PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN KACAMATA PINTAR UNTUK PENYANDANG TUNATERA BERBASIS
SENSOR ULTRASONIK
MAKALAH
Diajukan Sebagai Syarat Menyelesaikan Mata Kuliah Seminar Fisika
Oleh Berliana 2105110973
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU
2024
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa ta’ala yang telah memberikan segala nikmat dan karunianya, terkhusus nikmat ilmu pengetahuan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah seminar fisika yang berjudul “Perancangan kacamata pintar untuk penyandang tunanetra menggunakan sensor ultrasonik”.
Makalah ini disusun sebagai syarat dalam menyelesaikan Mata Kuliah Seminar Fisika pada Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Fakhruddin Z, S.Si., M.T dan Dr. Azhar, S.Pd, M.T sebagai dosen pembimbing.
2. Bapak Prof. Dr. Zulirfan, S.Si, M.Si sebagai Dosen Penasehat Akademis.
3. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau.
4. Ayah dan Ibu yang selalu senantiasa memberikan motivasi dan do’a.
5. Sahabat dan semua pihak yang telah membantu serta memberikan motivasi dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan banyak manfaat untuk kita semua.
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dari segi materi maupun penulisan oleh karena itu kritik dan saran konstruktif dari pembaca yang diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini dan dimasa yang akan datang.
Pekanbaru, 20 Mei 2024 Penulis
Berliana
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR TABEL ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan ... 2
1.4. Manfaat ... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 4
2.1 Tunanetra ... 4
2.2 Gelombang ... 5
2.2.1 Pengertian Gelombang ... 5
2.2.2 Gelombang Mekanik ... 6
2.2.3 Gelombang Bunyi ... 7
2.2.4 Gelombang Ultrasonik ... 8
2.3 Sensor ... 12
2.3.1 Jenis-Jenis Sensor ... 13
2.3.2 Pengertian Sensor Ultrasonik ... 14
2.3.3 Cara Kerja Sensor Ultrasonik ... 14
2.3.4 Sensor Ultrasonik HC SR-04 ... 15
2.4 IC NE 555 ... 16
2.5 Resistor ... 18
2.6 Kapasitor ... 20
2.7 Buzzer ... 22
2.8 Baterai ... 22
2.9 Saklar ... 23
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25
3.2 Alur Penelitian ... 25
3.3 Alat dan Bahan Penelitian ... 26
3.4 Rancangan Alat Penelitian ... 28
3.4.1 Skema Rangkaian ... 28
3.4.2 Desain Flowchart Sistem ... 30
3.5 Cara Kerja Elektronika ... 30
3.6 Jenis dan Sumber Data ... 31
3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
4.1 Hasil Pembuatan Alat ... 33
4.2 Data Hasil Penelitian ... 33
4.3 Grafik Data Hasil Penelitian ... 35
4.4 Pembahasan ... 36
4.5 Kelebihan Alat ... 38
4.6 Kekurangan Alat ... 38
BAB V PENUTUP ... 39
5.1 Kesimpulan ... 39
5.2 Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Gelombang Transversal ... ..7
2.2 Gelombang Longitudinal ... ..7
2.3 Spektrum aplikasi gelombang ultasonik ... ..9
2.4 Ilustrasi Hukum Hooke ... 10
2.5 Prinsip kerja sensor ultrasonic ... 15
2.6 Sensor ultrasonic HC-SR04 ... 16
2.7 IC NE 555 ... 18
2.8 Simbol resistor tetap ... 18
2.9 Resistor 1k ohm ... 19
2.10 Potensiometer ... 19
2.11 Trimpot 10k ohm ... 20
2.12 Kapasitor 10 mikro farad ... 21
2.13 Buzzer ... 22
2.14 Baterai Litium 3,7 Volt ... 23
2.15 Saklar ... 24
3.1 Alur Penelitian ... 25
3.2 Skema Alat Penelitian ... 28
3.3 Flowchart Sistem ... 30
4.1 Kacamata Berbasis Sensor Ultrasonik ... 33
4.2 Grafik Data Hasil Penelitian ... 35
DAFTAR TABEL
Halaman 3.1 Contoh Tabel Pengujian Alat ... 31 4.1 Hasil Pengujian Alat Pada Enam Jenis Benda ... 33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia memiliki 5 Panca indra yang berperan penting ketika menjalani kehidupan sehari-hari. Salah satunya ialah indra penglihatan yaitu mata. Bagi manusia, indra penglihatan sangat diperlukan untuk mendapatkan informasi dan informasi selebihnya didapatkan oleh indra yang lain. Sehingga Mata merupakan salah satu indra terpenting bagi manusia karena >80% informasi visual digunakan untuk melakukan berbagai kegiatan (Chandra & Pratama, 2023:9).
Menurut estimasi Kementerian Kesehatan RI (2017), jumlah tunanetra di Indonesia adalah 1,5 % dari seluruh penduduk yaitu sekitar 3.750.00 tunanetra baik kategori buta maupun lemah penglihatan. Penderita ini terdiri dari kalangan keluarga yang mampu dan kalangan keluarga yang tidak mampu. Tunanetra digolongkan menjadi 2 yaitu buta total (total blind) dan gangguan yang masih memiliki sisa penglihatan (Low vision) (Hendryadi et al., 2022:25).
Hilangnya fungsi indra penglihatan ini akan mengakibatkan terjadinya kecelakaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Saat ini penyandang tunanetra umumnya menggunakan alat bantu jalan berupa tongkat, namun penggunaan tongkat biasa tidak terlalu efektif karena jarak jangkauan yang dimiliki tongkat tersebut sangat terbatas, dengan menggerakkan tongkatnya sesering mungkin, tentunya hal ini akan mengganggu orang lain atau dapat merusak benda yang ada di sekitarnya. Seiring dengan berkembangnya teknologi sudah banyak alat bantu penyandang tunanetra yang berkembang didunia, namun harganya relatif mahal sebab terdiri dari beberapa komponen yang canggih. Oleh karena itu penulis berusaha untuk membuat inovasi terbaru salah satunya alat pendeteksi benda pada kacamata dengan biaya yang rendah. Kacamata pintar berbasis sensor ultrasonik ini diharapkan membantu penyandang tunanetra dari berbagai kalangan dikarenakan harganya yang terjangkau. Penderita tidak perlu
lagi menggunakan tongkat yang jangkauannya terbatas. Penderita juga diharapkan dapat menjalani aktivitas sehari-hari dengan lebih baik dan membantu meningkatkan kemandirian serta keamanan pada saat berjalan. Penulis menggunakan sebuah sensor ultrasonik sebagai perangkat masukan utama yang dapat memberikan informasi tentang hambatan yang ada di depan penggunanya ditambah dengan beberapa komponen peranti elektronika lainnya seperti IC NE 555 pengatur waktu, potensiometer, kapasitor 10 mikro farad, resistor 1k ohm, buzzer, baterai 3,7 v dan beberapa potong kabel untuk koneksi (Eduar, 2023:1).
Berdasarkan latar belakang yang telah teruraikan di atas penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dan merancang kacamata pintar untuk penyandang tunanetra berbasis sensor ultrasonik. Sensor ultrasonik diharapkan dapat lebih mudah dalam penggunaan dan juga memiliki kelebihan kemudahan dalam instalasi. Oleh karena itu penulis bermaksud untuk menuliskannya dalam sebuah makalah yang berjudul. “Perancangan dan Pengembangan Kacamata Pintar Untuk Penyandang Tunanetra Berbasis Sensor Ultrasonik”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari penulisan makalah ini, dapat dirumuskan bahwa permasalahannya yaitu:
1. Bagaimana cara merancang sebuah kacamata pintar untuk penyandang tunanetra berbasis sensor ultrasonik?
2. Bagaimana cara mengembangkan kacamata pintar untuk penyandang tunanetra berbasis sensor ultrasonik?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Merancang sebuah kacamata pintar untuk penyandang tunanetra berbasis sensor ultrasonik.
2. Mengembangkan kacamata pintar untuk penyandang tunanetra berbasis sensor ultrasonik.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Bagi Penulis
a. Sebagai prasyarat dalam menyelesaikan mata kuliah wajib yaitu Seminar Fisika di Program Studi Pendidikan Fisika
b. Dapat menambah wawasan kepada penulis tentang perancangan alat kacamata pintar untuk penyandang tunanetra berbasis sensor ultrasonik dan konsep fisika apa yang terdapat pada alat tersebut.
2. Bagi Pengguna
Bagi pengguna, alat ini sangat bermanfaat karena dapat membantu ketika berjalan sehingga meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan pada penyandang tunanetra dengan harga yang ekonomis.
3. Bagi Pembaca
Bagi pembaca, penelitian ini bermanfaat karena dapat dijadikan referensi dan sumber informasi untuk mengembangkan penelitian dibidang lain. Peneliti juga berharap dapat mendorong pembaca untuk semakin mahir mengembangkan alat baru yang membantu kehidupan manusia.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tunanetra
Tunanetra dari Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata tuna yang berarti cacat atau rusak dan kata netra yang berarti penglihatan atau mata, jadi tunanetra adalah rusaknya penglihatan atau mata. Sebaliknya untuk orang yang buta adalah secara total orang yang rusak penglihatannya. Sedangkan tunanetra sudah pasti tunanetra tetapi orang tunanetra belum tentu kebutaan total (I. Yulianti and A. A. Sopandi, 2019:9).
Adapun faktor penyebab tunanetra tersebut yaitu (I. Yulianti and A. A.
Sopandi, 2019:9-10) :
• Faktor endogen
Faktor endogen merupakan faktor dengan masalah pertumbuhan dan keturunan seorang anak dalam kandungan yang sangat erat hubungannya atau juga yang disebut dengan faktor genetik.
• Faktor eksogen atau faktor luar seperti :
a. Terganggunya penglihatan oleh penyakit seperti virus rabella, penyakit ini diakibatkan penyerangan virus yang mengganggu fungsi indera menjadi permanen yang lama kelamaan akan mengganggu saraf penglihatan.
b. penglihatan oleh kecelakaan seperti kecelakaan fisik, kecelakaan ini diakibatkan rusaknya tulang belakang yang terhubung dengan saraf netra, radiasi ultraviolet dan gas beracun yang penyebarannya langsung merusak fungsi penglihatan pada mata.
2.2 Gelombang
2.2.1 Pengertian Gelombang
Gelombang adalah suatu gejala terjadinya penjalaran suatu gangguan melewati suatu medium, dimana setelah gangguan itu lewat keadaan medium kan kembali ke keadaan semula, seperti sebelum gangguan itu datang. Gelombang merambat melalui berbagai media, seperti air, udara, dan darat, dan melakukan perjalanan melalui ruang di mana tidak ada medium di dalamnya (ruang hampa).
Gelombang membawa energi dan momentum, namun tidak membawa materi (Paul A. Tipler, 2008:495).
Gangguan/ getaran-getaran ini tidaklah acak, seperti dalam getaran-getaran thermal, tetapi berurutan, gerakan-gerakan osilasi yang dibangkitkan oleh sumber luar. Sebuah sumber secara tipikal (disebut transduser) adalah satu atau lebih kristal yang digerakkan dengan cara memberikan tegangan listrik agar bergetar dan diberi hubungan dengan permukaan sisi permukaan sisi luar pembungkusnya.
Maka seperti pergerakan partikel-partikel permukaan, ikatan partikel-partikel yang bersebelahan berubah sehingga bergerak. Dalam hal ini getaran-getaran mekanik bergerak sangat cepat melalui medium. Medium merupakan sekumpulan partikel yang saling berinteraksi dimana gangguan tersebut merambat. Partikel digunakan untuk mendeskripsikan sebuah volume medium yang sangat kecil dimana semua atom-atom dapat dianggap mempunyai gaya-gaya fisik yang sama.
Jika pergerakan suatu partikel dalam medium pentranmisian ultrasonik dilihat secara seksama, partikel terlihat bergerak mundur dan maju dengan jumlah kecil.
Sebuah bentuk umum dari getaran adalah pergerakan harmonik sederhana atau pergerakan sinusoidal (Eni, 2019:5).
Berdasarkan medium rambatnya, gelombang terbagi menjadi 2 yaitu (Paul A. Tipler, 2008:495) :
1. Gelombang Mekanik ialah gelombang merambat melalui medium yang dapat mengalami deformasi atau medium elastik. Contoh dari gelombang
ini adalah gelombang bunyi (akustik), gelombang pada permukaan air dan gelombang pada tali.
2. Gelombang Elektromagnetik ialah gelombang yang dapat merambat diruang hampa tanpa memerlukan medium. Contoh dari gelombang elektromagnetik adalah gelombang mikro, gelombang infra merah dan sinar tampak.
2.2.2 Gelombang Mekanik
Gelombang mekanik berasal di dalam pergeseran dari suatu bagian medium elastis dari kedudukan normalnya. Karena sifat–sifatnya elastik dari medium, maka gangguan tersebut ditransmisikan dari suatu lapisan ke lapisan berikutnya, akibatnya gelombang atau gangguan tadi akan bergerak maju melalui medium tersebut. Perlu diperhatikan bahwa medium itu sendiri tidak bergerak secara keseluruhan bersama-sama gerak gelombang tersebut, tetapi hanya berosilasi titik keseimbangannya (Halliday & Resnick, 1996:444).
Gelombang dapat diklasifikasikan dengan meninjau gerak partikel materi dengan arah perambatan antara lain (Halliday & Resnick, 1996:444-445) :
1. Gelombang Transversal adalah gelombang yang arah perambatan gelombangnya tegak lurus dengan arah getaran medium gelombang merambat. Contoh: jika sebuah tali vertikal di bawah tegangan dibuat berosilasi bolak-balik disebuah ujung, maka gelombang transversal akan berjalan sepanjang tali tersebut: gangguan bergerak sepanjang tali tetapi pertikel-partikel tali bergetar di dalam arah yang tegak lurus terhadap arah penjalaran gangguan seperti pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Gelombang Transversal (Podlogar, 2022:1)
2. Gelombang longitudinal (longitudinal waves) adalah gelombang yang arah rambatannya searah dengan getaran medium gelombang merambat.
Contoh: jika sebuah pegas vertikal di bawah tegangan dibuat berosilasi ke atas dan ke bawah disebuah ujung, maka sebuah gelombang longitudinal berjalan sepanjang pegas tersebut, koil-koil tersebut bergetar bolak-balik di dalam arah dimana gangguan berjalan sepanjang pegas seperti pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Gelombang Longitudinal (Podlogar, 2022:1)
2.2.3 Gelombang Bunyi
Gelombang bunyi adalah gelombang mekanis longitudinalyang terjadi karena energi membuat (partikel) udara merapat dan merenggang, dengan cara ini pula energi dirambatkan ke seluruh ruang. Jika partikel udara tidak ada atau berada dalam ruang vakum seperti di luar angkasa, suara tidak akan menjalar dan
tidak terdengar, maka untuk komunikasi di luar angkasa menggunakan gelombang radio/EM. Gelombang bunyi ini merupakan getaran molekul – molekul zat dan saling beradu satu sama lain namun demikian zat tersebut terkoordinasi menghasilkan gelombang serta mentramisikan energi bahkan tanpa terjadi perpindahan partikel (Ishaq, 2003:1).
Berdasarkan jangkauan frekuensi, maka gelombang akustik/ bunyi dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu (Wijanarko et al., 2017:66) :
1. Gelombang infrasonik (infrasonic waves), yaitu gelombang yang mempunyai jangkauan frekuensi yang sangat rendah sehingga tidak dapat terdengar oleh telinga manusia. Batas maksimum frekuensi gelombang infrasonik sekitar 20 Hz.
2. Gelombang sonik (sonic waves), yaitu gelombang mekanik yang mempunyai jangkauan frekuensi yang dapat terdengar oleh manusia antara 20 Hz sampai 20 kHz. Jangkauan frekuensi seperti ini dinamakan audio range.
3. Gelombang ultrasonik (ultrasonic waves), yaitu gelombang mekanik yang mempunyai jangkauan frekuensi sangat tinggi sehingga tidak dapat terdengar oleh manusia, batas frekuensinya diatas 20 kHz.
2.2.4 Gelombang Ultrasonik
Pada dasarnya ultrasonic adalah gelombang suara yang memiliki frekuensi di atas batas pendengaran manusia. Frekuensi batas pendengaran manusia berbeda-beda untuk setiap orang. Namun pada umumnya frekuensi batas pendengaran manusia adalah dari 20 Hz – 20 kHz. Dan gelombang ultrasonic memiliki frekuensi lebih dari 20 kHz. Sampai saat ini, frekuensi gelombang ultrasonic telah mencapai 1 GHz dan jika melebihi frekuensi 1 GHz maka disebut hypersonic. Aplikasi dari spektrum gelombang ultrasonik yaitu pada frekuensi 10 kHz – 150 kHz, ultrasonik dipakai untuk komunikasi beberapa binatang seperti kelelawar dan lumba-lumba. Jika pada frekuensi ini dayanya ditingkatkan maka ultrasonic dapat dipakai untuk membantu proses pembersihan (cleaner) beberapa
material misalkan perhiasan. Untuk aplikasi medical imaging dibutuhkan frekuensi dari 1 MHz sampai dengan 20 MHz misalkan seperti yang dipakai untuk ultrasonografi (USG). Demikian pula untuk aplikasi lainnya membutuhkan range frekuensi tersendiri (Hidayat, 2011:15-17). Dari Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Spektrum aplikasi gelombang ultasonik (Hidayat, 2011:17)
Menurut Cheeke (2002), setidaknya ada dua fitur unik yang dimiliki oleh gelombang ultrasonik :
1. Gelombang ultrasonic merambat lebih pelan 100.000 kali daripada gelombang elektromagnetik. Hal ini memudahkan untuk memperoleh informasi waktu, variabel delay, dan lain-lainnya pada saat gelombang ultrasonic merambat.
2. Gelombang ultrasonic mudah masuk melewati bahan yang tidak bisa dilewati oleh cahaya. Karena gelombang ultrasonic cukup murah, sensitif dan reliabel maka dapat dimanfaatkan untuk mengetahui bentuk gambar topografi dari bahan yang tidak tembus cahaya.
a. Perambatan Gelombang Ultrasonik
Ada dua jenis perambatan gelombang yaitu gelombang longitudinal dan gelombang transversal. Pada gelombang longitudinal, getaran partikel dalam medium sejajar dengan arah rambat. Pada gelombang transversal, arah getar partikel tegak lurus terhadap arah
rambatnya. Perambatan gelombang ultrasonik dalam medium gas, cair, dan padat disebabkan oleh getaran bolak-balik partikel melewati titik keseimbangan searah dengan arah rambat gelombangnya. Maka gelombang bunyi lebih dikenal dengan gelombang longitudinal (Hidayat, 2011:16).
Perambatan gelombang ultrasonik didalam suatu material memiliki karakter yang reflektif atau memantul, apabila dihubungkan dengan teori fisika gelombang, maka dapat dianalogikan dengan hukum Hooke (Hook's Law) seperti pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Ilustrasi Hukum Hooke (Eni, 2019:9)
Massa pada pegas memiliki frekuensi gema tunggal (single resonant frequency), ditentukan oleh nilai konstanta pegas k dan massanya m. Di bawah batas elastis setiap material, terdapat hubungan yang linear antara pergerakan partikel (particle displacement) dan gaya untuk partikel kembali ke titik setimbangnya. Linieritas ini dijelaskan dengan hukum Hooke (Eni, 2019:8-9).
Hukum Hooke menjelaskan bahwa gaya balik dari pegas proporsional pada panjang ketika pegas mengalami peregangan atau tertarik, dan bergerak pada arah berlawanan. Persamaan Hukum Hooke dapat dilihat pada persamaan 2.1 (Eni, 2019:10) :
𝑭 = −𝑘𝑥
(2.1)Dimana:
F= gaya pegas k = konstanta pegas
x = jarak pergerakan partikel
b. Frekuensi, Kecepatan dan Panjang Gelombang
Panjang gelombang (λ) adalah jarak yang ditempuh gelombang suara dalam satu getaran. Frekuensi (f) adalah banyaknya gelombang yang bergetar dalam waktu satu detik. Periode adalah waktu yang dibutuhkan gelombang menempuh satu panjang gelombang dan sebanding dengan 1/f. Kecepatan gelombang suara (v) adalah jarak yang dilalui oleh gelombang persatuan waktu dan sebanding dengan panjang gelombang dibagi dengan periode. Karena periode dan frekuensi berbanding terbalik, maka hubungan antara kecepatan, panjang gelombang, dan frekuensi untuk gelombang ultrasonik dapat dilihat pada persamaan 2.2 (Hidayat, 2011:20) :
λ =
𝑣𝑓 (2.2) Dimana:
λ = panjang gelombang (m)
v = kecepatan gelombang suara (m/s) f = frekuensi gelombang suara (Hz).
Kecepatan ultrasonik ini akan sangat bergantung pada medium perambatannya dan akan berbeda pada medium yang berbeda.
Sedangkan hubungan matematis antara kecepatan gelombang dengan karakteristik medium perambatan adalah seperti persamaan 2.3 :
𝑣 = √
𝐸𝜌 (2.3)Dimana:
E = modulus elastisitas
ρ = massa jenis/densitas medium.
Besaran frekuensi dari ultrasonik yang ditembakkan dari suatu transduser ultrasonik tidak akan berpengaruh pada perubahan dari kecepatan perambatannya pada suatu medium (Hidayat, 2011:21).
c. Taraf Intensitas Bunyi
Secara sederhana, Taraf intensitas bunyi bisa diartikan dengan tingkat kebisingan suatu bunyi pada pendengaran manusia. Bunyi yang mempunyai taraf intensitas yang tinggi akan memekakkan telinga kita seperti bunyi ledakan bom atau pesawat terbang. Namun ada juga bunyi yang sangat pelan sampai sampai tidak terdengar oleh telinga kita.
Secara fisika, Taraf intensitas bunyi merupakan perbandingan nilai logaritma antara intensitas bunyi yang diukur (I) dengan intensitas ambang pendengaran (Io). Intensitas ambang pendengaran (Io) yaitu intensitas bunyi terkecil yang masih mampu didengar oleh telinga, Besarnya ambang pendengaran berkisar pada 10 watt/m. Satuan dari taraf intensitas bunyi adalah desiBell (dB) (Susilo et al., 2019:3).
2.3 Sensor
Sensor adalah alat yang digunakan untuk merasakan adanya perubahan variabel fisika maupun kimia. Besaran fisika meliputi besaran pokok dan satuan turunan sedangkan besaran kimia biasanya melibatkan beberapa reaksi kimia.
Sensor merupakan perangkat yang berfungsi sebagai pengubah (konverter) dari efek nonelektrik seperti efek fisika dan efek kimia menjadi sinyal listrik. Sensor dapat dianggap sebagai kedua mata manusia yang dapat mendeteksi atau membaca informasi yang ada dilingkungan sekitar (Anonim, 2012:5)
Berdasarkan proses perubahan sinyal, secara umumnya ada dua jenis sensor: Jenis sensor langsung dan kompleks. Sensor langsung adalah sensor yang secara langsung dapat mengubah stimulasi nonelektrik menjadi sinyal keluaran listrik. Sedangkan sensor kompleks melibatkan banyak rangsangan dan tidak dapat secara langsung dikonversi menjadi listrik, sehingga beberapa langkah
konversi diperlukan. Misalnya, pendeteksian perpindahan objek pada kondisi dengan pencahayaan yang buram, maka salah satu pemanfaatan yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan sensor serat optik. Terdapat beberapa efek fisik yang menghasilkan pembangkitan sinyal listrik secara langsung sebagai respons terhadap pengaruh nonelektrik, yaitu digunakan dalam sensor langsung.
Contohnya adalah efek thermoelectric (Seebeck), piezoelektrik, dan efek foto.
Namun jika konversi energi lain yang tidak menghasilkan output listrik dilakukan oleh perangkat yang dikenal sebagai transduser (Sulistiyanti et al., 2016:3-5).
Berdasarkan fungsinya sensor harus memenuhi persyaratan berikut ini (Maulana, 2014:4-8) :
1. Linieritas
Linieritas berarti input (masukan) dan output (keluaran) harus berbanding lurus.
2. Sensitivitas
Sensitivitas ialah sesuatu hal yang akan menunjukan peka atau tidaknya sensor itu. Sensitivitas sensor dipengaruhi oleh linieritas sensor.
3. Tanggapan Waktu
Tanggapan waktu pada sebuah sensor menunjukan seberapa cepat sensor kita cepat tanggap terhadap perubahan masukan (input).
2.3.1 Jenis-Jenis Sensor
Secara umum terdapat dua jenis sensor yang berada di pasaran yaitu Sensor aktif dan pasif (Sulistiyanti et al., 2016:6-7) :
• Sensor pasif merupakan sensor yang mendeteksi respon radiasi elektromagnetik dari obyek yang dipancarkan dari sumber alami.
• Sensor aktif merupakan sensor yang mendeteksi pantulan atau emisi Radiasi elektromagnetik dari sumber energi buatan yang biasanya dirancang dalam rangkaian yang memakai sensor.
2.3.2 Pengertian Sensor Ultrasonik
Sensor ultrasonik adalah sebuah sensor yang berfungsi untuk mengubah besaran fisis (bunyi) menjadi besaran listrik dan sebaliknya. Cara kerja sensor ini didasarkan pada prinsip dari pantulan suatu gelombang suara sehingga dapat dipakai untuk menafsirkan eksistensi (jarak) suatu benda dengan frekuensi tertentu. Disebut sebagai sensor ultrasonik karena sensor ini menggunakan gelombang ultrasonik (bunyi ultrasonik) (Suhada, 2021:14).
Sensor Ultrasonik diartikan juga sebagai alat elektronika yang kemampuannya bisa mengubah dari energi listrik menjadi energi mekanik dalam bentuk gelombang suara ultrasonik. Sensor ini terdiri dari rangkaian pemancar ultrasonik yang dinamakan transmitter dan penerima ultrasonik yang disebut receiver. Alat ini digunakan untuk mengukur gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik adalah gelombang mekanik yang memiliki ciri – ciri longitudinal dan biasanya memiliki frekuensi di atas 20 Khz. Gelombang ultrasonik dapat merambat melalui zat padat, cair maupun gas (Anonim, 2012:5).
2.3.3 Cara Kerja Sensor Ultrasonik
Pada sensor ultrasonik, gelombang ultrasonik dibangkitkan melalui sebuah alat yang disebut dengan piezoelektrik dengan frekuensi tertentu. Piezoelektrik ini akan menghasilkan gelombang ultrasonik (umumnya berfrekuensi 40kHz) ketika sebuah osilator diterapkan pada benda tersebut. Secara umum, alat ini akan menembakkan gelombang ultrasonik menuju suatu area atau suatu target. Setelah gelombang menyentuh permukaan target, maka target akan memantulkan kembali gelombang tersebut. Gelombang pantulan dari target akan ditangkap oleh sensor, kemudian sensor menghitung selisih antara waktu pengiriman gelombang dan waktu gelombang pantul diterima (Jowangkay, 2016:8). Berikut gambar prinsip kerja sensor ultrasonic seperti pada gambar 2.5.
Gambar 2.5. Prinsip kerja sensor ultrasonic (Ady, 2019:10)
Berdasarkan Gambar di atas, dapat diketahui bahwa prinsip kerja sensor ultrasonik adalah transmitter mengirimkan sebuah gelombang ultrasonik kemudian diukur dengan waktu yang dibutuhkan hingga menerima pantulan dari objek (Ady, 2019:10). Lama waktu ini sebanding dengan dua kali jarak sensor dengan objek, sehingga jarak sensor dengan objek dapat ditentukan pada persamaan 2.4 (Ady, 2019:10) :
𝑠 =
𝑣.𝑡2 (2.4) Dimana :
s = Jarak (meter)
v = Kecepatan Suara (344 meter/detik) t = Waktu Tempuh (detik)
2.3.4 Sensor Ultrasonik HC SR-04
Ada beberapa macam sensor ultrasonik yaitu ping sensor SR-04, SR-05, SR-08 dan sebagainya. Tipe SR-04 salah satunya, yang akan digunakan pada alat ini. Kemampuan (range) ukur jarak antara 0 cm sd 30 cm. Lebih dari cukup untuk mengukur sebuah benda yang ada di depan (Jowangkay, 2016:6-7). Contoh sensor ultrasonik HC SR-04 seperti gambar 2.6.
Gambar 2.6. Sensor ultrasonic HC-SR04 (Jowangkay, 2016:6)
Definisi Pin Sensor HC SR-04 (Jowangkay, 2016:6-7) :
• VCC : Power Supply. Pin sumber tegangan positif sensor.
• Trig : Trigger/Penyulut. Pin yang digunakan untuk membangkitkan sinyal ultrasonik.
• Echo : Receive/Indikator. Pin yang digunakan untuk mendeteksi sinyal pantulan ultrasonik.
• GND : Ground/0V Power Supply. Pin sumber tegangan negatif sensor.
2.4 IC NE 555
Perangkat ini merupakan rangkaian pengaturan waktu presisi yang mampu menghasilkan penundaan atau osilasi waktu yang akurat. Dalam mode operasi waktu tunda atau monostabil, interval waktu dikontrol oleh jaringan resistor dan kapasitor eksternal tunggal. Dalam mode operasi astabil, frekuensi dan siklus kerja dapat dikontrol secara independen dengan dua resistor eksternal dan satu kapasitor eksternal. Tingkat ambang batas dan pemicu biasanya masing-masing adalah dua pertiga dan sepertiga Vcc. Level ini dapat diubah dengan menggunakan terminal tegangan kontrol. Ketika masukan pemicu turun di bawah level pemicu, maka flip-flop diatur, dan keluarannya menjadi tinggi. Jika input pemicu berada di atas level pemicu dan input ambang batas berada di atas level ambang batas, flip-flop direset dan outputnya rendah. Input reset (RESET) dapat
mengesampingkan semua input lainnya dan dapat digunakan untuk memulai siklus pengaturan waktu baru. Ketika RESET menjadi rendah, flip-flop direset, dan output menjadi rendah. Ketika output rendah, jalur impedansi rendah disediakan antara pelepasan (DISCH) dan ground (Timer, 2021:1)
Rangkaian keluaran mampu menenggelamkan atau mencari arus hingga 200mA. Pengoperasian ditentukan untuk suplai 5V hingga 15V. Pada IC NE 55 terdapat 8 pin yaitu : (Timer, 2021:2).
1. Pin 1 Ground (0V) adalah pin input dari sumber tegangan DC paling negatif.
2. Pin 2 Trigger (pemicu) adalah input negative dari lower komperator (komporator B) yang menjaga osilasi tegangan terendah kapasitor pada 1/3 VCC dan mengatur RS flip-flop.
3. Pin 3 Output adalah pin keluaran dari IC NE555.
4. Pin 4 Reset adalah pin yang berfungsi untuk mereset latch didalam IC yang akan berpengaruh untuk mereset kerja IC. Pin ini tersambung ke suatu gate (gerbang) transistor bertipe PNP, jadi transistor akan aktif jika diberi logika low. Biasanya pin ini langsung dihubungkan ke VCC agar tidak terjadi reset.
5. Pin 5 Control Voltage, pin ini berfungsi untuk mengatur kestabilan tegangan refrensi input negative (komparator A), pin ini bisa dibiarkan tergantung diabaikan), tetapi untuk menjamin kestabilan refrensi komporator A, biasanya dihubungkan dengan kapasitor berorde sekitar 10nF ke pin ground.
6. Pin 6 Threshold (ambang), pin ini terhubung ke input positif (komporator A) yang akan mereset RS flip-flop ketika tegangan pada pin ini mulai melebihi 2/3 VCC.
7. Pin 7 Discharge, pin ini terhubung ke open collector transistor internal (Tr) yang emitternya terhubung ke ground. Switching transistor ini berfungsi untuk meng-clamp node yang sesuai ke ground pada timing tertentu.
8. Pin 8 Vcc, pin ini untuk menerima supply DC voltage. Biasanya akan bekerja optimal jika diberi 5V s/d 15V. Supply arusnya dapat dilihat di datasheet.
Contoh gambar IC NE 555 dapat ditunjukkan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7. IC NE 555 (Timer, 2021:1) 2.5 Resistor
Resistor adalah suatu komponen elektronika yang fungsinya untuk menghambat arus listrik. Resistor terdiri dari 2 jenis yaitu linier dan non linier.
Resistor linier merupakan resistor yang hitungannya menggunakan hokum Ohm (resistor tetapan tidak tetap). Sedangkan resistor non linier merupakan resistor yang nilai hambatannya tidak linier karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan (thermistor: PTC/NTC, LDR) (Sarosa, 2017:5-6).
Resistor linier dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Sarosa, 2017:6-8) : 1. Resistor tetap
Resistor tetap adalah resistor yang memiliki nilai hambatan yang tetap. Resistor memiliki batas kemampuan daya misalnya : 1/16 watt, 1/8 watt, ¼ watt, ½ watt dsb. Artinya resistor hanya dapat dioperasikan dengan daya maksimal sesuai dengan kemampuan dayanya.
Simbol Resistor Tetap dapat dilihat pada gambar 2.8.
Gambar 2.8. Simbol resistor tetap (Basri & Irfan, 2018:5)
Untuk mengetahui nilai hambatan suatu resistor dapat dilihat atau dibaca dari warna yang tertera pada bagian luar badan resistor tersebut yang berupa gelang warna. Contoh resistor 1k ohm ditunjukkan pada gambar 2.9.
Gambar 2.9. Resistor 1k ohm (Basri & Irfan, 2018:4)
2. Resistor Tidak Tetap (Resistor Variabel) ialah resistor yang nilai hambatannya atau resistansinya dapat diubah-ubah. Ada beberapa jenisnya antara lain : trimpot, potensiometer.
• Potensiometer
Resistor yang nilai resistansinya dapat diubah-ubah dengan memutar poros yang telah tersedia. Potensiometer pada dasarnya sama dengan trimpot secara fungsional. Contoh potensiometer ditunjukkan pada gambar 2.10.
Gambar 2.10. Potensiometer (Basri & Irfan, 2018:6)
• Trimpot
Resistor yang nilai resistansinya dapat diubah-ubah dengan cara memutar porosnya dengan menggunakan obeng. Untuk mengetahui nilai hambatan dari suatu trimpot dapat dilihat dari angka yang
tercantum pada badan trimpot tersebut. . Contoh trimpot dapat dilihat pada gambar 2.11.
Gambar 2.11. Trimpot 10k ohm (Basri & Irfan, 2018:6)
2.6 Kapasitor
Kapasitor merupakan dua buah penghantar terisolasi yang mengangkut muatan yang memiliki nilai yang sama tetapi memiliki tanda yang berlawanan yaitu +q dan –q (Halliday & Resnick, 1996:111). Kapasitor memiliki stuktur dua buah penghantar yang memiliki jarak yang berdekatan tetapi tidak bersentuhan.
Muatan positif akan terkumpul pada salah satu penghantar dan muatan negatif akan terkumpul pada muatan lainnya jika kedua penghantar tersebut diberi tegangan listrik. Karena terpisah oleh bahan dielektrik yang tidak dapat menghantarkan arus listrik maka tidak memungkinkan plat bermuatan positif untuk mengalir menuju plat bermuatan negatif atau sebaliknya. Muatan akan tetap tersimpan selama tidak terjadi hantaran pada masing-masing plat (James W &
Elston D, 2020:5).
Pada kapasitor tertentu, jumlah muatan Q yang terdapat pada masing- masing plat berbanding lurus dengan beda potensial V, sehingga dapat dituliskan pada persamaan 2.5:
𝑄 = 𝐶𝑉
(2.5)Dimana C merupakan kapasitansi dari kapasitor tersebut. Satuan dari kapasitansi adalan coulomb per volt atau bisa disebut Farad (F) (Giancolli.D.C, 2001:125).
Kapasitansi merupakan besaran yang merepresentasikan kemampuan untuk menampung muatan listrik pada suatu kapasitor (Tipler, 1991). Ukuran dan bentuk dari suatu konduktor sangat mempengaruhi nilai kapasitansi yang akan bertambah apabila terdapat sebuah bahan pengisolasi atau bisa disebut bahan dielektrik. Selain itu, salah satu faktor yang menentukan kapasitansi pada kapasitor plat sejajar adalah jarak antar plat (James W, Elston D, 2020). Jika bahan dielektrik menempati ruang antar plat kapasitor, nilai kapasitansinya dapat dihitung dengan cara seperti persamaan 2.6 berikut:
𝐶 =
𝑘 𝜀0𝐴𝑑 (2.6)
Dimana A merupakan luas plat, k merupakan konstanta dilektrik, ε0 merupakan permitivitas ruang hampa ε01 = 8,85 ∙ 10−12 F
m) (Paul A. Tipler, 2008:802).
Berikut contoh kapasitor dapat dilihat pada gambar 2.12.
Gambar 2.12. Kapasitor 10 mikro farad (Basri & Irfan, 2018:36)
2.7 Buzzer
Buzzer adalah sebuah komponen elektronika yang berfungsi untuk mengubah sinyal listrik menjadi getaran suara. Buzzer memiliki dua buah kaki yaitu berfungsi sebagai kaki positif dan sebuah kaki berfungsi sebagai kaki negatif. Buzzer memiliki ukuran diameter sekitar 1 cm. Suara yang dikeluarkan oleh buzzer sekitar 95dB. Buzzer ditunjukkan oleh gambar 2.13 berikut (Dwiatmaja & Rakhmadi, 2019:33) :
Gambar 2.13. Buzzer (Mardiati et al., 2016:55)
Prinsip kerja buzzer sama seperti loud speaker. Buzzer dibangun dari kumparan yang dipasang pada diafragma, sehingga ketika dialiri arus listrik kumparan tersebut akan bersifat elektromagnet. Hal tersebut menyebabkan kumparan dan diafragma yang menjadi satu tersebut bergerak keluar atau ke dalam bergantung dari arah arus dan polaritas magnet. Gerakan tersebut menyebabkan udara bergetar, sehingga akan menghasilkan suara (Dwiatmaja &
Rakhmadi, 2019:33).
2.8 Baterai
Baterai kini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Baterai sudah menjadi sebuah kebutuhan yang melekat pada setiap aktivitas, terutama yang berhubungan dengan perangkat elektronik. Baterai merupakan salah satu bentuk penyimpan energi yang dapat mengubah energi listrik menjadi energi kimia (charge) dan energi kimia menjadi energi listrik (discharge). Baterai merupakan
teknologi penyimpanan energi listrik. Laptop, kamera digital dan telepon genggam merupakan contoh pengaplikasian penggunaan kinerja baterai. Kinerja baterai melibatkan transfer elektron yang bersifat konduktif. Transfer elektron terjadi dari elektroda negatif (anoda) ke elektroda positif (katoda) sehingga menghasilkan arus listrik dan beda potensial. Baterai yang banyak digunakan sebagai media penyimpanan energi yaitu baterai litium. Untuk mendukung supply tegangan pada perangkat, Baterai Lithium Polymer (Li-Po) digunakan dalam penelitian ini. Baterai Li-Po termasuk jenis baterai yang sering digunakan pada banyak perangkat elektronik. Tidak jarang baterai Li-Po menjadi pilihan bagi konsumen yang memerlukan daya besar dan dalam jangka waktu yang lama.
Contoh gambar baterai Li-Po 3,7 V 400 mAh dapat dilihat pada Gambar 2.14 (Budiyanta et al., 2019:5).
Gambar 2.14. Baterai Litium 3,7 Volt (Budiyanta et al., 2019:5) 2.9 Saklar
Saklar adalah sebuah perangkat yang digunakan untuk memutuskan dan menghubungkan aliran listrik. Jadi saklar pada dasarnya adalah suatu alat yang dapat atau berfungsi menghubungkan atau pemutus aliran listrik (arus listrik) baik itu pada jaringan arus listrik kuat maupun pada jaringan arus listrik lemah. Yang membedakan saklar arus listrik kuat dan saklar arus listrik lemah adalah bentuknya kecil jika dipakai untuk alat peralatan elektronika arus lemah, demikian
pula sebaliknya, semakin besar saklar yang digunakan jika aliran listrik semakin kuat.
Secara sederhana, saklar terdiri dari dua bilah logam yang menempel pada suatu rangkaian, dan bisa terhubung atau terpisah sesuai dengan keadaan sambung (on) atau putus (off) dalam rangkaian itu. Material kontak sambungan umumnya dipilih agar supaya tahan terhadap korosi. Kalau logam yang dipakai terbuat dari bahan oksida biasa, maka saklar akan sering tidak bekerja. Untuk mengurangi efek korosi ini, paling tidak logam kontaknya harus disepuh dengan logam anti korosi dan anti karat. (Muhammad. F, 2020:1).
Contoh saklar ditunjukkan oleh gambar 2.15.
Gambar 2.15. Saklar (Mentor, 2023:6)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau pada bulan Februari-Mei 2024.
3.2 Alur Penelitian
Penelitian yang dilakukan dimulai dari mencari informasi atau melakukan studi literatur. Mempersiapkan perangkat elektronika. Langkah selanjutnya yaitu melakukan perancangan kacamata pintar berbasis sensor ultrasonik, perakitan alat, pengujian alat dan melakukan analisis, untuk lebih jelasnya alur dapat dilihat pada gambar 3.1:
Gambar 3.1. Alur Penelitian Mulai
Tahap Persiapan Persiapan Perangkat
Elektronika Perakitan Alat
Uji Alat
Analisis Data
Selesai Ya
Tidak
Berikut penjelasan dari diagram pada gambar 3.1:
1. Pada tahap awal adalah tahap persiapan, proses yang dilakukan adalah mencari informasi berupa literasi jurnal, artikel tugas akhir dan buku yang berkaitan dengan kacamata pintar berbasis sensor ultrasonik.
2. Pada tahap persiapan perangkat elektronika, yaitu mempersiapkan perancangan perangkat elektronika yang akan digunakan.
3. Pada tahap perakitan alat, yaitu merakit dan menghubungkan semua pin komponen elektronika menjadi satu bentuk rangkaian pada kacamata.
4. Pada tahap pengujian alat, kacamata yang sudah dibuat diujikan apakah sesuai fungsinya atau tidak.
5. Analisis data, menganalisis informasi terkait data yang didapat apakah sesuai dengan yang dirancang atau tidak. Jika sudah sesuai maka kacamata dinyatakan berhasil.
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan kacamata pintar berbasis sensor ultrasonik sebagai berikut :
1. IC NE 555
IC NE 555 digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis waktu dan bentuk gelombang pulsa. Dalam proyek kacamata pintar ini, IC Timer 555 menciptakan sinyal pembangkit waktu (PWM) atau modulasi lebar pulsa untuk buzzer.
2. Sensor Ultrasonik
Sensor ultrasonik memancarkan gelombang ultrasonik dan mengukur waktu yang diperlukan gelombang tersebut untuk memantul kembali setelah mengenai suatu benda. Ini adalah komponen penginderaan utama dalam kacamata pintar ini. Data ini digunakan untuk menghitung jarak antara kacamata dan benda di dekatnya. Pada kacamata ini, sensor ultrasonik adalah perangkat masukan utama, yang memberikan informasi tentang hambatan yang ada di jalur pemakainya.
3. Potensiometer
Potensiometer (resistor variabel) berfungsi menyesuaikan resistansi secara manual. Dalam proyek ini digunakan untuk penyesuaian sensitivitas sensor ultrasonik. Penyesuaian ini berguna dalam mengubah rentang jarak di mana kacamata mendeteksi rintangan.
4. Kapasitor 10 dan 100 mikro farad
Pada rangkaian ini, kapasitor menyaring atau menghaluskan sinyal listrik.
Misalnya, membantu menstabilkan level tegangan pada catu daya sehingga mengurangi kebisingan.
5. Resistor 1k ohm
Resistor membatasi aliran arus dalam suatu rangkaian. Dalam kacamata pintar ini, resistor 1k ohm digunakan di berbagai bagian rangkaian untuk mengontrol aliran arus dan membatasi level tegangan untuk pengkondisian sinyal.
6. Buzzer
Pada kacamata pintar ini, buzzer digunakan untuk memberikan umpan balik pendengaran kepada penggunanya tentang adanya rintangan.
7. Baterai 3,7v
Baterai sebagai sumber daya untuk kacamata pintar. Ini memberikan daya yang diperlukan untuk mengoperasikan semua komponen.
8. Saklar
Untuk menghubungkan dan memutuskan aliran listrik.
9. Solder
Untuk menyambung perangkat elektronika.
10. Lem Lilin
Untuk menempelkan rangkaian pada kacamata.
3.4 Rancangan Alat Penelitian
3.4.1 Skema Rangkaian Skema penelitian dapat dilihat pada gambar 3.2 :
Gambar 3.2. Skema Alat Penelitian Keterangan:
a. Saklar
b. Baterai 3,7 V
f. Kapasitor 10 mikro farad g. Kapasitor 100 mikro farad c. IC NE 555 h. Resistor 1k ohm
d. Sensor Ultrasonik i. Buzzer e. Potensiometer
Susunan Penghubung : a. Saklar
Terminal 2 → Kutub negatif baterai Common → Vcc Sensor
b. Baterai
a
b c d
e f
g
h i
Kutub Positif → Vcc Sensor Kutub Negatif → ground sensor c. IC NE 555
Pin 1 → GND sensor ultrasonik Pin 2 → pin 6 IC NE 555
Pin 3 → trig sensor ultrasonic
Pin 4 → Vcc sensor ultrasonik dan ke pin 8 d. Sensor Ultrasonik
Vcc → pin 4 IC NE 555 Trig → pin 3 IC NE 555 GND → pin 1 IC NE 555 e. Potensiometer
terminal 1 → pin 8 IC NE 555 terminal 2 → resistor 1k ohm terminal 3 → pin 7 IC NE 555 f. Kapasitor 10 mikro farad
Kaki positif → pin 8 IC NE 555 Kaki negatif → pin 1 IC NE 555 g. Kapasitor 100 mikro farad
Kaki positif → Vcc sensor Kaki negatif → Echo sensor h. Resistor 1k ohm
→ pin 6 dan trimpot i. Buzzer
Kaki positif → Vcc sensor Kaki negatif → Echo sensor
3.4.2 Desain Flowchart Sistem
Gambar 3.3 Flowchart Sistem 3.5 Cara Kerja Elektronika
Cara kerja alat ini adalah :
1. Ketika saklar dinyalakan, maka sirkuit terhubung ke baterai 3,7 v dan pin trigger sensor mendapatkan sinyal pulsa yang dihasilkan oleh IC NE 555.
2. Bagian transmitter sensor ultrasonik mengirimkan gelombang ultrasonik ke objek sekitarnya dengan kecepatan konstan (v) yang merambat dalam medium tertentu (misalnya udara).
3. Gelombang ini bergerak ke depan, setelah mencapai objek di depannya maka gelombang ini dipantulkan kembali dan diterima oleh receiver sensor kemudian akan di deteksi oleh pin echo.
KACAMATA MENJAUHI OBJEK
BUZZER BERBUNYI
STOP START
KACAMATA MENDEKATI OBJEK
BUZZER DIAM
4. Selama itu pin Echo akan menghasilkan sinyal yang lamanya (t) sama dengan lama gelombang yang dipantulkan. Waktu yang dibutuhkan gelombang untuk pergi ke objek di depannya dan kembali ke sensor adalah (t).
5. Waktu ini diukur oleh sensor ultrasonik itu sendiri kemudian dikonversi menjadi sinyal yang dapat diproses oleh IC NE 555. Sehingga IC NE 555 menghasilkan sinyal pulsa yang kemudian sinyal tersebut dapat terdengar melalui buzzer.
6. Kapasitor berfungsi untuk mengatur atau menghaluskan sinyal listrik dengan membantu menstabilkan level tegangan pada catu daya sehingga frekuensinya juga stabil untuk mengeluarkan suara pada buzzer.
7. Potensiometer (resistor variabel) berfungsi menyesuaikan resistansi secara manual sehingga dalam rangkaian ini potensiometer digunakan untuk penyesuaian sensitivitas sensor ultrasonik.
8. Resistor 1k ohm digunakan untuk mengontrol aliran arus dan membatasi level tegangan untuk pengkondisian sinyal pada IC NE 555.
3.6 Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk angka dan dapat dianalisis menggunakan sistem statistik. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer. Data primer merupakan sumber data yang diperoleh peneliti dari bermacam-macam benda dengan tingkat kekerasan yang berbeda secara langsung tanpa perantara. Untuk tabel pengujian dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Contoh Tabel Pengujian Alat
No Jenis Benda Jarak (cm) Taraf Intensitas Bunyi (dB)
1. Manusia (berat 73 2. kg)
3.
4.
5.
1. Manusia (berat 43 2. kg)
3.
4.
5.
1. Dinding Semen 2.
3.
4.
5.
1. Pintu Kayu 2.
3.
4.
5.
1. Jendela Kaca 2.
3.
4.
5.
1. Pagar Besi 2.
3.
4.
5.
1. Busa
2.
3.
4.
5.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menguji alat yang telah dibuat apakah bekerja sesuai dengan fungsinya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pembuatan Alat
Berdasarkan hasil analisis dan rancangan alat yang ada pada pembahasan bab sebelumnya, maka perlu dilakukan pengujian penggunaan kacamata pintar untuk penyandang tunanetra berbasis sensor ultrasonik untuk mengetahui apakah alat bisa digunakan dengan optimal dan sesuai dengan apa yang direncanakan.
Gambar 4.1 merupakan hasil pembuatan kacamata pintar untuk penyandang tunanetra berbasis sensor ultrasonik.
Gambar 4.1. Kacamata Berbasis Sensor Ultrasonik
Adapun prinsip kerja alat ini adalah menggunakan sensor ultrasonik untuk mendeteksi benda yang ada di depan pengguna dengan jarak tertentu, kemudian buzzer akan berbunyi jika menerima sinyal dari IC NE 555.
4.2 Data Hasil Penelitian
Setelah dilakukan pengujian untuk menentukan keberhasilan alat, maka data yang diambil dapat dilihat pada tabel 4.1:
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Alat Pada Enam Jenis Benda
No Jenis Benda Jarak (cm) Taraf Intensitas Bunyi (dB)
1. Manusia (berat 73 kg)
0 0
2. 2 76,2
3. 30 58,4
4. 60 55,8
5. 90 48,2
6. 120 36,7
7. 130 33,4
8. 140 31,7
9. 145 29,5
10. 150 0
1. Manusia (berat 43 kg)
0 0
2. 2 77,1
3. 30 68,6
4. 60 61,7
5. 90 56,0
6. 120 35,9
7. 130 32,6
8. 140 31,3
9. 145 28,6
10. 150 0
1. Jendela Kaca 0 0
2. 2 80,8
3. 30 68,0
4. 60 61,8
5. 90 60,3
6. 120 58,8
7. 150 49,6
8. 153 38,6
9. 155 37,8
10. 158 35,4
11. 160 0
1. Pintu Kayu 0 0
2. 2 78,0
3. 30 72,6
4. 60 60,6
5. 90 55,0
6. 120 47,2
7. 150 39,7
8. 153 34,6
9. 155 0
1. Pagar Besi 0 0
2. 2 78,9
3. 30 68,3
4. 60 59,5
5. 90 57,5
6. 120 49,3
7. 150 38,9
8. 153 35,3
9. 155 33,5
10. 158 0
1. Dinding Semen 0 0
2. 2 78,5
3. 30 65,0
4. 60 62,9
5. 90 49,8
6. 120 43,0
7. 150 33,8
8. 153 0
1. Busa 0 0
2. 2 0
3. 30 0
4. 60 0
5. 90 0
6. 120 0
7. 150 0
4.3 Grafik Data Hasil Penelitian
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0 2 30 60 90 120 150 153 155 158 160
Taraf Intensitas Bunyi (dB)
Jarak (cm)
Grafik Taraf Intensitas Bunyi (dB) Terhadap Jarak (cm)
Manusia (berat 73 Kg) Manusia (berat 43 Kg) Jendela Kaca
Pintu Kayu Pagar Besi Dinding Semen Busa
Gambar 4.2. Grafik Data Hasil Penelitian 4.4 Pembahasan
Sensor dapat mendeteksi benda pada jarak yang berbeda-beda sehingga menghasilkan taraf intensitas bunyi yang berbeda disetiap jaraknya. Dapat kita lihat pada hasil tabel 4.1 jika jaraknya betambah maka intensitas bunyi nya akan berkurang.
Berikut pembahasan hasil pengujian untuk masing-masing benda : a. Analisis Pengujian Alat di Depan Manusia (berat 73 kg)
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan intensitas bunyi tertinggi ada pada jarak 2 cm dengan taraf intensitas bunyi yaitu 76,2 dB. Ketika mendeteksi pada jarak yang paling jauh yaitu 150 cm buzzer sudah tidak berbunyi.
b. Analisis Pengujian Alat di Depan Manusia (berat 43 kg)
Taraf intensitas bunyi tertinggi terletak pada jarak 2 cm dengan taraf intensitas bunyi yang dihasilkan yaitu 77,1 dB. Ketika mendeteksi pada jarak yang paling jauh yaitu 150 cm taraf intensitas bunyinya sudah tidak ada.
c. Analisis Pengujian Alat di Depan Jendela Kaca
Taraf intensitas bunyi tertinggi ada pada jarak 2 cm dengan taraf intensitas bunyi yaitu 80,8 dB. Ketika mendeteksi pada jarak yang paling jauh yaitu 160 cm taraf intensitas bunyinya 0 dB.
d. Analisis Pengujian Alat di Depan Pintu Kayu
Taraf intensitas bunyi tertinggi berada pada jarak 2 cm dengan taraf intensitas bunyi yang terdengar yaitu 78,0 dB. Buzzer tidak akan berbunyi pada jarak 155 cm.
e. Analisis Pengujian Alat di Depan Pagar Besi
Taraf intensitas bunyi tertinggi berada pada jarak 2 cm dengan taraf intensitas bunyi yaitu 78,9 dB. Pada jarak 158 cm buzzer tidak berbunyi.
f. Analisis Pengujian Alat di Depan Dinding Semen
Taraf intensitas bunyi tertinggi berada pada jarak 2 cm dengan taraf intensitas bunyi 78,5 dB. Ketika mendeteksi pada jarak 153 cm buzzer tidak berbunyi.
g. Analisis Pengujian Alat di Depan Busa
Ketika kacamata diujikan di depan busa, buzzer tidak berbunyi sehingga taraf intensitas bunyi 0 dB disetiap jarak.
Berdasarkan pengujian beberapa benda tersebut semakin jauh jarak kacamata berbasis sensor ultrasonik dari benda maka intensitas bunyi yang dihasilkan buzzer akan semakin kecil. Dimana intensitas bunyi berbanding lurus dengan frekuensi. Panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi maka panjang gelombang juga berbanding terbalik dengan intensitas bunyi.
Pengujian pada beberapa benda tersebut terdapat perbedaan taraf intensitas bunyi, hal ini disebabkan oleh tekstur permukaan benda yang berbeda. Ada permukaan benda yang dapat memantulkan gelombang ultrasonik secara keseluruhan dan ada permukaan benda yang menyerap sebagian gelombang ultrasonik. Hal ini sesuai dengan sifat gelombang bunyi dimana gelombang bunyi dapat dipantulkan dan diserap. Umumnya benda yang keras, mengkilat, dan rapat memiliki sifat memantulkan bunyi. Oleh karena itu kaca memiliki taraf intensitas bunyi yang lebih tinggi dibanding benda yang lain karena kaca memiliki sifat yang homogen, keras, padat dan permukaan yang halus sehingga dapat memantulkan gelombang ultrasonik dengan baik tanpa diserap. Selanjutnya pagar besi yang memiliki permukaan keras dan kasar sehingga dapat memantulkan gelombang ultrasonik, namun struktur berpori pada permukaan besi juga dapat menyerap sebagian kecil gelombang ultrasonik sehingga taraf intensitas bunyinya lebih renda dari permukaan jendela kaca. Kemudian pada permukaan dinding semen yang kasar dan padat dapat memantulkan gelombang ultrasonik, sedangkan permukaan dinding tidak homogen dan berpori yang dapat menyerap gelombang sehingga taraf intensitas bunyinya lebih rendah dari kaca dan pagar besi.
Selanjutnya permukaan kayu memiliki intensitas yang lebih rendah dibandingkan jendela kaca, pagar besi dan dinding semen karena permukaan kayu tidak terlalu
padat dan keras seperti permukaan benda tersebut. Selanjutnya taraf intensitas bunyi pada manusia lebih rendah daripada jendela kaca, pagar besi, dinding semen dan pintu kayu karena permukaan manusia sangat kompleks dan beragam dipengaruhi oleh kulit, pakaian dan struktur tubuh lainnya. Misalnya kulit dan pakaian manusia yang cenderung menyerap gelombang ultrasonik sedangkan tulang dan logam dapat memantulkan gelombang ultrasonik. Terakhir pada permukaan busa, ketika kacamata didekatkan pada permukaan busa buzzer tidak berbunyi karena busa merupakan salah satu bahan peredam suara dan memiliki permukaan yang berpori sehingga cenderung menyerap gelombang ultrasonik.
Oleh karena itu, penyandang tunanetra dapat terhindar dari benda yang padat dan keras karena peringatan yang diberikan oleh bunyi buzzer. Sedangkan busa merupakan benda yang tidak berbahaya bagi penyandang tunanetra dan manusia sehingga tidak menjadi masalah jika buzzer tidak berbunyi ketika kacamata didekatkan ke busa.
4.5 Kelebihan Alat
Kacamata ini dapat mendeteksi benda yang ada didepan pengguna dan buzzernya akan berbunyi sehingga dapat membantu penyandang tunanetra ketika berjalan dan menghindari kecelakaan seperti tertabrak tembok dan benda lainnya.
4.6 Kekurangan Alat
Kacamata ini memiliki keterbatasan yaitu tidak dapat mendeteksi benda yang berada di bawah, dibelakang dan disamping pengguna. Alat ini juga tidak dapat memberitahu jenis benda dan berapa jarak dari pengguna.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan pengujian dan pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa kacamata pintar untuk penyandang tunanetra berbasis sensor ultrasonik yang dibuat berhasil dirancang dan dikembangkan. Kacamata tersebut juga berhasil digunakan sesuai dengan komponen alatnya. Pada saat benda terdeteksi oleh sensor ultrasonik maka buzzer akan berbunyi untuk memberi peringatan kepada pengguna. Semakin jauh jarak benda dengan pengguna maka taraf intensitas bunyi buzzer akan semakin kecil. Taraf intesitas bunyi (dB) juga dipengaruhi oleh permukaan benda/material sesuai dengan sifat gelombang bunyi yaitu terdapat permukaan benda/materi yang bisa memantulkan gelombang bunyi dan sebaliknya ada juga permukaan benda/material yang dapat menyerap gelombang bunyi.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian dan percobaan yang telah dilakukan, peneliti berharap kacamata ini dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. Peneliti juga menyarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan alat dan teknologi yang lebih canggih seperti menambahkan arduino atau perangkat lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ady, F. N. H. (2019). Rancang bangun tempat sampah otomatis menggunakan sensor ultrasonik. UNES Teknologi, 1–40.
Anonim. (2012). HC-06 Bluetooth to Serial Module. 5–61.
https://splashtronic.wordpress.com/2012/05/13/hc-05-bluetooth-to-serial- module/
Basri, I. Y., & Irfan, D. (2018). Komponen elektronika.
Budiyanta, N. E., Wishnu, M. C., W, D. R., & Lukas, L. (2019). Perancangan Fidget Device Berbasis Internet Of Things. TESLA: Jurnal Teknik Elektro, 21(1), 1. https://doi.org/10.24912/tesla.v21i1.3241
Chandra, H., & Pratama, F. (2023). Alat Bantu Jalan Tunanetra menggunakan Sensor Ultrasonik. Jurnal SISKOM-KB (Sistem Komputer Dan Kecerdasan Buatan), 7(1), 9–14. https://doi.org/10.47970/siskom-kb.v7i1.452
Dwiatmaja, A. W., & Rakhmadi, F. A. (2019). Rancang Bangun Sistem Deteksi Daging Ayam Tiren Berbasis Resistansi dan Mikrokontroler ATMega8 untuk Autentifikasi Halal. Ijhs, 001(01), 1–7. http://ejournal.uin- suka.ac.id/saintek/IJHS/article/view/1646
Eduar, D. (2023). ALAT BANTU MOBILITAS PENYANDANG TUNANETRA DENGAN MULTISENSOR HC-SR04 MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY. Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents.
Eni. (2019). Teori Gelombang. Angewandte Chemie International Edition, m, 5–
24.
Firdaus, M. (2020). Pengertian dan Macam-macam Saklar Macam-Macam Saklar :
Giancolli.D.C. (2001). Fisika Jilid 2 Edisi Kelima (Jakarta:Erlangga (ed.)).
Halliday, D dan Resnick, R. (1996). Fisika Jilid I (P. S. Dan & E. Sucipto (eds.)).
Erlangga.
Hendryadi, D., Iryani, J., & Azran, M. (2022). Prototype Kacamata Sensorik Untuk Tunanetra Berbasis Mikrokontroler. Jurnal Teknoif Teknik Informatika Institut Teknologi Padang, 10(1), 25–28.
https://doi.org/10.21063/jtif.2022.v10.1.25-28
Hidayat, T. (2011). Desain Prototipe Sonic Log Menggunakan Sensor Ultrasonik untuk Mengetahui Waktu Penjalaran Gelombang Suara pada Medium Padat.
I. Yulianti and A. A. Sopandi. (2019). Pelaksanaan Pembelajaran Orientasi dan
Mobilitas bagi Anak Tunanetra di SLB Negeri 1 Bukittinggi. J. Penelit.
Pendidik. Kebutuhan Khusus, 7, 264–271.
Ishaq, M. (2003). G E L O M B a N G : B U N Y I. In Hand Out Fisika Dasar 2.
James W, Elston D, T. J. et al. (2020).Capacitor. Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology., 5–22.
Jowangkay, T. M. (2016). Simulasi Sistim Keamanan Rumah Menggunakan Sensor Ultrasonik Hc Sr-04 Dengan Arduino.
http://repository.polimdo.ac.id/609/1/Theo Jowangkay.pdf
Mardiati, R., Ashadi, F., & Sugihara, G. F. (2016). Rancang Bangun Prototipe Sistem Peringatan Jarak Aman pada Kendaraan Roda Empat Berbasis Mikrokontroler ATMEGA32. TELKA - Telekomunikasi, Elektronika, Komputasi Dan Kontrol, 2(1), 53–61. https://doi.org/10.15575/telka.v2n1.53- 61
Maulana, E. (2014). Sensor dan Tranduser (Bahan Ajar). Bahan Ajar Elektronika Kontrol - Sensor Dan Transduser.
Mentor, K. P. (2023). Macam-macam saklar.
Paul A. Tipler, M. G. (2008). Physics For Scients and Engineers With Modern Physics 6 th. In W.H. Freeman and Company (6th ed.).
Podlogar, K. (2022). Gelombang.
Sarosa. (2017). BAB II Landasan Teori. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 8–24.
Suhada, I. (2021). Alat Bantu Tunanetra Menggunakan Sensor Ultrasonik Berbasis Arduino Nano. Journal of Business Theory and Practice, 10(2), 6.
http://www.theseus.fi/handle/10024/341553%0Ahttps://jptam.org/index.php/
jptam/article/view/1958%0Ahttp://ejurnal.undana.ac.id/index.php/glory/articl e/view/4816%0Ahttps://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/23790/
17211077 Tarita Syavira Alicia.pdf?
Sulistiyanti, R, S. Purwiyanti, S. Pauzi, A, P. (2016). Sensor dan Prinsip Kerjanya.
In Revista Brasileira de Linguística Aplicada (Vol. 5, Issue 1).
https://revistas.ufrj.br/index.php/rce/article/download/1659/1508%0Ahttp://h ipatiapress.com/hpjournals/index.php/qre/article/view/1348%5Cnhttp://www .tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09500799708666915%5Cnhttps://mckinse yonsociety.com/downloads/reports/Educa
Susilo, M., Keahlian, P., Xi, B. A. B., & Xi, B. A. B. (2016). Bab xi.
Timer, P. (2021). NE555 Pin Descriptions. February, 1–14.
Tipler, P. . (1991). Fisika Untuk Sains dan Teknik (Erlangga (ed.); ketiga).
Wijanarko, D., Widiastuti, I., & Widya, A. (2017). Gelombang Ultrasonik Sebagai Alat Pengusir Tikus Menggunakan. Jurnal Teknologi Inforrmatika Dan Terapan, 04(01), 65–70.