Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Perencanaan Dosen Pengampu: Dr. Ade Jamal Mirdad SE., M.Si
Disusun oleh : Kelompok 5
Talitha Rahma (11200840000081)
Mutiara Putri (11200840000056)
Frida Lailatul. A (11200840000116)
Ade Syaghofi. M (11200840000075) Romadhon Izha. M (11200840000110)
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah” dengan baik.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ade Jamal Mirdad SE., M.Si selaku dosen mata kuliah Ekonomi Perencanaan yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap semoga isi makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta para pembaca umumnya. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena adanya keterbatasan ilmu yang kami miliki. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan saran dari para pembaca demi terwujudnya kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Tangerang, 8 April 2023
Kelompok 5
ii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI...ii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Pembahasan ... 1
BAB II PEMBAHASAN ... 2
2.1 Gambaran Umum Perencanaan Tata Ruang Wilayah ... 2
2.1.1 Proses Perencanaan Pembangunan Wilayah ... 6
2.2 Ruang Lingkup Perencanaan Pembangunan Wilayah ... 9
2.2.1 Pendekatan Sektoral ... 10
2.2.2 Pendekatan Regional ... 13
2.2.3 Memadukan Pendekatan Sektoral dan Regional dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah ... 17
BAB III PENUTUP ... 24
3.1 Kesimpulan ... 24
3.2 Saran ... 24 DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pemerintah yang bermitra dengan masyarakat, akademisi dan swasta untuk mengelola sumber daya serta menentukan sasaran, strategi dan program yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan daerah.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah menjelaskan bahwa terjadi pergeseran dalam pembangunan yang awalnya bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi atau memberi kekuasaan kepada daerah untuk ebnagun wilayahnya termasuk pembangunan. Alasan perlunya dilakukan perencanaan pembangunan daerah yaitu karena setiap daerah memiliki karakteristik, potensi dan juga tantangan yang berbeda dalam mencapai pembangunan berkelanjutan yang mana hal ini menyebabkan perencanaan pembangunan harus dilakukan dengan menyesuaikan kondisi di setiap daerah.
Perencanaan pembangunan menjadi masalah yang penting karena jika dalam pembangunan tidak dilakukan secara baik maka dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat di daerah tersebut. Hal ini menyebabkan dalam perencanaan pembangunan daerah harus memperhatikan potensi, kebutuhan daerah, aspek sosial, ekonomi, daerah dll serta dalam pengerjaannya harus melibatkan pemerintah agar hasilnya dapat optimal dan berkelanjutan.
1.2 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulisan makalah ini dibuat untuk mengkaji dan mengulas bagaimana perencanaan pembangunan ekonomi daerah serta prosesnya dari mulai penyusunan rencana sampai dengan tahap evaluasi, lalu membahas mengenai ruang lingkup perencanaan pembangunan wilayah dari pendekatan sektoral dan pendekatan regional serta memadukan pendekatan sektoral dan regional dalam perencanaan pembangunan wilayah.
2 BAB II PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Perencanaan Tata Ruang Wilayah
Perencanaan tata ruang wilayah adalah suatu proses yang melibatkan banyak pihak dengan tujuan agar penggunaan ruang itu memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dan terjaminnya kehidupan yang berkesinambungan. Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan di masyarakat sehingga masyarakat mendapat akses dalam proses perencanaan tersebut. Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan tersebut. Landasan penataan ruang wilayah di Indonesia diatur Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) Nomor 24 Tahun 1992. Penataan ruang wilayah dilakukan pada tingkat nasional (rencana tata ruang wilayah nasional atau di tingkat RTRW nasional), tingkat propinsi (rencana tata ruang wilayah propinsi atau disingkat RTRW propinsi), dan pada tingkat kabupaten (RTRW Kabupaten).
untuk setiap rencana tata ruang maka harus mengemukakan kebijakan makro pemanfaatan ruang berupa:
1. Tujuan pemanfaatan ruang
2. Struktur dan pola pemanfaatan ruang, dan 3. Pola pengendalian pemanfaatan ruang
Dalam kerangka kebijakan perencanaan wilayah di Indonesia menggunakan Undang- undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Beberapa pengertian dasar dalam perencanaan wilayah sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang
3
6. Perencanaan tata ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
Tujuan penataan ruang ini adalah untuk menciptakan hubungan yang serasi antara berbagai kegiatan di berbagai subwilayah agar tercipta hubungan yang harmonis dan serasi.
Struktur ruang menggambarkan pola pemanfaatan ruang dan kaitan antara berbagai ruang berdasarkan pemanfaatannya serta hierarki dari pusat permukiman dan pusat pelayanan. Pola pemanfaatan ruang adalah tergambarkannya pemanfaatan ruang secara menyeluruh. Pola pengendalian pemanfaatan ruang adalah kebijakan dan strategi yang perlu ditempuh agar rencana pemanfaatan ruang dapat dikendalikan menuju sasaran yang diinginkan. Perencanaan ruang pada tingkat nasional hanya mencapai kedalaman penetapan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional. Untuk Rencana tata ruang wilayah ini berisikan :
1. penggambaran struktur tata ruang nasional
2. penetapan kawasan yang perlu dilindungi; pemberian indikasi penggunaan ruang budi daya dan arahan permukiman
3. dalam skala nasional;
4. penentuan kawasan yang diprioritaskan;
5. penentuan kawasan tertentu yang memiliki bobot nasional, 6. perencanaan jaringan penghubung dalam skala nasional.
Untuk mewujudkan hal-hal yang telah tertulis dalam rencana tata ruang wilayah diatas, penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan :
1. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;
2. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan
3. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer. Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
4
kesatuan. dalam penyelenggaraan penataan ruang, Negara memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan pemerintah daerah guna penyelenggaraan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. untuk itu kewenangan pemerintah dalam menyelenggarakan penataan ruang meliputi :
1. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
2. pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional
3. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional
4. kerja sama penataan ruang antarnegara dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antar provinsi.
Dalam perencanaan ruang pada tingkat Daerah/provinsi adalah penjabaran dari RTRW nasional yang berisikan:
1. arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya;
2. arahan pengelolaan kawasan pedesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu;
3. arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata dan kawasan lainnya;
4. arahan pengembangan sistem pusat pemukiman pedesaan dan perkotaan;
5. arahan pengembangan sistem prasarana wilayah;
6. arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan;
7. arahan kebijakan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya.
Untuk institusi yang berwewenang dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi adalah pemerintah daerah yang memiliki tugas diantaranya :
1. perencanaan tata ruang wilayah provinsi;
2. pemanfaatan ruang wilayah provinsi;
3. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi
Berkenaan pada wilayah indonesia yang berada pada tingkat kabupaten/kota, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki wewenang dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota yaitu sebagai berikut :
1. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota
5 2. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota
3. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota
Kedalaman pada tingkat kabupaten adalah penjabaran dari penggunaan ruang pada tingkat provinsi, disertai strategi pengelolaan kawasan tersebut, sudah menggambarkan rencana peruntukan lahan untuk masing-masing kawasan, langkah-langkah untuk mencapai rencana tersebut, serta cara pengendalian dan pengawasannya. RTRW kabupaten sendiri juga masih perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana rinci tata ruang (RTR). Dalam penyusunan RTRW kabupaten, ada kawasan yang sudah ditetapkan penggunaannya di dalam RTRW nasional dan RTRW provinsi. Dalam hal ini RTRW kabupaten harus menjabarkannya dalam bentuk strategi pengelolaannya. Kabupaten masih memiliki kewenangan menentukan penggunaan lahan untuk lokasi yang tidak diatur secara tegas dalam RTRW nasional dan RTRW provinsi.
Pelaksanaan penataan ruang, baik Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berkewajiban melakukan pembinaan penataan ruang kepada pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dan masyarakat dengan melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut :
1. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang
2. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang penataan ruang 3. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang 4. pendidikan dan pelatihan
5. penelitian dan pengembangan
6. pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang 7. penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat 8. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
Menurut Michael P. Todaro, Ilmu Ekonomi Pembangunan adalah satu bidang studi yang sedang mengembangkan struktur teori dan metodologinya sendiri dengan cepat. Ilmu ekonomi pembangunan hanya merupakan campuran dari cabang-cabang ilmu tersebut di atas dengan memusatkan perhatian secara khusus pada perekonomian Afrika, Asia dan Amerika Latin secara individual.
Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam tiga cara menurut M.L. Jhingan yakni:
pertama, perkembangan ekonomi harus diukur dalam arti kenaikan pendapatan nasional nyata dalam suatu jangka waktu yang panjang. Kedua, pembangunan ekonomi berkaitan dengan
6
kenaikan pendapatan nyata per kapita dalam jangka panjang. Ketiga. pembangunan ekonomi dipandang sebagai suatu proses di mana pendapatan nasional nyata per kapita naik dibarengi dengan penurunan kesenjangan pendapatan dan pemenuhan keinginan masyarakat secara keseluruhan
2.1.1 Proses Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan usaha yang terus menerus dan menyeluruh dari penyusunan suatu rencana, penyusunan program kegiatan, pelaksanaan serta pengawasan devaluasi pelaksanaannya.
1. Penyusunan Rencana
Penyusunan rencana ini terdiri dari unsur-unsur:
A. Tinjauan keadaan. Tinjauan keadaan atau review ini dapat berupa tinjauan sebelum memulai sesuatu rencana atau suatu tinjauan tentang pelaksanaan rencana sebelumnya. Dengan kegiatan ini diusahakan dapat dilakukan dan diidentifikasi masalah-masalah pokok yang dihadapi, seberapa jauh kemajuan telah dicapai untuk menjamin kontinuitas kegiatan-kegiatan usaha, hambatan-hambatan yang masih ada, dan potensi-potensi serta prospek yang masih bisa dikembangkan.
B. Perkiraan keadaan masa yang akan dilalui. Sering juga disebut sebagai forecasting. Dalam hal ini diperlukan data-data statistik, berbagai hasil penelitian dan teknik-teknik proyeksi. Mekanisme informasi untuk mengetahui kecenderungan-kecenderungan perspektif masa depan.
C. Penetapan tujuan rencana (plan objectives) dan pemilihan cara- cara pencapaian tujuan rencana tersebut. Dalam hal ini sering kali nilai-nilai politik, sosial masyarakat memainkan peranan yang cukup penting.
Hal ini didasarkan kepada tinjauan keadaan dan perkiraan tentang masa yang akan dilalui rencana. Dilihat dalam suatu kerangka yang lebih luas berdasar asas konsistensi dan prioritas. Pada umumnya hal ini sebaiknya dilakukan melalui penyusunan suatu kerangka menyeluruh atau kerangka makro. Dengan demikian dapat dilihat implikasi dari hubungan-hubungan antara berbagai variabel dan parameter dalam bidang ekonomi dan sosial secara menyeluruh. Suatu kebijaksanaan atau policy mungkin didukung oleh program-program pembangunan. Untuk bisa operasionalnya rencana kegiatan-kegiatan usaha ini perlu dilakukan berdasar opportunity cost dan skala prioritas. Bagi proyek-proyek
7
pembangunan identifikasinya didukung oleh feasibility study dan survei-survei pendahuluan. Penyusunan kebijaksanaan dan program-program pembangunan tersebut pada umumnya dilakukan secara sektoral dengan sasaran-sasaran sektoral.
2. Penyusun Program Rencana
Pada tahap penyusunan program rencana akan dilakukan perumusan yang lebih terperinci mengenai :
● Tujuan atau sasaran dalam jangka waktu panjang
● Rincian jadwal kegiatan
● Jumlah dan jadwal pembiayaan
● Lembaga-lembaga yang akan bekerjasama dalam program-program pembangunan
Pada tahap ini, seringkali menyusun program-program atau proyek-proyek pembangunan dan pembiayaan yang konkret dituangkan dalam project plan kemudian dalam project form. Yang selanjutnya menjadi alat rencana, alat pembiayaan, alat pelaksanaan, dan alat evaluasi rencana yang penting. Kemudian, pada tahap ini akan dilakukan penutup dengan dilakukannya pengesahan rencana.
Dengan demikian rencana akan mempunyai legalitas dalam pelaksanaannya.
Seringkali juga pada tahap ini perlu dibantu dengan penyusunan suatu flow-chart, operation plan atau network plan.
3. Pelaksanaan Rencana
Perlu dibedakan antara tahap eksplorasi, tahap konstruksi dan tahap operasi karena sifat kegiatan usahanya berbeda-beda.
● Tahap eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.1
● Tahap konstruksi yaitu tahap pelaksanaan pembangunan fisik.2
● Tahap operasional atau tahap penggunaan dan pemeliharaan.
1 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara
2 Saputra, Ambar Yuda. 2012. “Studi Jasa Konsultan Manajemen Proyek Konstruksi Profesional” Thesis S2. Universitas Atma Jaya Yogyakarta
8
Dalam tahap pelaksanaan rencana, perlu dipertimbangkan bagaimana kegiatan pemeliharaannya. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakannya perlu diikuti dengan implikasi pelaksanaannya, bahkan secara terus menerus perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian.
4. Pengawasan atas Pelaksanaan Rencana Tujuan dari pengawasan adalah :
a) mengusahakan agar pelaksanaan rencana berjalan sesuai dengan rencananya;
b) apabila terdapat penyimpangan, maka perlu diketahui seberapa jauh penyimpangan tersebut dan apa sebabnya;
c) dilakukan tindakan korektif terhadap adanya penyimpangan-penyimpangan.
Untuk itu, perlu dilakukan suatu sistem monitoring dengan mengusahakan pelaporan dan feedback yang baik dari pelaksanaan rencana.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi ini membantu kegiatan pengawasan. Seringkali disebut sebagai concurrent review, dimana dilakukan suatu evaluasi atau tinjauan yang berjalan secara terus menerus. Tahap ini juga sebagai pendukung tahap penyusunan rencana yaitu evaluasi tentang situasi sebelum rencana dimulai dan evaluasi tentang pelaksanaan rencana sebelumnya. Dari hasil-hasil evaluasi, dapat dilakukan perbaikan terhadap perencanaan selanjutnya atau dapat dilakukan penyesuaian apabila diperlukan dalam perencanaan.
Namun, 5 tahapan diatas hanya menunjukkan urutan-urutan saja. Dalam kegiatan sebenarnya, tahap-tahap diatas beberapa diantaranya mungkin dilakukan secara bersama-sama. Misalnya saja bersamaan dengan pelaksanaan rencana pembangunan sebelumnya, sudah dimulai penyusunan rencana masa berikutnya.
Proyek pembangunan dapat dilakukan sembarang waktu, meskipun pelaksanaannya perlu disesuaikan dengan siklus perencanaan pembiayaannya, karena pembiayaan terkait dengan siklus tahun anggaran yang berlaku. Hal tersebut juga berlaku untuk tinjauan yang berjalan dilakukan secara menerus atau periodik. Bahkan dapat mempengaruhi penyusunan kembali rencana sebelum jadwal waktu selesainya rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Berikut ini merupakan ilustrasi tentang proses perencanaan pembangunan.
9
Gambar 1
Proses Perencanaan Pembangunan3
2.2 Ruang lingkup perencanaan pembangunan wilayah
Perencanaan Wilayah merupakan perencanaan penggunaan ruang wilayah dan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah dimana perencanaan ruang wilayahnya dituangkan dalam perencanaan tata ruang wilayah sementara perencanaan aktivitasnya tertuang di rencana pembangunan wilayah (jangka pendek, menengah, maupun panjang). Awal dari pelaksanaan perencanaan wilayah seharusnya dilakukan dengan menetapkan visi misi. Idealnya, perencanaan wilayah dilakukan setelah tersusun rencana tata ruang wilayah karena hal ini merupakan landasan dan sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah yang mana hal ini sesuai dengan Undang-undang kita harus menyusun rencana pembangunan agar karena terkait dengan penyusunan anggaran karena tata ruang ini lah yang memberi rambu tentang apa yang diperbolehkan maupun apa yang dilarang pada tiap sisi ruang wilayah.
Perencanaan pembangunan wilayah sebaiknya dilakukan dengan pendekatan regional dan sektoral. Hal ini karena jika menggunakan pendekatan sektoral saja akan kurang memperhatikan aspek ruang keseluruhan, namun jika hanya menggunakan pendekatan regional kita bisa mengetahui kondisi ruang dan lahan saat penyusunannya.
Terdapat banyak pihak yang terkait dengan pembangunan dan peran pihak di luar pemerintah ini dapat dikatakan cukup besar dan sesuai dengan mekanisme pasar. Aktivitas penggunaan ruang sering tidak tertuang dalam rencana yang mana hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dari pemerintah dengan pihak diluar pemerintah. Contohnya adalah saat pemerintah ingin menciptakan pengaturan ruang yang baik namun pihak diluar pemerintah
3 Siregar, Hermanto dkk. 2019. Ekonomi Perencanaan. Universitas Terbuka:
Banten
10
ingin mendapatkan manfaat yang terkandung dalam mekanisme pasar. Solusi dari masalah tersebut adalah dengan dilakukannya kompromi yakni persetujuan pemerintah untuk penggunaan ruang sesuai mekanisme pasar namun masih bisa ditolerir sepanjang tidak mengganggu atau merusak kelestarian lingkungan hidup. Hal seperti inilah yang membuat rencana tata ruang sering direvisi sebelum masa berlakunya berakhir. Padahal perencanaan tata ruang adalah urusan jangka panjang sedangkan tingkah laku mekanisme pasar sulit diproyeksikan untuk jangka panjang. Oleh karenanya terdapat kebijakan yang mengatur beberapa hal yang tidak bisa dikompromikan dalam rencana tata ruang seperti kelestarian lingkungan hidup, penggunaan lahan yang menyebabkan kehidupan kelak tidak sehat atau efisien, penggunaan lahan di daerah kota yang pincang, dll.
2.2.1 Pendekatan Sektoral
Tarigan (2005:35-40) menjelaskan bahwa pendekatan sektoral merupakan perencanaan pembangunan wilayah dalam lingkup ekonomi yang mengklasifikasikan sektor-sektor basis maupun non basis yang memiliki kontribusi dalam peningkatan PDRB yang berimbas pada pertumbuhan ekonomi daerah. 4Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi di wilayah perencanaan berdasarkan sektor- sektornya yang nantinya akan dianalisis potensinya. Sebelum dianalisis, masing- masing sektor ini akan dilakukan break down sehingga menghasilkan kelompok- kelompok yang bersifat homogen dimana nantinya akan digunakan peralatan analisis sesuai kelompok-kelompok sektornya.
Setelah terbagi atas kelompok sektor, sektor tersebut dapat dibagi lagi menjadi subsektor yang nantinya diperinci lagi menjadi komoditas. Contohnya yakni sektor pertanian yang terbagi atas subsektor tanaman pangan, perkebunan rakyat, perkebunan besar dll dan diperinci menjadi komoditi beras, kacang-kacangan, dll. Dengan merinci sektor menjadi komoditas akan membuat analisisnya lebih mudah dilakukan baik dari produksi hingga pemasarannya. Setelah kita mengetahui informasi tentang komoditas secara jelas, kita dapat menggunakan metode agregasi untuk keadaan setiap komoditasnya yang nanti akan dikumpulkan sehingga kita juga mengetahui keadaan setiap sektornya. Namun penggunaan metode agregasi ini memiliki risiko kehilangan
4 Arsana, dkk. 2021. Mendorong Pembangunan Ekonomi Daerah Kerjasama Utara-Utara.
Sumatera Barat: Penerbit Insan Cendekia Mandiri.
11
gambaran latar belakang yang mendukung produksi sektoral tersebut. Oleh karenanya perlu dilakukan analisis berbagai sektor sekaligus, terutama kebutuhan inputnya.
Analisis sektoral bukanlah analisis yang memisah secara total setiap sektornya karena terdapat salah satu pendekatan sektoral yang melihat keterkaitan pembangunan antara satu sektor dengan sektor lainnya. Analisis pendekatan ini disebut dengan analisis input-output. perubahan pada satu sektor dapat menimbulkan perubahan pada sektor lainnya dimana perubahan ini bersifat multiplier karena akan terjadi putaran perubahan dan putaran terakhir memiliki pengaruh yang kecil sehingga dapat diabaikan.
Langkah untuk melakukan analisis input-output yaitu kita harus memiliki tabel input output terlebih dahulu dimana dalam tabel ini terdiri atas tabel koefisien input, tabel pengganda, tabel indeks daya menarik serta indeks daya mendorong.
Keterangan:
● Kuadran 1: permintaan akhir atau barang dan jasa yang dibeli masyarakat untuk konsumsi dan investasi.
● Kuadran 2: Transaksi antar sektor yakni arus barang dan jasa yang dihasilkan suatu sektor untuk sektor lain baik sebagai bahan baku maupun penolong
● Kuadran 3: input primer yang merupakan seluruh daya dan dana yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk namun diluar kategori input antara seperti tenaga kerja, modal, keahlian, dll.
● Kuadran 4: Menggambarkan bagaimana balas jasa yang diterima input primer yang didistribusikan ke permintaan akhir.
Contoh penggunaan pendekatan regional dengan analisis input-output ini pernah dilakukan oleh Leknas saat menyusun pola Makro Repelita III Sumatera Utara.
Dalam pelaksanaan metodenya, sektor dibagi menjadi 2 jenis yaitu sektor penghasil barang (goods sector) dan sektor lainnya (service sector) dimana menggunakan anggapan bahwa perkembangan pada goods sector akan mendorong service sektor
12
sehingga ada korelasi nyata antara goods sector terhadap service sector. Guna memproyeksi pertumbuhan ekonominya, Sumatera Utara meramalkan pertumbuhan setiap goods sektor sampai dipreteli ke tingkat jenis komoditi yang selanjutnya setiap komoditas dilihat perkembangan dan potensi yang masih bisa digarap serta faktor yang membatasi pengembangannya. Dari hasil proyeksi tersebut kemudian dilakukan proyeksi dalam berbagai skenario beserta langkah untuk mencapai proyeksi tersebut yang nantinya akan dipilih yang mana yang paling mungkin dilaksanakan dengan memperhatikan keterbatasan dari sektor tersebut.
Dengan metode agregasi, perkembangan masing-masing goods sector lebih mudah untuk diproyeksikan yang nantinya juga akan diproyeksikan service sector berdasarkan persamaan regresi masa lalu. Metode agregasi dinilai lebih mudah daripada metode input-output dan dapat dilakukan oleh daerah-daerah yang telah memiliki perhitungan pendapatan regional bagi daerahnya. Namun metode ini pun juga memiliki kekurangan yakni pada kenyataannya ada sektor jasa yang menjadi pendorong pertumbuhan daerah termasuk pendorong sektor barang. Misalnya adalah sektor pariwisata dan perdagangan. Jika sektor ini cukup menonjol, maka harus dimasukkan sebagai sektor dasar dan dikategorikan sebagai sektor yang menunjang pertumbuhan sektor lainnya. Jadi, sektor jasa perlu dilihat apakah memang tergantung dari sektor penghasil barang di daerah itu atau dianggap independen dan harus diproyeksikan secara terpisah. Dalam penggunaan metode agregasi pula perlu berhati-hati dalam memproyeksikan pertumbuhan sektor penghasil barang terutama akan kemungkinan telah berlebihan dalam menggunakan input yang terbatas. Untuk menghindarinya dapat dilakukan pendekatan linear programming agar tujuan (contoh: nilai tambah) dapat tercapai secara optimal dengan mengalokasikan faktor faktor yang terbatas dijadikan pembatas, tidak akan terjadi penggunaannya melebihi dari apa yang tersedia.
Saat menggunakan pendekatan sektoral, setiap sektor atau komoditas harus dianalisis untuk mengetahui beberapa keadaan sehingga perlu dilakukan penetapan skala prioritas dengan Sektor/Komoditas apa yang perlu dikembangkan di wilayah tersebut sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai yang mana hal ini terjadi karena keterbatasan anggaran dari pemerintah. Adapun pertanyaan tersebut adalah:
● Sektor/Komoditas apa yang memiliki daya saing di wilayah tersebut
● Sektor/Komoditas apa yang masuk basis dan non basis
● Sektor/Komoditas apa yang memiliki nilai tambah tinggi
13
● Sektor/Komoditas apa yang memiliki forward linkage dan backward linkage yang tinggi.
● Sektor/Komoditas apa yang perlu dikembangkan dalam pemenuhan kebutuhan minimal wilayah tersebut
● Sektor/Komoditas apa yang banyak menyerap tenaga kerja per satu satuan modal dan satu hektar lahan.
2.2.2 Pendekatan regional
Pendekatan Regional sangat berbeda dengan pendekatan sektoral walaupun tujuan akhirnya adalah sama. Pendekatan sektoral adalah pendekatan yang pada mulanya mengabaikan faktor ruang (spasial). Memang pendekatan sectoral dapat diperinci atas daerah yang lebih kecil, misalnya analisis sektoral per kabupaten, per kecamatan, atau per desa, sehingga seakan-akan faktor ruang telah terpenuhi. Hal ini belum memenuhi pendekatan regional karena pendekatan regional memiliki segi-segi tersendiri
Pendekatan sektoral lebih dahulu memperhatikan sektor/komoditi yang kemudian dianalisis, menghasilkan proyek-proyek yang diusulkan untuk dilaksanakan.
Setelah proyeknya diketahui, barulah dipikirkan di mana lokasi proyek tersebut.
Pendekatan regional dalam pengertian sempit adalah memperhatikan ruang dengan segala kondisinya. Setelah melalui analisis diketahui bahwa masih ada ruang yang belum dimanfaatkan atau penggunaannya masih belum optimal, kemudian direncanakan kegiatan apa sebaiknya diadakan pada lokasi tersebut. Dengan demikian, penggunaan ruang menjadi serasi dan efisien agar memberi kemakmuran yang optimal bagi masyarakat. Dari uraian di atas diketahui bahwa sasaran akhir kedua pendekatan tersebut adalah sama, yaitu menentukan kegiatan apa pada lokasi mana. Perbedaannya hanya terletak pada cara memulai dan sifat analisisnya. Pendekatan regional dalam pengertian lebih luas, selain memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan produksi/jasa juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan dan memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi serta merencanakan jaringan- jaringan penghubung sehingga berbagai konsentrasi kegiatan dapat dihubungkan secara efisien.
Analisis regional adalah analisis penggunaan ruang saat ini, analisis atas aktivitas yang akan mengubah penggunaan ruang dan perkiraan atas bentuk penggunaan ruang di masa yang akan datang. Analisis regional (spasial) didasarkan
14
pada anggapan bahwa perpindahan orang dan barang dari satu daerah ke daerah lain adalah bebas dan bahwa orang (juga modal) akan berpindah berdasarkan daya tarik (attractiveness) suatu daerah yang lebih kuat dari daerah lain. Pendekatan regional adalah pendekatan yang memandang wilayah sebagai kumpulan dari bagian-bagian wilayah yang lebih kecil dengan potensi dan daya tariknya masing-masing. Hal inilah yang membuat mereka saling menjalin hubungan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Jadi, perlu dilihat dan dianalisis dinamisme pergerakan dari faktor- faktor produksi (kecuali alam), yaitu bergerak dari suatu daerah ke daerah lain. Daya tarik itu sendiri berupa potensi dan peluang-peluang yang lebih tinggi di suatu daerah dibanding dengan daerah lain. Memang analisis sectoral yang diperinci menurut satuan daerah yang lebih kecil diperlukan sebagai masukan dalam analisis regional untuk menentukan daya tarik masing-masing bagian wilayah tersebut. Dalam analisis regional misalnya, tidak diramalkan bahwa pertambahan penduduk secara alamiah di kecamatan X akan tetap tinggal di situ sampai batas jangka perencanaan (misalnya sampai lima tahun mendatang) dan tidak akan ada penduduk luar yang akan pindah ke kecamatan tersebut.
Analisis regional berusaha meramalkan penduduk berdasarkan daya tarik setiap satuan wilayah. Pada dasarnya pergeseran faktor-faktor produksi karena pergeseran penduduk selalu disertai atau disebabkan oleh pergeseran modal dan keahlian. Jadi, pertambahan riil suatu daerah adalah pertumbuhan faktor-faktor produksi yang ada di daerah ditambah faktor produksi yang datang dari luar daerah dikurangi faktor produksi yang keluar dari daerah tersebut. Dalam analisis regional sangat perlu diperhatikan kemungkinan munculnya proyek-proyek besar yang baru atau perluasan proyek yang sudah ada dan kemudian mengantisipasi perubahan yang ditimbulkannya terhadap lingkungan maupun terhadap daerah tetangga di sekitarnya. Sebaliknya, perubahan besar di daerah tetangga dapat mempengaruhi perekonomian di daerah sekitarnya.
Perubahan itu dapat berakibat positif maupun negatif Faktor daya tarik ini kadang- kadang mendorong pemerataan pertumbuhan antar daerah di satu wilayah, tetapi di wilayah lain malah menimbulkan makin parahnya kepincangan pertumbuhan antar daerah. Dalam perencanaan pembangunan hal ini perlu dipertimbangkan sejak awal.
Hal itu penting untuk menghindari makin pincangnya pertumbuhan antar daerah maupun untuk menghitung kebutuhan riil suatu fasilitas di daerah tertentu karena pertumbuhan penduduk bisa sangat jauh berbeda dengan pertumbuhan di masa lalu.
15
Pendekatan regional adalah pendekatan ekonomi dan pendekatan ruang Pendekatan ekonomi terutama untuk cabang ekonomi regional dan dapat dipakai berbagai peralatan analisis, baik dari ekonomi umum/ekonomi pembangunan, atau lebih khusus ekonomi regional untuk melihat arah perkembangan sesuatu daerah di masa yang akan datang. Berbagai model analisis yang bisa diterapkan, antara lain teori yang menyangkut pertumbuhan ekonomi daerah, analisis competitiveness dari sektor- sektor yang ada di suatu wilayah, model gravitasi, hubungan kota dengan daerah belakangnya, berbagai teori lokasi, hubungan inter-regional, dan lain-lain. Analisis ekonomi regional dapat memberi jawaban atas sektor mana yang perlu dikembangkan serta tingkat prioritas pengembangannya. Akan tetapi, belum mampu menjawab pertanyaan, seperti di lokasi mana sektor itu dikembangkan, berapa luas lahan yang digunakan, serta besarnya prasarana
atau fasilitas sosial yang perlu di bangun dan berikut lokasinya. Analisis ekonomi regional kemudian dikombinasikan dengan pendekatan tata ruang, sehingga harus dibarengi dengan peta-peta untuk mempermudah dan memantapkan analisis.
Selain menggambarkan keadaan saat ini ada juga peta yang menggambarkan proyeksi arah perpindahan faktor-faktor produksi dan peta perkiraan kondisi di masa yang akan datang.
Pendekatan ruang adalah pendekatan dengan memperhatikan:
1. struktur ruang saat ini;
2. penggunaan lahan saat ini;
3. kaitan suatu wilayah terhadap wilayah tetangga.
Unsur-unsur struktur ruang yang utama adalah :
a) Orde-orde perkotaan, termasuk di dalamnya konsentrasi pemukiman, b) Sistem jaringan lalu lintas, termasuk penetapan jaringan jalan primer,
jaringan jalan sekunder, dan jaringan jalan local,
c) Kegiatan ekonomi berskala besar yang terkonsentrasi, seperti Kawasan industry, Kawasan pariwisata, Kawasan pertambangan, dan Kawasan perkebunan.
Struktur ruang adalah hierarki di antara ruang atau lokasi berbagai kegiatan ekonomi. Analog antara struktur organisasi dengan struktur ruang dapat dikemukakan pada bagan berikut ini.
16
Dari gambar di atas, dapat ditarik analog antara struktur organisasi dengan struktur ruang. Masing-masing struktur memiliki hierarki. Di dalam struktur organisasi tingkat hierarki menggambarkan besarnya kekuasaan/kewenangan sedangkan dalam struktur ruang hierarki menggambarkan besarnya daya tarik atau luasnya wilayah pengaruh. Garis penghubung dalam struktur organisasi adalah alur perintah dan pelaporan sedangkan dalam struktur ruang hal ini terkait dengan jarak dan daya tarik di mana daya tarik dipengaruhi oleh potensi masing-masing lokasi dan jarak yang menghubungkan dua potensi. Masing-masing kotak empat persegi dalam struktur organisasi menggambarkan posisi/jabatan, sedangkan dalam struktur ruang menggambarkan lokasi dan besarnya konsentrasi. Bedanya dalam struktur organisasi posisi bawahan selalu digambarkan berada di bawah posisi atasannya sedangkan dalam struktur ruang. posisi lokasi tidak harus berada di bawah (di selatan) induknya (kota terbesar) namun dapat mengambil posisi mengelilingi induknya.
Struktur ruang merupakan pembangkit berbagai aktivitas di dalam wilayah dan sangat berpengaruh dalam menentukan arah penggunaan lahan di masa yang akan datang. Atas dasar kondisi struktur ruang dan penggunaan lahan saat ini serta kaitan suatu wilayah terhadap wilayah tetangga, dapat diperkirakan arus pergerakan orang dan barang di wilayah tersebut Perencanaan wilayah adalah perencanaan mengubah struktur ruang atau mengubah penggunaan lahan ke arah yang diinginkan dan memperkirakan dampaknya terhadap wilayah sekitarnya termasuk wilayah tetangga.
Perubahan struktur ruang atau penggunaan lahan dapat terjadi karena investasi pemerintah atau investasi pihak swasta. Keberadaan dan lokasi investasi swasta perlu mendapat izin pemerintah. Hal ini penting agar pemerintah dapat mengarahkan struktur tata ruang atau penggunaan lahan yang menguntungkan dan mempercepat tercapainya sasaran pembangunan. Sasaran pembangunan dapat berupa peningkatan pendapatan masyarakat, penambahan lapangan kerja, pemerataan pembangunan wilayah, terciptanya struktur perekonomian yang kokoh, terjaganya kelestarian lingkungan, serta
17
lancarnya arus pergerakan orang dan barang ke seluruh wilayah, termasuk ke wilayah tetangga.
Di sisi lain, seandainya ada pihak swasta yang ingin menanamkan investasinya maka dapat diperkirakan pengaruhnya terhadap wilayah sekitarnya dan menetapkan fasilitas apa yang perlu dibangun dalam mengantisipasi perkembangan yang ditimbulkan oleh investasi tersebut.
2.2.3 Memadukan Pendekatan Sektoral dan Regional dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah
Perencanaan pembangunan wilayah tidak cukup hanya menggunakan pendekatan sektoral saja atau hanya pendekatan regional saja. Perencanaan pembangunan wilayah mestinya memadukan kedua pendekatan tersebut. Pendekatan sektoral saja tidak akan mampu melihat adanya kemungkinan tumpang tindih dalam penggunaan lahan (kecuali melakukan pendekatan komprehensif seperti linear programming), juga tidak mampu melihat perubahan struktur ruang yang mungkin terjadi sebagai akibat dilaksanakannya rencana sektoral tersebut. Misalnya, tidak mampu melihat wilayah mana yang akan berkembang, wilayah mana yang kurang terbangun, perubahan dari pergerakan arus orang dan barang sehingga memerlukan perubahan kapasitas jaringan jalan, serta apakah kegiatan sektoral bisa mengganggu kelestarian lingkungan atau tercipta pusat wilayah baru, dan sebagainya.
Pendekatan regional saja juga tidak cukup karena analisisnya akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup detail untuk membahas sektor per sektor apalagi komoditi per komoditi. Pendekatan regional saja tidak akan mampu menjelaskan, misalnya komoditi apa yang akan dikembangkan, berapa luas, apakah pasar masih dapat menyerap tambahan komoditi tersebut, apakah input untuk pengembangannya masih cukup, serta bagaimana tingkah laku para pesaing. Atas dasar alasan tersebut, pendekatan pembangunan wilayah haruslah gabungan antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional.
Langkah-langkah penggabungan kedua pendekatan tersebut, misalnya dalam penyusunan RPJM secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Tetapkan visi dan misi pembangunan wilayah serta tujuan umum dan strategi untuk mencapai visi dan misi tersebut.
2. Lakukan pendekatan sektoral terlebih dahulu, yaitu dengan meminta dinas terkait membuat perencanaan di bidangnya masing-masing. Yang diprioritaskan
18
untuk dianalisis adalah sektor basis. Namun karena tidak mudah menentukannya maka bisa dialihkan atau didekati dengan menganalisis sektor penghasil barang (pertanian, industri, pertambangan dan pariwisata, apabila pariwisata memberikan sumbangan yang cukup berarti untuk wilayah tersebut.
Setiap dinas terkait harus membuat gambaran tentang kondisi saat ini untuk setiap komoditi atau kegiatan utama di bawah wewenangnya (monitoring, pengawasan, dan pengarahan). Sektor yang ditangani harus diperinci atas subsektor dan kemudian diperinci lagi atas komoditi atau jenis kegiatan yang spesifik. Komoditi yang kecil-kecil dapat digabung dalam kelompok komoditi atau kegiatan lain-lain.
3. Uraian atas setiap komoditi setidaknya harus menyangkut luas penanaman (untuk tanaman keras, diperinci lagi atas tanaman belum menghasilkan, tanaman menghasilkan, tanaman tidak menghasilkan/ tua/telantar), wilayah penanaman, luas panen, tingkat produksi, jumlah tenaga kerja yang terlibat, besarnya kebutuhan input lainnya, seperti pupuk, pestisida dan lainnya, wilayah pemasaran dan perkembangan harga pada beberapa tahun terakhir, serta permasalahan yang dihadapi, baik produksi maupun pemasaran.
4. Untuk tiap komoditi dihitung parameter tertentu seperti produktivitas per hektar, produktivitas per pekerja, tingkat pemakaian pupuk atau pestisida per hektar, besarnya biaya investasi per hektar, capital output ratio (COR) masing- masing komoditi, dan lainnya yang dianggap perlu. Kalau tingkat produktivitas sangat berbeda antara satu wilayah penanaman dengan wilayah penanaman lainnya, parameter itu perlu dihitung per wilayah penanaman.
5. Proyeksi kebutuhan atau prospek pemasaran dari masing-masing komoditi untuk masa 5 (lima) tahun yang akan datang.
6. Atas dasar prospek pemasaran dan berbagai pertimbangan makro lainnya, proyeksikan luas penanaman atau produksi masing-masing komoditi pada masa lima tahun yang akan datang untuk masing-masing subwilayah. Perlu dicatat bahwa dalam memproyeksikan luas penanaman atau produksi perlu diingat minat investor, baik yang telah mendapat izin prinsip atau izin lokasi maupun yang kelihatannya berminat untuk melakukan investasi. Untuk sektor prasarana, perhatikan proyek-proyek yang belum dilaksanakan, tetapi sudah mendapat persetujuan untuk dilaksanakan (sudah committed).
19
7. Proyeksikan perubahan atas berbagai parameter seperti produktivitas per hektar, produktivitas per tenaga kerja, tingkat pemakaian pupuk atau pestisida, perubahan ICOR (Incremental Capital Output Ratio), dan banyaknya musim tanam per tahun.
8. Rekapitulasikan kebutuhan lahan, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan pupuk/pestisida, kebutuhan modal (apabila bisa dihitung), dan lainnya yang dianggap perlu.
9. Gabungkan kebutuhan input setiap komoditi secara keseluruhan sehingga diperoleh kebutuhan sektor, kemudian gabungkan pula kebutuhan seluruh sektor untuk mendapatkan kebutuhan total.
10. Hitung apakah kebutuhan lahan, tenaga kerja, pupuk atau pestisida masih tersedia. Kalau tidak tersedia, kurangi luas lahan dari komoditi yang dianggap kurang dibutuhkan atau kurang menguntungkan. Untuk itu dibutuhkan ukuran dalam menetapkan skala prioritas. Skala prioritas dapat didasarkan atas terpenuhinya kebutuhan minimal (misalnya dalam hal pangan), besarnya nilai tambah komoditi tersebut, daya pendorong (forward linkage) dan daya penarik (backward linkage) komoditi tersebut, kemampuannya menyerap tenaga kerja (dalam hal tingkat pengangguran cukup tinggi), atau mencari kombinasi komoditi yang paling memberikan keuntungan optimal (misalnya dengan menggunakan metode linear programming).
11. Setelah kebutuhan input dianggap dapat dipenuhi dan luas penanaman atau produksi sudah ditetapkan, gambarkan dalam peta tentang lokasi rencana penanaman per komoditi per lokasi. Penetapan lokasi untuk masing-masing komoditi dengan memperhatikan faktor kesesuaian lahan dan efisiensi pemasaran.
12. Periksa apakah ada lahan yang tumpang tindih sehingga sebetulnya tidak cukup tersedia lahan di wilayah tersebut. Apabila demikian, harus ada komoditi yang dipindahkan lokasi penanamannya atau terpaksa dikurangi luas penanamannya.
Periksa juga apakah lokasi penanaman tersebut masih sesuai dengan kesesuaian lahan. Misalnya, lahan dengan kemiringan di atas 30% tidak digunakan untuk menanam tanaman semusim. Lokasi itu tidak sering terkena banjir dan tidak termasuk ke dalam kawasan lindung (baik kawasan lindung di pegunungan maupun kawasan konservasi di pinggir pantai) atau kawasan itu sudah diperuntukkan untuk tujuan lain yang tidak bisa diubah.
20
13. Hitung kembali luas penanaman yang realistik, di mana input cukup tersedia dan kelestarian lingkungan tetap terjaga.
14. Hitung atau proyeksikan lima tahun ke depan, jumlah produksi dan nilai tambah masing-masing komoditi yang kemudian digabung menjadi nilai tambah masing-masing sektor-sektor. Perlu dicatat bahwa jumlah produksi berasal dari luas penanaman dan tingkat produktivitas per hektar. Tingkat produktivitas dapat berubah dari tahun ke tahun, baik karena pengaruh teknologi maupun karena kondisi tanaman yang ada di lapangan, misalnya faktor umur untuk tanaman keras.
15. Perkirakan pertumbuhan sektor-sektor lainnya (nonkomoditi seperti perdagangan dan jasa), baik dengan cara model korelasi maupun dengan metode input-output. Bandingkan hasilnya dengan kecenderungan permohonan izin usaha dan izin lokasi dari berbagai sektor sehingga ada keyakinan bahwa proyeksi adalah realistis.
16. Atas dasar perhitungan pada poin 14 dan 15, perkirakan pertumbuhan PDRB di masa yang akan datang.
17. Atas dasar pertumbuhan sektor-sektor yang diperkirakan di atas, buat proyeksi penggunaan lahan di wilayah tersebut untuk pertanian, industri, pertambangan, dan jasa serta penetapan lokasinya di masa yang akan datang.
18. Proyeksikan jumlah penduduk untuk masa yang akan datang. Mula-mula proyeksi dilakukan untuk keseluruhan wilayah, misalnya kabupaten. Hasil proyeksi ini kemudian didistribusikan untuk wilayah yang lebih kecil, misalnya kecamatan. Metode pendistribusian dapat dilakukan dengan berbagai cara tetapi hendaknya dikaitkan dengan pertambahan lapangan kerja di masing-masing bagian wilayah (kecamatan) dan adanya rencana investor membangun permukiman baru di bagian wilayah tertentu.
19. Dengan adanya pertambahan kegiatan di berbagai lokasi maka pada peta perlu dibuat perkiraan sentra-sentra permukiman dan sentra-sentra produksi pada masa yang akan datang. Ada kemungkinan hal ini akan mengubah orde perkotaan di masa yang akan datang. Apabila kecenderungan itu ada maka dibuat perkiraan orde perkotaan yang baru dan dilanjutkan dengan perkiraan arus orang dan barang.
20. Evaluasi kebutuhan berbagai fasilitas seperti pertambahan ruas jalan, peningkatan kelas dari jalan yang sudah ada, peningkatan atau penambahan
21
pelabuhan, kebutuhan jaringan listrik, kebutuhan telepon, air minum, rumah sakit, sekolah, pasar, dan lainnya. Semua jaringan atau kebutuhan fasilitas dan utilitas tersebut di atas, lokasinya dituangkan dalam peta (kondisi existing dan rencana perluasan).
21. Periksa kembali apakah perluasan kegiatan tersebut terutama mengenai lokasinya, apakah masih sesuai dengan arah penggunaan lahan, tidak mengganggu kawasan lindung, menciptakan keseimbangan atau pemerataan antar wilayah serta masih terjaminnya kelancaran pergerakan orang dan barang di wilayah tersebut. Apabila ada tujuan pemanfaatan ruang yang terganggu, adakah revisi atau perencanaan ulang untuk menanggulangi hal tersebut.
22. Proyeksikan total kebutuhan investasi untuk sektor produksi dan jasa dengan cara proyeksi kenaikan produksi (nilai tambah) dikalikan ICOR. Perkirakan sumber pembiayaan dari kebutuhan investasi tersebut, misalnya dari pemerintah (pusat dan daerah), PMA, PMDN, BUMN, BUMD, swasta lokal, investasi masyarakat, dan lain-lain.
23. Proyeksikan kemampuan keuangan pemerintah (pemerintah pusat, pemda provinsi, dan pemda kabupaten/kota setempat) yang dapat dialokasikan untuk kegiatan pembangunan di wilayah tersebut. Anggaran penerimaan harus disisihkan dulu untuk keperluan belanja rutin dan sisanya dapat dipakai untuk belanja pembangunan. Belanja pembangunan sendiri dapat dibagi dua, yaitu a) berkaitan dengan sektor produksi, dan b) berkaitan dengan pembangunan prasarana.
24. Bandingkan antara dana yang tersedia per tahun dengan rencana pembangunan yang dibiayai pemerintah di wilayah tersebut (sektor produksi dan prasarana).
Apabila dana tidak mencukupi, harus ditetapkan skala prioritas dari proyek yang akan dibangun. Skala prioritas dapat didasarkan atas berbagai ukuran, seperti IRR, B/C Ratio, nilai tambah, backward linkage, forward linkage, tingkat kebasisan produk, biaya produk per beneficery (penerima manfaat), dan nilai GAM (goal achievement matrix) yang dianggap relevan.
25. Hasil yang diperoleh dari berbagai langkah tersebut di atas masih berupa rencana pembangunan selama lima tahun. Hal ini masih perlu diperinci menjadi rencana pembangunan per tahun. Menetapkan proyek mana yang dikerjakan pada tahun-tahun awal yang dapat didasarkan atas pertimbangan teknis atau pertimbangan skala prioritas. Setelah proyek yang dilaksanakan pada masing-
22
masing tahun ditetapkan, lengkapi dengan pembiayaan proyek, yaitu masing- masing proyek ditetapkan sumber pembiayaannya.
26. Evaluasi kemampuan kelembagaan pemerintah yang akan melaksanakan rencana pembangunan tersebut. Apakah tenaga ahli yang dibutuhkan baik teknis maupun administratif cukup tersedia dan pengalaman kerjanya juga mendukung, peralatan yang dibutuhkan cukup tersedia, demikian pula yang tidak tersedia atau tidak cukup maka ditetapkan langkah-langkah untuk pengadaannya disertai dengan anggaran yang dibutuhkan.
Perlu dicatat bahwa pada setiap langkah terutama pada bagian awal dimulai dengan pengumpulan data dan analisis untuk mencapai langkah tersebut. Demikian pula langkah-langkah yang disebutkan di atas bukanlah suatu aturan yang kaku.
Langkah-langkah tersebut dapat dikurangi ataupun ditambah sesuai dengan kebutuhan.
Demikian pula dengan urut-urutannya bisa saja berbeda, dan ada beberapa langkah yang dapat dilakukan serentak tanpa harus menunggu selesainya kegiatan yang tercantum lebih awal.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Perencanaan pembangunan wilayah adalah suatu proses untuk merumuskan tujuan dan strategi untuk memajukan wilayah dalam segala aspek kehidupan, seperti ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Dalam perencanaan pembangunan wilayah, ada dua pendekatan yang umumnya digunakan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional.
Pendekatan sektoral dalam perencanaan pembangunan wilayah mengacu pada strategi pengembangan wilayah yang difokuskan pada sektor tertentu, seperti sektor industri, sektor pertanian, sektor pariwisata, dan sektor perdagangan. Pendekatan ini cenderung berorientasi pada kepentingan ekonomi dan bertujuan untuk meningkatkan produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa dalam sektor yang dipilih.
Sedangkan, pendekatan regional dalam perencanaan pembangunan wilayah menekankan pada pengembangan wilayah secara keseluruhan. Pendekatan ini mempertimbangkan hubungan antara berbagai sektor dan aspek kehidupan dalam wilayah, serta memperhatikan karakteristik dan potensi setiap wilayah. Tujuan utama dari pendekatan regional adalah untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial dengan menjaga keberlanjutan lingkungan.
Dalam perencanaan pembangunan wilayah yang efektif, kedua pendekatan ini sebaiknya digunakan secara terpadu dan seimbang. Pendekatan sektoral dapat digunakan untuk mengembangkan sektor-sektor yang memiliki potensi unggul dalam
23
wilayah, sedangkan pendekatan regional dapat digunakan untuk memastikan bahwa pengembangan sektor-sektor tersebut tidak merugikan sektor lain dan tidak merusak lingkungan.
Secara sederhana dalam memadukan kedua pendekatan ini, perencanaan wilayah harus memperhatikan beberapa hal, seperti:
1. Membuat rencana yang terintegrasi: Perencanaan pembangunan wilayah harus terintegrasi dengan baik antara pendekatan sektoral dan regional agar tidak terjadi tumpang tindih atau konflik antara kepentingan sektor dan kepentingan wilayah.
2. Melibatkan berbagai pemangku kepentingan: Melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses perencanaan wilayah sangat penting untuk memastikan bahwa kepentingan semua pihak dipertimbangkan dan diperhatikan.
3. Memperhatikan aspek sosial dan lingkungan: Perencanaan wilayah tidak hanya harus berfokus pada aspek ekonomi tetapi juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan agar pembangunan wilayah dapat berjalan dengan berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
4. Menerapkan sistem pemantauan dan evaluasi yang baik: Sistem pemantauan dan evaluasi yang baik harus diterapkan untuk memastikan bahwa rencana pembangunan wilayah dapat diimplementasikan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Dengan demikian, Dalam memadukan kedua pendekatan ini, perencanaan pembangunan wilayah akan menjadi lebih holistik dan seimbang, serta dapat memberikan manfaat yang luas.
24 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Perencanaan tata ruang merupakan suatu proses yang melibatkan banyak pihak dengan tujuan penggunaan ruang itu memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya untuk masyarakat dan perencanaan yang berkesinambungan. Untuk dasarnya dalam kerangka kebijakan perencanaan wilayah di Indonesia menggunakan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Tujuan penataan ruang ini adalah untuk menciptakan hubungan yang serasi antara berbagai kegiatan di berbagai subwilayah agar tercipta hubungan yang harmonis dan serasi. Terdapat proses perencanaan pembangunan ekonomi daerah dimana ada Pernyusnan rencana, penyusunan program rencana, pelaksanaan rencana, Pengawasan atas pelaksanaan Rencana, dan Evaluasi sebagai pengawasan. Ruang lingkup perencanaan pembangunan wilayah tertuang direncana pembangunan wilayah (jangka pendek,menengah maupun panjang). Untuk perencanaan pembangunan ditingkat wilayah dilakukan dengan menggunakan pendekatan regional dan sektoral untuk memperhatikan keseluruhan aspek dalam perencanaan. Namun tidak hanya dapat dipilih yang paling baik antar pendekatan, pendekatan regional dan sektoral juga dapat dipadukan dalam perencanaan pembangunan wilayah.
3.2 Saran
Berdasarkan poin-poin perencanaan tata ruang yang telah dijabarkan diatas, serta diketahui bagaimana perencanaan tata ruang baik pada tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten maka kami menyarankan penyelenggaraan perencanaan tata ruang wilayah di Indonesia harus terencana secara baik dari awal sampai tahap evaluasi. Partisipasi aktif dan penuh juga harus dilaksanakan pada seluruh yang berkepentingan. Karena sangat diharapkan kesempurnaan baik dalam materi makalah maupun pemyelengaraan perencanaan tata ruang wilayah.
Namun penulis sadar akan kekurangan yang perlu diperbaiki, Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arsana, dkk. 2021. Mendorong Pembangunan Ekonomi Daerah Kerjasama Utara-Utara.
Bappeda Kabupaten Purbalingga. (2017). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Diakses pada 10 April 2023, dari https://bappeda.purbalinggakab.go.id/v3/index.php/perencanaan- pembangunan-wilayah.
Harsono, B. (2014). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2019). Panduan Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Kota. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Masli., Rumalia. Analisis Input-Output dalam Perencanaan Ekonomi
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Saputra, Ambar Yuda. 2012. “Studi Jasa Konsultan Manajemen Proyek Konstruksi Profesional” Thesis S2. Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Siregar, Hermanto dkk. 2019. Ekonomi Perencanaan. Universitas Terbuka: Banten Sumatera Barat: Penerbit Insan Cendekia Mandiri.
Sutaryo, dkk. 2020. Tata Ruang dan Perencanaan Wilayah.”Implementasi dalam kebijakan Pertanahan”.Sleman, Yogyakarta.