BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Penyimpanan merupakan salah satu proses penanganan pasca panen komoditi pertanian sebelum komodititersebut mengalami proses lebih lanjut lagi. Dengan penyimpanan maka komoditi hasil pertanian akan lebihmudah untuk pemakaian selanjutnya. Penyimpanan suatu komoditi perlu diperhatikan karakter dansifatnya,karena kondisi komoditi tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, yaitu suhu,kelembaban, oksigen dan cahaya. Faktor ini dapat memicu beberapa mekanisme reaksi yang menyebabkankerusakan bahan pangan.
Kerusakan selama penyimpanan dapat menimbulkan bahaya jika dikonsumsi. Perubahan yang terjadi selama penyimpanan meliputi perubahan fisika, kimia dan mikrobiologi. Untuk dilakukan penentuan umur simpan untuk setiap produk.
Pada umumnya bahan pangan hasil pertanian merupakan bahan yang mudah rusak, terutama hasil perikanan (ikan, udang, kerang dan lain-lain) dan hasil peternakan (susu, daging).
Oleh sebab itu sebagian besar diolah lebih lanjut menjadi bahan setengah jadi maupun bahan jadi. Pengolahan ini mempunyai banyak keuntungan, seperti mempermudah penanganan dan transportasi, memperpanjang daya simpan, memperpanjang waktu tersedianya bahan tersebut dan lain-lain. Berbagai jenis pangan memiliki sifat daya simpan yang berbeda-beda ada yang awet dan yang mudah rusak tergantung, komposisi kimia bahan pangan yang dimiliki dan kerusakan bahan pangan yaitu mudah tidaknya terekspos oleh udara yang menstimulir proses oksidasi, serta kondisi lingkungan dimana pangan tersebut berada.
Dalam menentukan umur simpan suatu bahan pangan, ada beberapa parameter yang perlu diperhitungkan.Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menguda umur simpan suatu produk pangan yaitu kadar air. Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah.
1.2 Tujuan
1. Mampu mengidentifikasi tanda – tanda degradasi mutu produk.
2. Mampu menjustifikasi baik kuantitatif maupun kualitatif parameter penunjuk degradasi mutu. Mampu menentukan batas kelayakan manfaat maupun ekonomis produk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Komoditas hortikultura memiliki potensi yang besar karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satu diantaranya ialah komoditas tanaman Brassicaceae, yakni keluarga aneka kubis dan sawi. Jenis komoditas ini sangat digemari masyarakat sehingga berdampak pada tingkat konsumsi dan nilai ekonominya yang tinggi. Namun demikian, selama proses penyimpanan produk setelah panen mengalami penurunan kualitas yang ditunjukkan dengan perubahan kenampakan fisik serta kimiawi produk panen (Wibisono, 2014).
Salah satu cara yang juga efektif dalam melakukan penangan pasca panen ialah dengan menurunkan laju respirasi dan metabolisme dari produk panen. Penekanan lajurespirasi dan metabolisme dapat dilakukan dengan menurunkan suhu ruang penyimpanan produk panen (Rachmawati, 2013).
Suhu rendah dapat memperpanjang umur simpan sayuran dan dapat mengurangi aktifitas enzim klorofilase yang merusak klorofil. Maka dari itu, disusunlah penelitian ini untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap kualitas produk Brassicaceae selama masa simpan setelah panen (Rohmat, 2014).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan mutu produk pangan.
Terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off lavour (Floros dan Gnanasekharan ,2016).
Selain kadar air, kerusakan produk pangan juga disebabkan oleh ketengikan akibat terjadinya oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan. Tingkat kerusakan tersebut dapat diketahui melalui analisis free fatty acid (FFA) dan tio barbituric acid (TBA). Kerusakan lemak selain menaikkan nilai peroksida juga meningkatkan kandungan malonaldehida, suatu bentuk aldehida yang berasal dari degradasi lemak (Deng , 2013).
Beberapa proses penanganan produk pangan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan mutu adalah perlakuan panas tinggi, pembekuan, pengemasan, pencampuran, serta pemompaan. Pengeringan dapat memperpanjang umur simpan. Namun, pada proses pengeringan perlu diperhatikan agar air yang keluar dari bahan tidak merusak struktur jaringan, sehingga mutu bahan pangan dapat dipertahankan (Komari ,2018).
BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat 3.1.2 Bahan
1. Timbangan digital 1. Buah-buahan
2. Jangka sorong, 2. Sayuran
3. Penetrometer 3. Ikan
4. Panca indra
3.2 Cara kerja
1. Menyiapkan bahan .
2. Menuangkan sampel masing – masing untuk dilakukan pengamatan : kadar air,kekerasan,pengamatan fisik dan sensoris .
3. Meletakkan sampel tersebut dalam ruang suhu kamar secara aman .
4. Pengamatan kadar air dilakukan dengan penimbangan sampel setiap hari dan di hari terakhir pengamatan setelah sampel ditimbang ,masukan sampel ke dalam oven untuk ditentukan kadar airnya mengikuti prosedur yang diterangkan pada acara 1.
5. Pengamatan kekerasan dengan alat penetrometer . Karena sifatnya yang destruktif sampel harus dipersiapkan secara cukup ,sebagai contoh kalua pengamatan akan dilakukan selama 5 hari jumlah sampel yang harus dipersiapkan adal 18 buah ( 3 buah akan diamati pada hari pertama dan 3 buah diamati setiap hari untuk 5 hari berikutnya).
6. Pengamatan fisik dilakukan dengan mengukur diameter bercak -bercak yang mengindikasikan degradasi mutu dengan jangka sorong dan hitung luasannya,ulangi pengukuran dan perhitungan tersebut setiap hari .
7. Mengamati sampel dari aspek : warna ,aroma setiap hari dan buat catatan .
8. Apabila dimungkinkan untuk melakukan pengamatan rasa produk,lakukan persamaan pada waktu pengamatan kekerasan .
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Hasil Pengamatan Buah Wortel Hari
ke-
Berat (g) Kekerasan
(N) Bercak Warn
a Aroma Rasa Awal Akhir
1 38.34 38.34 0.44 Belum timbul orange Khas
wortel
Khas wortel
2 43.64 35.24 - Timbul sedikit pada
ujung umbi orange
Khas wortel
Khas wortel
3 41.62 37.50 12.15 Lumayan banyak orange Khas
wortel
Khas wortel
4 34.85 26.22 48.4 Banyak orange Khas
wortel
Khas wortel
5 40.97 31.28 68.52
Banyak hingga busuk pada ujung
umbi
orange Busuk pahit
4.1.2 Tabel Hasil Pengamatan Komoditas Timun Hari
ke-
Berat awal
Berat akhir
Kekerasan (N)
Bercak Warna Aroma Rasa
1 185 gr 165 gr 40,94 Tidak
ada
Hijau segar khas
timun
Aroma khas timun
Hambar segar khas timun
2 200 gr 195,29 gr
40,58 Tidak
ada
Hijau segar khas
timun
Aroma khas timun
Hambar segar khas timun
3 208 gr 193,87 gr
40,36 Tidak
ada
Hijau segar khas
timun
Aroma khas timun
Hambar segar khas timun
4 165 gr 144,37 gr
40,01 Tidak
ada
Hijau segar khas
timun
Aroma khas timun
Hambar segar khas timun
5 121 gr 203,50 gr
42,40 Tidak
ada
Hijau segar khas
timun
Aroma khas timun
Hambar segar khas timun
4.1.3 Tabel Hasil Pengamatan Komoditas Tomat Hari
ke-
Berat (gr) Kekera san (N)
Bercak Warna Aroma Rasa
Awal Akhir
1 65,90 65,90 0,25 Ada banyak Orange
kemerahan khas tomat
Harum khas tomat
Rasa khas tomat
2 46,56 42,12 0,36 Sedikit Orange
kemerahan khas tomat
Harum khas tomat
Rasa khas tomat
3 61,58 60,16 0,33 Ada banyak Orange
kemerahan khas tomat
Harum khas tomat
Rasa khas tomat
4 53,86 51,31 0,45 Sedikit Merah Harum
khas tomat
Rasa khas tomat
5 61,13 58,74 0,28 sedikit Merah Harum
khas tomat
Rasa khas tomat 4.1.4 Tabel Hasil Pengamatan Komoditas Labu Siam
Hari ke
Berat (gr) Kekerasan Bercak Warna Aroma Rasa
Awal Akhir
1 225 225 35,58 Sedikit Hijau Khas
labu siam
Khas labu siam
2 190 183,22 48,87 Sedikit Hijau Khas
labu siam
Khas labu siam
3 185 172,32 32,79 Sedikit Hijau
dan coklat di
Khas labu siam
Khas labu siam
beberapa bagian
4 155 146,67 40,02 Banyak Hijau
dan coklat di beberapa bagian
Khas labu siam
Khas labu siam
5 165 148,75 62,85 Banyak Hijau
dan coklat di beberapa bagian
Khas labu siam
Khas labu siam
4.2 Pembahasan
Percobaan yang dilakukan pada praktikum ini adalah degradasi mutu produk pertanian.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi tanda – tanda degradasi mutu produk. serta dapat menjustifikasi baik kuantitatif maupun kualitatif parameter penunjuk degradasi mutu dan dapat menentukan batas kelayakan manfaat maupun ekonomi produk. Produk pertanian adalah produk hayati yang dalam keadaan intak masih mengalami proses hidup (fisiologis) yang dipengaruhi oleh mekanisme fisiologis itu sendiri dan lingkungan. Sesuai dengan sifat alaminya terdapat produk yang mengalami degradasi mutu secara cepat, ada yang lambat. Degradasi mutu dikenali melalui tanda tanda fisik, biologis maupun kimiawi. Pada praktikum kali ini praktikan mengamati degradasi mutu pada produk pangan labu siam yaitu perubahan berat, kadar air, fraksi kekerasan dan perhitungan kadar air.
Adapun sayur yang digunakan sebagai objek prktikum pada kali ini adalah labu siam.
Setelah itu, labu siam diletakkan ruangan dan diamati selama 5 hari, Pengamatan pertama yaitu menghitung berat bahan dihari pertama dengan berat awal 225 gr dan berat akhir 225 gr, pengamatan dihari kedua dengan berat awal 190 gr dan berat akhir 183,22 gr, pengamatan dihari ketiga dengan berat awal 185 gr dan berat akhir 172,32 gr , dan pengamatan dihari ke empat berat awal 155 gr dan berat akhir 146.67 gr dan dihari kelima berat awal 165 gr dan berat akhir 148,75 gr
Pengamatan selanjutnya pada fraksi kekerasan pengamatan dihari pertama warna labu siam terlihat hijau segar, bau khas labu siam, terdapat sedikit bercak, dan tekstur kekerasan 35,58 N. pengamatan dihari kedua warna labu siam terlihat hujau, bau khas labu siam, terdapat
sedikit bercak, dan tekstur kekerasan 48,87 N. pengamatan dihari ketiga warna mulai hijau dan cokelat dibeberapa bagian, bau khas labu siam, terdapat sedikit bercak, dan tekstur kekerasan 32,79 N. Pengamatan dihari keempat warna hijau dan cokelat dibeberapa bagian, bau khas labu siam, terdapat banyak bercak, dan tekstur kekerasan 40,02 N. pengamatan dihari kelima warna hijau dan cokelat dibeberapa bagian, bau khas labu siam terdapat banyak bercak, dan tekstur kekerasan 62,85 N.
pada kali ini adalah wortel. Setelah itu, wortel diletakkan ruangan dan diamati selama 5 hari, Pengamatan pertama yaitu menghitung berat bahan dihari pertama dengan berat awal 38,34 gr dan berat akhir 38,34 gr, pengamatan dihari kedua dengan berat awal 43,64 gr dan berat akhir 35,24 gr, pengamatan dihari ketiga dengan berat awal 41,62 gr dan berat akhir 37,50 gr, dan pengamatan dihari ke empat berat awal 34,85 gr dan berat akhir 26,22 gr dan dihari kelima berat awal 40,97 gr dan berat akhir 31,28 gr
Pengamatan selanjutnya pada fraksi kekerasan pengamatan dihari pertama warna wortel terlihat orange, bau khas wortel, tidak ada bercak, dan tekstur kekerasan 0,44 N. pengamatan dihari kedua warna wortel terlihat orange, bau khas wortel, terdapat sedikit bercak di ujung umbi, dan tekstur kekerasan - N. pengamatan dihari ketiga warna orange, bau khas wortel, terdapat banyak bercak, dan tekstur kekerasan 12,15 N. Pengamatan dihari keempat warna orange, bau khas wortel, terdapat banyak bercak, dan tekstur kekerasan 48,4 N. pengamatan dihari kelima warna orange, bau khas busuk, rasa pahit, terdapat banyak bercak dan busuk di ujung ambi, dan tekstur kekerasan 68,52 N.
pada kali ini adalah timun. Setelah itu, labu siam diletakkan ruangan dan diamati selama 5 hari, Pengamatan pertama yaitu menghitung berat bahan dihari pertama dengan berat awal 185 gr dan berat akhir 165 gr, pengamatan dihari kedua dengan berat awal 200 gr dan berat akhir 195,29gr, pengamatan dihari ketiga dengan berat awal 208gr dan berat akhir 193,87 gr , dan pengamatan dihari ke empat berat awal 155 gr dan berat akhir 144,37 gr dan dihari kelima berat awal 121 gr dan berat akhir 203,50 gr
Pengamatan selanjutnya pada fraksi kekerasan pengamatan dihari pertama warna timun terlihat hijau segar, bau khas timun, terdapat tidak ada bercak, dan tekstur kekerasan 40,94 N.
pengamatan dihari kedua warna timun terlihat hujau, bau khas labu siam, terdapat tidak ada bercak, dan tekstur kekerasan 40,58 N. pengamatan dihari ketiga warna hijau, bau khas timun, terdapat tidak ada bercak, dan tekstur kekerasan 40,36 N. Pengamatan dihari keempat warna hijau, bau khas timun, terdapat banyak bercak, dan tekstur kekerasan 40,01 N. pengamatan dihari kelima warna hijau, bau khas timun, terdapat tidak bercak, dan tekstur kekerasan 42,40 N.
pada kali ini adalah tomat. Setelah itu, tomat diletakkan ruangan dan diamati selama 5 hari, Pengamatan pertama yaitu menghitung berat bahan dihari pertama dengan berat awal
65,90gr dan berat akhir 65,90 gr, pengamatan dihari kedua dengan berat awal 46,56 gr dan berat akhir 42,12 gr, pengamatan dihari ketiga dengan berat awal 61,58 gr dan berat akhir 60,16 gr , dan pengamatan dihari ke empat berat awal 55,86 gr dan berat akhir 51,31 gr dan dihari kelima berat awal 61,13 gr dan berat akhir 58,74 gr
Pengamatan selanjutnya pada fraksi kekerasan pengamatan dihari pertama warna labu siam terlihat orange kemershsn segar, bau khas tomat, terdapat sedikit bercak, dan tekstur kekerasan 0,25 N. pengamatan dihari kedua warna tomat terlihat orange kemerahan, bau khas tomat, terdapat sedikit bercak, dan tekstur kekerasan 0,36 N. pengamatan dihari ketiga warna mulai orange kemerahan, bau khas tomat, terdapat sedikit bercak, dan tekstur kekerasan 0,33 N.
Pengamatan dihari keempat warna merah, bau khas tomat, terdapat banyak bercak, dan tekstur kekerasan 0,45 N. pengamatan dihari kelima warna merah, bau khas tomat terdapat banyak bercak, dan tekstur kekerasan 0,28 N.
Berdasarkan data yang sudah kami buat, didapati bahwa Kelayuan (senescence) sering pula disebut penuaan adalah suatu periode dari proses anabolisme (sintesis) menuju ke proses katabolisme (degradasi), selanjutnya akan terjadi proses penuaan dan akhirnya jaringan mati.
Akibat kelayuan dan bahan labu siam tersebut mulai menuju proses katabolisme atau Degradasi berat bahan tersebut semakin lama semakin berkurang beratnya, dari diameter kerusakan bahan semakin lama semakin besar, setelah itu untuk warna semakin hari terlihat layu, dan untuk tekstur dari hari pertama tekstur tersebut terbilang keras di hari kelima dapat dilihat dari data tersebut untuk tekstur labu siam sudah tidak terlalu keras lagi, itu semua dikarenakan proses katabolisme ( Degradasi ).
Beberapa proses penanganan produk pangan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan mutu adalah perlakuan panas tinggi, pembekuan, pengemasan, pencampuran, serta pemompaan. Pengeringan dapat memperpanjang umur simpan. Namun, pada proses pengeringan perlu diperhatikan agar air yang keluar dari bahan tidak merusak struktur jaringan, sehingga mutu bahan pangan dapat dipertahankan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan mutu produk pangan. Menyatakan terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor. Selain kadar air, kerusakan produk pangan juga disebabkan oleh ketengikan akibat terjadinya oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan. Penurunan kadar air atau disebut degradasi sangat penting dalam kegiatan industry terutama memudahkan dalam penyimpanan.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Mengetahui kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah.
2. Dalam menentukan umur simpan suatu bahan pangan, ada beberapa parameter yang perlu diperhitungkan.Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menguda umur simpan suatu produk pangan yaitu kadar air .
3. Pengolahan ini mempunyai banyak keuntungan, seperti mempermudah penanganan dan transportasi, memperpanjang daya simpan, memperpanjang waktu tersedianya bahan tersebut dan lain-lain . Berbagai jenis pangan memiliki sifat daya simpan yang berbeda- beda ada yang awet dan yang mudah rusak tergantung, komposisi kimia bahan pangan yang dimiliki dan kerusakan bahan pangan yaitu mudah tidaknya terekspos oleh udara yang menstimulir proses oksidasi, serta kondisi lingkungan dimana pangan tersebut berada .
5.2 Saran
Praktikan sebaiknya memerhatikan koas untuk meminimalisir kesalahan yang terjadi disaat praktikum dilaksalanakan dan praktikan harus lebih teliti dalam penimbangan dan perhitungan kadar air dan selama pengamatan, sehingga hasil hitungan akan menjadi lebih akurat karena masih sering terjadi kesalahan dalam hal perhitungan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Deng, J.C. (2013). Effect of iced storage on free fatty acid production and lipid oxidation in mul let muscle. J. Food Sci. 43: 337−340.
Floros, J.D. and V. Gnanasekharan. (2016). Shelf life prediction of packaged foods: chemichal, biological, physical, and nutritional aspects. G. Chlaralambous (Ed.). Elsevier Publ., London.
Komari , (2018). Mempelajari proses pengeringan seripih. Media Teknologi Pangan 6(4): 2.
Rachmawati, M. (2013).Pelapisan Chitosan Pada Buah Salak Pondoh (Salaccaedulis Reinw,) Sebagai Upayamemperpanjang Umur Simpan Dan Kajian Sifat Fisiknya Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Pertanian, 6(2), 45-49.
Rohmat, N., Ibrahim, R., & Riyadi, P. H. (2014). Pengaruh Perbedaan Suhu Dan Lama Penyimpanan Rumput Laut Sargassum Polycistum Terhadap Stabilitas Ekstrak Kasar Pigmen Klorofil. Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(1), 118-126.
Wibisono, H. (2014). Analisis Efisiensi Usahatani Kubis (Studi Empiris Di Desa Banyuroto Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang). Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.