• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Penambahan Variasi Ragi Tape dan Ragi Roti Dalam Pembuatan Bioetanol Dari Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Tongkol Jagung Manis (Zea Mays L. Saccharata)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Perbandingan Penambahan Variasi Ragi Tape dan Ragi Roti Dalam Pembuatan Bioetanol Dari Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Tongkol Jagung Manis (Zea Mays L. Saccharata)"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

63

LAMPIRAN

(2)

Lampiran 1: Data perhitungan kadar glukosa

Rumus Perhitungan:

A = (VB – VS) x N Na2S2O3

0,1

Kadar Glukosa (%) = A x Fp x100% W x 103

Keterangan: Vs = Volume Titrasi Sampel (mL)

(3)

65 Lampiran 2 : Angka tabel Penetapan Kadar Glukosa Menurut Luff-Schoorl

Na2S2O3

(mL) Glukosa Galaktosa Laktosa Maltose

1 2,4 2,7 3,6 3,9

2 4,8 5,5 7,3 7,8

3 7,2 8,3 11,0 11,7

4 9,7 11,2 14,7 15,6

5 12,2 14,1 18,4 19,6

6 14,7 17,0 22,1 23,5

7 17,2 20,0 25,8 27,5

8 19,8 23,0 29,5 31,5

9 22,4 26,0 33,2 35,5

10 25,0 29,0 37,0 39,5

11 27,6 32,0 40,8 43,5

12 30.0 35,0 44,6 47,5

13 33,0 38,1 48,4 51,6

14 35,7 41,2 52,2 55,7

15 38,5 44,4 56,0 59,8

16 41,3 47,6 59,9 63,9

17 44,2 50,8 63,8 68,0

18 47,1 54,0 67,7 72,2

19 50,0 57,3 71,7 76,5

20 52,1 60,7 75,7 80,9

21 56,1 64,2 79,8 85,4

22 59,1 67,7 83,9 90,0

23 62,2 71,3 88,0 94,6

(4)

Lampiran 3 : Data perhitungan kadar bioetanol

Rumus Perhitungan :

Kadar Bioetanol (%) = V1 x 100%

V0

Keterangan: V1 = Volume Destilat (mL)

(5)

67

Lampiran 4 : Perhitungan Konversi Glukosa Menjadi bioetanol

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Neraca Massa Reaksi Fermentasi (jika α = 100%)

(6)

Jika α reaksi = 100%, maka bioetanol yang terbentuk = 6.0214 g

Jika ρ C2H5OH = 0.789 g/mL, maka vol. etanol =

w etanol

�������

= 6.0214 g 0.789 � ��⁄

= 7.6 �� Keterangan : ρ C6H12O6 = 1,54 g/mL

ρ C2H5OH = 0.789 g/mL

BM C6H12O6 = 180 g/mol

BM C2H5OH = 46 g/mol

BM CO2 = 44 g/mol

Lampiran 5 : Gambar proses pembuatan selulosa

Komponen In Out

C6H12O6 11.781 g -

C2H5OH - 6.0214 g

CO2 - 5.7596 g

(7)

69 Tongkol jagung yang sudah Penambahan Larutan

Dipotong - potong NaOCl 1.75%

Hasil setelah penambahan Penambahan larutan

NaOH 1.75% H2O2 10%

Selulosa Dari Tongkol Jagung Manis

Lampiran 6: Gambar pengujian glukosa dan fermentasi

(8)

Pentitrasian dengan Penambahan Indikator Larutan Na2SO3 0,1 N Kanji 0,5%

Penambahan Larutan Benedict Perubahan Warna Setelah

Pemanasan

Proses fermentasi Hasil proses fermentasi

(9)

71 Proses pemisahan bioetanol Proses pemisahan bietanol

Bioetanol yang dihasilkan

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Tongkol Jagung.

Diakses tanggal 27 September 2011.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/artikel-ppm-jagung2.doc

Artati, E. K. 2010. Konstanta Kecepatan Reaksi Sebagai Fungsi Suhu Pada Hidrolisa Selulosa dari Ampas Tebu dengan Katalisator Asam Sulfat. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Ayunda, N. 2014.Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (sea mays saccharata sturt) pada Beberapa Konsentrasi Sea Mineral.Sea Mineral. 89.

Deman, M.J. 1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Bandung. ITB

Felasih, E. 2010.Pemanfaatan Selulosa Bakteri-Polivinil Alkohol (PVA) Hasil Iriadiasi (Hidrogel) sebagai Matriks Topeng Masker Wajah.[Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Fessenden, R.J. dan J.S Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jilid 2.Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga

Gan, S., Zakaria, S., Chia, C.H., Padzil, F.N.M and Ng, P. 2014 Effect of Hydrothermal Pretreatment on Solubility and Formation of Kenaf Cellulose Membrane and Hydrogel.Carbohydrate Polymers 115:62

Hambali, E. 2007.Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agromedia Pustaka

Hidayati, D., Saparinto., Cahyo. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Hidayat, N. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Holtzapple, M. T. 2003. HemicellulosesIn Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition. Washington DC :Academic Press

Hardman and Gunsolus. 1998. Corn Growth and Development. ExtensionService. University of Minesota.p.5.

Judoamidjojo, M. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta : Raja wali press.

(11)

61 Klemm D, Philipp B, Heinze T, Heinze U, dan Wagenknecht W. 1998.

Comprehensive Cellulose Chemistry:Fundamentals and Analytical Methods. Vol.1. Weiheim:Wiley-VCH Verlag GmBH

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori dan Praktek).

Lehninger, A.L. 1993. Dasar-dasar biokimia. Jilid 1, 2, 3. (Alih bahasa oleh; M. Thenawidjaja). Jakarta: Erlangga

Meryandini, A., Widosari, W., Maranatha, B., Sunarti, T.C., Rachmani, N. dan Satria, H. 2009.Isolasi Bakteri Selulotik dan Karakterisasi Enzimnya.Makara Sains. 13:7

Nuringtyas, T.R. 2010. Karbohidrat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Poedjiadi, A. 1994.Dasar-dasar Biokimia.Jakarta : UI-Press

Riadi, L. 2007. Teknologi Fermentasi. Jakarta : Graha Ilmu

Rika dan Adam.2000. Pembuatan Bioetanol dari Singkong Secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape. Semarang: Universitas Diponegoro

Rukmana, H.R. 1997. Ubi Kayu Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius

Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik Stereokimia, Karbohidrat, Lemak dan Protein. Gadjahmada University Press. Yogyakarta

Setiasih, A. 2011.Menejemen Pengolahan Kue dan Roti. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

Shofiyanto, M.E. 2008. Hidrolisis Tongkol Jagung oleh Bakteri Selulotik untuk Produksi Bioetanol dalam Kultur Campuran.[Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor

Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu Dasar – Dasar dan Penggunaan. Edisi 2. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Subagio, A.2007.Manajemen Pengolahan Kue dan Roti. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sudarmadji, S. 1987.Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta : Liberti

Stevens, M.P. 2007. Kimia Polimer. Pradnya Paramitha. Jakarta

Taherzadeh, M. J., & Karimi, K. (2007). Enzyme-based hydrolysis processes for ethanol from lignocellulosic materials. New Jersey: Humana Press Inc

Teguh W,2010. Bio Energi Berbasis Jagung dan Pemanfaatan Limbahnya.

(12)

Diakses tanggal 17 Februari 2016

Torget, R.W. 2003. Applied Biochemistry and Biotechnology Heterogeneous Aspects of Acid Hydrolysis of α-celulose. Colorado: Humana Press

Waites, M.J., Morgan, N.L., Rockey, J.S., dan Higton, G., 2001, Industrial Microbiology : An Introduction, 23-25. Oxford: Blackwell Science Ltd

Walker, S. 2008. Biochemistry Demystified. New York: Mc. Graw Hill

Widaningrum, Miskiyah dan Somantri, A.S. 2010.Perubahan Sifat Fisiko-Kimia Biji Jagung (Zea Mays L.) pada Penyimpanan dengan Perlakuan Karbondioksida (CO2).Agritech. 30:2

Yulius E., Manfaat Jagung

(13)

41

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan adalah:

- Alat Autoklaf Fiesher Scientific

- Buret Pyrex

- Hot Plate Stirer Cimarec

- Labu Ukur Pyrex

- Neraca Analitik Sartorius

- pH Universal p.a. Merck

- Botol Akuades

- Corong

- Kertas Saring Whatman

- Penangas Air

- Pipet Tetes

- Statif dan Klem

- Spatula

- Stirer Magnetik

- Gelas Erlenmeyer Pyrex

- Gelas Beaker Pyrex

(14)

- Desikator

- Gelas Ukur Pyrex

- Tungku Kaki Tiga

- Penjepit Tabung

- Tabung Reaksi

- Plastik dan Karet

- Kapas

3.1.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah:

- Tongkol Jagung Manis

- Ragi Roti Saff Instant

- Ragi Tape

- CuSO4.5H2O p.a. Merck

- Etanol 99,9% p.a. Merck

- H2SO4(p) p.a. Merck

- KH2PO4 p.a. Merck

- K2Cr2O7 p.a. Merck

- MgSO4.7H2O p.a. Merck

- NaOH p.a. Merck

- Na2SO3 p.a. Merck

- HNO3(p) p.a. Merck

- HCl(p) p.a. Merck

- NaNO3 p.a. Merck

- Na-Hipoklorit p.a. Merck

- Na2SO4 p.a. Merck

- NaHCO3 p.a. Merck

- C6H12O6 p.a. Merck

(15)

43

3.2 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.2.1 Larutan HCl 1%

Sebanyak 2,7 mL HCl 37% diencerkan dengan akuades dalam labu ukur 100 mL

hingga garis tanda lalu dihomogenkan.

3.2.2 Larutan NaOH 0,1%

Sebanyak 10 g NaOH pellet dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur 100 mL

hingga garis tanda lalu dihomogenkan.

3.2.3 Larutan HNO3 3,5%

Sebanyak 54,6 mL HNO3 64% ditambahkan 10 mg NaNO3 lalu diencerkan

dengan akuades dalam labu ukur 1000 mL hingga garis tanda lalu dihomogenkan.

3.2.4 Larutan Na2SO3 2%

Sebany ak 10 g Na2SO3 dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur 500 mL

hingga garis tanda lalu dihomogenkan.

3.2.5 Larutan NaOH 2%

Sebanyak 10 g NaOH pellet dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur 500 mL

hingga garis tanda lalu dihomogenkan.

3.2.6 Larutan NaOH 17,5%

Sebanyak 87,5 g NaOH pellet dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur 500 mL

hingga garis tanda lalu dihomogenkan.

3.2.7 Larutan Na-Hipoklorit 1,75%

Sebanyak 72,9 mL Na-Hipoklorit 12% diencerkan dengan akuades dalam labu

ukur 500 mL hingga garis tanda lalu dihomogenkan.

(16)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Isolasi Selulosa dari Tongkol Jagung Manis

- Sebanyak 75 g tongkol jagung manis yang telah halus dimasukkan

kedalam gelas beaker 2000 mL

- Ditambahkan 1000 mL HNO3 3,5% dan 0,01 g NaNO2

- Dipanaskan dalam waterbath selama 2 jam pada suhu 90oC

- Disaring dan dicuci residu dengan akuades hingga pH=7

- Ditambahkan 375 mL NaOH 2% dan 375 mL Na2SO3 2%

- Dipanaskan selama 1 jam pada suhu 50oC

- Disaring dan dicuci residu dengan akuades hingga pH=7

- Ditambahkan 500 mL Na-Hipoklorit 1,75%

- Dipanaskan selama 30 menit pada suhu 70oC

- Disaring dan dicuci residu dengan akuades hingga pH=7

- Ditambahkan 500 mL NaOH 17,5%

- Dipanaskan selama 30 menit pada suhu 80oC

- Disaring dan dicuci residu dengan akuades hingga pH=7

- Ditambahkan 250 mL H2O2 10%

- Dipanaskan selama 15 menit pada suhu 600C

- Disaring dan dicuci residu dengan akuades hingga pH=7

- Dikeringkan residu didalam oven pada suhu 60oC

- Dimasukkan kedalam desikator

3.3.2 Hidrolisis Selulosa Tongkol Jagung Manis menjadi Glukosa serta Uji

Kualitatif Glukosa

- Dimasukkan 0,5 g selulosakedalam gelas erlenmeyer

- Ditambahkan dengan 8 mL HCl 1%

- Ditutup dengan kapas dan aluminium foil

- Dipanaskan dalam termostat pada suhu 100oC selama 120 menit

- Didinginkan hingga suhu kamar

- Ditambahkam NaOH 0,1% hingga pH= 4 - 4,5

(17)

45

- Dipipet 1 mL filtrat kedalam tabung reaksi

- Ditambahkan 5 mL benedict

- Dipanaskan di waterbath hingga terbentuk endapan merah bata

3.3.3 Analisa Kandungan Glukosa Sampel

- Ditimbang sampel sebanyak 2 gram

- Dimasukan sampel ke dalam labu takar 50 ml

- Diencerkan sampai tanda tera

- Diambil 10 ml larutan dengan pipet volume

- Dimasukan kedalam erlenmeyer

- Ditambahkan 25 ml larutan luft schroll dan 15 ml air suling

- Dipanaskan campuran (diusahakan agar larutan dapat mendidih selama

waktu 3 menit) dan dibiarkan mendidih selama 10 menit

- Didinginkan sampel dengan air yang berisi es

- Setelah dingin ditambahkan 15 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 25 %

secara perlahan-lahan

- Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N

- Ditambahkan indikator kanji 0,5%

- Dicatat volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai

- Dilakukan perlakuan yang sama untuk volume blanko

3.3.4 Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Tongkol Jagung

Manismenjadi Etanol dengan Penambahan Ragi Roti

- Dimasukkan 100 mL larutan glukosa hasil hidrolisis tongkol jagung

maniskedalam gelas erlenmeyer 250 mL

- Ditambahkan 0,1 g MgSO4.7H2O, 0,1 g KH2PO4 dan 0,1 g (NH4)2SO4

- Disterilisasi dengan menggunakan alat autoklaf pada suhu 121oC selama 1

jam lalu didinginkan

- Ditambahkan ragi roti sebanyak 4 g

- Difermentasi selama 5 hari

- Dilakukan percobaan yang sama pada ragi roti 6 g dan 8 g.

(18)

3.3.5 Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Tongkol Jagung Manis

menjadi Etanol dengan Penambahan Ragi Tape

- Dimasukkan 100 mL larutan glukosa hasil hidrolisis tongkol jagung

manis kedalam gelas erlenmeyer 250 mL

- Ditambahkan 0,1 g MgSO4.7H2O, 0,1 g KH2PO4 dan 0,1 g (NH4)2SO4

- Disterilisasi dengan menggunakan alat autoklaf pada suhu 121oC selama 1

jam lalu didinginkan

- Ditambahkan ragi tape sebanyak 4 g

- Difermentasi selama 5 hari

- Dilakukan percobaan yang sama pada ragi tape 6 g dan 8 g

3.3.6Pemisahan Bioetanol dari Hasil Fermentasi

- Dirangkai alat destilasi

- Ditambahkan CaO kedalam sampel dengan perbandingan 1:2 (g/mL)

- Di destilasi sampel pada suhu 78oC selama 2 jam

- Ditampung destilat pada erlenmeyer yang ditutup dengan plastik dan

diikat karet

- Diukur volume destilat yang dihasilkan

(19)

47

3.4 Bagan penelitian

3.4.1 Bagan Alir Pembuatan Bioetanol dari Selulosa Tongkol Jagung Manis

Tongkol Jagung

Selulosa

Fermentasi Hidrolisis Dikeringkan dan

dipotong

Uji Kadar Glukosa

Bioetanol Sacharomyces

cerevisieae

Metode Kualitatif dan Kuantitatif

(Luft-Schroll)

Uji Kualitatif dan Kuantitatif (Kromatografi Gas) Isolasi

Selulosa

(20)

3.4.2 Isolasi Selulosa Tongkol Jagung

Dimasukkan ke dalam beaker glass 2000mL

Ditambahkan 1000mL HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2 Dipanaskan dalam waterbath selama 2 jam pada suhu 90oC

Dicuci dengan aquadest hingga pH = 7 dan disaring

Ditambahkan 375 NaOH 2% dan 375 mL Na2SO3 2% Dipanaskan selama 1 jam pada suhu 50oC

Disaring

Dicuci dengan akuades hingga pH=7 Ditambahkan 500mL Na-Hipoklorit 1,75% Dipanaskan selama 30 menit pada suhu 70oC Disaring

Dicuci dengan akuades hingga pH=7 Ditambahkan 500mL NaOH 17,5%

Dipanaskan selama 30 menit pada suhu 80oC Disaring

Dicuci dengan akuades hingga pH=7 Ditambahkan 250 mL H2O2 10%

Dipanaskan selama 15 menit pada suhu 60oC Disaring

Dicuci dengan akuades hingga pH=7 Dikeringkan didalam oven pada suhu 60oC Ditimbang massanya

75 gram Tongkol Jagung Manis

Residu I Filtrat I

(21)

49

3.4.3 Hidrolisis Selulosa Tongkol Jagung Manis dan Uji Kuantitatif Glukosa

Dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer Ditambahkan 5 mL akuades

Ditambahkan 8 mL HCl 1%

Ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil Dipanaskan dalam thermostat pada suhu 100oC selama 120 menit

Didinginkan

Ditambahkan NaOH 0,1% hingga pH = 4-4,5 Disaring

Dipipet 1 mL Diuji kadar glukosa

Dimasukkan kedalam tabung reaksi metode Luft-Scroll

Ditambahkan 5 mL benedict

Dipanaskan didalam waterbath hingga terbentuk endapan merah bata

0,5 gram selulosa

Filtrat larutan gula hasil hidrolisis Residu

Hasil

Hasil

(22)

3.4.4 Pembuatan Larutan Fermentasi untuk Variasi Penambahan Ragi Roti

Dipipet 150mL dan dimasukkan kedalam

Erlenmeyer

Ditambahkan 0,1 g MgSO4.7H2O, 0,1 g KH2PO4,

dan 0,1 g (NH4)2SO4

Disterilisasi dalam autoklaff pada suhu 121oC

selama 1 jam lalu didiginkan

Ditambahkan ragi roti sebanyak 4 g

Difermentasi selama 5 hari

Dilakukan percobaan yang sama pada penambahan ragi roti 6 dan 8 g. Larutan Glukosa

(23)

51

3.4.5 Pembuatan Larutan Fermentasi untuk Variasi Penambahan Ragi Tape

Dipipet 150mL dan dimasukkan kedalam

Erlenmeyer

Ditambahkan 0,1 g MgSO4.7H2O, 0,1 g KH2PO4,

dan 0,1 g (NH4)2SO4

Disterilisasi dalam autoklaff pada suhu 121oC

selama 1 jam lalu didiginkan

Ditambahkan ragi tape sebanyak 4 g

Difermentasi selama 5 hari

Dilakukan percobaan yang sama pada penambahan ragi tape 6 dan 8 g. Larutan Glukosa

Larutan hasil fermentasi

(24)

3.4.6 Pemisahan Bioetanol dari Hasil Fermentasi dan Uji Kuantitatif

Bioetanol

Dirangkai alat destilasi

Ditambahkan CaO kedalam larutan

fermentasi dengan perbandingan 1:2 (V/B)

Di destilasi sampel pada suhu 78oC selama 1

jam

Diukur volume destilat

Dipipet 1 mL kedalam tabung reaksi Dianalisa kemurnian

Ditambahkan 2mL K2Cr2O7 bioetanol dengan

Ditambahkan 5 tetes H2SO4 menggunakan

Digoyang tabung reaksi hingga terjadi kromatografi gas

Perubahan warna

Larutan hasil fermentasi

Destilat

(25)

53

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dalam pembuatan bioetanol dari fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa

tongkol jagung manis dengan menggunakan ragi tape dan ragi roti terlebih dahulu

dilakukan isolasi selulosa dari tongkol jagung manis, diperoleh data sebagai

berikut (tabel 4.1) :

Tabel 4.1 Hasil Isolasi Selulosa Tongkol Jagung Manis

No. Berat Sampel

(g)

Berat Selulosa

( % )

Yield ( %)

Uji Kualitatif Selulosa

Kimia (Iodin)

Fisika (Pelarut air)

I 75 13,81 18,41 Tidak Berubah Warna Tidak Larut

Selulosa tongkol jagung manis kemudian di analisa dengan menggunakan FTIR Puntuk memberikan informasi tentang adanya perubahan gugus fungsi yang menandakan adanya interaksi secara kimia. Hasil FTIR dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini:

Gambar 4.1 Spektrum FTIR Selulosa Tongkol Jagung Manis

(26)

Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan puncak khas pada spectrum FTIR dari selulosa tongkol jagung manis adalah (tabel 4.2) :

Tabel 4.2 Data FTIR Selulosa Tongkol Jagung Manis

Panjang Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi α Selulosa

Selulosa tongkol jagung manis kemudian dihidrolisis menggunakan HCl 1%.

Hasil hidrolisis dianalisis secara kualitatif yang diuji dengan menggunakan

pereaksi Benedict, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut (table 4.3) :

Tabel 4.3 Hasil AnalisisKualitatif Kadar Glukosa dari Hasil Hidrolisis

No. Sampel Penambahan Pereaksi Benedict

I Larutan Selulosa Tngkol

Jagung Manis

Endapan merah bata

Kemudian tongkol jagung manis diuji secara kuantitatif dengan menggunakan

metode Luff-Schroll, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut (tabel 4.4) :

Tabel 4.4 Hasil AnalisisKuantitatif Kadar Glukosa dari Hasil Hidrolisis

(27)

55

Glukosa yang diperoleh dari hasil hidrolisis tongkol jagung manis kemudian

difermentasikan dengan lama fermentasi yaitu 5 hari, sedangkan variasi berat ragi

tape dan ragi roti yang digunakan adalah 4, 6, dan 8 gram. Setelah itu dilakukan

tahap destilasi dengan menambahkan CaO untuk mengikat air dengan

perbandingan 1:2, sehingga diperoleh destilat bioetanol yang kadarnya diuji

kualitatif dengan pereaksi H2SO4 (p) + K2Cr2O7 yang akan menghasilkan larutan

biru. Setelah itu dilakukan pengujian kuantitatif dengan menggunakan

kromatografi gas. Berikut adalah data bioetanol yang diperoleh dengan variasi

waktu hidrolisis, lama fermentasi dan berat ragi tape dan ragi roti sebagai berikut

(tabel 4.5 dan tabel 4.6) :

Tabel 4.5 Hasil Analisis Kualitatif Bioetanol

No Waktu

Tabel 4.6 Hasil Analisis Kuantitatif Bioetanol

(28)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Isolasi Selulosa Tongkol Jagung Manis

Pada penelitian ini diperoleh berat selulosa 13.81 gram, kemudian selulosa hasil

isolasi tongkol jagung manis diuji kualitatif yaitu secara fisika dengan

menambahkan air ke dalam tabung reaksi yang berisi hasil isolasi kemudian

dikocok, dimana serbuk tersebut tidak larut dalam air yang menunjukan sifat dari

selulosa. Kemudian diuji secara kimia dengan penambahan iodin, tidak terjadi

perubahan warna karena tidak terjadi reaksi antara selulosa dan iodin.

4.2.2 Hidrolisis Selulosa Tongkol Jagung Manis

Dalam penelitian ini, hidrolisis dilakukan dengan penggunaan asam, yaitu HCl

1%. Penggunaan konsentrasi asam klorida yang rendah dapat menghasilkan gula

yang tinggi dari selulosa tongkol jagung manis, sedangkan waktu hidrolisis yang

digunakan adalah 120 menit. Menurut Feneiet,. et al dalam Anieto (2010), bahwa

waktu hidrolisis selama 120 menit merupakan waktu yang optimum dalam

menghasilkan glukosa terbanyak.

Menurut Idral (2012) dalam Hendri Iyabu (2014) waktu hidrolisis yang

baik adalah 120 menit, karena jika waktu hidrolisis terlalu lama maka glukosa

akan terdegradasi dan bereaksi lebih lanjut membentuk asam format, sehingga

menyebabkan kadar glukosa menurun.

4.2.3 Analisa Kadar Gula Reduksi

Sebelum difermentasi larutan hidrolisis diuji kualitatif dan kuantitatif untuk

mengetahui ada tidak nya gula reduksi dan untuk mengetahui jumlah gula reduksi

(29)

57

4.2.3.1 Analisis Kualitatif Gula Reduksi

Pengujian kualitatif gula reduksi dilakukan dengan menggunakan pereaksi

benedict, hasil yang terbentuk adalah endapan merah bata .Dalam penelitian ini

semua sampel positif mengandung glukosa, hal ini ditunjukan oleh adanya

endapan merah bata pada saat pengujian.

4.2.3.2Analisis Kuantitatif Gula Reduksi

Pengukuran kadar glukosa dilakukan dengan menggunakan metode Luff Schoorl.

Pada penelitian ini diperoleh kadar gula reduksi sebesar 2.48%

4.2.4 Analisis Kadar Bioetanol

Bioetanol yang masih bercampur dengan media fermentasi ditambahkan dengan

CaO dengan perbandingan 1:2, lalu dipisahkan dengan menggunakan

destilasi.Fungsi CaO disini adalah untuk mengikat air sehingga yang didapatkan

adalah bioetanol murni. Destilat selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan

kuantitatif untuk mengetahui kadar bioetanol yang dihasilkan.

4.2.4.1Analisis Kualitatif Bioetanol

Dari pengujian secara kualitatif yang menggunakan pereaksi H2SO4 (p) + K2Cr2O7

diperoleh keseluruhan destilat dari tiap fermentasi memberikan uji positif

terhadap pereaksi ini, hal ini ditunjukkan oleh perubahan warna oleh adanya

perubahan warna pereaksi dari kuning menjadi biru.

4.2.4.2Analisis Kuantitatif Bioetanol

Dari destilasi yang dilakukan diperoleh bahwa destilat yang dihasilkan pada

proses hidrolisis 120 menit jumlah destilat yang didapat paling baik, yang mana

(30)

glukosa berperan sebagai nutrisi untuk mikroba. Semakin banyak glukosa yang

dihasilkan maka akan semakin banyak bioetanol yang diperoleh. Dari destilat

yang diperoleh maka kadar bioetanol dapat dihitung dengan rumus yang tertera

pada lampiran.

Kadar bioetanol tertinggi pada proses hidrolisis 120 menit dengan

penambahan ragi roti 8 gram dan lama fermentasi 5 hari yaitu 5.6%. Sedangkan

kadar bioetanol terendah terdapat pada penambahan ragi tape 4 gr dan lama

fermentasi 5 hari yaitu 2.6%. Grafik hasil analisis kuantitatif kadar bioetanol

dengan kromatografi gas ditunjukkan pada gambar 4.2 dan 4.3:

Gambar 4.2 Hasil Analisa Kadar Bioetanol dengan Variasi Ragi Tape

Gambar 4.3 Hasil Analisa Kadar Bioetanol dengan Variasi Ragi Roti

2,6

Berat Ragi Tape (g)

3,5

(31)

59

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Isolasi Selulosa dari Tongkol Jagung Masis diperoleh berat 13.81 %. Ragi

tape dan ragi roti dapat langsung digunakan dalam pembuatan bioetanol

karena ragi mengandung sejumlah bakteridan mikrooranisme yang dapat

menguraikan glukosa menjadi etanol.

2. Kadar bioetanol yang didapatkan dari ragi roti yang menghasilkan sebanyak

5.6% pada penambahan ragi roti 8 gram sedangkan pada ragi tape

menghasilkan kadar bioetanol sebanyak 3.6% pada penambahan ragi tape 8

gram.

3. Bioetanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa

tongkol jagung manisbelum dapat digunakan sebagai bahan bakar karenahasil

penelitian menunjukkan bahwa alkohol (bioetanol) yang diperoleh

konsentrasinya masih dibawah standar yang diinginkan sebagai energi

alternatif pengganti bahan bakar minyak fosil. Untuk itu masih perlu

dilakukan proses pemurnian lebih lanjut.

5.2 Saran

Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan

menggunakan sampel yang banyak mengandung kadar glukosa untuk

mendapatkan kadar bioetanol yang tinggi agar dapat dipergunakan

dimasyarakat dan menjadi keuntungan buat peneliti.

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Jagung

Jagung merupaka

dalam 80-150 hari.Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan

vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.Jagung memiliki

bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman

(monoecious).Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku

Poaceae, yang disebut

glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa

karangan bunga (inflorescence).Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma

khas.Bunga betina tersusun dalam tongkol.Tongkol tumbuh dari buku, di antara

batang dan pelepah daun.Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan

satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina.Beberapa

varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut

sebagai varietas prolifik.Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan

2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri) (Anonim, 2011).

(33)

19

Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung

varietas.Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot.Tongkol jagung yang

terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar

disbanding yang terletak pada bagian bawah.Setiap tongkol terdiri atas 10-16

baris biji yang jumlahnya selalu genap (Hardman and Gunsolus, 1998).

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

2.1.1 Kandungan Kimia Jagung

Di Indonesia dikenal 2 (dua) varietas jagung yang telah ditanam secara umum,

yaitu jagung berwarna kuning dan putih. Kandungan zat-zat dalam jagung kuning

dan putih masing-masing disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 2.1. Kandungan Komponen dalam 100 g Jagung Kuning Panen Baru

Komponen Kadar Komponen Kadar

Air (g) 24 P (mg) 148

Kalori (kal) 307 Fe (mg) 2,1

Protein (g) 7,9 Vitamin A (SI) 440

Lemak (g) 3,4 Vitamin B1 (mg) 0,33

Karbohidrat (g) 63,6 Vitamin C (mg) 0

Ca (mg) 9

(34)

Tabel 2.2.Kandungan Komponen dalam 100 g Jagung Putih Panen Baru

Komponen Kadar Komponen Kadar

Air (g) 24 P (mg) 148

Kalori (kal) 307 Fe (mg) 2,1

Protein (g) 7,9 Vitamin A (SI) 0

Lemak (g) 3,4 Vitamin B1 (mg) 0,33

Karbohidrat (g) 63,6 Vitamin C (mg) 0

Ca (mg) 9

Bagian yang kaya akan karbohidrat adalah bagian biji. Sebagian besar

karbohidrat berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai

80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bent

berupa campuran

atau seluruh patinya merupakan amilopektin.

2.1.2 Manfaat Jagung

Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di

Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah

padi. Di daerah Madura, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan

pokok.Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat penggunaannya.

Tanaman jagung banyak sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman

dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan antara lain:

• Batang dan daun muda: pakan ternak

• Batang dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos

• Batang dan daun kering: kayu bakar

• Batang jagung: lanjaran (turus)

• Batang jagung: pulp (bahan kertas)

(35)

21 • Biji jagung tua: pengganti nasi, marning, brondong, roti jagung, tepung,

bihun, bahan campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak,

bahan baku industri bir, industri farmasi, dekstrin, perekat, industri tekstil.

Jadi selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai

ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung

(dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku

industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya).

Disamping itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan

senyawa kimia yang terdapat dalam jagung sangat bermanfaat bagi kesehatan,

antara lain :

a. Zat Gizi Pemberi Energi atau Zat Gizi Energitika

Zat pemberi gizi terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Ketiga zat ini

dalam proses oksidasi di dalam tubuh menghasilkan energi dalam bentuk

panas. Tubuh akan mengubah panas menjadi energi gerak atau mekanis. Energi

yang dihasilkan dinyatakan dalam satuan kalori. Energi ini diubah oleh tubuh

menjadi tenaga untuk aktivitas otot.

b. Zat Gizi Pembentuk Sel Jaringan Tubuh atau Plastika

Zat gizi pembentuk sel jaringan tubuh terdiri dari protein, berbagai mineral,

dan air. Meskipun protein termasuk juga kelompok energitika, fungsi pokoknya

adalah untuk membentuk sel jaringan tubuh.

c. Zat Gizi Pengatur Fungsi dan Reaksi Biokimia di dalam Tubuh atau Zat Gizi

Stimulansia

Zat gizi ini berupa berbagai macam vitamin. Fungsi vitamin mirip dengan

fungsi hormon. Perbedaannya, hormon dibuat di dalam tubuh, sedangkan

vitamin harus diambil dari makanan.

Dalam jagung kaya akan energi, vitamin, bahkan mineral. Kandungan

zat-zat tersebut dapat dimanfaatkan untuk membangun sel-sel otot dan tulang,

membangun sel-sel otak dan sistem saraf, mencegah sembelit menurunkan resiko

terkena kanker dan mencegah gigi berlubang. Serat jagungnya membantu

melancarkanpencernaan(Yulius, 2008).

(36)

2.1.3 Jagung manis

Jagung manis ( sweet corn) merupakan komoditas palawija dan termasuk dalam

keluarga (family) rumput-rumputan (Gramineae) genus Zea dan spesies Zea mays

saccharata. Jagung manis memiliki ciri-ciri endosperm berwarna bening, kulit biji

tipis, kandungan pati sedikit, pada waktu masak biji berkerut. Produk utama

jagung manis adalah buah/ tongkolnya, biji jagung manis mempunyai bentuk,

warna dan kandungan endosperm yang bervariasi tergantung pada jenisnya,

bijijagung manis terdiri atas tiga bagian utama yaitu kulit biji (seed coat),

endosperm dan embrio (Koswara, 2009).

Jagung manis dikenal dengan nama sweetcorn banyak dikembangkan di

Indonesia. Jagung manis banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih

manis, aroma lebih harum, dan mengandung gula sukrosa serta rendah lemak

sehingga baik dikonsumsi bagi penderita diabetes. Jagung manis memberikan

keuntungan relatife tinggi bila dibudidayakan dengan baik. Selain bagian biji,

bagian lain dari tanaman jagung manis memiliki nilai ekonomis diantaranya

batang dan daun muda untuk pakan ternak, batang dan daun tua (setelah panen)

untuk pupuk hijau/kompos, batang dan daun kering sebagai bahan bakar sebagai

pengganti kayu bakar, buah jagung muda untuk sayuran,perkedel, bakwan dan

berbagai macam olahan makanan lainnya. Umur produksi jagung manis lebih

singkat (genjah) sehingga dapat menguntungkan dari sisi waktu (Ayunda, 2014)

2.1.4 Tongkol Jagung

Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol

jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan

meningkatkan jumlah sampah (Hidajati,2006). Tongkol jagung muda dan biji

jagung merupakan sumber karbohidrat potensial untuk dijadikan bahan pangan,

sayuran, dan bahan baku sebagai industri makanan. Kandungan kimia jagung

terdiri atas air 13,5%, protein 10%, lemak 4%, karbohidrat 61%, gula 1,4%,

pentosan 6%, serat kasar 2,3%, abu 1,45%, dan zat-zat lain 0,4%

(37)

23

Tongkol jagung adalah tempat pembentukan lembaga dan gudang

penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji.Jagung mengandung kurang lebih

30% tongkol jagung sedangkan sisanya adalah kulit dan biji. Tongkol jagung

mengandung xylan 31,1%, selulosa 34,3%, lignin 17,7%, dan abu 16,9%

(Horiuchi, 2013). Komposisi kimia tersebut membuat tongkol jagung dapat

digunakan sebagai sumber energy, bahan pakan ternak, dan sebagai sumber

karbon bagi pertumbuhan mikroorganisme (Shofiyanto, 2008).

Karakteristik kimia dan fisika dari tongkol jagung sangat cocok untuk

pembuatan tenaga alternatif (bioetanol), kadar senyawa kompleks lignin dalam

tongkol jagung adalah 6,7-13,9%, untuk hemiselulosa 39,8% , dan selulosa

32,3-45,6%. Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni , melainkan

selalu berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulose. Garrote et

al.,2002 dalam Shofiyanto, 2008), menyatakan bahwa limbah buah jagung yaitu

tongkol jagung, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri dengan proses

biomass refening berdasarkan sparasi fraksifraksi kimianya. Menurut Koswara

(1991), tongkol jagung adalah tempat pembentukan lembaga dan gudang

penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji. Jagung mengandung kurang lebih

30 % tongkol jagung sedangkan sisanya adalah kulit dan biji. Menurut Irawadi,

1990 (pada Shofiyanto, 2008) limbah pertanian (termasuk tongkol jagung),

mengandung selulosa (40-60%), hemiselulosa (20-30%) dan lignin (15-30%).

Komposisi kimia tersebut membuat tongkol jagung dapat digunakan sebagai

sumber energi, bahan pakan ternak dan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan

mikroorganisme. Sumber : Huda, 2007 dalam Shofiyanto, 2008

2.2 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan bahan yang banyak terdapat dalam makanan, dan didalam

tubuh mengalami perubahan atau metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat

antara lain glukosa yang terdapat dalam darah, sedangkan glikogen adalah

karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel-sel pada jaringan

otot sebagai sumber energi. Jadi ada bermacam-macam senyawa yang termasuk

(38)

dalam golongan karbohidrat ini.Dari contoh-contoh tadi kita mengetahui bahwa

amilum atau pati, selulosa, glikogen, gula, atau sukrosa dan glukosa merupakan

beberapa senyawa karborhidrat yang terpenting dalam kehidupan.

Molekul karbohidrat terdiri atas atom-atom karbon, hidrogen dan

oksigen.Jumlah atom hidrogen dan oksigen merupakan perbandingan 2:1 seperti

molekul air.Sebagai contoh molekul glukosa mempunyai rumus kimia C12H22O11.

Pada glukosa tampak bahwa jumlah atom hydrogen berbanding jumlah atom

oksigen ialah 12:6 atau 2:1, sedangkan pada sukrosa 22:11 atau 2:1. Dengan

demikian dahulu orang berkesimpulan adanya air dalam karbohidrat, yang berasal

dari “karbon” yang berarti mengandung unsur karbon dan “hidrat” yang berarti

air. (Poedjiadi, A. 1994)

Beberapa turunan molekul karbohidrat yang ada dan dapat dibentuk dari

pengurangan.Sebagai contoh, jika ada molekul yang mempunyai oksigen yang

jumlahnya lebih sedikit lalu kita katakana ini sebagai deoksi karbohidrat, dan

yang paling banyak dikenal adalah deoksiribosa yang komponen utamanya yaitu

deoksiribonukleat (DNA).Gula berbeda dari D-ribosa yang didalamnya terdapat

golongan hidroksil yang diganti oleh atom hidrogen (penghilangan satu oksigen).

Gula alkohol dibentuk ketika golongan karbonil direduksi menjadi

golongan hidroksil.Gula alkohol biasanya digunakan sebagai pengganti makanan.

Untuk alasan ini banyak produk seperti permen karet yang manis mengandung

gula alkohol. Yang paling penting kegunaan dari alkohol adalah dalam pembuatan

makanan untuk orang diabetes.Gula alkohol diserap diusus halus yang

menghasilkan perubahan kecil pada tingkat gula darah.Selain itu, gula alkohol

diserap lalu diekskresikan ke urin dari pada untuk metabolisme (Walker, S. 2008).

2.2.1 Selulosa

Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan

(39)

25

kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia

maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain

seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel

tumbuhan (Holtzapple et.al 2003).

Berdasarkan struktur kimia, selulosa termasuk polimer-polimer alam

paling sederhana dalam artian bahwa selulosa terdiri dari unit ulang tunggal

D-glukosa yang terikat melalui karbon 1 dan 4 oleh ikatan-ikatan β. Selulosa banyak ditemukan dialam yang merupakan konstituen utama dari dinding sel

tumbuh-tumbuhan dan rata-rata menduduki sekitar 50% dalam kayu (Stevens, 2007).

Selulosa (C6H10O5)n adalah polisakarida yang merupakan pembentuk sel-sel kayu

hampir 50%. Kertas saring dan kapas hamper merupakan selulosa yang murni.

Berat molekul selulosa kira-kira 300.000 (Sastrohamidjojo, 2005).

Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit

keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa

adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel

tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari

jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi

untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan

jaringan (Lehninger, 1993).

Selulosa memiliki struktur yang unik karena kecenderungannya

membentuk ikatan hidrogen yang kuat. Ikatan hidrogen intramolekular terbentuk

antara: (1) gugus hidroksil C3 pada unit glukosa dan atom O cincin piranosa yang

terdapat pada unit glukosa terdekat, (2) gugus hidroksil pada C2 dan atom O pada

C6 unit glukosa tetangganya. Ikatan hidrogen antarmolekul terbentuk antara

gugus hidroksil C6 dan atom O pada C3 di sepanjang sumbu b (Gambar 2.2.1).

Dengan adanya ikatan hidrogen serta gaya van der Waals yang terbentuk, maka

struktur selulosa dapat tersusun secara teratur dan membentuk daerah kristalin. Di

samping itu, juga terbentuk rangkaian struktur yang tidak tersusun secara teratur

yang akan membentuk daerah nonkristalin atau amorf. Semakin tinggi packing

(40)

density-nya maka selulosa akan berbentuk kristal, sedangkan semakin rendah

packing density maka selulosa akan berbentuk amorf. Derajat kristalinitas selulosa

dipengaruhi oleh sumber dan perlakuan yang diberikan. Rantai-rantai selulosa

akan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk mikrofibril, bagian kristalin

akan bergabung dengan bagian nonkristalin. Mikrofibril-mikrofibril akan

bergabung membentuk fibril, selanjutnya gabungan fibril akan membentuk serat

(Klemm, 1998).

Gambar 2.2 Struktur Selulosa

Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium

hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :

1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi

600 - 1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat

kemurnian selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi

(murni). Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak, sedangkan selulosa

kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan

industri sandang/kain. Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik

mutu bahannya (Nuringtyas, 2010)

2. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, dapat

mengendap bila dinetralkan

3. Selulosa γ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat

(41)

27

yang terdapat dalam daerahdaerah amorf sangat mudah dicapai dan mudah

bereaksi, sedangkan gugus-gugus 9 hidroksil yang terdapat dalam

daerah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat

mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. Pembengkakan awal selulosa

diperlukan baik dalam eterifikasi (alkali) maupun dalam esterfikasi (asam)

(Sjostrom 1995).

Campuran senyawa lain yang terdapat bersama dengan selulosa yaitu

hemiselulosa. Hemiselulosa adalah polisakarida kompleks nonselulosa dan

nonpati yang terdapat dalam banyak jaringan tumbuhan.Hemiselulosa mengacu

kepada polisakarida nonpati yang tidak larut dalam air.Hemiselulosa tidak

berperan dalam biosintesis selulosa tetapi dibuat tersendiri dalam tumbuhan

sebagai komponen struktur dinding sel. Hemiselulosa dikelompokkan berdasarkan

kandungan gulanya (Deman, 1997).

2.2.2 Glukosa

Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena

mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi kearah kanan.Didalam,

glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah.Dalam manusia normal

mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi yang tetap, yaitu antara

70-100 mg tiap 70-100 mL darah. Glukosa darah ini bertambah setelah kita makan

makanan sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam setelah itu, jumlah glukosa

darah akan kembali pada keadaan semula. Pada orang yang menderita diabetes

mellitus atau kencing manis, jumlah glukosa lebih dari 130 mg per 100 mL darah.

Dalam alam glukosa dihasilkan dari reaksi antara karbondioksida dan air

dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Proses ini disebut

fotosintesis dan glukosa yang terbentuk terus digunakan untuk pembentukan

amilum atau selulosa

6CO2 + 6H2O Sinar matahari C6H12O6 + 6O2

Klorofil

(42)

Sebagian besar monosakarida dikenal sebagai heksosa, karena terdiri atas

6-rantai atau cincin karbon.Atom-atom hidrogen dan oksigen terikat pada rantai

atau cincin ini secara terpisah atau sebagai gugus hidroksil (OH).Ada tiga jenis

heksosa yang penting dalam ilmu gizi, yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa.

Ketiga macam monosakarida ini mengandung jenis dan jumlah yang sama, yaitu 6

atom karbon, 12 atom hydrogen, dan 6 atom oksigen. Perbedaannya hanya

terletak pada cara penyusunan atom hydrogen dan oksigen disekitar

atom-atom karbon. Perbedaan dalam susunan atom-atom inilah yang menyebabkan perbedaan

dalam tingkat kemanisan, daya larut, dan sifat lain ketiga monosakarida tersebut.

monosakarida yang terdapat di alam pada umumnya terdapat dalam bentuk isomer

dekstro (D). Gugus hidroksil ada karbon nomor 2 terletak disebelah

kanan.Struktur kimianya dapat berupa struktur terbuka atau struktur cincin

(Poedjiadi, A.1994).

Gambar 2.3 Struktur Glukosa

2.3 Hidrolisis

Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan H2O agar suatu senyawa

pecah dan terurai. Beberapa cara hidrolisis selulosa yaitu hidrolisis enzimatis,

hidrolisis asam encer dan hidrolisis asam pekat. Hidrolisis enzimatis adalah

hidrolisis yang menggunakan enzim.Hidrolisis asam encer menggunakan

konsentrasi asam yang rendah dan suhu yang tinggi.Sedangkan hidrolisis asam

(43)

29

Hidrolisis adalah salah satu tahapan pembuatan bioetanol berbahan baku

lignoselulosa. Hidrolisis bertujuan untuk memecah selulosa dan hemiselulosa

menjadi monosakarida (glukosa dan xylosa) yang selanjutnya akan difermentasi

menjadi etanol. Secara umum teknik hidrolisis dibagi menjadi dua, yaitu :

hidrolisis berbasis asam dan hidrolisis dengan enzim.

Didalam metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dipaparkan

dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu, dan

menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Beberapa

asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat

(H2SO4), asam perklorat, dan HCl. Asam sulfat merupakan asam yang paling

banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam

encer (Taherzadeh & Karimi. 2007).

Hidrolisis selulosa lengkap dengan HCl 30%, hanya menghasilkan

D-glukosa.Disakarida yang terisolasi dari selulosa yang terhidrolisis sebagian adalah

selobiosa, yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-glukosa dengan suatu

katalis asam atau dengan emulsion enzim.Selulosa sendiri tidak mempunyai

karbon hemiasetal-selulosa sehingga tidak dapat mengalami mutarotasi atau

dioksidasi oleh reagensia seperti Tollens (Fessenden, 1986).

Selulosa Selobiosa Glukosa

Hidrolisis dalam suasana asam, yang menghasilkan pemecahan ikatan

glikosidik berlangsung dalam tiga tahap.Tahap pertama, proton yang bertindak

sebagai katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen glikosida yang

menghubungkan dua unit gula (I), membentuk asam konjugat (II).Langkah ini

diikuti dengan pemecahan yang lambat dari ikatan C-O, yang menghasilkan zat

antara kation karbonium siklik (III).Protonisasi dapat juga terjadi pada oksigen

cincin (II), menghasilkan pembukaan cincin dan kation karbonium nonsiklik

(III).Tidak ada kepastian ion karbonium mana yang paling mungkin terbesar pada

(44)

kation siklik. Akhirnya kation karbonium mulai mengadisi molekul air dengan

cepat, membentuk hasil akhir yang stabil dan melepaskan proton (Torget, 2003)

Gambar 2.4 Proses Pemisahan Selulosa Menjadi Glukosa

2.4 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Gula Pereduksi

2.4.1 Analisa Kualitatif Gula pereduksi

Beberapa cara untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam suatu bahan antara

lain:

a. Uji Molisch

Karbohidrat oleh asam sulfat pekat akan dihidrolisis menjadi monosakarida dan

(45)

31

atau hidroksi metal furfural. Senyawa-senyawa ini dengan alfa naftol akan

berkondensasi membentuk senyawa kompleks yang berwarna ungu.

b. Uji Iodin

Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodin

dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa

dengan iodin akan berwarna biru, amilopektin dengan iodin akan berwarna merah

violet, glikogen maupun dextrin dengan iodin akan berwarna merah coklat.

c. Uji Pembentukan Osason

Aldosa ataupun ketosa dengan fenilhidrasin dan dipanaskan akan membentuk

hidrason atau osason. Reaksi antara senyawaan tersebut merupakan reaksi

oksido-reduksi, atom C yang mengalami reaksi adalah atom C nomor satu dan dua dari

aldosa atau ketosa. Fruktosa dan glukosa menunjukkan osason yang sama.

d. Uji Fehling

Larutan fehling yang terdiri dari campuran kupri sulfat, Na-K-tartrat dan natrium

hidroksida dengan gula reduksi dan dipanaskan akan terbentuk endapan berwarna

hijau, kuning orange atau merah tergantung dari macam gula reduksinya

(Sudarmadji, 1987).

e. Uji Benedict

Pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kupri sulfat, natrium

karbonat, dan natrium sitrat.Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kupri sulfat

menjadi ion Cu + yang kemudian mengendap sebagai Cu2O adanya natrium

karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa

lemah.Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning, atau merah bata.

Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa

(Poedjiadi,1994).

2.4.2 Analisa Kuantitatif Gula pereduksi

Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida

memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisis terlebih dahulu sehingga

diperoleh monosakarida.Untuk keperluan ini bahan dihidrolisis dengan asam atau

(46)

enzim pada suatu keadaan tertentu. Beberapa cara analisis kuantitatif

monosakarida antara lain :

a. Metode Luff Schoorl

Pada penentuan gula secara Luff Schoorl, yang ditentukan adalah kuprioksida

dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi Blanko) dan

sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel).Penentuannya

dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat.Selisih titrasi blanko dengan titrasi

sampel equivalent dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga equivalent dengan

jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan atau larutan.

b. Metode Munson-Walker

Penentuan gula cara ini adalah dengan menentukan banyaknya kuprooksida yang

terbentuk dengan cara penimbangan atau dengan melarutkan kembali dengan

asam nitrat kemudian menitrasi dengan tiosulfat. Jumlah kuprooksida yang

terbentuk equivalent dengan banyaknya gula reduksi yang ada dalam larutan dan

telah disediakan dalam bentuk tabel hammon, yakni hubungan antara banyaknya

kuprooksida dengan gula reduksi.

c. Metode Lane-Eynon

Penentuan gula cara ini dengan menitrasi reagen soxhlet (larutan CuSO4,

K-N-tartrat) dengan larutan gula yang diselidiki. Banyaknya larutan sampel yang

dibutuhkan untuk menitrasi reagen soxhlet dapat diketahui banyaknya gula yang

ada dengan melihat pada tabel Lane-Eynon (Sudarmadji, 1987)

d. Metode Nelson-Somogyi

Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan

menggunakan reaksi tembaga arsenomolibdat. Kupri mula-mula direduksi

menjadi bentuk kupro dengan pemanasan larutan gula.Kupro yang terbentuk

berupa endapan selanjutnya dilarutkan dengan arsenomolibdat menjadi

molybdenum berwarna biru yang menunjukan konsentrasi gula.Dengan

(47)

33

ditentukan.Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula

dalam sampel dengan mengukur absorbansinya (Sudarmadji, 1987).

2.5 Fermentasi

Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya mendidihkan, yaitu

berdasarkan ilmu kimia terbentuknya gas-gas dari suatu cairan kimia yang

pengertiannya berbeda dengan air mendidih. Gas yang terbentuk tersebut di

antaranya karbondioksida (CO2) (Afrianti, H. L.,2004). Fermentasi adalah proses

produksi energi dalam sel dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen). Secara umum,

fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi definisi yang

lebih jelas mengatakan bahwa fermentasi diartikan sebagai respirasi dalam

lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor electron eksternal (Darmanto, 2006).

Fermentasi juga dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim,

bakteri, khamir dan jamur. Contoh fermentasi yang adadi kehidupan sehari – hari

antara lain pengasaman susu, perubahan gula menjadi alkohol serta oksidasi

senyawa nitrogen organic (Hidayat, et al., 2006).

Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk

tertentu yang dikehendaki dengan mengutamakan bantuan mikroba.

Produk-produk tersebut biasanya dimanfaatkan sebagai minuman atau

makanan.Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunakan

sejak zaman kuno. Sebagai suatu proses fermentasi memerlukan :

1. Mikroba inokulum

2. Tempat (wadah) yang menjamin proses fermentasi berlangsung dengan

optimal.

3. Substrat sebagai tempat tumbuh (medium) dan sumber nutrisi bagi mikroba

(Waites, 2001).

(48)

Pada dasarnya fermentasi dapat langsung menggunakan enzim tetapi

sampai saat ini, industri fermentasi yang besar-besar masih memanfaatkan

mikroorganisme, antara lain karena cara ini jauh lebih murah dan mudah. Mikroba

yang banyak digunakan dalam proses fermentasi diantaranya adalah khamir,

kapang dan bakteri. Kegiatan demikian akan erat hubungannya dengan teknologi

microbial karena selain diperlukan galur-galur yang unggul alami dapat pula

dilakukan mutasi-mutasi induk sampai kepada rekayasa genetik. Istilah yang

banyak dipakai adalah “Bioteknologi Mikrobial” yang pada dasarnya dapat dibagi

atas dua fase, yaitu :

1. Teknologi mikrobial tradisional yaitu teknologi yang menggunakan

metode-metode yang telah berkembang lama yaitu seleksi alami serta modifikasi

proses untuk memperoleh hasil maksimal.

2. Teknologi microbial dengan rekayasa organisme, antara lain dengan

menggunakan gen-gen asing yang disisipkan pada gen mikroba. Disini

umumnya disebut rekayasa genetik. Upaya tersebut selain bertujuan untuk

mendapatkan strain atau mutan atau galur yang unggul tetapi dapat pula

dikultivasi secara besar-besaran (Muljono, J.1992).

Semua mikroorganisme membutuhkan air, sumber energi, karbon,

nitrogen, elemen-elemen mineral, vitamin dan O2 (jika aerobic). Medium untuk

skala besar harus menggunakan sumber-sumber nutrien untuk menciptakan

sebuah medium yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Menghasilkan yield maksimum dari produk atau biomass pergram substrat

yang digunakan.

2. Menghasilkan konsentrasi maksimum dari produk atau biomassa.

3. Mengijinkan laju maksimum dari pembentukan produk

4. Yield minimum dari produk yang tidak diinginkan

5. Murah, kualitas yang konsisten dan tersedia sepanjang tahun

6. Menimbulkan masalah-masalah yang minimal terutama pada aerasi, agitasi,

(49)

35 2.6 Ragi Roti dan Ragi Tape

2.6.1 Ragi Roti

Penemu Yeast (ragi roti) pertama kali adalah Louis Pasteaur pada tahun 1872.

Bibit yeast yang terbagus dalam buah anggur dan apel serta pada akar pohon

tersebut.

Jenis-jenis ragi roti :

a. Fresh Yeast, merupakan jenis ragi yang pertama kali ditemukan, berbentuk

cair sehingga dalam penyimpanan memerlukan pembekuan sering disebut

compressed yeast.

b. Dry Yeast, merupakan jenis ragi yang kering berbentuk butiran-butiran sering

disebut dehydrated yeast.

c. Instant Yeast, merupakan ragi yang dibentuk dalam bentuk tepung/powder.

Cara pemakaian dari ragi tersebut berbeda-beda yaitu :

a. Fresh Yeast sebelum dicampurkan dengan bahan-bahan lain harus dicairkan

terlebih dahulu

b. Dry Yeast sebelum dicampurkan dengan bahan-bahan lain harus dilarutkan

dulu dengan air dan difermentasikan. Instant yeast bisa dicampurkan

c. langsung dengan bahan-bahan lain sehingga menjadi suatu adonan.

(Subagio,2007)

2.6.2 Ragi Tape

Starter yang digunakan untuk produksi tapai disebut ragi, yang umumnya

berbentuk bulat pipih dengan diameter 4-6 cm dan ketebalan 0,5 cm. tidak

diperlukan peralatan khusus untuk produksi ragi, tetapi formulasi bahan yang

digunakan pada umumnya tetap menjadi rahasia setiap pengusaha ragi.

Tepung beras yang bersih dicampur dengan air untuk membetuk pasta dan

dibentuk pipih dengan tangan, kemudian diletakkan diatas nyiru yang dilambari

merang dan ditutup dengan kain saring. Organismeakan tumbuh secara alami pada

(50)

pasta ini pada suhu ruang dalam waktu 2-5 hari. Beberapa pengusaha

menambahkan rempah-rempah atau bumbu untuk mendukung pertumbuhan

mikroorganisme yang diharapkan. Penambahan sari tebu juga dilakukan untuk

menambah kadar gula.

Ragi dipanen setelah 2-5 hari, tergantung dari suhu dan kelembaban.

Produk akhir akan berbentuk pipih kering dan dapat disimpan dalam waktu yang

lama. Tidak ada faktor lingkungan yang dikendalikan.Mikroorganisme yang

diharapkan maupun kontaminan dapat tumbuh bersama-sama.Pada lingkungan

pabrik lagi, mikroflora yang ada telah didominasi mikrobia ragi. Namun demikian

pada ragi yang dibuat pada musim hujan akan dapat dijumpai Mucor sp dan

Rhizopus sp dalam jumlah lebih banyak dan membutuhkan waktu pengeringan

ynag lebih lama.

Jika pasta tetap basah, mikroorganisme tumbuh dan menggandakan diri.

Jumlah kapang pada ragi berkisar dari 8x107 sampai 3x108/g, khamir 3x106

sampai 3x107/g dan bakteri kurang dari 105/g. organism yang menghasilkan tapai

dengan aroma baik adalah gabungan dari Amylomyces rouxii, Endomycopsis

fibuliger dan Hansenula anoma (Hidayat, N. 2006).

2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Ragi

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi ragi, yaitu sebagai berikut:

1. Nutrisi (zat gizi)

Dalam kegiatan khamir memerlukan penambahan nitrisi untuk pertumbuhan

dan perkembangbiakan, yaitu:

a. Unsur C, ada faktor karbohidrat.

b. Unsur N, dengan penambahan pupuk yang mengandung nitrogen,

misalnya ZA, urea, ammonia dan sebagainya.

c. Unsur P, dengan penambahan pupuk fosfat, missal NPK, TSP, DSP dan

sebagainya.

d. Mineral-mineral.

(51)

37

2. Keasaman (pH)

Untuk fermentasi alkohol, khamir memerlukan media dengan suasana asam,

yaitu antar pH 4,8-5,0. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan penambahan

asam sulfat jika substratnya alkalis atau dengan natrium bikarbonat jika

substratnya asam.

3. Suhu

Suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan adalah

28-30oC.Pada waktu fermentasi terjadi kenaikan panas, karena reaksinya

eksoterm.Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik, perlu pendinginan

agar dipertahankan tetap 26-30oC.

4. Udara

5. Fermetasi alkohol berlangsung secara anaerobik (tanpa udara). Namun

demikian udara diperlukan pada proses pembibitan sebelum fermentasi untuk

perkembangan khamir tersebut (Hidayat, N., 2006).

2.8 Bioetanol

Bioetanol merupakan etanol (C2H5OH) yang dapat dibuat dari substrat yang

mengandung karbohidrat (turunan gula, pati dan selulosa). Salah satu bahan

bakuyang sering digunakan untuk pembuatan bioetanol adalah bahan baku yang

mengandung pati sedangkan jenis tanaman yang digunakan untuk bahan baku

umumnya berasal dari kelompok tanaman pangan utama seperti singkong, jagung,

gandum, kentang dan ubi jalar (Setiasih.A., 2011).

Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung

komponen pati atau selulosa, seperti singkong dan tetes tebu. Dalam dunia

industri, etanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri, etanolumumnya

digunakan sebagai bahan baku industri turunan alcohol, campuran untuk minuman

keras (seperti sake atau gin), serta baku farmasi dan kosmetika. Berdasarkan kadar

alkoholnya, etanol menjadi tiga bagian sebagai berikut : • Bagian industri dengan kadar alkohol 90-94%

(52)

• Netral dengan 96-99,5%, umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi.

• Bagian bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5% (Hambali,E.2007).

Untuk membentuk bioetanol maka akan terjadi suatu reaksi yang disebut

glikolisis, dimana glikolisis itu sendiri adalah reaksi anaerob yang terdiri atas

serangkaian reaksi yang mengubah glukosa menjadi asam laktat (Poedjadi, A.,

2006).

Ketika harga BBM merangkak semakin tinggi, bioetanol diharapkan dapat

dimanfaatkan sebaagai bahan bakar pensubstitusi BBM untuk motor bensin.

Sebagai bahan pensubstitusi bensin, bioetanol dapat diaplikasikan dalam bentuk

bauran dengan minyak bensin (EXX), misalnya 10% etanol dicampur dengan

90% bensin (gasohol E10) atau digunakan 100% (E100) sebagai bahan bakar.

Penggunaan E100 membutuhkan modifikasi mesin mobil, seperti halnya di

brasil.Brasil merupakan salah satu Negara yang telah sukses mengembangkan

bioetanol sebagai bahan bakar alternatif pensubstitusi bensin.

Bioetanol diperoleh dari hasil yang mengandung gula.Tahap inti produksi

bioetanol adalah fermentasi gula, baik yang berupa glukosa, sukrosa, maupun

fruktosa oleh ragi terutama Saccharomyces sp atau bakteri Zymomonas

mobilis.Pada proses ini, gula akan dikonversi menjadi etanol dan gas

karbondioksida

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Gula Etanol Karbondioksida (gas)

Bahan baku etanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang

menghasilkan gula (seperti tebu dan molase) dan tepung (seperti jagung,

singkong, dan sagu). Pada tahap persiapan, bahan baku berupa padatan harus

dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi

(53)

39

larutan gula (seperti molase) dapat langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai

perlakuan pengecilan ukuran dan tahap pemasakan. Proses pengecilan ukuran

dapat dilakukan dengan menggiling bahan (singkong, sagu, jagung)

(Hambali,E.2007).

Rikana dan Adam (2000) dalam penelitiannya mengenai pembuatan

bioetanol dari singkong secara fermetasi menggunakan ragi tape mendapatkan

hasil bahwa semakin banyak ragi yang ditambahkan maka etanol yang dihasilkan

juga akan semakin banyak karena dengan semakin banyak ragi yang ditambahkan,

maka bakteri yang menguraikan glukosa menjadi etanol akan semakin banyak.

Namun, apabila ragi yang ditambahkan terlalu banyak maka hasil

bioetanol yang dihasilkan akan cenderung turun. Hal ini disebabkan adanya ragi

yang mati saat proses fermentasi berlangsung. Ini ditandai dengan ditemukannya

serbuk putih kekuningan pada hasil akhir fermentasi sehingga mikroba yang

berperan dalam fermentasi ini pun menjadi kurang maksimal dalam menghsilkan

bioetanol (Rikana, 2000).

Berikut adalah reaksi kimia dan enzimatis yang terjadi selama proses fermentasi. 1. Gula (C6H12O6) ---> asam piruvat (glikolisis) 2. Dekarboksilasi asam piruvat

Asam piruvat ---> asetaldehid + CO2 piruvat dehidrogenase (CH3CHO)

3. Asetaldehid diubah menjadi alkohol (ethanol)

2CH3CHO + 2NADH2 ---> 2C2H5OH (ethanol) + 2NAD Persamaan reaksi tersebut dapat disingkat menjadi:

C6H12O6 ---> 2C2H5OH + 2CO2 + 2NADH2 + Energi

Sebagaimana halnya fermentasi asam laktat, reaksi ini merupakan suatu pemborosan. Sebagian besar dari energi yang terkandung di dalam glukosa masih terdapat di dalam etanol, karena itu etanol sering dipakai sebagai bahan bakar mesin.

(54)
(55)

13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya, tanaman jagung (Zea mays)

memiliki banyak kegunaan, berpotensi sebagai sumber bio energi dan produk

samping yang bernilai ekonomis tinggi. Pemanfaatan jagung dan limbahnya

sebagai sumber bio energi dengan teknologi konversi energi yang ada saat ini, di

antaranya adalah (1) sebagai bahan bakar tungku untuk proses pengeringan atau

pemanasan, (2) sebagai bahan bakar padat untuk proses pirolisis dan gasifikasi,

(3) sebagai bahan baku pembuatan ethanol dan (4) sebagai bahan baku potential

pembuatan biodiesel (Teguh W,2010).

Jagung adalah salah satu jenis tanaman pangan yang tersebar secara merata

diseluruh dunia (Widanungrum, 2010). Tongkol jagung merupakan limbah

tanaman yang setelah diambil bijinya tersebut umumnya dibuang begitu saja,

sehingga hanya akan meningkatkan jumlah sampah. Selama ini limbah tongkol

jagung hanya dimanfaatkan untuk pekan ternak dan bahan bakar. Padahal limbah

tersebut dapat ditingkatkan kualitasnya menjadi suatu bahan baku kimia yang

penting (Hidajati, 2006). Menurut Meryandini (2009) komposisi serat tongkol

jagung adalah 23,74% lignin, 65,96% selulosa, dan hemiselulosa 10,82%.

Penggunaan selulosa terbatas karena selulosa tidak dapat dibentuk dengan

mudah ke dalam bentuk yang diinginkan dan tidak bisa dilarutkan dalam bahan

pelarut yang lebih murah dan lebih umum.Bahan berselulosa selama ini

merupakan limbah pertanian yang belum termanfaatkan secara optimal dan

jumlahnya cukup melimpah.Selulosa mengandung struktur spesifik yang

(56)

cenderung menyusun rantai polimer menjadi padat, struktur yang sangat kristal

yang tidak larut air dan tahan terhadap depolimerisasi (Gan, 2014).

Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi

menggunakan bahan baku hayati yang mengandung karbohidrat (gula,pati atau

selulosa). Etanol adalah ethyl alkohol (C2H5OH) yang dapat dibuat dengan cara

sintesis ethylen atau dengan fermentasi glukosa. Etanol berupa cairan yang tidak

berwarna yang mempunyai bau yang khas,berat jenisnya pada 15C adalah sebesar

0,7937 dan titik didihnya 78,3C pada tekanan 76 mmHg (Judoamidjojo, M. 1992).

Etanol diproduksi melalui hidrasi katalitik dari etilen atau melalui proses

fermentasi gula menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae. Beberapa bakteri

seperti Zymomonas mobilis juga diketahui memiliki kemampuan untuk melakukan

fermentasi dalam memproduksi etanol (Bambang. P, 2007).

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pemanfaatan selulosa tandan

kosong kelapa sawit dalam pembuatan bioetanol secara fermentasi dengan

menggunakan ragi tape oleh Nurfadillah (2012). Hasilnya kadar bioetanol

tertinggi yang di peroleh adalah 0,99% dengan lama fermentasi optimum dengan

konsentrasi ragi 2%.

Pada penelitian yang lainnya telah dilakukan Pengaruh lama fermentasi

dan berat ragi roti terhadap kadar bioetanol dari fermentasi glukosa hasil hidrolisis

selulosa dari tandan kosong kelapa sawit (Elaeis guineensis jack) dengan HCl

30% oleh Annisa Suri (2012). Hasilnya kadar etanol tertinggi yaitu 7,3922% yang

diperoleh pada lama fermentasi 6 hari dan penambahan ragi roti 6 gram.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai Studi Perbandingan Penambahan Variasi Ragi Tape dan Ragi

Roti dalam Pembuatan Bioetanol dari Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis

(57)

15

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah

1. Apakah ragi tape dan ragi roti dapat langsung digunakan dalam pembuatan

bioetanol dari fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa tongkol jagung

manis tanpa melalui tahap isolasi mikroba saccharomyces cerevisiae.

2. Bagaimana pengaruh penambahan ragi tape dan ragi roti dalam pembuatan

bioetanol dari fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa tongkol jagung

manis.

3. Apakah bioetanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa hasil hidrolisis

selulosa tongkol jagung manis dapat digunakan sebagai bahan bakar

alternative pengganti bahan bakar minyak dan gas.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah dibatasi pada :

1. Bahan baku fermentasi yang digunakan adalah glukosa hasil hidrolisis

selulosa tongkol jagung manis, ragi tape dan ragi roti yang diperoleh secara

komersil

2. Kadar glukosa ditentukan dengan metode Luft -Schroll

3. Lama fermentasi adalah 5hari

4. Variasi berat ragi roti dan ragi tape adalah 4, 6, 8 gram

5. Kadar biotenol ditentukan dengan metode kromatografi gas.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui berapa hasil selulosa yang didapatkan dan apakah ragi tape

dan ragi roti dapat langsung digunakan dalam pembuatan bioetanol dari

fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa tongkol jagung manis.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penambahan ragi tape dan ragi roti

dalam pembuatan bioetanol dari fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa

tongkol jagung manis

Gambar

Tabel 4.1 Hasil Isolasi Selulosa Tongkol Jagung Manis
Tabel 4.2 Data FTIR Selulosa Tongkol Jagung Manis
Tabel 4.5 Hasil Analisis Kualitatif Bioetanol
Gambar 4.2 Hasil Analisa Kadar Bioetanol dengan Variasi Ragi Tape
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan ragi roti dan lama waktu fermentasi terhadap glukosa hasil hidrolisis selulosa ampas tebu dengan HCl 30% dalam

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa yield bioetanol tertinggi diperoleh pada hidrolisis 120 menit dengan berat ragi roti 7 g dan lama fermentasi 6 hari sebesar 8,2%.. Analisis

Karbohidrat merupakan bahan yang banyak terdapat dalam makanan, dan didalam tubuh mengalami perubahan atau metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang

2014.Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (sea mays saccharata sturt) pada Beberapa Konsentrasi Sea Mineral.Sea Mineral.. 2010.Pemanfaatan Selulosa Bakteri-Polivinil

Proses pemisahan bioetanol Proses pemisahan bietanol. Bioetanol

Pengaruh Lama Fermentasi dan Berat Ragi Roti Terhadap Kadar Bioetanol Dari Proses Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa Jerami Padi Dengan HCl 30%.. Universitas

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh lama fermentasi terhadap kadar bioetanol dari fermentasi glukosa hasil hidrolisis selulosa tandan

Judul : PENGARUH PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN LAMA WAKTU FERMENTASI TERHADAP GLUKOSA HASIL HIDROLISIS SELULOSA AMPAS TEBU (Saccharum Officanarum) DENGAN HCl 30% DALAM