menghasilkan enzim endo-1,4-xilanase yang dapat memecah xilan.
Etanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang mengandung karbohidrat (gula, pati atau selulosa). Pembuatan bioetanol dari bahan baku selulosa terdiri dari beberapa proses yaitu proses hidrolisis enzim, proses fermentasi dan proses pemurnian bioetanol (Irawati 2006 dan Subekti 2006).
Metode Penelitian
- Bahan dan Alat
- Bahan
- Alat
- Tahap Penelitian
- Proses Ekstraksi Natrium Alginat
- Hidrolisis limbah Sargassum
- Proses Fermentasi
- Proses Destilasi
- Analisis Kimis
- Diagram alir
Sampel dengan kadar etanol tertinggi kemudian diuji menggunakan kromatografi gas (GC) seperti terlihat pada tabel berikut. Namun pada hari ke 7 fermentasi, kadar etanol mengalami penurunan karena produktivitas mikroba menurun dan nutrisi mulai habis. Persamaan garis Y menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka kadar etanol semakin tinggi, kecuali pada hari ke 7 fermentasi mengalami penurunan.
Peningkatan kadar etanol sebesar 2,072 kali lipat atau meningkat sebesar 7,2% dengan kadar etanol awal pada hari ke 4 hingga ke 6 masing-masing sebesar 15,56% dan 24,67%, dan menurun menjadi 19,81% pada hari ke 7. Hal ini menunjukkan bahwa lama waktu fermentasi dan kadar etanol berhubungan searah yaitu semakin lama waktu fermentasi maka kadar etanol semakin tinggi. Nilai R = 0,4311 yang berarti kadar etanol dipengaruhi oleh lama waktu fermentasi sebesar 43,11%, dan sisanya sebesar 56,89% oleh variabel lain.
0,05 artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara perbedaan lama fermentasi dengan kadar etanol yang dihasilkan. Dapat tumbuh secara anaerobik fakultatif, tahan suhu tinggi, mempunyai kemampuan mencapai konversi lebih tinggi, tahan kadar etanol tinggi, dan mampu bertahan pada kondisi pH rendah. Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu khamir yang paling umum digunakan dalam fermentasi etanol dan dapat menghasilkan kadar etanol yang tinggi.
Hasil uji kadar etanol dapat dilihat pada grafik 4.8 bahwa semakin lama waktu fermentasi maka kadar etanol yang dihasilkan semakin tinggi. Namun pada hari ke 7 fermentasi, kadar etanol mengalami penurunan karena nutrisi yang tersedia sudah habis, dan baik Zymomonas mobilis maupun Saccharomyces cerevisiae mengalami penurunan produktivitas. KOH jika direaksikan dengan etanol akan menghasilkan alkil halida karena adanya unsur halogen (Cl) yang digunakan, maka OH pada rantai etanol akan berubah dengan unsur Cl, sehingga rantai etanol tidak lagi murni dan mempengaruhi etanol. Konten di akhir fermentasi.
Penelitian ini hanya berfokus pada pengaruh lama fermentasi menggunakan mikroba terkait, namun tidak menguji variasi komposisi mikroba terkait agar kandungan etanol yang dihasilkan lebih optimal. Semakin lama waktu fermentasi maka semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan dengan kadar thenaol tertinggi sebesar 24,67% pada hari fermentasi 6 hari. Pengaruh waktu fermentasi dan konsentrasi enzim terhadap kadar bioetanol pada proses fermentasi beras Aking sebagai substrat organik.
Hasil dan Pembahasan
Uji Gula Reduksi
Kurva disolusi glukosa standar berupa data sekunder hasil penelitian Restuti dengan menggunakan prosedur, alat dengan spesifikasi yang sama (Restuti, 2014). Hasil nilai serapan larutan standar diolah menggunakan metode regresi linier dengan SPSS 17.0 sehingga diperoleh persamaan y = ax. Hidrolisis asam HCl 1% selama 10 menit dapat menghasilkan kadar gula reduksi sebesar 54,570 ppm dimana gula tersebut akan diubah menjadi etanol dan CO2 selama proses fermentasi.
Uji Kadar Etanol
Selain itu, fermentasi etanol menghasilkan etanol sebagai produk utama dan produk samping seperti karbon dioksida dan asam organik seperti asam piruvat, asam suksinat, asam laktat dan asam lainnya. Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae memiliki rentang waktu fermentasi 4-7 hari, sehingga variasi waktu fermentasi antara hari ke 4 dan 7 untuk menentukan waktu optimal pembentukan etanol dari interaksi mikroba tersebut. Zymomonas mobilis dan S. cerevisiae dapat hidup pada kisaran pH yang sama yaitu 4-7, suhu 27-30 °C, toleran terhadap etanol tinggi, sehingga dapat bekerja sama menghasilkan etanol.
Pada hari ke-4 dan ke-5 mikroorganisme masih mengalami fase lag fase pertumbuhan, sehingga produksi etanol yang dihasilkan masih sedikit dan cenderung meningkat pada hari ke-4 hingga ke-6 karena mikroorganisme mengalami fase eksponensial. 56,89% Variabel lain yang juga mempengaruhi pembentukan etanol adalah kelebihan KOH pada fermentasi, berkurangnya jumlah nutrisi dan terbentuknya asam organik akibat metabolit mikroba pada akhir fermentasi. Fermentasi etanol menghasilkan etanol sebagai produk utama dan produk samping seperti karbon dioksida dan asam organik seperti asam piruvat, suksinat, laktat dan asam lainnya.
Keterbatasan Penelitian
Perlu adanya penyampaian informasi dan edukasi kepada masyarakat sekitar pantai selatan Yogyakarta mengenai pemanfaatan Sargassum sp sebagai sumber energi alternatif terbarukan. Hisreide Funome, 2016. “Pengaruh Volume Inokulum Terhadap Produksi Bioetanol dari Kulit Pisang Kapok Kuning (Musa Paradise L.Var.Kepok Kuning) Menggunakan Zymomonas Mobilis dengan Metode Solid State Fermentation (SSF).” Domestikasi dan seleksi makroalga merah (red algae) sebagai penghasil bioetanol di kepulauan seribu, DKI Jakarta.
Pengaruh lama fermentasi dan jumlah ragi terhadap persentase rendemen pada pembuatan bioetanol dari Buah Talok (CHERRY) menggunakan ragi pita dan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae). Restuti, Tegar Yudha. 2014. “Pengaruh Konsentrasi H2SO4, Hidrolisis dan Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol yang Dihasilkan Rumput Laut Euchema cotonii.” Tesis. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Kesimpulan dan Saran
Saran