Anda mungkin juga menyukainya
sebagai Pemlastis
Pengujian Kekuatan Tarik dan Perpanjangan
Bioplastik Berbasis Pati menggunakan Interkalasi Leleh Metode: Tinjauan
dan Pengisi ZnO
Lailatin Nuriyah, Gancang Saroja dan
Biodégradasi Bioplastik Berdasarkan -
Terbuat dari Tepung Singkong dengan Gliserol
MHS Ginting, R Hasibuan, M Lubis dkk.
-
-
terhadap Sifat Mekanik Bioplastik
Kitosan dan Plasticizer Sorbitol Pengaruh Penambahan Kalsium Karbonat
Pati (Durio Zibethinus) dengan Filler Sifat Bioplastik dari Biji Durian sebagai Pelarut Kitosan pada Mekanik
Alisaputra dan Endaruji Sedyadi Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida
Naela Ulul Maslahah, Darmawan Junaydi Rohmad
Pati Garut dengan Pemlastis Gliserol
KERTAS • AKSES TERBUKA
al
et 2021J. 1858 012028
Mengutip artikel ini: Azmi Alvian Gabriel Ser.
Lihat artikel online untuk pembaruan dan penyempurnaan.
Fis.: Konf.
Penerbitan IOP doi:10.1088/1742-6596/1858/1/012028 1858 (2021) 012028
Jurnal Fisika: Seri Konferensi ICETIA 2020
Konten dari karya ini dapat digunakan berdasarkan ketentuan lisensi Creative Commons Attribution 3.0. Setiap distribusi lebih lanjut dari karya ini harus mempertahankan atribusi kepada penulis dan judul karya, kutipan jurnal, dan DOI.
Diterbitkan di bawah lisensi oleh IOP Publishing Ltd 1
Salah satu bahan utama bioplastik adalah pati. Indonesia mempunyai kekayaan sumber daya alam yang dapat menjadi sumber pati antara lain jagung, sagu, singkong, ubi jalar, sorgum [2, 6, 18]. Sifat fungsionalnya yang unik memungkinkan pati dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik sebagai bahan pangan maupun nonpangan. Permintaan bioplastik yang paling signifikan adalah yang berbahan
dasar pati. Pati ternyata lebih ekonomis dan kompetitif dibandingkan minyak bumi karena berasal dari bahan baku pati Itu adalah pencampuran pati dengan kitosan, selulosa, gelatin, dan biopolimer lainnya, yang dapat
memperbaiki kekurangan plastik berbasis pati. Keunggulan lain dari penggunaan bioplastik, yaitu bioplastik yang terbuat dari bahan polimer alami seperti Pati, selulosa, dan Poli Asam Laktat (PLA). Bioplastik dapat mempercepat kesuburan tanah bila dibuang ke alam [1, 2].
Alifia Yuanika
Penelitian yang berkembang untuk mengatasi penggunaan plastik konvensional adalah bioplastik.
Bioplastik mengalami degradasi lebih cepat tetapi memiliki kekuatan mekanik yang rendah dan bersifat hidrofilik.
1. Pendahuluan
Permintaan dan penggunaan plastik saat ini terus meningkat. Plastik pada umumnya digunakan sebagai bahan pengemas untuk kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Karakteristik plastik yang ringan, sebagai kemasan yang mudah digunakan menjadi keunggulan plastik dibandingkan bahan lainnya. Namun
penggunaan plastik secara terus-menerus berdampak buruk bagi lingkungan karena sulit terurai sehingga meningkatkan kerusakan lingkungan seperti pencemaran tanah.
Azmi Alvian Gabriel1,a, Anggita Fitri Solikhah1 Rahmawati1 1Jurusan
Teknologi Agroindustri, Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI) ,
Bioplastik Berbasis Pati menggunakan Interkalasi Leleh Metode: Tinjauan
Pengujian Kekuatan Tarik dan Perpanjangan
Surel: A
Abstrak. Plastik pada umumnya digunakan sebagai bahan pengemas untuk kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Namun, penggunaan plastik secara terus-menerus tidak berdampak baik terhadap lingkungan. Penelitian yang berkembang untuk mengatasi penggunaan plastik konvensional adalah bioplastik. Bioplastik mengalami degradasi lebih cepat tetapi memiliki kekuatan mekanik yang rendah dan bersifat hidrofilik. Salah satu bahan utama bioplastik adalah pati. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penggunaan bahan berbasis pati terhadap parameter kualitas kekuatan tarik dan kualitas elongasi bioplastik. Nilai kekuatan tarik dan elongasi bioplastik dari berbagai perlakuan menunjukkan rentang hasil yang relatif besar. Gliserol merupakan bahan pemlastis yang paling banyak digunakan karena Gliserol mempunyai kemampuan interaksi yang paling baik dibandingkan dengan bahan pemlastis lainnya apabila dikombinasikan dengan pati yang mempunyai karakter berbeda, baik dengan penambahan berbagai jenis bahan pengisi maupun tanpa penambahan bahan pengisi.
Jenis bahan pengisi yang umum digunakan adalah kitosan, tanah liat, dan ZnO. Penggunaan plasticizer dan filler memberikan kontribusi sebaliknya terhadap kualitas bioplastik yaitu kekuatan tarik dan elongasi.
[email protected] 61122, Gresik, Jawa Timur, Indonesia.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1.
Karakteristik Sumber Pati Berbasis Pati merupakan
karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berbentuk bubuk berwarna putih, tidak berasa, dan tidak berbau, hasil ekstraksi tumbuhan. Pati sangat mempengaruhi tanaman sebagai cadangan makanan, umumnya terdapat pada umbi-umbian, rimpang, buah, biji-bijian, dan biji-bijian.
Ketersediaan Pati yang melimpah di Indonesia menjadikan pati sebagai bahan baku pilihan pembuatan bioplastik. Jenis Pati yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan bioplastik antara lain pati singkong, kentang, dan jagung [1]. Pati dari sumber karbohidrat lain dan limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan baku bioplastik antara lain pati umbi konjak, pati biji durian, dan pati dari kulit singkong [14, 25].
Sementara itu, pati melimpah di alam namun hanya sedikit yang dimanfaatkan sebagai bahan utama pembuatan bioplastik, antara lain pati sagu, pati sorgum, dan pati ganyong [2]. Dengan mengetahui
karakteristik berbagai jenis Pati yang ada, maka dapat digambarkan potensi dan dampak karakteristik kualitas bioplastik yang dihasilkan. Dalam hal ini, kekuatan tarik bioplastik menjadi parameter utama produk plastik.
Pati terdiri dari dua jenis karbohidrat yaitu amilosa dan amilopektin. Pati pada setiap jenis tanaman mempunyai komposisi yang berbeda satu sama lain. Amilosa merupakan polisakarida rantai lurus yang terdiri dari molekul glukosa ?-1,4 glikosida. Amilosa adalah bagian dari pati yang larut dalam air, plastik dan berat molekul antara 50.000 dan 200.000. Amilopektin merupakan polisakarida bercabang yang terdiri dari molekul glukosa yang terikat satu sama lain melalui ikatan ?-1,4 glikosida dan ?-1,6 glikosidik. Amilopektin merupakan bagian dari pati yang tidak larut dalam air, mempunyai berat molekul antara 70.000 – 1.000.000, dan memberikan sifat lengket.
2. Metode Penelitian Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinjauan literatur, dengan mengumpulkan berbagai pustaka yang diterbitkan pada tahun 2000-2019 tentang ruang lingkup produksi bioplastik berbasis pati. Data dan informasi dalam penelitian ini diperoleh melalui data sekunder pada jurnal, skripsi, dan literatur dari internet yang sumber informasinya dapat dipertanggungjawabkan. Referensi diperoleh dari beberapa sumber, antara lain Google Scholar, SCOPUS, Science Direct, Springer Link, doaj.org, repositori universitas, dll. Informasi tambahan yang lebih detail dicari dengan merujuk pada website tertentu yang sumber informasinya dapat dipertanggungjawabkan, seperti data di situs web astm.org dan iso.org.
Kandungan amilosa dan amilopektin mempengaruhi sifat fisik dan kimia pati yang meliputi pengaruh penyerapan air, kelarutan, derajat gelatinisasi, dan pembengkakan.
Sumber referensi yang telah diperoleh kemudian diseleksi. Kalau ada referensi itu
Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan butiran pati akibat panas dan air, yang mengakibatkan butiran pati tidak dapat kembali ke bentuk semula. Komposisi penyusun pati umumnya mempunyai amilopektin sekitar 70-85% dan amilosa 15-30% [19].
tidak terkait dengan bioplastik berbasis bioplastik, maka tidak dapat digunakan. Sumber koneksi awal yang didapat kemudian dilakukan proses seleksi minimal 30 artikel. Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah proses pemilihan sumber referensi adalah melakukan tinjauan literatur dengan cara menganalisis setiap sumber referensi, mengkritisi pemaparan yang diberikan, dan membandingkan literatur yang satu dengan literatur yang lain.
bahan terbarukan. Proses pembuatan bioplastik dari pati lebih mudah dibandingkan bahan baku lainnya. Pati dapat diolah dengan beberapa metode menjadi bioplastik. Jenis pati yang banyak digunakan adalah pati jagung dan pati singkong [3].
Besar kecilnya butiran pati berhubungan dengan suhu gelatinisasi. Ukuran butiran pati berkisar antara 1 hingga 150 mikron. Pati dengan ukuran granul yang besar cenderung memiliki suhu gelatinisasi yang rendah karena ikatan molekulnya lebih lemah sehingga energi yang dibutuhkan untuk proses tersebut lebih rendah.
Sebaliknya pati dengan ukuran butiran kecil cenderung
60,68 [14]
58,83 54,31 74,35 72,61
80,4 [5]
sebesar 69,00% [7]. Jagung dan sorgum dimasukkan sebagai pati pada biji-bijian dengan kandungan pati sebesar
Suhu gelatinisasi sumber pati dari umbi-umbian dan biji-bijian disebabkan oleh Tabel 1. Rendemen Kadar Pati, Amilosa, dan Amilopektin Berdasarkan Sumber Pati
65,26 70,19 74,45 71,2 71,5 74,14 73,24 ubi
semakin besar kandungan patinya [15, 6].
25 [12]
Pertanian
dari buah pisang.
Tabel 1 menunjukkan bahwa sumber pati dapat digolongkan menjadi umbi-umbian, sumber pati, biji-bijian, buah-buahan,
laju disolusi [10]. Sedangkan untuk bahan limbah kulit buah seperti kulit pisang, mengalami kematangan Biji durian
kulit pisang, dan kulit singkong dengan kandungan pati masing-masing 70,22%; 76,65%; 38,79%; 22,60%;
69,51 [7]
87,19 [8]
44
kekuatan ikatan antarmolekul yang lebih rendah pada pati umbi-umbian dibandingkan sumber pati biji-bijian.
masing-masing 72,81% dan 69,51% [8]. Bahan lain yang dapat digunakan sebagai sumber pati
Pati yang terbuat dari biji-bijian mempunyai kandungan amilosa yang tinggi. Akibatnya, terjadi pemisahan unsur-unsur Singkong
Pati kulit kentang memiliki kandungan pati yang kecil yaitu 25,00%. Hal ini dipengaruhi oleh kentang
dan 60,68% masing-masing [9, 10, 11, 12, 13, 14]. Hal ini menunjukkan bahwa bahan sumber pati
76,39 [5]
Biji mangga 14,82 44 [13]
Sorgum
70,22 76,65 [10]
dan sumber pati dari limbah pertanian. Sumber Pati dari umbi-umbian seperti kentang,
Warna kulit pisang mempengaruhi komposisi pati dan gula. Seperti yang ditunjukkan oleh perubahan
Kadar tersebut akan mempengaruhi suhu gelatinisasi pati. Semakin matang kulit pisang yang digunakan maka semakin tinggi pula kandungannya Kulit pisang
Talas
memiliki suhu gelatinisasi yang tinggi karena ikatan molekulnya lebih kuat. Itu
proporsi kulit kentang, yaitu hanya 11,2% dari umbi kentang [16]. Kandungan pati paling rendah Biji-bijian
limbah
singkong, ubi jalar, talas mempunyai komposisi pati sekitar 87,19%; 85,53%; 82,15%; Dan
82,15 [6]
menyebabkan gelatinisasi memiliki suhu yang lebih tinggi, sekitar 78 – 86oC. Gelatinisasi Kulit singkong
umbi-umbian
suhu gelatinisasi diperlukan [11].
yang mengandung pati dalam jumlah tinggi berasal dari umbi-umbian. Hal ini disebabkan karena umbi mempunyai kualitas yang rendah Klasifikasi
Buah sukun
22,6 [11]
warna kulit pada buah pisang, buah pisang yang matang menurunkan kadar pati dan kadar gula
[9]
energi yang dibutuhkan untuk proses tersebut juga lebih tinggi [20].
Jagung
ditemukan pada kulit pisang sebesar 22,60% [11]. Penelitian [11] menyatakan bahwa tingkat kematangan kadar air dibandingkan dengan sumber pati lainnya. Semakin rendah kadar air dalam bahan,
16,39 22,33 25,77 27,83
80,40%, masing-masing [5, 6]. Sumber pati berbahan dasar buah adalah sukun dengan kandungan pati
85,53 [5]
terkandung di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya kadar pati pisang dipengaruhi oleh tingkat kematangan
Buah-buahan
Suhu pada pati serealia lebih tinggi dibandingkan dengan sumber pati umbi-umbian yaitu 69 – 75oC. Perbedaan 23,7
14,6 5,55 15,9 28,5 25,86 26,76 kulit kentang
72,81 [8]
Biji nangka
berasal dari limbah pertanian, seperti biji mangga, biji nangka, biji durian, kulit kentang,
Hal ini mengakibatkan suhu gelatinisasi lebih rendah, perkembangan dan pati lebih signifikan Klasifikasi Jenis Pati Amilosa (%) Amilopektin (%) Total pati (%) Ref.
3
Penerbitan IOP Jurnal Fisika: Seri Konferensi
ICETIA 2020
doi:10.1088/1742-6596/1858/1/012028 1858 (2021) 012028
3.2. Pengaruh Pati, Pemlastis, dan Jenis Pengisi Terhadap Kekuatan Tarik Bioplastik Penggunaan pati
dalam pembuatan plastik biodegradable (bioplastik) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas fisik berupa kekuatan tarik. Sumber Pati yang digunakan dalam pembuatan bioplastik dapat digolongkan menjadi sumber Pati yang berasal dari biji-bijian, buah-buahan, limbah pertanian, dan umbi-umbian. Tabel 2 menunjukkan kekuatan tarik bioplastik berdasarkan klasifikasi sumber pati bahwa bioplastik berbahan dasar umbi menawarkan interaksi kekuatan tarik terbaik. Hal ini terlihat pada kentang, talas, dan singkong yang mempunyai nilai kuat tarik yang memenuhi standar kuat tarik bioplastik yaitu 10 – 100 MPa [1]. Kekuatan tarik pati talas mempunyai rentang yang paling luas dibandingkan sumber pati lainnya, yakni sebesar 18,49 hingga 89,32 MPa. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik pati akar talas yang mempunyai kandungan amilopektin paling tinggi dibandingkan kandungan amilopektin pada umbi-umbian lainnya. Menurut [37] stabilitas bioplastik dipengaruhi oleh amilopektin, sedangkan amilosa mempengaruhi kekompakan bahan. Kualitas kekuatan tarik bioplastik berbahan dasar pati dari umbi-umbian lainnya menunjukkan nilai yang bervariasi.
Limbah pertanian berupa biji nangka, biji durian, biji mangga, dan ubi jalar merupakan sumber pati dengan kandungan amilopektin kurang dari 70% (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena ampas biji buah mengandung amilosa dan amilopektin dengan proporsi yang cenderung tidak berbeda.
Penambahan bahan pemlastis tidak mempengaruhi kristalinitas pati dengan amilosa tinggi [3].
Bioplastik yang berasal dari pati biji-bijian yang terdiri dari pati jagung dan sorgum mempunyai nilai kekuatan tarik masing-masing sebesar 1,42 hingga 3,92% dan 8,75% [23,1]. Hal ini menunjukkan bahwa sumber biji-bijian Faktor lain yang menyebabkan nilai kekuatan tarik ubi jalar lebih rendah dibandingkan umbi-umbian lainnya adalah (2012) yang menyatakan bahwa amilosa yang tinggi cenderung membentuk kristal yang menghasilkan sifat mekanik lebih kuat dibandingkan amilopektin yang bersifat amorf. Sifat kristal amilosa menyebabkan molekul pati menjadi rapuh jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik, sehingga perlu dilakukan
pemisahan amilosa dan amilopektin untuk memperoleh hasil bioplastik yang lebih baik.
Amilosa tinggi cenderung membentuk kristal yang mempunyai sifat mekanik lebih besar dibandingkan amilopektin yang bersifat amorf. Sifat kristal amilosa menyebabkan molekul pati menjadi rapuh jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik. Oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan amilosa dan amilopektin untuk
mendapatkan bioplastik dengan hasil yang lebih baik. Amilosa yang dipisahkan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan film. Film berbahan amilosa murni memiliki sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan film yang menggunakan bahan baku amilopektin murni. Stabilitas bioplastik dipengaruhi oleh amilopektin, sedangkan amilosa mempengaruhi kekompakan bahan. Namun penambahan bahan pemlastis dan kondisi pengolahan pada kelembaban tinggi meningkatkan kristalinitas bioplastik dengan bahan baku pati amilopektin tinggi dan memperbaiki sifat mekaniknya.
Kandungan pati pada sumber pati berbahan dasar serealia seperti pati jagung dan pati sorgum mempunyai kandungan amilosa yang relatif tinggi, masing-masing sebesar 28,50% dan 25,86% [8]. Bahan ini termasuk dalam kelompok pati amilosa tinggi (>25%). Kadar amilosa yang tinggi juga terdapat pada sukun sebesar 26,76%
[7]. Umur panen mempengaruhi kadar amilosa pada biji-bijian dan buah-buahan. Semakin lama umur panen tanaman padi-padian maka semakin tinggi pula kandungan pati dan amilosanya.
Menurut [3], amilosa dan amilopektin menghasilkan bioplastik dengan karakteristik berbeda.
Pati ubi jalar merupakan bahan dasar bioplastik yang mempunyai nilai kuat tarik terendah yaitu 3,29 MPa.
Rendahnya nilai kekuatan tarik pada ubi jalar disebabkan oleh tingginya kadar amilosa pada bahannya sebesar 23,7%. Pati ubi jalar mengandung amilopektin paling rendah dibandingkan kandungan pati umbi lainnya yaitu 65,6%. Kondisi ini membuat proses gelatinisasi pada pati menjadi tidak sempurna. Tingginya kadar amilosa mengurangi kemampuan pati untuk mengalami gelatinisasi.
Kondisi ini berkaitan dengan fungsi limbah biji buah yang berperan sebagai agen regenerasi pada tanaman sehingga memerlukan senyawa dalam proporsi tertentu untuk proses pertumbuhannya. Perbedaan proporsi amilosa yang terdapat pada pati ubi jalar terhadap keseimbangan pati pada umbi-umbian sangat bergantung pada perbedaan varietas dan kultivar pada masing-masing tanaman. Kondisi penanaman dan perlakuan juga mempengaruhi variasi proporsi berbagai jenis umbi [21].
Penerbitan IOP Jurnal Fisika: Seri Konferensi
ICETIA 2020
doi:10.1088/1742-6596/1858/1/012028 1858 (2021) 012028
Sorbitol Tanah Liat (4%)
Sumber Pati
Gliserin
kulit singkong, ubi
serat
SNI ISO 17557:2011 ubi
Kulit singkong
Tanah Liat (3 – 4%)
Referensi
PKS (20%) [28, 39]
[38]
8.75 – 19.36 6.29
[35]
Biji nangka, jagung, kentang, kulit pisang,
talas, kulit singkong 33, 34]
ZnO (9%)
Talas
24.7 - 3022 Standar plastik biodegradable oleh
Standar plastik konvensional oleh
0,63 – 16,70
[1, 36, 37, 38]
Jagung, kulit kentang, kulit pisang,
ZnO (1%)
biji
Kitosan (2 – 40%)
Jenis Pengisi Pemlastis Hasil (MPa) 0,22 – 18,49
Non-Pengisi
5,65 – 76,57
Biji nangka, singkong
2.09
89.32
Minimal 1.343 [40]
[24]
Palmira (10%)
[25, 26, 31, 32,
Kitosan (2 – 41,7%) 3,29 – 43,22
ubi 3.92 [38]
[44]
Sorgum, sukun, nangka
Kitosan (9%) +
[13, 35]
Biji mangga, talas
[7, 23, 28]
SNI 7818:2014
pada sumber pati limbah pertanian kurang dari 75% yang berarti tidak memenuhi
memiliki rata-rata paling rendah dibandingkan sumber pati lainnya. Hal ini karena kandungan pati
dipadukan dengan pati dengan karakter berbeda-beda, baik dengan penambahan berbagai jenis bahan pengisi maupun
sebesar 20-30% dan jenis filler Clay dengan konsentrasi 4% menghasilkan tarikan paling tinggi
jenis sumber pati yang digunakan. Aditif lain dalam bahan pemlastis dan pengisi mempengaruhi hasil akhir bioplastik pati mempunyai kekuatan tarik sebesar 23,39% dan 43,22% yang telah memenuhi SNI konvensional.
kekuatan tarik bioplastik masih dalam standar sifat bioplastik sedang,
karakteristik pati yang digunakan. Dalam hal ini sorbitol perlu didukung dengan bahan pengisi tertentu
Hal ini selanjutnya [39] menyatakan bahwa penambahan bahan pengisi dapat meningkatkan nilai kekuatan tarik plastik konvensional Standar Nasional Indonesia (SNI) (24 - 302 MPa). Kekuatan tarik
interaksi antara pati dan sorbitol.
Penilaian kualitas kekuatan tarik bioplastik tidak hanya dipengaruhi oleh
Nilai tersebut dipengaruhi oleh tingginya kandungan amilosa, yaitu melebihi 25% kandungan pati
perlu memperhatikan karakteristik akhir yang diharapkan dari bioplastik yang dihasilkan.
respon tersebut karena terbentuknya ikatan hidrogen pada bioplastik sehingga akan terjadi ikatan kimia
bioplastik mempunyai peranan penting dalam menentukan nilai kekuatan tarik. Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan Nilai kekuatan tarik bioplastik dari klasifikasi sumber pati limbah pertanian
kualitas pada parameter kekuatan tarik. Tabel 2 menunjukkan bahwa Gliserol adalah yang paling banyak digunakan Standar Industri Indonesia. Namun jenis pati kulit kentang dan kulit singkong
pemlastis karena Gliserol mempunyai kemampuan interaksi yang paling baik dibandingkan dengan pemlastis lainnya
bahwa bioplastik berbahan dasar pati talas dengan penambahan sorbitol pada kisaran konsentrasi yang dapat meningkatkan kekuatan tarik bioplastik yang dihasilkan sesuai karakteristiknya yaitu 1 – 10 MPa. Namun belum memenuhi standar bioplastik (10 – 100 MPa) dan
tanpa menambahkan bahan pengisi. Sedangkan sorbitol dalam produksi bioplastik sangat bergantung pada standar plastik 24-302 MPa. Nilai ini diperoleh dari kontribusi jenis-jenisnya
kekuatan dibandingkan dengan penggunaan sorbitol dengan kitosan dan penggunaan Gliserol dengan bahan pengisi apa pun.
bahan pengisi dan pemlastis yang digunakan dalam pembuatan bioplastik [23, 25]. Pilihan pati sebagai bahan bioplastik
dari pati yang digunakan. Oleh karena itu, interaksi molekul pati dengan Gliserol lebih baik dibandingkan kandungan amilosa lebih dari 25%, tergolong pati dengan kandungan amilosa tinggi.
Tabel 2. Pengaruh Bahan Sumber Pati, Jenis Plasticizer dan Filler Terhadap Kekuatan Tarik
Pemlastis dan pengisi sorbitol sebagai bahan penolong pembuatan berbahan dasar pati
5
Jenis bahan pengisi yang umum digunakan adalah kitosan, tanah liat, dan ZnO. Sedangkan serat lontar dan selulosa mikrokristalin merupakan bahan pengisi yang kurang umum digunakan untuk pembuatan bioplastik. Namun, mereka memiliki kontribusi yang tinggi dalam meningkatkan kekuatan tarik bioplastik. Bioplastik dengan bahan pengisi Selulosa Mikrokristalin dengan konsentrasi yang sama, pati yang berbeda, dan konsentrasi gliserol yang berbeda juga menunjukkan nilai kuat tarik yang signifikan. Nilai kekuatan tarik yang dihasilkan pada bioplastik berbahan dasar pati biji nangka dengan konsentrasi gliserol 20% adalah sebesar 0,63 MPa. Sebagai perbandingan, bioplastik berbahan dasar pati singkong dengan konsentrasi gliserol 25% menghasilkan nilai kuat tarik sebesar 16,37 MPa.
Perbedaan nilai ini terjadi karena beberapa bahan tidak tercampur seluruhnya [30].
Kitosan yang ditambahkan ZnO mempunyai nilai kuat tarik sebesar 3,29 MPa. Nilai tersebut tidak lebih signifikan dibandingkan bioplastik pengisi kitosan tanpa ZnO atau sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena masing-masing pengisi tidak dapat mengisi lapisan satu sama lain. Akibatnya peningkatan konsentrasi ZnO dan tanah liat menyebabkan kekakuan plastik yang dihasilkan.
Bioplastik berbahan dasar berbagai jenis pati dengan pemlastis gliserol tanpa bahan pengisi mempunyai rentang kuat tarik 0,22 – 18,49 MPa. Nilai kekuatan tariknya paling rendah dibandingkan dengan bioplastik yang menggunakan Gliserol dan filler. Rendahnya nilai kekuatan tarik bioplastik berikut [23] menyatakan bahwa pemlastis cukup cocok untuk mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga meningkatkan jarak antarmolekul material. Namun penggunaan plasticizer saja belum cukup sehingga diperlukan bahan pengisi sebagai bahan pengisi yang dapat meningkatkan kekakuan bioplastik terlalu banyak lentur sehingga meningkatkan kekuatan tarik.
Penggunaan kitosan dalam pembuatan bioplastik memiliki konsentrasi berkisar antara 2 – 41,7%. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan dapat mengisi bioplastik dengan berbagai jenis pemlastis, pati, dan variasi konsentrasi yang berbeda. Bioplastik berbagai jenis pati dan pemlastis menggunakan kitosan menghasilkan nilai kekuatan tarik yang memenuhi standar bioplastik, Standar Nasional Indonesia untuk plastik konvensional, dan sifat moderat standar bioplastik. Namun penggunaan bahan pengisi kitosan dan ZnO dalam pembuatan bioplastik tidak menghasilkan nilai kekuatan tarik yang optimal.
lebih kuat dan sulit dipatahkan [26. 27].
Selanjutnya bioplastik berbahan dasar pati kulit singkong dengan gliserol dan kitosan, bioplastik berbahan dasar pati talas dengan gliserol atau sorbitol, dan bahan pengisi tanah liat menghasilkan nilai kuat tarik yang sesuai dengan standar kuat tarik plastik konvensional. Pentingnya perlakuan tersebut masing-masing sebesar 43,22 MPa, 76,57 MPa, dan 89,32 MPa. Kondisi ini menunjukkan adanya interaksi antarmolekul yang sangat baik antara jenis pati, bahan pemlastis, dan bahan pengisi yang digunakan [35, 45].
Ukuran serat diseragamkan dengan cara diayak dengan ayakan 100 mesh, namun karena bentuk fisik serat lontar yang keras, kaku, dan panjang, maka serat yang memanjang dapat lolos dari pengayakan.
Berdasarkan hasil uji kuat tarik pada bioplastik dari berbagai jenis Pati, sebagian besar bioplastik memenuhi standar minimal kuat tarik plastik biodegradable sebesar 1,343 MPa (SNI 7818:2014). Namun bioplastik dari biji nangka, kulit pisang, dan kulit singkong dengan penambahan Gliserol dan tanpa penambahan bahan pengisi menunjukkan nilai kekuatan tarik yang lebih rendah dibandingkan standar minimum kekuatan tarik plastik
biodegradable, masing-masing sebesar 0,94 MPa, 0,228 MPa, dan 0,21 MPa [25, 26, 33]. Bioplastik dari biji nangka dengan Gliserol dan filler MCC juga menunjukkan hasil kuat tarik yang lebih rendah dibandingkan standar. Karena interaksi antarmolekul Gliserol dan pengisi, MCC bersifat antagonis, yang menginduksi pengembangan struktur film heterogen, menentukan diskontinuitas, sehingga menurunkan kekuatan tarik bioplastik [28].
Pada pembuatan bioplastik dengan menggunakan Gliserol sebagai plasticizer dan serat lontar sebagai filler menghasilkan kuat tarik sebesar 2,09 MPa. Nilai ini lebih signifikan dibandingkan bioplastik non-filler dan lebih rendah dibandingkan bioplastik yang menggunakan filler Microcrystalline cellulose (MCC). Rendahnya nilai kekuatan tarik
bioplastik menggunakan filler lontar disebabkan karena serat sabut yang ditambahkan mempunyai ukuran yang berbeda-beda.
Penerbitan IOP Jurnal Fisika: Seri Konferensi
ICETIA 2020
doi:10.1088/1742-6596/1858/1/012028 1858 (2021) 012028
Kulit kentang, Kulit pisang
Standar plastik biodegradable menurut SNI 7818:2014 Biji Mangga, Ubi, Jagung,
Tanpa pengisi
Kitosan (10%) 48,68 400 – 1,220 Sorbitol (40%)
21.11 – 50.98 [1, 13, 36, 38, 41]
Tanpa pengisi
Gliserol (4-43%)
Referensi)
Biji durian
[40]
Hasil Sumber Pati (%) Jenis Pemlastis Jenis Pengisi
biji
[10]
21 - 220 Kulit pisang Biji
alpukat, Nangka
Kitosan (30%) 24,85 MCC (10-40%) 13,36 – 15,67 [28, 42]
[37]
Talas, Sagu, Kulit Pisang
Standar plastik konvensional [44]
berdasarkan SNI ISO 17557:2011
Kulit singkong, Singkong, 8.1- 18.77 [24, 25, 33, 34, 39, 43]
sesuai dengan karakteristik pati.
perlu dilakukan penambahan bahan pengisi tertentu yang dapat meningkatkan kualitas mekanik bioplastik yang dihasilkan
dalam nilai elongasi yang lebih baik yaitu 43%. Namun nilai pemanjangan dari bioplastik dengan
Bioplastik dengan penambahan Gliserol dan filler MCC menghasilkan nilai elongasi terendah Tabel 3. Pengaruh Bahan Sumber Pati, Jenis Pemlastis dan Pengisi terhadap Pemanjangan
filler mengakibatkan penurunan nilai elongasi. Banyak pengisi kitosan menyebabkan pengurangan
sebesar 4 – 43% dan tanpa penambahan bahan pengisi menunjukkan hasil elongasi sebesar 8,1 – 50,98%. Tak ada satupun 3.3. Pengaruh Jenis Pati, Pemlastis, dan Pengisi terhadap Pemanjangan Bioplastik
sebesar 40% untuk pati biji durian menghasilkan pemanjangan sebesar 15,67% [42]. Nilai ini lebih tinggi menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah filler dapat menyebabkan nilai elongasi pada putusnya bioplastik sumber, kandungan pati, dan bahan tambahan seperti pemlastis dan pengisi. Gliserol adalah
Plasticizer paling banyak digunakan karena kemampuan interaksinya yang paling baik dibandingkan dengan plasticizer lainnya
nilai yang memenuhi standar plastik konvensional dan mempunyai nilai elongasi tertinggi.
dan kurang elastis. Jenis dan konsentrasi pemlastis memainkan peran penting dalam Pemanjangan
nilai.
gliserol dan kitosan 10%, nilai elongasinya sebesar 38,50% [38].
sorbitol dalam produksi bioplastik sangat bergantung pada karakteristik pati. Dia
penambahan bahan pemlastis dapat mengurangi kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas film polimer struktur film dengan sebaran komposisi yang tidak homogen, dimana terjadi interaksi antar
Molekul amilosa dan amilopektin membuat film bioplastik menjadi rapuh dan kaku.
memutus ikatan hidrogen antara molekul polimer yang berdekatan. Sementara itu, penambahan Bioplastik dari beberapa sumber pati dengan penambahan Gliserol dalam kisaran konsentrasi
filler kitosan atau tanpa filler telah memenuhi nilai elongasi standar plastik konvensional. Ini
dibandingkan dengan variabel lainnya. Penggunaan konsentrasi gliserol 30% dan konsentrasi MCC Penilaian kualitas pemanjangan bioplastik sangat dipengaruhi oleh jenis pati
nilainya mematuhi standar perpanjangan untuk plastik biodegradable. Namun bioplastik
menurun [10]. Karena meningkatnya kepadatan ikatan antarmolekul dalam bioplastik, maka terjadi peningkatan pada ikatan hidrogen ketika ditambahkan kitosan, sehingga bioplastik yang terbentuk semakin kuat
terbuat dari biji mangga, jagung, kulit kentang, ubi jalar, dan kulit pisang yang mempunyai bentuk memanjang
dibandingkan bioplastik, yang menambahkan 3% gliserol dan konsentrasi MCC 10% [28]. Ini
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi pemlastis MCC maka semakin tinggi pula elongasinya jika dipadukan dengan tepung kanji dengan karakter berbeda dengan atau tanpa isian. Sementara itu,
Dibandingkan dengan produksi bioplastik berbahan dasar pati ubi jalar dengan penambahan 25%
ketika bioplastik pecah [10]. Tanpa bahan pemlastis, amilosa dan amilopektin akan terbentuk a
Penambahan bahan pemlastis berbanding lurus dengan persentase pemanjangan. Itu
Dengan proporsi bahan dan komposisi yang sama, dihasilkan bioplastik tanpa menggunakan bahan pengisi
7
[5] Rahmawati, W., Kusumastuti, YA, dan Aryanti N. (2012). Karakterisasi Pati Talas (olocasia Esculenta L.) Sebagai Alternatif Sumber Pati Industri di Indonesia. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1 (1):
hal.347-351.
[7] Setiani, W., Sudiarti, T., dan L. Rahmidar. (2013). Persiapan Dan Karakterisasi Edible Film Dari Poliblend
[9] Wahyudi, H. (2009). Optimalisasi Kadar Amilum Biji Nangka (Arthocarpus Heterophyllus Lamk) sebagai Bahan Pengikat Tablet Parasetamol dengan Metode Granulasi Basah. Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Hasanudin. Makasar
[6] Aprianita, S., Vasiljevic, T., Bannikova, A., dan Kasapis, S. (2014). Sifat Fisikokimia Tepung dan Pati Berasal dari Umbi dan Akar Tradisional Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 51(12): hlm.3669–
3679.
Pati Sukun-Kitosan. Jurnal Valensi, Vol. 3 (2): 100-109. https://doi.org/10.15408/jkv.v3i2.506
[1] Coniwanti, P., Laila, L., dan Alfira, MR (2014). Pembuatan Film Plastik Biodegradable dari Pati Jagung dengan Penambahan Kitosan dan Pemlastis. Jurnal Teknik Kimia, vol. 20 (4): hal.
22-30 [2] Yuniarti, LL, Hutomo, GS, dan A. Rahim. (2014). Sintesis dan Karakterisasi Bioplastik Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sp). E-Jurnal Agrotekbis vol. 2 (1): 3 hal.
8-46 [3] Kamsiati, E., Herawati, H., dan Purwani, EY (2017). Potensi Pengembangan Platik Biodegradable Berbasis Pati Sagu dan Ubi Kayu di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, Vol. 36 (2): hlm.67-76.
[10] Kristiani, M. (2016). Pengaruh Penambahan Kitosan dan Plasticizer Sorbitol terhadap Sifat Fisiko-Kimia Bioplastik dari Pati Biji Durian (Durio zibethinus). Tesis. Universitas Sumatera Utara. Tersedia di http://
repository.usu.ac.id/handle/123456789/55450
[8] Suarni, WS, dan W. Widowati. (2007). Struktur, Komposisi dan Nutrisi Jagung. Tersedia di
[4] Dureja, H., Khatak, S., Khatak M., dan M. Kalra. (2011). Pati Kaya Amilosa sebagai Pelapis Farmasi Berbasis Air. Jurnal Internasional Ilmu Farmasi dan Penelitian Obat 2011: 3(1): hal.08-12
[11] Pingyi, Z., Roy, W., James, B., dan H. Bruce. (2005). Pati pisang: Produksi, sifat fisikokimia, dan daya cerna - Sebuah tinjauan. J. Polimer Karbohidrat. Jil. 59: 443-458. doi:10.1016/j.carbpol.2004.10.014 http://balitsereal. litbang.deptan.go.id/ind/images/stories /tiganol.pdf
4. Kesimpulan Nilai
kekuatan tarik dan elongasi bioplastik dari berbagai perlakuan menunjukkan rentang hasil yang relatif besar. Gliserol merupakan bahan pemlastis yang paling banyak digunakan karena Gliserol mempunyai kemampuan interaksi yang paling baik dibandingkan dengan bahan pemlastis lainnya apabila dikombinasikan dengan pati yang mempunyai karakter berbeda, baik dengan penambahan berbagai jenis bahan pengisi maupun tanpa penambahan bahan pengisi.
Jenis bahan pengisi yang umum digunakan adalah kitosan, tanah liat, dan ZnO. Penggunaan plasticizer dan filler memberikan kontribusi yang berlawanan terhadap kualitas kekuatan tarik dan elongasi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ”DIPA Deputi Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan
Referensi
Kementrian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional” yang mendanai penelitian ini
jarak ikatan antarmolekul; oleh karena itu, molekul pemlastis berada di daerah terpisah di luar fase polimer.
Menurunnya jarak ikatan ini disebabkan oleh semakin banyaknya ikatan hidrogen yang terbentuk antara molekul kitosan dengan amilosa dan amilopektin. Bioplastik menjadi lebih kaku dan kurang elastis [1].
”Pemanfaatan Plastik Biodegradable Berbasis Tepung Ganja Sebagai Produk Hortikultura
Bioplastik berbahan dasar pati biji durian dengan konsentrasi sorbitol 40% dan filler kitosan 10% menghasilkan nilai elongasi sebesar 48,68%. Dibandingkan dengan kuat tarik material yang sama, nilainya sebesar 19,36 MPa [10].
Dari hasil tersebut diperoleh nilai Elongation dan Tensile Strength yang paling baik. Pembuatan bioplastik tidak dapat membentuk kekuatan elongasi dan tarik yang tinggi karena sifat yang berlawanan. Oleh karena itu, perlu diketahui terlebih dahulu apakah tujuan pembuatan bioplastik adalah untuk memperoleh nilai elongasi atau kekuatan tarik yang lebih tinggi.
Ucapan Terima Kasih
Pengemasan” pada tahun anggaran 2020
9
Penerbitan IOP doi:10.1088/1742-6596/1858/1/012028 1858 (2021) 012028
Jurnal Fisika: Seri Konferensi ICETIA 2020
[15] Ginting, E., Widodo, Y., Rahayuningsih, SA, dan M. Jusuf. (2005). Karakteristik Pati Beberapa Varietas
ubi jalar transgenik. Polimer Karbohidrat Vol. 49 (3): hal.253-260.
[31] Gujar, S., Pandel, B., dan AS Jethoo. (2014). Pengaruh Plasticizer terhadap Sifat Mekanik dan Penyerapan Air dari Bioplastik Berbasis Tepung Jagung Ramah Lingkungan. Teknologi Lingkungan Alam dan Polusi, Vol. 13 (2): hal.425-428.
[14] Pradipta, RA (2019). Potensi Pembuatan Plastik Biodegradable dari Jerami Kulit Singkong dan Jerami Ubi Jalar Garut dengan metode Melt Intercalation dalam mendukung SDG’s. Buku Prosiding Konferensi Internasional Asian Academic Society ke-7 2019: hlm 93-96
[21] Noda, T., Nishiba, Y., Sato, T., dan I. Suda. (2002). Sifat fisikokimia pati bebas amilosa dari
Tanah liat. Tesis. Universitas Indonesia
Jurnal Ilmu Analitik Malaysia, Vol 22 No 3 (2018): hlm.429 - 434.
[13] Maulida, Kartika, T., Harahap, MB, dan MHS Ginting. (2018). Pemanfaatan pati biji mangga dalam pembuatan bioplastik.
Konferensi IOP. Seri: Sains dan Teknik Material 309: 012068. doi:10.1088/1757-899X/309/1/012068
[30] Niken, A. dan Adepristian, D. (2013). Isolasi Amilosa dan Amilopektin Dari Pati Kentang. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 2 (3): hal.57-62.
[12] Javed, A., Ahmad, A., Tahir, A., Shabbir, U., Nouman, M., dan A. Hameed. (2019). Limbah Kulit Kentang-Aplikasi
Nutraceutical, Industri dan Bioteknologinya. AIMS Pertanian dan Pangan, 4(3): 807-823. doi:10.3934/agrfood.2019.3.807
[20] Lothfy, FA (2017). Sifat Mekanik Bioplastik Dari Tepung Biji Nangka Dan Polypropylene.
[28] Lubis, M., Gana, A., Maysarah, S., Ginting, MHS, dan MB Harahap. (2018). Produksi Bioplastik dari Pati Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus) yang Diperkuat dengan Selulosa Mikrokristalin dari Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) dengan menggunakan Gliserol sebagai Pemlastis. Prosiding TALENTA-CEST 2017. Seri Konferensi IOP: Sains dan Teknik Material, Vol. 309. 012100. https://doi.org/10.1088/1757-899X/309/1/012100 [29] Erfan, A. (2012). Sintesis Bioplastik dari Pati Ubi Jalar Menggunakan Penguat
Logam ZnO dan Penguat
[25] Anita, Z., Akbar, F., dan Harahap, H. (2013). Pengaruh Penambahan Gliserol Terhadap Sifat Mekanik Film Plastik Biodegradasi Dari Pati Kulit Singkong. Jurnal Teknik Kimia USU 2(2): hlm. 37-41 [26] Kumoro, A.,
dan A. Purbasari. (2014). Sifat Mekanik Dan Morfologi Plastik Biodegradable Dari Limbah Tepung Nasi Aking Dan Tepung Tapioka Menggunakan Pemlastik Gliserol. TEKNIK, Vol. 35 (1): hal.8-16. https://doi.org/10.14710/teknik.v35i1.6238 [27] Wardah, I. dan E. Hastuti. (2015). Pengaruh
Variasi Komposisi Gliserol Dengan Pati Dari Bonggol Pisang, Tongkol Jagung, dan Enceng Gondok Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis Plastik Biodegradable. Jurnal Neutrino, 7(2): hlm.77-85.
[19] Ridwan, M. (2018). Sintesis Uji Kualita Plastik Biodegradable dari Pati Kulit Singkong Menggunakan Variasi Penguat Logam Seng Oksa (ZnO) dan Gliserol. Tesis. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Jurnal Ilmu Pangan, 22 (3): hlm.128–132.
[24] Sutan, SM, Maharani, DM, dan Febriani, F. (2018). Studi Karakteristik Sifat Mekanik Bioplastik Berbahan Pati - Selulosa KulitSiwalan (Borassus flabellifer). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, Vol. 6 (2): hal.157-171 Bioplastik dari Pati Sorgum. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 7 (4): hal.88-93.
[18] Asgar S.dkk., (2012). Karakteristik memasak dan memakan Nasi (Oryza sativa L.) - Ulasan Pakistan
[34] Sinaga, RF, Ginting, GM, Ginting, MHS, dan R. Hasibuan. (2014). Pengaruh Penambahan Gliserol
[16] Thoriq, A., Sampurno, RM dan Nurjanah, S. (2018). Analisis Kinerja Produksi Keripik Kentang (Studi Kasus : Taman Teknologi Pertanian, Cikajang, Garut, Jawa Barat). Jurnal Teknologi Agroindustri Vol. 02 (01) 2018 55–64. http://
dx.doi.org/10.21111/atj.v2i1.2819 [17] Swammy, J.a. (2010). Bioplastik
dan Keberlanjutan Global. Penelitian Plastik Online, Perkumpulan Insinyur Plastik, 10.1002/spepro.
[23] Darni, Y., dan H. Utami. (2010). Studi Pembuatan dan Karakteristik Sifat Mekanik dan Hidrofobisitas
[33] Azieyanti, NA, Amirul, A., Othman, SZ, dan H. Misran. (2019). Kajian Mekanik dan Morfologi Kulit Pisang Berbasis Bioplastik. Jurnal Fisika: Seri Konferensi 1529 (2020) 032091, doi:10.1088/1742-6596/1529/3/032091
[32] Radhiyatullah, A., Indriani, N., dan Ginting, MHS (2015). Pengaruh Berat Pati dan Volume Plasticizer Gliserol Terhadap Karakteristik Film Bioplastik Pati Kentang. Jurnal Teknik Kimia USU, vol. 4 (3): hal.35-39.
[22] Sahilatua, FO, Suter, IK, dan AAIS Wiadnyani. (2019). Pengaruh Umur Panen Terhadap Karakteristik Tepung Jagung Pulut Putih (Zea mays var. ceratina). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, Vol. 8 (4): hal.430-439. https://doi.org/
10.24843/itepa.2019.v08.i04.p09
Ubi Jalar. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 24 (1): pp.9-18.
[42] Lubis, M., Harahap, MB, Ginting, MHS, Sartika, M., dan H. Azmi. (2016). Pengaruh Selulosa Mikrokristalin (MCC) dari Serat Aren dan Penambahan Gliserol terhadap Sifat Mekanik Bioplastik dari Pati Biji Alpukat (Persea Americana Mill). Prosiding Konferensi Internasional tentang ”Teknik & Teknologi, Komputer, Dasar-Dasar dan Ilmu Terapan” ECBA-2016, vol. 331 (3): hal.1-10.
Terhadap Sifat Kekuatan Tarik dan Pemanjangan Saat Putus Bioplastik dari Pati Umbi Talas. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 3 (2): hal. 19-24 [35]
Melani, A., Herawati, N., dan AF Kurniawan. (2017). Bioplastik Pati Umbi Talas Melalui Proses Melt Intercalation (Kajian Pengaruh Jenis Filler, Concentration Filler dan Jenis Plasticiezer). Distilasi, jilid. 2 (2): hal.53-67.
[39] Abdullah, AHD, Putri, OD, Fikriyyah, AK, Nissa, RC, dan S. Intadiana. (2020). Pengaruh Selulosa Mikrokristalin terhadap Karakteristik Bioplastik Berbasis Pati Singkong. Teknologi dan Material Polimer-Plastik,
doi:10.1080/25740881.2020.1738465 [40] Badan Standardisasi
Nasional Indonesia. (2014). Kantong Plastik Mudah Terurai. SNI 7818:2014 [41] Akili, MS, Ahmad, U., dan NE Suyatma. (2012). Karakteristik Edible Film dari Pektin Hasil Ekstraksi Kulit Pisang. Jurnal Keteknikan Pertanian, vol.
26 (1): hal.39-46.
[44] Badan Standardisasi Nasional Indonesia. (2011). Plastik – Film dan Lembaran. SNI ISO 17557:2011 [45]
Sanjaya, IGMH, dan Puspita T. (2011). Pengaruh Penambahan Khitosan dan Plasticizer Gliserol pada Karakteristik Plastik Biodegradable dari Pati Limbah Kulit Singkong. Tesis Sarjana. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kitosan. Tesis. Universitas Indonesia.
[37] Utami, MR, Latifah, dan N. Widiarti. (2014). Sintesis Plastik Biodegradable dari Kulit Pisang dengan Penambahan Kitosan dan Plasticizer Gliserol. Jurnal Ilmu Kimia Indonesia, vol. 3 (2): hal.163-167.
[38] Erfan, A. (2012). Sintesis Bioplastik dari Ubi Jalar Menggunakan Penguat Logam ZnO dan Penguat Alami
[43] Hasibuan, M. (2009). Pembuatan Film Layak Makan dari Pati Sagu Menggunakan Bahan Pengisi Serbuk Batang Sagu, dan Gliserol sebagai Plastisiser. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
[36]Jabbar, UF (2017). Pengaruh Penambahan Kitosan Terhadap Karakteristik Bioplastik Dari Pati Kulit Kentang (Solanum tuberosum. L). Tesis. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.