PERAN MASYARAKAT DALAM EKONOMI ISLAM
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Ekonomi Islam) Dosen Pengampu: Dr. Neng Sri Nuraeni M.Pd.
Disusun oleh:
Kelompok 10
Juliana Hartanti (11200150000043) Ari Fajar Nugroho (11200150000057)
Bambangkas (11200150000059)
Sephia Reiza Yesenia (11200150000103)
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis diberikan kemudahan untuk menyelesaikan makalah hasil diskusi dengan pembahasan “kelemahan dan kritik terhadap teori keynes” dengan baik dan tepat waktu, meskipun masih banyak kekurangan didalamnya.
Sholawat serta salam tak lupa kita sanjungkan kepada nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan menuju jalan yang terang benderang seperti sekarang ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.
Neng Sri Nuraeni M.Pd Selaku dosen pengampu mata kuliah Teori Ekonomi Makro yang telah memberikan tugas makalah ini kepada kelompok penulis.
Penulis sangat menyadari jika makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap agar pembaca memberi masukan atau kritik jika ada yang salah dalam pembuatan makalah ini. Karena, tidak akan ada kemajuan tanpa adanya sebuah kritik yang membangun. Semoga makalah yang penulis buat dapat dipahami dengan baik dan bermanfaat bagi siapapun. Penulis mohon maaf jika ada kesalahan kata dalam pembuatan makalah ini.
Jakarta, 15 September 2023
Kelompok 10
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...2
DAFTAR ISI...3
BAB I PENDAHULUAN...4
A. Latar Belakang...4
B. Rumusan Masalah...6
C. Tujuan Masalah...6
BAB II PEMBAHASAN...7
A. Peran Masyarakat dalam Pengembangan Keuangan Mikro Syariah Baitul Maal wa Tamwil (BMT)...7
B. Peran Masyarakat dalam Sektor Keuangan Sosial Islam dan ZIS...9
C. Peran Masyarakat dalam Wakaf...10
D. Peran Mayarakat pada Sektor Pendidikan Ekonomi dan Keuangan Syariah...12
BAB III PENUTUP...15
A. Kesimpulan...15
DAFTAR PUSTAKA...16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkembangnya industri keuangan dan perbankan syariah tidak lepas dari peran berbagai pihak, baik masyarakat maupun pemerintah. Dalam perspektif Islam, setiap unsur, baik pemerintah maupun masyarakat memiliki peran sesuai posisi masing- masing. Ada beberapa terminologi dalam Al-Qur’an yang menunjuk pada arti masyarakat ideal, yaitu: ummat wahidah, ummat wasatha, khairu ummat. Ummat wustho dimaknai sebagai masyarakat pertengahan/ moderat. Ini ditandai dengan perilaku komunitas yang mampu tegak pada posisi tengah, yaitu posisi yang menjadikan mereka mampu memadukan aspek ruhani dan jasmani, material dan spiritual dalam segala aktivitas kehidupannya. Khairu ummah berarti komunitas terbaik atau unggul. Merujuk pada QS. Ali Imran: 110, bahwa karakteristik khairu ummah adalah menyuruh kepada kebaikan, mencegah dari yang buruk, dan beriman kepada Allah SWT. Jadi, khairu ummah dalam pengertian tersebut adalah bentuk ideal masyarakat Islam yang identitasnya adalah integritas keimanan, komitmen dan kontribusi positif kepada kemanusiaan secara universal, serta memiliki loyalitas pada kebenaran melalui tindakan amar ma’ruf (perintah kebaikan) seiring dengan penegakan nahi munkar (mencegah kemunkaran). Implementasi peran itulah yang diemban berbagai elemen masyarakat muslim Indonesia dalam berkontribusi mewarnai perjalanan sejarah industri keuangan dan perbankan syariah di Indonesia.
Hingga kini, perkembangan praktik ekonomi dan keuangan syariah, baik di dunia maupun di Indonesia cukup menggembirakan, walaupun belum sepenuhnya sesuai dengan ekspektasi, tetapi tetap harus disyukuri dengan sepenuh hati. Misalnya Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia, diperkirakan 87% penduduknya beragama Islam, tetapi faktanya market share keuangan syariah baru mencapai 8,71%
dari total aset industri keuangan nasional, sedangkan market share perbankan syariah baru mencapai 5,87% dari total aset perbankan nasional (OJK, Juni 2020). Di sisi lain, potensi aset wakaf per tahun, menurut BWI (Badan Wakaf Indonesia) mencapai Rp2.000 triliun dengan luas tanah wakaf mencapai 420.000 hektare. Potensi wakaf uang mencapai sekitar Rp77 triliun. Namun potensi yang besar tersebut belum dapat terealisir
digali. Wakaf yang terealisasi baru mencapai Rp400 miliar aset wakaf dan Rp185 miliar wakaf uang.1
Fakta ini menunjukkan bahwa peran masyarakat luar biasa penting untuk mewujudkan suatu potensi menjadi kenyataan. Tanpa peran aktif masyarakat, mustahil potensi yang luar biasa tersebut dapat diwujudkan. Oleh karena itu, perlu ada berbagai ikhtiar untuk memaksimalkan peran masyarakat dalam memajukan praktik ekonomi dan keuangan syariah dalam berbagai aspeknya. Hal penting yang perlu digaris bawahi, bahwa tingkat literasi masyarakat sangat berpengaruh terhadap keterlibatan dan ketertarikan masyarakat untuk berekonomi dan berkeuangan secara syariah. Hal ini dibuktikan bahwa market share perbankan syariah, nilainya tidak jauh beda dengan jumlah masyarakat yang well literate perbankan syariah.
Untuk lebih meningkatkan peran masyarakat dalam pengembangan praktik ekonomi dan keuangan syariah, perlu ditingkatkan indeks literasinya. Di antaranya dengan mengemukakan perkembangan terkini, manfaatnya dan juga peran apa yang dapat dimainkan oleh anggota masyarakat. Perlu ditegaskan bahwa spektrum ekonomi dan keuangan syariah sangat luas, yakni bahwa semua aktivitas ekonomi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Alquran dan sunah, dapat dikategorikan sebagai bagian ekonomi syariah. Cakupannya meliputi sektor riil, keuangan, dan filantropi secara luas.
Karakteristik utamanya adalah bebas dari elemen riba (bunga), ketidakpastian (gharar), judi (maysir), dan berbagai larangan lainnya. Dengan demikian, sistem ekonomi Islam memiliki sektor ekonomi yang lebih luas dibanding sistem ekonomi konvensional, yaitu dua sektor ekonomi plus: ekonomi sektor riil, dan ekonomi sektor keuangan plus keuangan sosial.
Sektor keuangan syariah telah berkontribusi signifikan dalam lingkungan global dengan memfasilitasi diversifikasi risiko dan mewujudkan stabilitas keuangan global.
Tidak berlebihan jika dinyatakan bahwa keuangan Islam telah menjadi bagian integral dalam sistem keuangan internasional. Sistem ekonomi dan keuangan berbagai negara, seperti Indonesia, Malaysia, Saudi Arabia, Turki, dan lain-lain, menerapkan sistem ekonomi dual economic system, dan sistem keuangannya menganut dual financial system, yakni sistem ekonomi dan keuangan ganda berupa sistem ekonomi dan keuangan konvensional dan syariah yang sah dan berlaku serta berjalan beriringan.
Berlakunya dual economic and financial system dipercaya akan melahirkan kompetisi
1 Media Indonesia, 14 Mei 2019; Kompas, 27 September 2019
yang sehat dan fair serta akan mewujudkan perilaku bisnis yang berdasarkan nilai-nilai moral, yang pada gilirannya akan meningkatkan market disciplines dan pelayanan bagi masyarakat. Semua praktik ekonomi Islam berdasarkan nilainilai syariah yang menjunjung tinggi etika, moral, dan keadilan yang menuntut pelaku ekonomi syariah memiliki karakter yang baik dalam bertransaksi ekonomi. Hal ini tentu sangat penting dalam rangka membangun karakter bangsa melalui membangun karakter pelaku ekonomi baik di sektor riil maupun sektor keuangan.2
Semua sektor tersebut sangat membutuhkan peran masyarakat. Tanpa peran masyarakat, semua sektor tersebut tidak akan pernah berkembang optimal. Lebih tepatnya, kunci utamanya adalah kolaborasi berbagai pihak, baik pemerintah sebagai pembelanja besar, regulator dan supervisor, maupun masyarakat luas baik perannya sebagai pelaku usaha, praktisi maupun yang berperan sebagai konsumen. Peran yang optimal dari semua pihak itu tentu akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dapat diwujudkan secara adil dan merata.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran masyarakat dalam pengembangan keuangan mikro syariah Baitul Maal wa Tamwil (BMT)?
2. Bagaimana peran masyarakat dalam sektor keuangan sosial Islam dan ZIS?
3. Bagaimana peran masyarakat dalam Wakaf?
4. Bagaimana peran masyarakat pada sektor pendidikan ekonomi dan keuangan syariah?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui dan memahami peran masyarakat dalam pengembangan keuangan mikro syariah Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
2. Mengetahui dan memahami peran masyarakat dalam sektor keuangan sosial Islam dan ZIS
3. Mengetahui dan memahami peran masyarakat dalam Wakaf
4. Mengetahui dan memahami peran masyarakat pada sektor pendidikan ekonomi dan keuangan syariah
2 Nur Kholis, Praktik Ekonomi Islam di Indonesia dan Implikasinya bagi Pembangunan Karakter Bangsa, AHKAM, Jurnal Hukum Islam, VOL.13, No. 02, ISSN 1411-271X, Nop 2011.
BAB II PEMBAHASAN
A. Peran Masyarakat dalam Pengembangan Keuangan Mikro Syariah Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
Pelaku keuangan mikro di Indonesia ada yang beroperasi dengan sistem syariah dan konvensional. Lembaga keuangan mikro konvensional antara lain: Koperasi/Unit Simpan Pinjam (KSP/USP), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO). Sementara itu, lembaga keuangan mikro syariah antara lain:
Koperasi/Unit Jasa Keuangan Syariah (KJKS/UJKS) atau yang dikenal juga dengan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Baitul maal wa tamwil (BMT), terdiri tiga unsur kata pokok, yaitu bait artinya rumah, maal artinya harta, tamwil artinya pengembangan harta, dari asal kata maal.
Ketika tiga kata tersebut dijadikan satu menjadi baitul maal wa tamwil (BMT), ia memiliki makna khusus, yaitu balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bait al-mal wa bait at-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil, bawah dan kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya (bait at-tamwil), selain itu, BMT juga dapat menerima titipan zakat, infak, dan sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya (bait al-mal).3 Ringkasnya, baitul maal lebih mengarah pada usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non-profit, seperti zakat, infak, dan sedekah. Sementara itu, baitu tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial, mengembangkan usaha- usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan ekonomi.4 Dua peran tersebut menyatu dalam satu institusi yang disebut BMT.
Sebagai Bait at-Tamwil, BMT terutama fungsinya sebagai suatu lembaga keuangan syariah yang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana berdasarkan
3 PINBUK (t.t.), Pedoman Cara Pembentukan BMT. Jakarta: Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), h.
2; Ridwan, Manajemen Baitul Mal wa Tamwil. Bandung: Pustaka Setia, 2013, h. 23.
4 Huda & Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta: Kencana Pranada Media Grup, 2010:163)
prinsip syariah. Prinsip syariah yang paling mendasar dan yang sering digunakan adalah sistem bagi hasil yang adil, baik dalam penghimpunan maupun dalam penyaluran dana. Sampai sejauh ini, kebanyakan BMT berupaya menjalankan fungsi keuangan syariah tersebut secara profesional dan patuh kepada syariah.
Adapun fungsi BMT antara lain:
1. Mempertinggi sumber daya insani anggota menjadi lebih profesional dan Islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam beribadah menghadapi tantangan global.
2. Mengorganisir dana sehingga berputar di masyarakat lapisan bawah.
3. Mengembangkan kesempatan kerja.
4. Ikut menata dan memadukan program pembangunan di masyarakat lapisan bawah 5. Memperkokoh usaha anggota BMT memiliki visi, misi serta tujuan yang
mengarah kepada upaya meningkatkan kualitas ibadah anggota khususnya, sebagai wakil pengabdi kepada Allah SWT dalam memakmurkan kehidupan ekonomi masyarakat pada umumnya. Ibadah dalam hal ini berarti luas dalam segala aspek kehidupan, demi mewujudkan sebuah pola kehidupan sosial masyarakat yang adil dan makmur, khususnya dalam hal kesejahteraan ekonomi.5 BMT sebagai lembaga usaha yang mandiri dari masyarakat, memiliki karakteristik15 sebagai berikut:
1. Berorientasi bisnis, yaitu memiliki tujuan untuk laba bersama dan meningkatkan manfaat segala potensi ekonomi sebanyak-banyak nya bagi para anggota dan lingkungannya.
2. Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengelola dana sosial umat, seperti zakat, infak, sedekah, hibah dan wakaf.
3. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat sekitarnya.
4. Lembaga ekonomi milik bersama antara kalangan masyarakat bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok tertentu di luar masyarakat sekitar BMT.
Jika dilihat dalam kerangka sistem ekonomi Islam, peran BMT adalah sebagai berikut:
5 Ibid
1. Membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi umat dalam pengentasan kemiskinan.
2. Memberikan sumbangan aktif terhadap upaya pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan umat.
3. Menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip syariah.
4. Mengembangkan sikap hemat dan mendorong kegiatan gemar menabung.
5. Menumbuh-kembangkan usaha-usaha yang produktif dan sekaligus memberikan bimbingan dan konsultasi bagi anggota di bidang usahanya.
6. Meningkatkan wawasan dan kesadaran umat tentang sistem dan pola perekonomian Islam.
7. Membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan modal dan pinjaman.
8. Menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang percepatan pertumbuhan perekonomian nasional.6
Usaha kecil dan menengah sangat memerlukan peranan lembaga keuangan mikro syariah terutama dalam hal permodalan yang digunakan untuk memperluas pasar dan mengembangkan usahanya sehingga berkontribusi besar dalam perekonomian nasional. Peran lembaga keuangan mikro syariah bisa telah teruji dan melampaui krisis ekonomi beberapa waktu bahkan semakin menguatkan
B. Peran Masyarakat dalam Sektor Keuangan Sosial Islam dan ZIS
Instrumen keuangan sosial Islam yang saat ini dipraktikkan di Indonesia adalah ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf). Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Sementara itu, sedekah adalah harta atau non-harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf memberikan definisi wakaf dengan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
6 Jenita, Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kecil Menengah, al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan-Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember 2017; Prasetya, Renata A Y. 2016. Peranan Baitul Maal Wa Tamwil Meningkatkan Usaha Mikro Melalui Pembiayaan Mudharabah. Jurnal Syarikah 2 (2). Hal. 252-267
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Dalam perkembangannya ada yang disebut wakaf uang (cash wakaf/waqf al- nuqud) yang berarti wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
Tabel 1.1 Total Pengumpulan ZIS dan LAZ
Secara logika, dipercaya bahwa integrasi dan sinergi antara tiga sektor ekonomi syariah, yakni sektor riil, sektor keuangan, dan sektor religius/sosial, akan membuat perkembangan ekonomi syariah di Indonesia lebih cepat berkembang dan berkelanjutan. Untuk itu, perlu upaya sungguh-sungguh agar ketiga sektor tersebut secara bersama-sama saling bersinergi dan terintegrasi secara teoritik maupun praktik agar ketiga sektor tersebut dapat tumbuh lebih cepat. Sejalan dengan itu maka kemudahan akses masyarakat terhadap produk, kualitas pelayanan, serta infrastruktur di semua industri keuangan syariah maupun keuangan sosial juga ditingkatkan.
Kemudahan akses dan peningkatan benefit berdimensi duniawi dan ukhrawi untuk sektor riil juga perlu terus ditingkatkan. Dengan demikian, secara keseluruhan ekonomi syariah dapat berperan secara signifikan dan optimal dalam pembangunan nasional dan menyejahterakan umat dan masyarakat.7
C. Peran Masyarakat dalam Wakaf
Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW. karena wakaf disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa yang pertama kali
7 Azharsyah Ibrahim, dkk., Pengantar Ilmu Islam, (Jakarta: Bank Indonesia, 2021), Cet. 1, h. 650
melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW., yaitu wakaf tanah milik Nabi SAW. untuk dibangun masjid.8 Pendapat ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Umar bin Syabah dari ‘Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata: “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang ansar mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW SAW.” (Asy-Syaukani: 129).
Di Indonesia, kegiatan wakaf dikenal seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantara. Di samping melakukan dakwah Islam, para ulama juga sekaligus memperkenalkan ajaran wakaf. Hal ini terbukti dari banyaknya masjid-masjid yang bersejarah dibangun di atas tanah wakaf. Ajaran wakaf ini terus berkembang di bumi Nusantara, baik pada masa dakwah pra kolonial, masa kolonial, maupun pasca kolonial pada masa Indonesia merdeka. Harta wakaf pada umumnya berasal dari harta individu dalam masyarakat, ini menunjukkan bahwa instrumen wakaf merupakan media yang efektif bagi masyarakat untuk berperan dalam mengembangkan praktik ekonomi syariah.
Aset wakaf di Indonesia terbilang besar. Berdasarkan data yang ada di Departemen Agama, jumlah tanah wakaf di Indonesia sebanyak 430,766 lokasi dengan luas mencapai 1.615.791.832,27 meter persegi yang tersebar di seluruh Indonesia. Semua aset tersebut merupakan bentuk peran masyarakat dalam melaksanakan ajaran wakaf sebagai bagian dari praktik berekonomi Islam. Dilihat dari sumber daya alam atau tanahnya (resources capital) jumlah harta wakaf di Indonesia merupakan jumlah harta wakaf terbesar di seluruh dunia. Ini merupakan tantangan bagi umat Islam Indonesia untuk memfungsikan harta wakaf tersebut secara maksimal sehingga tanah-tanah tersebut mampu menyejahterakan umat Islam di Indonesia sesuai dengan fungsi dan tujuan ajaran wakaf yang sebenarnya. Sayangnya, potensi itu masih belum dimanfaatkan secara optimal, karena berbagai faktor. Maka, langkah yang tidak bisa ditawar lagi, yaitu memberdayakan potensinya dengan memproduktifkan aset-aset wakaf tersebut. Jika bangsa ini mampu mengoptimalkan potensi wakaf yang begitu besar itu, tentu kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat lebih terjamin. Di sinilah diperlukan peran masyarakat untuk mewujudkan cita-cita ideal tersebut. Data wakaf terkini dapat merujuk pada data di laman BWI. Sementara
8 Habib Ahmed, Role of Zakah and Awqaf in Poverty Alleviation. (Jeddah: IRTI, 2004), hal. 30
itu, potensi aset wakaf per tahun, menurut BWI (Badan Wakaf Indonesia) mencapai Rp2.000 triliun dengan luas tanah wakaf mencapai 420.000 hektare. Potensi wakaf uang mencapai sekitar Rp77 triliun. Namun potensi yang besar tersebut belum dapat terealisir digali. Wakaf yang terealisasi baru mencapai Rp400 miliar aset wakaf dan Rp185 miliar wakaf uang. Maka sangat perlu ditingkatkan peran masyarakat dalam mewujudkan wakaf yang betul-betul dapat menyejahterakan masyarakat luas.9
D. Peran Mayarakat pada Sektor Pendidikan Ekonomi dan Keuangan Syariah Salah satu persoalan utama yang kini dihadapi industri keuangan syariah sebagai salah satu wujud praktik ekonomi Islam di Indonesia adalah ketersediaan SDM berkualitas. Terus berkembangnya industri keuangan dan perbankan syariah mendorong meningkatnya kebutuhan SDM berkualitas. Persoalan kedua adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap sistem keuangan dan perbankan syariah.
Hal tersebut terlihat dari belum seimbangnya antara jumlah populasi umat Islam dengan market share keuangan dan perbankan syariah di tanah air. Selain itu, juga terlihat dari indeks literasi ekonomi syariah yang tergolong well literate masih 16, 3%.10
Dalam konteks solutif dua persoalan tersebut, berbagai elemen berupaya berkontribusi untuk mengembangkan ekonomi Islam, baik perguruan tinggi (universitas, institut, sekolah tinggi), pesantren, lembaga training, dan lain-lain.
Perguruan tinggi yang menawarkan program studi ekonomi dan keuangan Islam dalam berbagai namanya sesuai dengan nomenklatur yang ditetapkan maupun mata kuliah ekonomi Islam, keuangan Islam dan perbankan syariah semakin banyak jumlahnya, baik pada tingkat Sarjana (S1) maupun tingkat Pascasarjana (S2 dan S3).
Pada tataran pendidikan formal yang dikontribusikan oleh perguruan tinggi swasta, misalnya Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia, Program studi Muamalat UMY, Institut Tazkia, Prodi Ekonomi Islam UMM, SBI institute, SEBI, STEI Yogyakarta, STEI Hamfara, dan lain-lain. Sementara itu, yang perguruan tinggi negeri misalnya Prodi Ekonomi Islam STAIN Surakarta, UIN Ar Raniry, UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, UIN Yogyakarta, UIN SU Medan, dan Fakultas Ekonomi UNAIR, Prodi Ekonomi Islam IPB, UI, dan
9 Direktorat Pemberdayaan Wakaf, “Data Luas dan Lokasi Tanah Wakaf Nasional Sampai Dengan Tahun 2008”, Jakarta, 22 April 2008.
10 Bank Indonesia, Literasi Ekonomi Syariah, Jakarta: Bank Indonesia, Maret 2020, h. 18.
lain-lain. Hampir semua perguruan tinggi berjenis UIN dan IAIN se-Indonesia memiliki prodi ekonomi Islam dengan berbagai turunan keilmuannya.
Pembangunan bidang pendidikan mempunyai peran strategis sebagai salah satu faktor terwujudnya keandalan Sumber Daya Manusia (SDM)36 yang diperlukan sebagai salah satu modal dasar kesinambungan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pembangunan bidang pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah maupun swasta. Lebih dari itu, perkembangan zaman di masa mendatang yang ditandai oleh kemajuan teknologi yang sangat cepat serta tingginya tingkat turbulensi perubahan lingkungan ekonomi, sosial, budaya, dan politik, membutuhkan kesiapan SDM yang ‘paripurna’ dari sisi jenjang akademik. SDM yang sedemikian itu ditandai oleh kemampuan analisis dan prediksi yang andal, dilatarbelakangi dengan bekal teoritis yang komprehensif dan disertai dengan integritas yang tinggi untuk mengembangkan disiplin ilmu yang ditekuninya. Berbekal pada tekad ini diharapkan peranan perguruan tinggi dalam meningkatkan kualitas SDM melalui peningkatan kualitas pendidikan nasional akan lebih meningkat. Di samping itu, pembicaraan perkembangan Ekonomi Islam juga dilakukan melalui kegiatan pelatihan, seminar, simposium, konferensi, kajian buku dan kegiatan lain yang mengkaji lebih mendalam mengenai perkembangan Ekonomi Islam dan aplikasinya dalam dunia ekonomi dan bisnis. Di antara lembaga pelatihan itu adalah; Tazkia Institute, Shariah Economic and Banking Institute (SEBI), Pusat Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Mandiri (PPSDM), Muamalat Institute, Karim Bussiness Consulting, dan Iqtisad Consulting dan lain-lain.11
Tantangan lain yang dihadapi dalam pengembangan ekonomi Islam di Indonesia adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap sistem keuangan dan perbankan syariah. Hal tersebut terlihat dari belum banyaknya masyarakat yang mengakses layanan perbankan syariah dibandingkan layanan perbankan konvensional.
Untuk itu diperlukan strategi sosialisasi yang lebih jitu kepada masyarakat. Bahkan kalau perlu diberlakukan bulan kampanye ekonomi Islam di masyarakat. Hal ini misalnya ditempuh dengan cara membangun kesepakatan semua takmir Masjid di Indonesia untuk secara serentak tema khotbah jumat pada bulan tertentu adalah khusus bicara tentang ekonomi Islam. Jadi ada semacam gerakan nasional yang
11 M. Enoch Markum (2007), Pendidikan Tinggi dalam Perspektif Sejarah dan Perkembangannya di Indonesia.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, h. 4-5.
berporos di Masjid sebagai sentra pendidikan umat dengan mengusung tema bulan ekonomi Islam.12 Hal itu dilakukan dengan melibatkan institusi pendidikan ekonomi Islam.
12 Nur Kholis, “Peluang dan Tantangan Institusi Pendidikan Ekonomi Islam dalam Konteks Trend Ekonomi Global”, Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam, Volume 1 No. 1, Januari 2011
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran Masyarakat sebagai pelaku keuangan mikro di Indonesia ada yang beroperasi dengan sistem syariah dan konvensional. Lembaga keuangan mikro konvensional antara lain: Koperasi/Unit Simpan Pinjam (KSP/USP), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO). Sementara itu, lembaga keuangan mikro syariah antara lain: Koperasi/Unit Jasa Keuangan Syariah (KJKS/UJKS) atau yang dikenal juga dengan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Instrumen keuangan sosial Islam yang saat ini dipraktikkan di Indonesia adalah ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf). Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Di Indonesia, kegiatan wakaf dikenal seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantara. Di samping melakukan dakwah Islam, para ulama juga sekaligus memperkenalkan ajaran wakaf. Hal ini terbukti dari banyaknya masjid-masjid yang bersejarah dibangun di atas tanah wakaf. Ajaran wakaf ini terus berkembang di bumi Nusantara, baik pada masa dakwah pra kolonial, masa kolonial, maupun pasca kolonial pada masa Indonesia merdeka. Harta wakaf pada umumnya berasal dari harta individu dalam masyarakat, ini menunjukkan bahwa instrumen wakaf merupakan media yang efektif bagi masyarakat untuk berperan dalam mengembangkan praktik ekonomi syariah.
Berbagai elemen berupaya berkontribusi untuk mengembangkan ekonomi Islam, baik perguruan tinggi (universitas, institut, sekolah tinggi), pesantren, lembaga training, dan lain-lain. Perguruan tinggi yang menawarkan program studi ekonomi dan keuangan Islam dalam berbagai namanya sesuai dengan nomenklatur yang ditetapkan maupun mata kuliah ekonomi Islam, keuangan Islam dan perbankan
syariah semakin banyak jumlahnya, baik pada tingkat Sarjana (S1) maupun tingkat Pascasarjana (S2 dan S3).
DAFTAR PUSTAKA
Azharsyah Ibrahim, dkk., Pengantar Ilmu Islam, (Jakarta: Bank Indonesia, 2021), Cet. 1, h.
650
Bank Indonesia, Literasi Ekonomi Syariah, Jakarta: Bank Indonesia, Maret 2020, h. 18.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, “Data Luas dan Lokasi Tanah Wakaf Nasional Sampai Dengan Tahun 2008”, Jakarta, 22 April 2008.
Habib Ahmed, Role of Zakah and Awqaf in Poverty Alleviation. (Jeddah: IRTI, 2004), hal. 30 Huda & Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta: Kencana
Pranada Media Grup, 2010:163)
Jenita, Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kecil Menengah, al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan-Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember 2017; Prasetya, Renata A Y. 2016. Peranan Baitul Maal Wa Tamwil Meningkatkan Usaha Mikro Melalui Pembiayaan Mudharabah. Jurnal Syarikah 2 (2). Hal. 252-267
M. Enoch Markum (2007), Pendidikan Tinggi dalam Perspektif Sejarah dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, h. 4-5.
Media Indonesia, 14 Mei 2019; Kompas, 27 September 2019
Nur Kholis, “Peluang dan Tantangan Institusi Pendidikan Ekonomi Islam dalam Konteks Trend Ekonomi Global”, Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam, Volume 1 No. 1, Januari 2011
Nur Kholis, Praktik Ekonomi Islam di Indonesia dan Implikasinya bagi Pembangunan Karakter Bangsa, AHKAM, Jurnal Hukum Islam, VOL.13, No. 02, ISSN 1411-271X, Nop 2011.
PINBUK (t.t.), Pedoman Cara Pembentukan BMT. Jakarta: Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), h. 2; Ridwan, Manajemen Baitul Mal wa Tamwil. Bandung:
Pustaka Setia, 2013, h. 23.