LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. DATA HASIL PENELITIAN L 1.1 Data Percobaan Volume Bioetanol
Tabel L.1 Data Percobaan Volume Bioetanol (ml)
Waktu
(hari)
Konsentrasi Ragi (% berat)
3% 6% 9%
2 3 4 3,8 6,2 5,6 6,2 8,6 7 3,75 10,9 4,3
L 1.2 Data Percobaan Densitas Bioetanol
Tabel L.2 Data Percobaan Densitas Bioetanol
Waktu
(hari)
Konsentrasi Ragi (% berat)
3% 6% 9%
2 3 4 0,97285 0,96840 0,96680 0,96913 0,96580 0,97022 0,96840 0,95919 0,97519
L.1.3 Data Percobaan Kadar Bioetanol Dengan Densitas Larutan Bioetanol
Tabel L.3 Data Percobaan Kadar Bioetanol
Waktu
(hari)
Konsentrasi Ragi (% berat)
3% 6% 9%
L.1.4 Data Percobaan Indeks Bias Bioetanol
Tabel L.4 Data Percobaan Indeks Bias Bioetanol
Waktu
(hari)
Konsentrasi Ragi (% berat)
3% 6% 9%
2 3 4 1,34758 1,34792 1,34821 1,34769 1,34835 1,34753 1,34785 1,34942 1,34704
L.1.5 Data Percobaan Kadar Bioetanol Dengan Indeks Bias Larutan Bioetanol
Tabel L.5 Data Percobaan Kadar Indeks Bias Bioetanol
Waktu
(hari)
Konsentrasi Ragi (% berat)
3% 6% 9%
2 3 4 15,678 17,386 18,844 16,231 19,547 15,427 17,035 23,768 12,964
L 1.6 Data Percobaan Spesifik Grafity
Tabel L.6 Data Percobaan Spesifik Grafity
Waktu
(hari)
Konsentrasi Ragi (% berat)
3% 6% 9%
L 1.7 Data Perhitungan API Gravity
Tabel L.7 Data Perhitungan API Gravity
Waktu
(hari)
Konsentrasi Ragi (% berat)
3% 6% 9%
2 3 4 14,076 14,677 14,980 14,526 15,132 14,376 14,677 16,049 13,628
L 1.8 Data Perhitungan Nilai Kalor
Tabel L.8 Data Perhitungan Nilai Kalor
Waktu
(hari)
Konsentrasi Ragi (% berat)
3% 6% 9%
2 3 4 132,676 152,239 162,102 147,342 167,050 142,441 152,239 196,899 118,094
L 1.9 Data Volume Bioetanol Murni
Tabel L1.9 Data Volume Bioetanol Murni (ml)
Waktu
(hari)
Konsentrasi Ragi (% berat)
3% 6% 9%
LAMPIRAN 2. CONTOH PERHITUNGAN L.2.1 Contoh Perhitungan Densitas Bioetanol
Berat piknometer kosong (w1) = 14,6048 gr
Berat piknometer kosong + sampel (w2) = 16,7548gr
Berat sampel (Bioetanol) (m) = 2,15 gr
Volume sampel = 2,21 ml
ρ = m v
= 2,15 �� 2,21 ��
= 0,97285 gr/ml
L.2.2 Contoh Perhitungan Kadar Bioetanol Berdasarkan Densitas
Perhitungan untuk 2 hari dan massa ragi 3%
Densitas Bioetanol = 0,97285 gr/ml
Untuk densitas 0,97285 dari tabel diperoleh % kadar etanolnya adalah :
antara 15% dan 16%
Interpolasi :
% kadar etanol = 15 + �0,97285−0,96990
0,97133−0,96990�( 16 – 15 )
= 15 + �0,00295 0,00143� (1)
= 23,9375%
L.2.3 Contoh PerhitunganIndeks bias Bioetanol
Perhitungan untuk 3 hari dan massa ragi 9%
Indeks Bias = 1,34919
Untuk indeks bias 1,34919 dari tabel diperoleh % mol etanolnya adalah :
antara 10% dan 20%
Interpolasi :
X − X1
X2 −X 1
= Y − Y1 Y2 −Y 1
X−10 20−10 =
1,34919 − 1,34645 1,34844 − 1,34645 X−10
0,00199X – 0,0199 = 0,0274
0,00199X = 0,0274 + 0,0199
0,00199X = 0,0473
X = 0,0473 0,00199
= 23,768 %
L.2.4 Contoh PerhitunganSpesific Grafity dan API Grafity Bioetanol
Densitas bioetanol = 0,959 gr/ml
Densitas air = 1 gr/ml
Spesific Grafity (sg) = Densitas Bioetanol Densitas Air
= 0,959 gr /ml
1 gr /ml
= 0,959
API Grafity = 141,5
sg −131,5
=141,5
0,959−131,5
= 16,049
L.2.5 Contoh PerhitunganNilai Kalor Bioetanol
API Grafity (G) = 16,049
Nilai Kalor = 2,2046226
3,9673727 × {18,650 + 40 × (� −10)kkal/kg}
= 2,2046226
3,9673727 × {18,650 + 40 × (16,049−10)����/��}
= 196,889 kkal/kg
L.2.6 Contoh Perhitungan Volume Bioetanol Murni
Volume Bioetanol (Distilat) = 10,9 ml
% kemurniaan = 23,768 % = 0,23768
Volume Bioetanol Murni=Volume bioetanol yang didapat × % kemurniaan
LAMPIRAN 3.GAMBAR PERCOBAAN L.3.1 Biji Nangka
Gambar L.1 Pembersihan Biji Nangka
L.3.2 Biji Nangka Yang Telah Dikeringkan
Gambar L.2 Biji Nangka Yang Telah Dicacah Dan Dijemur Di Sinar Matahari
L.3.3 Proses Pengayakan Biji Nangka
Gambar L.3 Pengayakan Serbuk Biji Nangka dengan Menggunakan Ayakan 50
Mesh
L.3.4 Tepung Biji Nangka
L.3.5 Proses Pencampuran Tepung Biji Nangka
Gambar L.5 Proses Pencampuran Tepung Biji Nangka Dengan Aquadest
L.3.6 Proses Hidrolisis Tepung Biji Nangka
L.3.7 Proses Fermentasi Biji Nangka Menjadi Bioetanol
Gambar L.7 Proses Fermentasi Selama 2,3,dan 4 hari
L.3.8 Proses Destilasi
L.3.9 Hasil Bioetanol
DAFTAR PUSTAKA
[1]Jayanti Tiara Risha, ”Pengaruh Ph, Suhu Hidrolisis Enzim a-Amilase dan
Konsentrasi Ragi Roti untuk Produksi Etanol Menggunakan Pati Bekatul”, (Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam: Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011).
[2]Hambali, E. S, Mujdalipah, A. H. Tambunan, A. W. Prattiwiri dan R.
Hendroko, ”Teknologi Bioenergi“, (Jakarta: Penerbit Agro Media, Jakarta. 2008).
[3] S. Chongkhong, B. Lolharat dan P. Chetpattananondh, “Optimization of Ethanol Production from Fresh Jackfruit Seeds Using Response Surface Methodology”, (Departement of Chemical Engineering Prince of Songkla University Thailand, 2012)
[4]Prihandana, R. K, Noerwijati, P. G. Adinurani, D. Setyaningsih, S. Setiadi dan
R. Hendroko, “Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan”, (Jakarta: Penerbit Agro Media Pustaka, 2008).
[5] Yunarni, “Studi Pembuatan Bakso Ikan dengan Tepung Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus Lam)”, (Tugas Akhir, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar,
2012).
[6]Fifi Nurfiana, dkk, “Pembuatan Bioetanol dari Biji Durian”, (Yogyakarta: Penerbit STTN-BATAN, 2009).
[7]Yanti Evi, Kharista Yanna Ria, Yotiani, “Pembuatan Bioetanol dari Biji Nangka”, (Universitas Negeri Semarang, 2013).
[9]Rikana Heppy dan Adam Risky, “Pembuatan Bioetanol dari Singkong secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape”, (Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, 2008).
[10]Minarni Neni, Ismuyanto Bambang, Sutrisno, “Pembuatan Bioetanol dengan Bantuan Saccharomyces Cerevisiae dari Glukosa Hasil Hidrolisis Biji Durian”, (Jurusan Teknik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, 2013).
[11]Jhonprimen H.S, Andreas Turnip, M, dan Hatta Dahlan, “Pengaruh Massa Ragi, Jenis Ragi dan Waktu Fermentasi pada Bioetanol dari Biji Durian”,
(Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya, 2012).
[12] Rudy Sutanto; Harisman Jaya; Arif Mulyanto, “Analisa Pengaruh Lama
Fermentasi dan Temperatur Distilasi terhadap Sifat Fisik (Spesific Gravity
dan Nilai Kalor) Bioetanol Berbahan Baku Nanas (Ananas Comosus)”,(Dinamika Teknik Mesin. Vol 3,2013).
[13] Ochaikul Duangjai, Noiprasert Nisakorn, Laoprasert Wipawadee dan
Pookpun Sasima, “ Ethanol Production on Jackfruit Seeds by Selected Fungi and Yeast from Loog-pang”, (Department of Biology, Faculty of Sciene, King Mongkut’s Institute of Technology Ladkrabang, Thailand,
2012
[14]Budiyanto, H. M, “Mikrobiologi Terapan”, (Malang: Penerbit UMM Press, 2002).
[15]Richana Nur, “Bioetanol : Bahan Baku, Teknologi, Produksi dan Pengendalian Mutu”, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2011).
[16]Nuriana Wahidin, “Pemanfaatan Biji Durian sebagai Upaya Penyediaan Bahan Baku Energi Alternatif Terbarukan Ramah Lingkungan”, (Fakultas Teknik, Universitas Merdeka Madiun, 2010).
[18]Riegel, R., “Riegel’s Handbook of Industrial Chemistry”, (New York: Van Nostrad Reinhold, 1992).
[19]Primadony Ratih, “Pengaruh Massa Ragi dan Waktu Fermentasi terhadap Bioetanol dari Biji Durian”, (Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan, 2014).
[20]Arna Diah, “Pemanfaatan Biji Nangka pada Pembuatan Bakso”, (Universitas Negeri Surabaya, 2011).
[21] Putri Wandira Ayu, “Pengaruh Variasi Penambahan RagiSaccharomyces Cerevisiae pada Pembuatan Bioetanol dari Limbah Biji Durianyang telah Ditepungkan Terhadap Perolehan Konsentrasi Bioetanol”,(Tugas Karya Akhir Fakultas Teknik Kimia Industri, Pendidikan Teknologi Kimia
Industri Medan, 2013).
[22] Anonim
Mei 2014
[23]Riadi Lieke, “Teknologi Fermentasi”, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2007).
[24] Dyah Tri Retno dan Wasir Nuri (2011),”Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang”, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”: Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam
Indonesia, ISSN 1693 – 4393, Yogyakarta, 22 Februari 2011
[25] Bestari Arifani, Sutrisno Endro, dan Sumiyati Sri, “Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol Dari Limbah Kulit Pisang Kepok Dan Raja”, Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang.
[26] Yatiman,” Analisis Perubahan Kelengkungan Paraboloid pada Fluida yang Diputar”, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisika, Politeknik Teknologi
Kimia Industri Medan dan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Biji Nangka
2) Ragi Saccharomyces cereviceae
3) H2SO45% dari jumlah volume aquadest
4) NaOH 5% dari jumlah volume aquadest
5) Aquadest
3.2.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1. Alumunium Foil
2. Corong Gelas
3. Beaker Glass 500 ml, 100 ml
4. Erlenmeyer 250 ml
5. Gelas Ukur 100 ml, 1000 ml
6. Piknometer 10 ml
7. Ayakan mesh 50
8. pH Meter
9. Neraca Analitik digital
10. Blender
11. Pengukus
12. Saringan
14. Batang Pengaduk
15. Spatula
16. Thermometer
17. Pipet Tetes
18. Peralatan Destilasi (1 set lengkap)
19. Peralatan Indeks Bias (1 set lengkap)
20. Satu unit alat GC
3.3 PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1 Pembuatan Tepung Biji Nangka
1. Sebanyak 10 kg biji nangka dicuci bersih.
2. Biji nangka dimemarkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama 2
hari
3. Pisahkan kulit ari dari biji nangka dengan cara dikupas.
4. Hasil pengeringan kemudian dihaluskan dengan mesin penggiling dan
diayak dengan ayakan 50 mesh hinga diperoleh tepung biji nangka.
3.3.2 Tahap Persiapan Bahan Fermentasi
1. Ditimbang sebanyak 100 gr tepung biji nangka.
2. Dimasukkan ke dalam beker gelas ukuran 500 ml.
3. Ditambahkan aquadest sebanyak 250 ml.
4. Ditambahkan H2SO45% dari jumlah volume aquadest sampai pH 2,3.
5.Campuran dipanaskan di dalam panci pengukus sambil diaduk-aduk
selama 30 menit pada suhu 93-95oC.
3.3.3 Tahap Fermentasi
1. Campuran didinginkan pada suhu kamar.
2. Ditambahkan aquadest sebanyak 110 ml dan disaring hingga tidak ada
ampas dalam larutan hasil hidrolisis.
3. Cek pH dengan pHmeter sampai pada 4,5 (jika larutan terlalu asam atau
4. Ditambahkan ragi Saccaromycess cereviceae masing-masing sebanyak 3% dari berat bahan.
5. Campuran diaduk rata, kemudian ditutup dalam wadah fermentasi.
6. Campuran disimpan dan dibiarkan pada temperatur kamar dengan
waktu 2, 3 dan 4 hari.
7. Prosedur diulangi untuk perlakuan massa ragi 6% dan 9% dari massa
bahan.
3.3.4 Tahap Destilasi
1. Peralatan destilasi dirangkaikemudian hasil fermentasi dimasukkan ke
dalam labu leher tiga.
2. Ditambahkan 50 ml aquadest lalu di aduk rata.
3. Larutan dipanaskan hingga suhu mencapai 80oC 4. Destilat ditampung dan diukur volumenya.
3.3.5 Prosedur Analisa
3.3.5.1 Penentuan Jumlah Bioetanol (ml)
1. Destilat hasil destilasi yang ditampung (bioetanol) diukur dengan
menggunakan gelas ukur.
2. Volume dicatat untuk tiap-tiap perlakuan.
3.3.5.2 Penentuan Densitas Bioetanol (gr/ml)
1. Periksa keadaan alat lalu disambungkan dengan arus listrik.
2. Piknometer ditimbang dalam timbangan digital dan dicatat sebagai
berat pikno kosong.
3. Kemudian piknometer diisi dengan sampel bioetanol hingga penuh
kemudian timbang kembali dan dicatat sebagai berat pikno berisi.
4. Kemudian dihitung dengan rumus :
Densitas =(Berat Piknometer +Bioetanol )− Berat Piknometer Kosong Volume Piknometer
3.3.5.3 Prosedur Analisa Spesific Gravity dan API Gravity
Specific gravity dan API gravity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas (kerapatan) atau berat per satuan volume dari suatu
bahan. Hubungan antara specific gravity (sg) dan API gravity (G) adalah sebagai berikut:
� =141,5
�� −131,5
(3.1)
��= 141,5
�+ 131,5
(3.2)
Besarnya harga dari API gravity berkisar dari 0-100, sedangkan specific gravity merupakan harga relatif dari densitas suatu bahan terhadap air.
Hubungan antara densitas dan specific gravity adalah sebagai berikut:
�� = ������� (
��
�3)
���������� (���3) (3.3)
3.3.5.4 Menghitung Nilai Kalor (NK)
1. Nilai kalor dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
��=2,2046226
3,9673727 × {18.650 + 40 × (� −10)}(3.4)
NK = Nilai Kalor
G = Gravity
2. Dicatat semua nilai kalor yang diperoleh untuk tiap-tiap perlakuan[15].
3.3.5.5Pengujian Indeks Bias
1. Periksa keadaan alat lalu disambungkan dengan arus listrik.
2. Tetesi 2 tetes bioetanol diatas kaca pada alat, kemudian diatur
3. Dicatat hasil indeks biasnya.
Percobaan yang sama dilakukan dengan sampel yang berbeda
3.3.5.6 Uji Kualitatif
a. Uji dengan larutan K2Cr2O7danH2SO4
Prosedur Kerja :
1. Persiapan bahan dan alat yang ingin digunakan pada saat analisa.
2. Dimasukkan kedalam tabung reaksi 2 ml K2Cr2O7 2% dan tambahkan 5
tetes H2SO4 pekat.
3. Tabung reaksi digoyangkan hingga larutan homogen.
4. Ditambahkan 1 ml sampel bioetanol kedalam tabung rekasi yang telah
homogen.
5. Diamati perubahan yang terjadi pada tabung reaksi.
6. Reaksi positif ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari jingga ke
hijau.
b. Uji dengan larutan KMnO4
Prosedur Kerja:
1. Persiapan bahan dan alat yang ingin digunakan pada saat analisa.
2. Dimasukkan kedalam tabung reaksi ½ spatula KMnO4.
3. Dilarutkan dengan 5 ml aquadest hingga larutan homogen.
4. Dipipet 1 ml sampel ke dalam tabung reaksi.
5. Diamati perubahan yang terjadi pada tabung reaksi.
6. Reaksi positif ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari ungu ke
ungu tua mendekati hitam.
c. Uji Bakar
Prosedur Kerja:
1. Persiapan bahan dan alat yang ingin digunakan pada saat uji nyala.
2. Diambil 1ml sampel kedalam beker glass yang steril.
3. Direndam tissu kedalam beker glass yang berisi sampel.
4. Tissu dibakar dan amati warna api yang menyala.
5. Pada uji nyala api yang bewarna biru menandakan adanya kadar etanol
3.3.5.7 Analisis Kadar Bioetanol dengan Metode Berat Jenis
1. Nilai densitas yang diperoleh sebelumnya di sesuaikan pada tabel [15].
2. Kadar etanol dihitung dengan menginterpolasi data densitas dan kadar
etanol pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Konversi Berat Jenis - Kadar Etanol [18]
Kadar Larutan Etanol
Berat Jenis Larutan Etanol (Pada suhu
30oC)
(gr/ml)
Kadar Larutan Etanol
Berat Jenis Larutan Etanol
(Pada suhu 30oC)
(gr/ml)
0 0,99568 25 0,95607
1 0,99379 26 0,95442
2 0,99194 27 0,95272
3 0,99014 28 0,95098
4 0,98839 29 0,94922
5 0,98670 30 0,94741
6 0,98507 31 0,94557
7 0,98347 32 0,94370
8 0,98189 33 0,94180
9 0,98031 34 0,93986
10 0,97875 35 0,93790
11 0,97723 36 0,93591
12 0,97573 37 0,93390
13 0,97424 38 0,93186
14 0,97278 39 0,92979
15 0,97133 40 0,92770
16 0,96990 41 0,92558
17 0,96844 42 0,92344
18 0,96697 43 0,92128
19 0,96547 44 0,91910
20 0,96395 45 0,91692
21 0,96242 46 0,91472
22 0,96087 47 0,91250
23 0,95929 48 0,91028
Tabel 3.2. Tabel Indeks Bias [13]
No. Konsentrasi (% v/v)
Indeks bias
1 0 1.34449
2 10 1.34645
3 20 1.34844
4 30 1.35105
5 40 1.35342
6 50 1.3562
7 60 1.35924
8 70 1,36189
9 80 1,36432
10 90 1,36621
11 99,98 1,36944
3.3.6 FLOWCHART PENELITIAN
1. Flowchart Pembuatan Tepung Biji nangka
Mulai
Dicuci 10 kg biji nangka
Dimemarkan dan di jemur dibawah sinar matahari
Dipisahkan kulit ari dari biji nangka dengan cara di kupas
Digiling dan diayak menjadi tepung
Selesai
2. Flowchart Persiapan Bahan Fermentasi
Mulai
Dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
Ditambahkan aquadest
Sebanyak 250 ml
Di panaskan dengan penangas air sambil diaduk
selama 30 menit pada suhu 93-95
oC
Didinginkan sampai pada
suhu kamar
Selesai
Ditimbang tepung biji
nangka sebanyak 100 gr
Ditambahkan H
2SO
45% dari jumlah
volume aquadest
sampai pH 2,3
3. Flowchart Proses Fermentasi
Mulai
Ditambahkan ragi
s
accaromycess cereviceae
3%
dari berat bahan
Campuran diaduk rata lalu ditutup
(set alat fermentasi)
Disimpan pada suhu kamar selama perlakuan
2, 3 dan 4 hari
Diulangi untuk perlakuan massa ragi 6% dan
9%
Selesai
Cek pH dengan pH meter sampai
pada 4,5
Tambahkan aquadest sebanyak 110
ml dan disaring hingga tidak ada
ampas dalam larutan hasil hidrolisis
4. Flowchart Proses Destilasi
Mulai
Cairan hasil fermentasi dimasukkan ke dalam
labu destilasi
Dipanaskan hingga mencapai suhu 78-80
oC
Destilat ditampung
Selesai
Dihitung volume bioetanol yang
dihasilkan
Dilakukan analisa Densitas, indeks bias,
Spesifik Grafity, Api Gravity (G) dan
Uji Kualitatif
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1UJI KUALITATIF
Analisa kualitatif merupakan suatu pemeriksaan atau proses kimia yang
menguji adanya ion atau unsur-unsur dalam suatu senyawa, senyawa organik
merupakan golongan besar senyawa kimia yang molekulnya mengandung karbon
kecuali karbida, karbonat, dan oksida karbon [27].
A. Uji Identifikasi Kualitatif dengan K2Cr2O7 dan H2SO4
(a) (b)
(c)
Gambar A: (a) Campuran K2Cr2O7 dan H2SO4 yang bewarna orange.
(a) Warna menjadi coklat setelah ditambahkan 1 ml sampel bioetanol.
(b) Campuran menjadi warna hijau pekat setelah 1 menit Reaksi :
B. Uji Identifikasi Kualitatif dengan KMnO4
(a) (b)
(c)
Gambar B : (a) Campuran KMnO4 dengan Aquadest dan H2SO4 yang
bewarna ungu muda.
(b)Warna menjadi ungu tua setelah ditambahkan 1 ml sampel bioetanol.
(c) Campuran menjadi warna coklat mendekati hitam. Reaksi:
C2H5OH + KMnO4 CH3COOH + MnO2
(Ungu) (Coklat) [27]
4.2 PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP PEROLEHAN BIOETANOL
Penelitian ini menggunakan ragi Saccharomyces Cerevisiae dengan variasi 3, 6, 9%.Fermentasi merupakan tahap paling kritis dalam produksi etanol, yang
sangat dipengaruhi oleh media, suhu, nutrisi, pH, dan waktu fermentasi. Waktu
fermentasi, jika terlalu cepat maka ragi masih dalam massa pertumbuhan sehingga
jumlah alkohol yang dihasilkan relatif sedikit dan jika terlalu lama ragi tidak dapat
tumbuh sehingga alkohol yang dihasilkan tidak maksimal [24]. Pada gambar 4.2
memperlihatkan pengaruh konsentrasi ragi fermentasi terhadap jumlah bioetanol
murni dari biji nangka.
Gambar 4.2 Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Jumlah Bioetanol
Gambar 4.2menunjukkan bahwa volume bioetanol yang dihasilkan pada
penelitian ini berkisar 3,75 ml – 10,9 ml. Seiring bertambahnya konsentrasi ragi
pada proses fermentasi maka volume bioetanol semakin besar. Diperoleh volume
bioetanol yang tertinggi yaitu 10,9 ml pada waktu 3 hari dengan konsentrasi ragi
9% sedangkan untuk penambahan ragi 6% dan 3% mengalami penurunan yaitu
8,6 dan 6,2.Volume bioetanol yang diperoleh dari variasi konsentrasi ragi
0 2 4 6 8 10 12
2 3 4
V
ol
u
m
e B
ioe
tan
ol
(
m
l)
Waktu (hari)
konsentrasi 3%
konsentrasi 6%
fermentasi pada hari ke 2 meningkat dihari ke 3 kemudian menurun pada variasi
lama fermentasi hari ke 4.
Pada saat penambahan 9% ragi pada hari ke 2 sampel mengalami pada fase
lag yang merupakan penyesuaian mikroba sejak mikroorganisme mengalami
kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang baru. Pada fase ini terjadi
pertumbuhan mikroba yang lambat karena sel mempersiapkan diri melakukan
pembelahan dan mengalami masa adaptasi dengan lingkungan.Pada hari ke 3
mikroba mengalami pertumbuhan yang sangat cepat sehingga terjadi pemecahan
gula secara besar-besaran guna untuk memenuhi kebutuhan perrtumbuhan
saccharomyces cerevisiae..Enzim invertase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiaeakan mengubah glukosa menjadi alkohol. Semakin besar konsentrasi ragi dan semakin lama proses fermentasi, maka semakin banyak glukosa yang
dirombak menjadi alkohol.Pada hari ke 3 mikroba mengalami fase statis yaitu laju
pertumbuhan seimbang dengan laju kematian dan tidak dapat berubah lagi.Pada
hari ke 4bakteri (Saccaromyces Cereviceae) mengalami fase pertumbuhan diperlambat atau mengalami fase kematian sehingga aktivitas bakteri untuk
mengubah glukosa semakin menurun [25].Hal ini disebabkan karena jumlah
Saccharomyces cereviseae yang ada lebih banyak dibanding nutrisi yang tersedia, sehingga Saccharomyces cereviseae lebih banyak menggunakan glukosa tersebut untuk bertahan hidup daripada merombaknya manjadi alkohol. Semakin banyak
mikroba yang terdapat di dalamnya, maka semakin besar pula kebutuhannya akan
nutrisi, sehingga glukosa yang diuraikan menjadi alkohol akan berkurang, karena
sudah dikonsumsi sebagai nutrisi sebelum dirubah menjadi produk etanol [24].
4.3 PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP DENSITAS BIOETANOL
Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Densitas
rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya.
Prinsip metode ini yaitu mengukur secara langsung berat zat dalam piknometer
(dengan menimbang) dan volume zat (ditentukan dengan piknometer), metode ini
didasarkan atas penentuan massa cairan yang dilakukan dengan penimbangan
volumenya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi densitas yaitu temperatur,
massa zat, dan volume zat [26]. Pada gambar 4.3 memperlihatkan pengaruh
[image:31.595.123.508.171.423.2]konsentrasi ragi dan waktu fermentasi terhadap densitas bioetanol.
Gambar 4.3PengaruhKonsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Densitas Bioetanol
Gambar 4.3menunjukkan bahwa densitas bioetanol diperoleh pada waktu 3
hari dengan massa ragi 9% yaitu0,970 gr/ml dimana densitas tersebut melebihi
dari densitas bioetanol absolut yaitu sebesar 0,789gr/ml [27]. Hal ini
menunjukkan bahwa etanol yang dihasilkan masih belum murni karena bercampur
dengan air. Hal ini disebabkan oleh proses distilasi yang dilakukan hanya distilasi
sederhana bukan distilasi azeotrop selain itu kestabilan temperatur operasi yang
sukar dijaga sehingga uap yang keluar bukan hanya bioetanol melainkan
bercampur dengan air[24].
4.4 PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP SPESIFIC GRAVITY
Specific gravity dan API gravity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas (kerapatan) atau berat per satuan volume dari suatu bahan, Besarnya
0,950 0,955 0,960 0,965 0,970 0,975 0,980
2 3 4
D
en
si
tas
B
ioe
tan
ol
(
gr
/m
l)
Waktu (hari)
konsentrasi 3%
konsentrasi 6%
harga dari spesificgravityberkisar 0,7894. Specific gravity merupakan harga relatif dari densitas suatu bahan terhadap air.Pada gambar 4.4memperlihatkan pengaruh
konsentrasi ragi dan waktu fermentasi pembuatan bioetanol dari biji
[image:32.595.116.508.183.440.2]nangkaterhadap spesific gravitybioetanol [27].
Gambar 4.4 Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap spesific gravity
Gambar 4.4memperlihatkanspesific gravitybioetanol diperoleh0,959- 0,975 dimana spesific gravity tersebut belum sesuai dari spesific gravitybioetanol absolut yaitu 0,7894[15]. Spesific gravity yang lebih tinggi akan menyebabkan etanol sulit menyala, sehingga kualitas dari etanol tersebut rendah karena etanol
yang dihasilkan masih bercampur dengan air.
4.5 PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP NILAI KALOR
Nilai kalor merupakan jumlah energi kalor yang dilepaskan bahan bakar
pada waktu terjadinya oksidasi unsur-unsur kimia yang ada pada bahan baku
tersebut [21]. Pada gambar 4.5 memperlihatkan pengaruh konsentrasi ragi dan
waktu fermentasi terhadap nilai kalor bioetanol.
0,950 0,955 0,960 0,965 0,970 0,975 0,980
2 3 4
S
p
es
if
ic G
raf
it
y
Waktu (hari)
konsentrasi 3%
konsentrasi 6%
Gambar 4.5 Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Nilai Kalor
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa dari semua variasi yang meningkat dan
mencapai titik maksimum pada hari ke 3 dengan penambahan ragi 9% yaitu
196,899 kkal/gr dan pada hari ke 4 mengalami penurunan dengan penambahan
ragi 9% yaitu 118,094 kkal/gr. Semakin lama fermentasi berlangsung maka
jumlah mikroba yang dibutuhkan dalam proses tersebut juga akan semakin
bertambah, sehingga dengan semakin meningkatnya jumlah mikroba maka
semakin banyak pula karbohidrat yang terurai menjadi alkohol, sehingga alkohol
yang dihasilkan juga semakin banyak dan dalam hal ini yang perlu diperhatikan
juga adalah proses destilasinya karena memiliki hubungan dengan jumlah etanol
yang dihasilkan. Namun nilai kalor tersebut belum maksimal dari nilai kalor
bioetanol absolut yaitu sebesar 3000 kkal/gr. Hal ini menunjukkan bahwa etanol
yang dihasilkan masih belum murni karena masih bercampur dengan air pada
proses destilasi yang masih kurang maksimal [21] .
4.6 PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP INDEKS BIAS BIOETANOL
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya dalam ruang
hampa udara dengan cepat rambat cahaya. Pengujian indeks bias sampel
0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000
2 3 4
N
ila
i K
a
lo
r (
k
k
a
l/g
r)
Waktu (hari)
konsentrasi 3%
konsentrasi 6%
dilakukan menggunakan alat refraktometer, pengujian indeks bias dilakukan
untuk setiap sampel hasil pengolahan dan etanol teknis [13]. Pembiasan itu sendiri
terjadi akibat perubahan kecepatan cahaya yang melewati 2 media yang berbeda,
[image:34.595.117.501.226.475.2]semakin tinggi nilai indeks bias maka konsentrasi larutan semakin tinggi [13].
Gambar 4.6 memperlihatkan pengaruh konsentrasi ragi dan waktu fermentasi
terhadap indeks bias bioetanol pada pembuatan bioetanol dari biji nangka.
Gambar 4.6 Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Indeks Bias Bioetanol
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa indeks bias bioetanol, untuk lama waktu
fermentasi 3 hari dengan konsentrasi 3% yaitu 1,34792, mengalami peningkatan
pada penambahan ragi 6% yaitu 1,34835 dan mengalami peningkatan pada
penambahan ragi 9% yaitu 1,34942. Hasil indeks bias yang terbaik ditunjukkan
pada hari ke 3 dengan konsentrasi ragi 9% yaitu 1,34942.
Selain itu dapat diketahui juga semakin lama waktu fermentasi, maka kadar
indeks bias akan semakin meningkat sampai batas waktu tertentu dan kemudian
akan menurun [25]. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakanbahwa, semakin
lama fermentasi berlangsung maka jumlah mikroba yang dibutuhkan dalam proses
tersebut juga akan semakin bertambah, sehingga dengan semakin meningkatnya
1,3455 1,3460 1,3465 1,3470 1,3475 1,3480 1,3485 1,3490 1,3495 1,3500
2 3 4
In
d
ek
s B
ias
Waktu (hari)
konsentrasi 3%
konsentrasi 6%
jumlah mikroba maka semakin banyak pula karbohidrat yang terurai menjadi
alkohol, sehingga alkohol yang dihasilkan juga semakin banyak. Proses ini akan
terhenti jika kadar alkohol sudah meningkat sampai tidak dapat ditolerir lagi oleh
mikroba[25].
4.7 HASIL VOLUME BIOETANOL MURNI
Kemurnian bioetanol dipengaruhi oleh pemurnian yaitu destilasi, etanol
mendidih pada suhu 70-750C etanol berubah dari cair menjadi uap. Volume bioetanol murni dapat dihitung dengan perkalian volume bioetanol yang didapat
dengan %kemurnian [13]. Dapat dilihat hasil volume bioetanol murni pada tabel
[image:35.595.113.512.367.556.2]4.1 dibawah ini:
Tabel 4.1 Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Volume Bioetanol Murni Lama (Hari) Ragi (%) Volume Diperoleh (ml) % Kemurnian Indeks Bias Volume Bioetanol Murni (ml) 2 3 4 2 3 4 2 3 4 3 3 3 6 6 6 9 9 9 3,8 6,2 5,6 6,2 8,6 7 3,75 10,9 4,3 15,678 17,386 18,844 16,231 19,547 15,427 17,035 23,768 12,964 1,34758 1,34792 1,34821 1,34769 1,34835 1,34753 1,34785 1,34942 1,34704 0,595 1,077 1,055 1,006 1,681 1,079 0,638 2,590 0,557
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa bioetanol murni diperoleh pada hari ke 2
dengan penambahan ragi 9 % yaitu 0,638 ml, mengalami peningkatan di hari ke 3
yaitu 2,590 ml dan mengalami penurunan di hari ke 4 yaitu 0,557 ml. Hasil
bioetanol murni yang terbaik di tunjukkan pada hari ke 3 yaitu 2,590 ml.
Bioetanol murni mempunyai kadar 99,5 % sedangkan volume bioetanol murni
yang didapatkan dari biji nangka masih rendah yaitu 2,590 ml. Hal ini disebabkan
Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis ekonomi yang sederhana
terhadap pembuatan bioetanol dari biji nangka dengan cara yang konvensional.
[image:36.595.114.511.182.343.2]Rincian biaya diberikan dalam Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Rincian Biaya Pembuatan Bioetanol dari Biji Nangka
Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp)
Biji nangka 1 kg 20.000,-/1 kg 20.000,-
Aquadest 10 L 1.500,-/L 15.000,-
Ragi Tape 60 gr 2000,-/10 g 12.000,-
Listrik - 33.000,- 33.000,-
Total biaya 80.000,-
Harga Etanol Pro analisis/L = Rp. 299.999,-
Harga Etanol Teknis/L = Rp. 35.750,-
Dari hasil penelitian yang dihasilkan volume bioetanol sebesar 135,866ml.
Dengan rincian biaya pembuatan bioetanol dari biji nangka yang telah dilakukan,
maka total biaya yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol dari biji nangka
adalah sebesar Rp. 80.000,-/kg, meskipun bioetanol yang dihasilkan masih rendah
kemurniannya dan masih rendah yang dihasilkan, bila dibandingkan dengan harga
dipasaran masih sangat mahal untuk biaya produksi, tetapi masih dapat
dipertimbangkan dengan prospek bahan bakunya yang mudah didapat .
4.9 TABEL PERBANDINGAN STANDAR BAKU MUTU BIOETANOL
Badan Standar Nasional (BSN) telah menetapkan standar baku mutu
bioetanol secara umum, dimana standar ini digunakan untuk menyatakan
kelayakan bioetanol sebagai bahan bakar. Pada tabel 4.3 di dapat dilihat apakah
bioetanol yang dihasilkan pada penelitian ini telah ditentukan sesuai dengan
standar (sudah layak sebagai bahan bakar alternatif atau tidak).
No Parameter Satuan Mutu Standar Bioetanol Bioetanol dari Biji Nangka(Hasil penelitian) Keterangan
1. Densitas Etanol pada suhu 20-30 0C
g/ml Maks. 0,7894 0,959– 0,975 Belum Sesuai
2. Indeks bias - 1,36 1,347-1,349 Belum sesuai 3. Kelarutan dalam
Air
- Larut Larut Telah sesuai
4. Warna cairan - Jernih
(tidakberwarna)
Jernih (tidak berwarna)
Telah sesuai
5. Reaksi dengan api - Mudah terbakar Tidak terbakar Belum sesuai
6. Bau - Berbau tajam
(menyengat)
Berbau tajam (menyengat)
Telah sesuai
7. Spesific Gravity
pada suhu 30 0C
- Min. 0,7894 0,959 - 0,975 belum sesuai
8. 9. Kadar Etanol Nilai Kalor % v/v Kkal/g Min.94,1 Min. 3000 10,9 196,899 Belum Sesuai Belum Sesuai
Bioetanol yang dihasilkan pada penelitian ini memang belum sesuai dengan
standar bioetanol yang telah ditentukan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya:
1. Tidak adanya pemberian nutrient pada ragi pengurai sehingga kurang
bekerja secara optimal dalam mengubah glukosa menjadi bioetanol [14]
2. Tertimbunnya produk sehingga mempercepat kematian ragi pada saat
fermentasi berlangsung [27]
3. Kurang diperhatikan kemurnian dari ragi yang digunakan
4. Proses pemurnian atau distilasi yang belum optimal (dibutuhkan distilasi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Kombinasi perlakuan konsentrasi ragi dan lama fermentasi yang
memberikan hasil terbaik pada penelitian ini adalah penambahan
konsentrasi ragi sebanyak 9 % dan lama fermentasi 3 hari, dimana volume
awal bioetanol adalah sebesar 10,9ml/kg, danbioetanol murni adalah
sebesar 2,590 ml .
2. Lama fermentasi mempengaruhi perolehan volume bioetanol per jumlah
bahan baku awal pada pembuatan bioetanol dari biji nangka, perolehan
bioetanol dari biji nangka cenderung meningkat dengan bertambahnya
lama fermentasi hingga pada kondisi tertentu kemudian menurun. Dan
pada penelitian ini, untuk semua variasi konsentrasi ragi fermentasi bahan
baku awal tertinggi diperoleh dengan lama fermentasi selama 3 hari
dengan penambahan ragi sebanyak 9 %.
3. Indeks bias maksimum sebesar 1,34942 dan densitas maksimum sebesar
0,959 gr/ml, volume awal maksimum adalah 10,9 ml/kg, nilai kalor
maksimum yaitu 196,899 dengan waktu fermentasi 3 hari dan pemberian
jumlah ragi sebesar 9% dari jumlah bahan baku.
4. Untuk parameter warna, bau, kelarutan dalam air, hasil yang diperoleh
telah sesuai dengan syarat mutu standart bioetanol.
5. Hasil bioetanol dilanjutkan analisa kualitatif dengan K2CrO7dan H2SO4,
menandai bioetanol dari biji nangka positif bioetanol dengan perubahan
warna jingga menjadi hijau. Analisa kualitatif dengan KMnO4menandai
positif bioetanol dari biji nangka dengan perubahan warna ungu menjadi
5.2SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan adalah:
1. Sebaiknya dilakukan pengukuran pada saat hidrolisa karbohidrat menjadi glukosa.
2. Sebaiknya dilakukan penambahan nutrisi seperti: pupuk urea, pupuk yang mengandung nitrogen ZA dan pupuk fospat dari NPK, STP, dll pada saat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1PENGENALAN TANAMAN NANGKA DAN BIJI NANGKA SECARA UMUM
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Nangka
Tanaman nangka berasal dari India bagian selatan dan telah
dibudidayakan sejak dulu. Kemudian menyebar ke Malaysia. Kini pohon
nangka ditanam luas di dataran rendah di hampir seluruh negara-negara
beriklim tropis.Nangka (Artocarpus heterophyllus, Lmk) termasuk famili
Moraceae, ordo Uticales, kelas Dicotyledoneae, sub divisi Angiospermae, dan divisi Spermatophyta. Nangka masih keluarga dekat dengan tanaman cempedak (Artocarpus champeden, Spreng).
Menurut Setijati (1977), nangka merupakan pohon yang berukuran
sedang, tinggi 10 sampai 25 meter, batangnya lurus dan berbentuk silinder,
tidak berpenunjang, percabangannya rendah, diameternya 30 sampai 100 cm,
rapat, kulitnya abu-abu, kasar dan kompak. Getah nangka berwarna putih
susu. Menurut Siswoputranto (1982), getah nangka mengandung damar.Di
indonesia, tanaman nangka terdapat di daerah lembab maupun kering.
Terutama di dataran rendah hingga ketinggian 700 meter. Tetapi sering
dijumpai pohon nangka yang hidup pada ketinggian di atass 1.000 meter. Hal
ini karena pohon nangka tahan terhadap suhu yang agak dingin. Tanaman
nangka tumbuh pada setiap jenis tanah, tetapi lebih menyukai tanah liat
Gambar 2.1 Buah Nangka [5]
Nangka adalah salah satu jenis buah yang banyak di tanam di daerah
tropis. Nangka cukup terkenal di seluruh dunia bahkan di indonesia dan
kebanyakan khusus di daerah pedesaan. Dalam bahasa inggris nangka di kenal
sebagai jack fruit. Tanaman ini berasal dari india bagian selatan yang
kemudian menyebar ke daerah tropis lainnya termasuk Indonesia yang bijinya
berbentuk bulat lonjong sampai jorong agak gepeng, sampai 2 – 4 cm
berturut– turut tertutup oleh kulit biji yang tipis coklat seperti kulit [5].
Nangka dapat berbuah sepanjang tahun, tetapi produksi buah tertinggi
dicapai sekitar bulan Oktober sampai Desember. Menurut Singh (1980), hasil
dari satu pohon nangka dapat mencapai 200 sampai 500 buah per tahun.
Biasanya berat buah nangka kira-kira 20 kg, bahkan buah yang besar dapat
mencapai 55 kg.
Buah nangka sangat bervariasi dalam bentuk, ukuran dan mutu, karena
biasanya ditanam dari biji. Tekstur daging buah beraneka ragam dari yang
keras sampai yang lunak. Perbedaan ini yang jadi dasar penggolongan varietas
pohon nangka. Ada dua golongan nangka, yaitu nangka biasa dan nangka
bubur. Nangka biasa daging buahnya keras dan agak kering, sedangka nangka
bubur daging buahnya lunak dan berair [7].
Buah nangka terdiri dari beberapa bagian, yaitu daging buah, kulit,
jerami dan biji nangka. Menurut Siswoputranto (1982), biji nangka banyaknya
kira-kira 5% dari seluruh buah. Hingga saat ini biji nangka belum
terhadap komposisi kimia daging nangka, kulit nangka, jerami dan biji
[image:42.595.115.517.146.383.2]nangka. Hasil analisa tersebut dapat dilihat padaTabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Bagian-Bagian Buah Nangka [7]
No. Komposisi Daging buah Jerami Biji Kulit
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Air (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)
Gula (%)
VRS,meg/1000gr (%)
Vitamin C,mg/100gr (%)
pH (%) 80,29 1,91 1,86 9,85 1,58 0,69 1,39 30,29 14,21 6,14 65,12 1,95 10,00 9,30 1,94 1,11 1,42 22,25 2,05 6,02 71,12 2,85 0,54 19,23 3,07 1,08 0,11 31,77 0,98 5,63 79,85 1,41 0,18 5,39 5,13 1,50 0,82 32,92 1,71 5,67
2.1.2 Biji Nangka
Pada umumnya biji nangka hanya dimanfaatkan dalam bentuk biji
nangka bakar,rebus, dan goreng (Widyastuti, 1993). Gambar biji nangka segar
dapat dilihat pada Gambar 2.2:
Gambar 2.2. Biji Nangka [5]
Kedudukan taksonomi tanaman nangka menurut Rukmana (1997),
adalahsebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
[image:42.595.202.421.483.629.2]Ordo : Morales
Famili : Moraceae
Genus :Artocarpus
Spesies :Artocarpus heterophyllus Lamk.
Biji nangka di daerah Jawa biasanya disebut dengan beton yang
enakdirebus.Selain itu dapat pula dibuat kolak, keripik, dodol dan
lain-lain.Biji nangka ini banyak mengandung zat pati dan zat-zat lain yang
berguna.Kandunganpatinya lebih baik dari ubi rambat, talas, uwi dan
sebagainya.Produktivitas tanaman nangka dapat menghasilkan 10
buah/pohon/tahun dan produksi buah tertinggi dicapai pada musim panen
bulan Oktober – Desember [5].Biji nangka memiliki kandungan protein,
lemak, karbohidrat, fosfor, kalium, besi, vitamin C, vitamin B1.Adapun
[image:43.595.135.502.385.722.2]komposisi zat gizi biji nangka dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi Gizi per 100 gram Nangka Muda, Nangka Masak, dan
Biji Nangka [5].
Komponen Gizi Nangka Muda Nangka Masak Biji Nangka
Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg)
Vitamin A (IU)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g) 51 2,0 0,4 11,3 45 29 0,5 25 0,07 9 85,4 106 1,2 0,3 27,6 20 19 0,9 330 0,07 7 70 165 4,2 0,1 36,7 33 200 1,0 0 0,20 10 57,7
Biji Nangka adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Biji Nangka mengandung energi sebesar 165
kilokalori, protein 4,2 gram, karbohidrat 36,7 gram, lemak 0,1 gram, kalsium
dalam Biji Nangka juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,2
miligram dan vitamin C 10 miligram.
Tepung biji nangka merupakan tepung hasil olahan dari biji nangka
yang sudah masak di lakukan pencucian, perebusan selama 30 menit
kemudian dilakukan pengupasan kulit arinya, pengirisan dan kemudian
keringkan di oven pada suhu 60- 100°C selama 4 jam untuk menurunkan
kadar air dan dilakukan penggilingan [19]. Biji nangka memiliki kandungan
karbohidrat yang sangat tinggi sehingga bisa diolah sebagai tepung – tepungan
dan bisa digunakan sebagai bahan tambahan atau sebagai bahan baku dalam
pembuatan jenis makanan. Adapun bentuk dari tepung biji nangka bisa dilihat
[image:44.595.213.415.310.475.2]pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Tepung Biji Nangka [5]
Kandungan gizi tepung biji nangka menurut pengujian Balai
Penelitiandan Pengembangan Industri dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Tepung Biji Nangka (Tiap 100 g) [5]
Komposisi Kimia Nilai Gizi Tepung Biji Nangka (g)
Air
Protein
Lemak
Serat Kasar
Abu
Bahan ekstrak tanpa nitrogen
Pati
12,4
12,19
1,12
2,74
3,24
68,31
[image:44.595.137.486.544.717.2]2.2BIOETANOL
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung
komponen pati atau selulosa, seperti singkong dan tetes tebu.Bioetanol merupakan
bahan bakar alternatif untuk menggantikan bensin [12]. Dalam dunia industri,
etanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol,
campuran untuk minuman keras (seperti sake atau gin), serta bahan baku farmasi
dan kosmetika [2]. Secara umum bahan-bahan tersebut dapat dibagi dalam tiga
golongan yaitu:
1) Bahan yang mengandung turunan gula (molases, gula tebu, gula bit, sari buah
anggur, dan sari buah lainnya),
2) Bahan-bahan yang mengandung pati biji-bijian, kentang, dan tapioka), dan
3) Bahan yang mengandung selulosa (kayu, dan beberapa limbah pertanian
lainnya).
Selain dari ketiga jenis bahan tersebut diatas etanol juga dapat dibuat dari
bahan bukan dari hasil pertanian tetapi dari bahan yang merupakan hasil proses
lain. Sebagai contohnya adalah etilen. Bahan-bahan yang mengandung
monosakarida langsung dapat difermentasi, akan tetapi disakarida, pati maupun
karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang
sederhana yaitu monosakarida [13].
Ciri khas bioetanol adalah berbentuk cairan yang tidak berwarna dengan bau
khas, dapat melarutkan zat organik, mudah menguap, titik didih 780C, berat molekul 46,07 panas penguapan 204 kal/gr. Adapun sifat fisika etanol dapat di
Tabel 2.4 Sifat Fisika dari Etanol [14]
No. Sifat Fisik Etanol
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Rumus Molekul CH3CH2OH
Massa Molekul Relatif 46,07 gr/mol
Titik didih normal 78,32°C
Titik beku -114,1°C
Dentitas pada 20 0C 0,7893 gr/ml
Kelarutan dalam air 20 0C Sangat larut
Viskositas pada 20 0C 1,17 Cp
Kalor spesifik 20 0C 0,579 kal/g °C
Kalor pembakaran 25 0C 7092,1 kal/g
[image:46.595.193.432.376.555.2]Indeks bias 1,36
Tabel 2.5 Standar Mutu Etanol [14]
Spesifikasi Satuan Jumlah
Berat Molekul Density Indeks Bias Melting Point Titik Didih Titik Nyala Viscositas Gr/mol Gr/ml - 0 C 0 C 0 C Cp 46,07 0,7894 1,3614 -112 78,4 17 1,17
Seperti yang diketahui, terdapat tiga klasifikasi mengenai etanol, yaitu:
1. Klasifikasi berdasarkan bahan baku serta prosesnya
a. Etanol nabati: Secara mikrobiologis menggunakan bahan baku berpati
(jagung, ubi kayu dan umbi-umbian lain),serta bahan yang mengandung
gula (molasses, tebu, sweet sorghum, aren, dan jenis palem lainnya) dan bahan berserat (onggok, jerami, dan sekam, tongkol jagung, ampas tebu,
b. Etanol sintesis: Secara sintesis menggunakan bahan baku antara lain
minyak mentah, gas. Saat ini produksi etanol sintesis kurang dari 5% dari
total produksi.
2. Klasifikasi berdasarkan kandungan air
a. Etanol 95-96%(alkohol prima super, prima I, dan alkohol prima II)
disebut “etanol hidrat” yang dibagi dalam :
• Technical/raw spit grade, digunakan untuk bahan bakar spirtus, minuman , desinfektan dan pelarut
• Industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri pelarut
• Portable grade, untuk minuman berkualitas tinggi.
b. Etanol 99,5%(anhydrous etanol) dengan kandungan air 0,05%, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih lanjut dapat
digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium
analisis. Etanol ini disebut fuel grade ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol (etanol anhidrat) atau etanol kering, yakni etanol yang bebas air atau hanya mengandung air minimal.
3. Klasifikasi menurut pemanfaatannya
a. Untuk industry (industrial grade), sebagai pelarut pada pembuatan vernis, minyak wangi, iodium tincture dan spirtus ; di laboratorium digunakan sebagai pelarut senyawa bersifat polar; di bidang kedokteran
sebagai bahan baku pembuatan chloroform.
b. Untuk minuman beralkohol (portable grade).
c. Untuk bahan bakar (fuel grade etanol) [14].
Secara umum etanol atau etil alkohol dapat dibuat dari suatu pati/ tepung,
molase dan serat dan di Indonesia bahan nabati tersebut adalah sangat
melimpah.Pati banyak terdapat pada tanaman umbi-umbian dan biji-bijian.
Adapun reaksi yang sering digunakan adalah proses enzimatis atau dengan asam
pemecahan pati (polisakarida) menjadi monosakarida melalui suatu hidrolisis.
Bahan baku bioetanol sebagai berikut:
1. Bahan berpati, berupa singkong atau ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu, biji
2. Bahan bergula, berupa molasses (tetes tebu), nira tebu, nira kelapa, nira
batang sorgum manis, nira aren (enau), nira nipah, gewang, dan nira
lontar.
3. Bahan berselulosa, berupa limbah logging, limbah pertanian seperti jerami
padi, ampas tebu, janggel (tongkol) jagung, onggok (limbah tapioka),
batang pisang, serbuk gergaji (grajen), dan lain-lain [15].
Etanol atau alkohol dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain:
1) Bahan baku industri atau senyawa kimia, contoh: industri minuman
beralkohol, industri asam asetat dan asetaldehid.
2) Pelarut dalam industri, contoh: industri farmasi, kosmetika dan plastik.
3) Bahan desinfektan, contoh: peralatan kedokteran, rumah tangga dan peralatan
di rumah sakit.
4) Bahan baku motor.
Etanol atau etil alkohol yang di pasaran lebih dikenal sebagai alkohol
merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH.Dalam kondisi kamar,
etanol berwujud cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar,
mudah larut dalam air dan tembus cahaya.Etanol adalah senyawa organik
golongan alkohol primer.Sifat fisik dan kimia etanol bergantung pada gugus
hidroksil.Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan
dari fermentasi adalah mikroorganisme dan media yang digunakan, adanya
komponen media yang dapat menghambat pertumbuhan serta kemampuan
fermentasi mikroorganisme dan kondisi selama fermentasi.Selain itu, hal-hal yang
perlu diperhatikan selama fermentasi adalah pemilihan khamir, konsentrasi gula,
keasaman, ada tidaknya oksigen dan suhu dari perasan buah.Pemilihan sel khamir
didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium untuk
memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae.Proses fermentasi sama dengan pH optimum untuk proses pertumbuhan khamir yaitu pH 4,0-4,5.
Etanol dihasilkan dari gula yang merupakan hasil aktivitas fermentasi sel
khamir.Khamir yang baik digunakan untuk menghasilkan etanol adalah dari genus
tahan terhadap konsentrasi etanol dan glukosa tinggi, tahan terhadap konsentrasi
garam tinggi, pH optimum serta fermentasi rendah, temperatur optimum
fermentasi sekitar 25-30 tahan terhadap stress fisika dan kimia [16].
2.3Proses Pembuatan Bioetanol
Secara umum, keseluruhan proses pembuatan bioetanol meliputi tiga
tahapan, yaitu persiapan bahan baku, fermentasi dan pemurnian.Setiap tahapan
mempengaruhi keberhasilan tahapan berikutnya. Dan untuk setiap bahan baku
berbeda biasanya akan berbeda pada tahap persiapan bahan baku dan kondisi
prosesnya. Penelitian ini menggunakan rancangan variasi jumlah ragi dan lama
fermentasi [19].
2.3.1 Tahap Persiapan Bahan Baku
Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang
menghasilkan gula dan tepung. Pada tahap persiapan, bahan baku berupa padatan
harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya
difermentasi untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan yang sudah berbentuk
larutan gula dapat langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai perlakuan
pengecilan ukuran dan tahap pemasakan.
Tahap pemasakan bahan meliputi liquifikasi dan sakarifikasi. Pada tahap
ini, tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula
kompleks. Pada tahap liquifikasi dilakukan penambahan air dan enzim
alfa-amilase. Proses dilakukan pada suhu 80 - 90oC berakhir nya proses liquifikasi ditandai dengan parameter cairan seperti sup. Tahap sakarifikasi dilakukan pada
suhu 50 - 60oC. Enzim yang ditambahkan pada tahap ini adalah enzim glukoamilase. Pada tahap sakarifikasi akan terjadi pemecahan gula kompleks
menjadi gula sederhana.
Perlakuan sebelum proses fermentasi alkohol yaitu mengupayakan
konsentrasi gulanya menjadi 15 % atau 20 %. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi,
maka ditambahkan amonium sulfat, sedangkan untuk menurunkan pH-nya
sebanyak 5 % dari volume. Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 28 - 72
jam, tetapi biasanya 44 jam untuk menghasilkan etanol dengan konsentrasi 8 –
10% dengan suhu optimum berkisar 32 – 33oC [2].
2.3.2 Tahap Fermentasi
Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi
bioetanol. Pada tahap ini terjadi proses pemecahan gula-gula sederhana menjadi
etanol dengan melibatkan enzim dan ragi. Fermentasi dilakukan pada kisaran suhu
27 - 32oC.pada tahap ini akan dihasilkan gas CO2 sebagai produk sampingan dan sludge sebagai limbahnya. Gas CO2 yang dihasilkan memiliki perbandingan
stoikiometri yang sama dengan etanol yang dihasilkan yaitu 1 : 1. Setelah melalui
proses pemurnian, gas CO2 dapat digunakan sebagai bahan baku gas dalam
pembuatan minuman berkarbonat [17].
Fermentasi merupakan tahap paling kritis dalam produksi etanol. Semua
sumber bahan baku, yaitu sumber gula, pati dan serat, setelah menjadi gula,
prosesnya sama yaitu fermentasi. Fermentasi merupakan proses biokimia di mana
mikroba yang berperanan dalam fermentasi akan menghasilkan enzim yang
mampu mengonversi substrat menjadi etanol [14]. Proses pertumbuhan mikroba
merupakan tahap awal proses fermentasi yang dikendalikan terutama dalam
pengembangan inokulum agar dapat diperoleh sel yang hidup. Pengendalian
dilakukan dengan pengaturan kondisi medium, komposisi medium, suplai O2, dan
agitasi.Bahkan jumlah mikroba dalam fermentor juga harus dikendalikan sehingga
tidak terjadi kompetisi dalam penggunaan nutrisi.Nutrisi dan produk fermentasi
juga perlu dikendalikan, sebab jika berlebih nutrisi dan produk metabolit hasil
fermentasi tersebut dapat menyebabkan inhibisi dan represi.Pengendalian
diperlukan karena pertumbuhan biomassa dalam suatu medium fermentasi
dipengaruhi banyak factor baik ekstraselular maupun faktor intraselular [23].
Dengan kata lain,fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari
bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai
biokatalis. Produk fermentasi dapat digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu:
1) produk biomassa
3) produk metabolit
4) produk transformasi
Dalam bioproses fermentasi memegang peranan penting karena
merupakan kunci (proses utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis
biologis. Bahan-bahan yang dihasilkan melalui fermentasi merupakan hasil-hasil
metabolit sel mikroba,misalnya antibiotik, asam-asam organik, aldehid, alkohol,
fussel oil, dan sebagainya [23]. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
fermentasi alkohol yang perlu diperhatikan, karena tanpa adanya kondisi optimal
maka alkohol yang dihasilkan juga tidak akan maksimum.
1. Suhu fermentasi
Suhu berpengaruh terhadap aktivitas enzim serta dapat pula
mengurangihasilalkohol karena proses penguapan.
2. pH
Keasaman atau pH optimum untuk proses fermentasi antara 4,0 – 5,0. Pada
keasaman di bawah 3,0, proses fermentasi akan berkurang kecepatannya (Presscot
dan Dunn, 1959). Menurut Rehn dan Reed (1983), khamir sanggup tumbuh dan
efisien untuk fermentasi etanol pada pH 3,5 sampai 6,0 dengan temperatur 28 –
35oC.
3. Oksigen
Khamir tumbuh terbaik pada kondisi aerob, tetapi ada beberapa jenis dapat
tumbuh pada kondisi anaerob, dimana proses respirasi digantikan dengan proses
fermentasi. Jumlah oksigen yang dibutuhkan substrat untuk beberapa jenis khamir
berkisar antara 2 – 30 ppm.Oksigen dapat menghambat proses fermentasi. Jika
kadar oksigen cukup tinggi maka dalam sel khamir akan terjadi metabolisme
aerob atau respirasi. Pada proses respirasi, asam piruvat akan dioksidasi menjadi
karbon dioksida dan air. Jika terdapat bakteri dari genus Acetobacter, maka etanol akan diubah menjadi asam asetat.
4. Media fermentasi
Proses fermentasi adalah pembentukan etanol dan karbon dioksida dari
glukosa dengan bantuan khamir. Higgins et al. (1984) menyatakan bahwa
memperlambat fermentasi sedangkan di atas 70% proses fermentasi akan terhenti.
Hal ini disebabkan adanya tekanan osmotik. Jika konsentrasi gula dalam substrat
terlalu tinggi maka etanol yang terbentuk akan menghambat aktivitas khamir,
sehingga waktu fermentasi menjadi lebih lama dan efisiensi menjadi rendah,
karena tidak semua gula dikonversi menjadi etanol. Konsentrasi gula yang terlalu
rendah menjadikan proses tidak ekonomis, karena penggunaan fermentor tidak
efisien.Presscot dan Dunn (1959) mengatakan, pada proses fermentasi anggur,
jika konsentrasi terlalu tinggi maka akan dihasilkan kandungan asam
menguapyang meningkat. Sedangkan konsentrasi gula terlalu rendah maka akan
menghasilkan asetaldehid, gliserol, dan asam-asam mudah menguap lainnya [7].
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan mensintesis produk pada
suatu lingkungan ditentukan oleh susunan genetik organisme tersebut. Maka
dalam melakukan proses fermentasi haruslah diperhatikan. Keberhasilan
pengembangan proses fermentasi, pertama bergantung kepada perolehan strain
yang baik, mengusahakan penciptaan efek parameter lingkungan terhadap
pertumbuhan sel dan pembentukan produk, adapun reaksi fermentasi yaitu [1]:
(C6H5O6)n + nH2O Asam nC6H12O6
(Pati) (Glukosa)
(C6H12O6)n yeast (ragi) 2C2H5OH + 2CO2
(Glukosa) (Ethanol)
Pada percobaan ini digunakan glukosa sebagai substrat utama.Hal
inidisebabakan struktur model glukosa yang sederhana sehingga mudah
digunakan oleh Saccharomycess cereviceae. Glukosa digunakan sebagai sumber energi dan sumber karbon yang digunakan untuk membentuk material penyusun
sel baru.Glukosa disebut juga reducing sugar sehingga pemanfaatannya oleh
Saccharomycess cereviceae dilakukan dengan mengoksidasi glukosa yaitu dengan cara pemutusan ikatan rangkap pada gugus karbonil glukosa. Media yang
digunakandi dalam fermentasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan sel
Saccharomycesscereviceae.
2) Mengandung nutrisi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi sel
3) Tidak mengandung zat yang menghambat pertumbuhan sel.
4) Tidak terdapat kontaminan yang dapat meningkatkan persaingan dalam
penggunaan substrat.
Oleh karena itu, selain glukosa, ke dalam medium fermentasi juga
ditambahkanzat-zat lain yang berfungsi sebagai sumber makronutrien dan
mikronutrien serta faktor pertumbuhan.Proses pertumbuhan mikroba sangat
dinamik dan kinetikanya dapat digunakanuntuk meramal produksi biomassa
dalam suatu proses fermentasi.
Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perilaku mikroba dapat
digolongkan dalam faktor intraseluler dan faktor ekstraselular.Faktor intraselular
meliputi struktur, mekanisme, metabolisme, dan genetika.Sedangkan faktor
ekstraselular meliputi kondisi lingkungan seperti pH, suhu, tekanan.Proses
pertumbuhan mikroba merupakan proses yang memiliki batas tertentu.Pada saat
tertentu, setelah melewati tahap minimum, mikroba akan mengalami
fasakematian. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan berhentinya pertumbuhan
mikrobaantara lain:
1) Penyusutan konsentrasi nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan
mikrobakarena habis terkonsumsi.
2) Produk akhir metabolisme yang menghambat pertumbuhan mikroba karena
terjadinya inhibisi dan represi [23].
Khamir memiliki sekumpulan enzim yang diketahui sebagai zymase yang
berperanan pada fermentasi senyawa gula, seperti glukosa menjadi etanol (etil
alkohol) dan karbon dioksida. Proses fermentasi alkohol hanya dapat terjadi
apabila terdapat sel-sel khamir. Cepat lambatnya khamir juga dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah formulasi media yang digunakan sebagai
proses pengembangbiakan, inokulum, tahapan fermentasi dan ketersediaan
substrat yang cukup [18].
Perlakuan sebelum proses fermentasi alkohol yaitu mengupayakan
konsentrasi gulanya menjadi 15 % atau 20 %. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi,
maka ditambahkan amonium sulfat, sedangkan untuk menurunkan pH-nya
sebanyak 5 % dari volume. Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 28 - 72
jam, tetapi biasanya 44 jam untuk menghasilkan etanol dengan konsentrasi 8 –
10% dengan suhu optimum berkisar 32 – 33oC [17].
2.3.3 Tahap Pemurnian
Tahap berikutnya adalah pemurnian etanol.Tahap ini dilakukan melalui
metode destilasi.Destilasi dilakukan pada suhu diatas titik didih etanol murni,
yaitu pada kisaran 78 – 100oC.Produk yang dihasilkan pada tahap ini memiliki kemurnian hingga 96 %. Akan tetapi, sebelum memasuki tahap pemurnian
dilakukan pemisahan etanol dengan sludge yang diperoleh dari hasil fermentasi etanol yang dihasilkan. Salah satu pemanfaatan limbah sludge yang telah berhasil dilakukan yaitu pengolahan sludge menjadi pupuk kalium majemuk dengan kadar kalium 40 %.
Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78-100oC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap dan melalui unit kondensasi akan
bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95% volume [13]. Adapun proses
lanjutan dalam pemurnian fermentasi tersebut yaitu proses Destilasi merupakan
proses pemisahan dan pemurnian produk dari hasil fermentasi etanol, Proses
destilasi dilakukan dengan cara mendidihkan campuran etanol dan air. Etanol
mempunyai titik didih yang lebih rendah (780C) dibandingkan air (1000C) sehingga etanol akan menguap terlebih dahulu dibandingkan air, dan selanjutnya
uap etanol dikondensasi.
Hasil fermentasi selanjutnya didestilasi untuk memisahkan etanol dengan
larutan lainnya.Maiorella (1984) menyatakan bahwa pemurnian etanol merupakan
bagian yang memerlukan banyak energy. Sekitar 50% energi total fermentasi
digunakan untuk proses destilasi.Cairan hasil fermentasi mengandung sekitar
6,5-12% v/v etanol. Untuk mendapatkan etanol 95% v/v perlu dilakukan pemekatan
pada kolom konsentrasi dalam unit destilasi. Destilasi merupakan proses
pemisahan campuran antara dua atau lebih cairan berdasarkan perbedaan fase-fase
antara dua cairan, yaitu volatilitas relative dan perbedaan titik didih.
Destilasi dilaksanakan dalam praktek menurut salah satu dari dua metode
campuran zat cair yang akan dipisahkan dengan pengembunan (kondensasi) uap
tanpa ada zat cair yang kembali kedalam bejana didih. Jadi tidak ada refluks.Zat
yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dahulu. Proses
destilasi yang digunakan dalam memisahkan etanol dengan air adalah destilasi
sederhana. Pada hasil fermentasi yang mengandung etanol 10% proses destilasi
sederhana pada suhu 79-820C akan menghasilkan kadar etanol 60-70% jadi untuk menaikkan kadar etanol sampai 95% ke atas diperlukan destilasi berulang-ulang.
Cairan yang mengandumg etanol apabila dipanaskan akan menghasilkan uap yang
mengandung etanol lebih tinggi.
Destilasi merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kemudahaan menguap (volatilitas) bahan.Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap dan uap ini kemudian didinginkan
sehingga kembali kedalam bentuk cair. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah
akan menguap lebih dulu. Metode ini termasuk unit operasi kimia jenis
perpindahan massa. Penerapan proses ini berdasarkan pada teori bahwa pada
suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya.
Bahan yang akan didestilasikan pada drum pemasakan tidak boleh penuh,
melainkan harus menyediakan sedikitnya 10% ruang kosong dari kapasitas penuh
drum pemasakan [18].
Macam-macam metode destilasi antara lain:
1) Destilasi Sederhana, prinsipnya memisahkan dua atau lebih komponen cairan
berdasarkan perbedaan titik didih yang jauh berbeda.
2) Destilasi Fraksionasi (Bertingkat), sama prinsipnya dengan destilasi sederhana,
hanya destilasi bertingkat ini memiliki rangkaian alat kondensor yang lebih
baik, sehingga mampu memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan
titik didih yang berdekatan.
3) Destilasi Azeotrop dilakukan untuk memisahkan campuran azeotrop
(campuran dua atau lebih komponen yang sulit dipisahkan), biasanya dalam
prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop
4) Destilasi Kering dilakukan dengan memanaskan material padat untuk
mendapatkan fasa uap dan cairnya. Biasanya digunakan untuk mengambil
cairan bahan bakar dari kayu atau batu bata.
5) Destilasi Vakum dilakukan untuk memisahkan dua komponen yang titik
didihnya sangat tinggi, metode yang digunakan adalah dengan menurunkan
tekanan permukaan lebih rendah dari 1 atm, sehingga titik didihnya juga
menjadi rendah [18].
2.3.4 Parameter pengujian
Untuk mengetahui pengaruh kondisi S.cerevisiae yang telah diadaptasi terhadap proses fermentasi yang menghasilkan bioetanol maka dilakukan uji-uji
untuk mengetahui hasil bioetanolnya :
1) Jumlah Bioetanol (ml)
Jumlah alkohol yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengukur
banyaknya bioetanol yang dihasilkan melalui proses penyulingan menggunakan
alat destilasi menggunakan erlenmeyer dan gelas ukur.
2) Indeks bias
Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara
suatu medium [18].Pembiasan itu sendiri terjadi akibat perubahan kecepatan
cahaya ketika melewati 2 media yang berbeda. Semakin tinggi nilai indeks
biasnya, akan membuat lensa kaca mata menjadi lebih tipis. Indeks bias mutlak
suatu bahan adalah perbandingan kecepatan cahaya diruang hampa dengan
kecepatan cahaya dibahan tersebut.
3) Berat Jenis
Berat jenis adalah konstanta tetapan bahan tergantung pada suhu untuk
tubuh padat, cair, dan bentuk gas yang homogen. Berat jenis didefinisikan sebagai
massa suatu bahan per satuan volume bahan tersebut. Bentuk persamaannya
4) Spesific Grafitydan API Grafity
Spesific Grafity dan API Grafity adalah suatu pernyataan yang menyatakan densitas atau berat persatuan volume dari suatu bahan. Hubungan antara Spesific Grafity (sg) dan API Grafity (G), adalah sebagai berikut: [15]
5 , 131 5 , 141 5 , 131 5 , 141 + = − = G sg sg G (2.1)
Besarnya harga API grafity berkisar dari 0 – 100, sedangkan spesific grafity
merupakan harga relatif dari densitas suatu bahan terhadap air. Hubungan antara
densitas, spesific grafity. 5) Uji Kualitatif
Uji etanol dapat dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Uji
kualitatif dilakukan dengan analisa K2Cr2O7 dan H2SO4, analisa KMnO4, analisa
bakar.
2.4 RAGI
Ragi yang digunakan dalam fermentasi ini merupakan ragi tape.Ragi tape
merupakan populasi campuran mikroba yang terdapat beberapa jenis yaitu genus
Aspergillus, genus Saccharomyces, genus Candida, genus Hansnula, sedang bakterinya adalah Acetobacter.Aspergillus dapat menyederhanakan amilum, sedangkan Saccharomyces, Candida dan Hansnula dapat menurunkan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam zat organik lainnya.Acetobacter
mengubah alkohol menjadi cuka. Secara fisiologis, ragi mempunyai persamaan
yaitu menghasilkan fermen atau enzim-enzim yang dapat mengubah substrat
menjadi bahan lain dengan mendapat keuntungan berupa energi. Adapun substrat
yang diubah berbeda-beda.
Ragi tape sebenarnya adalah berupa mikroba Saccharomyces Cerevisiae
yang dapat mengubah karbohidrat. Sedang jamur yang ada dalam ragi tape adalah
jenis Aspergillus. Ragi tape merupakan inokulan yang mengandung kapang aminolitik dan khamir yang mampu menghidrolisis pati.Kapan