• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERBASIS EVALUASI LAHAN

N/A
N/A
Poison Ivy

Academic year: 2023

Membagikan "PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERBASIS EVALUASI LAHAN "

Copied!
33
0
0

Teks penuh

Artikel ini membahas penggunaan penilaian tanah dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya air dan tanah (DAS). Evaluasi lahan adalah proses evaluasi sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan pendekatan atau metode yang telah terbukti menjadi dasar perencanaan penggunaan lahan dan diharapkan dapat memberikan informasi dan/atau pedoman penggunaan lahan sesuai kebutuhan. Penilaian lahan untuk tujuan perencanaan memainkan peran penting dalam pengelolaan wilayah sungai, karena hampir tidak ada kegiatan yang dilakukan tanpa dukungan lahan.

Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai peranan penting dalam menunjang perkembangan kehidupan masyarakat, dan ketersediaan lahan sangat erat kaitannya dengan karakteristik fisik daerah aliran sungai – seperti daerah hulu, tengah, dan hilir – di samping bentuk daerah aliran sungai tersebut. terpengaruh. dari aspek topografi dan litologi. Disarankan agar kegiatan evaluasi pertanahan dilakukan secara luas sebagai bagian dari kebijakan perencanaan daerah Indonesia, sebagai bagian dari pengaturan yang ditetapkan melalui amandemen UU No. desain penggunaan lahan sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pendahuluan

Kajian Pustaka

  • Perencanaan Tata Guna Lahan
  • Evaluasi Lahan
  • Kesesuaian Lahan dan Iklim
  • Sumberdaya Lahan di Wilayah DAS
    • Konsepsi Pengelolaan Sumberdaya Lahan
    • Konsepsi Sistem Pertanian Berkelanjutan

Diperlukan upaya konservasi untuk melengkapi rencana aksi agar peningkatan manfaat lahan dibarengi dengan keberlanjutan fungsi lahan. Tindakan konversi lahan dan pilihan pengelolaan lahan yang tidak tepat dan tidak memperhatikan aspek kemampuan dan kesesuaian. Seringkali pemilihan penggunaan lahan tidak memperhitungkan potensi lahan, kesesuaian lahan dan tindakan pengelolaan yang diperlukan pada setiap luas lahan, yang penting sebagai pedoman bagi pengelola lahan.

Dampak dari pemilihan penggunaan lahan yang salah menyebabkan terjadinya degradasi lahan yang menyebabkan lahan kritis, yaitu lahan tidak lagi mampu berproduksi sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu metode klasifikasi kesesuaian lahan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah menurut kerangka FAO (1976). Pada tingkat peringkat kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S = sesuai) dan lahan yang tidak sesuai (N = tidak sesuai).

Menghindari penggunaan lahan yang tidak efisien untuk membentuk struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang efektif.

Isu Pemanfaatan Lahan

Pola Pengelolaan Sumberdaya Lahan

Tentu saja penggunaan berbagai bahan kimia dan anorganik meningkatkan risiko degradasi tanah dan pada akhirnya mencemari tanah dan air. Keterampilan, teknik dan strategi dalam pengelolaan lahan tidak dikembangkan dengan baik di berbagai daerah aliran sungai, sehingga menyebabkan pemiskinan lahan. Tanaman memang rentan terhadap genangan air hujan – karena dapat menyebabkan pembusukan – namun tanpa teknik dan strategi, degradasi tanah akan terjadi lebih cepat.

Kepastian identitas lahan berperan dalam menentukan cara pengelolaan lahan sekaligus membedakan tipologi masyarakat petani dalam pengelolaan lahan. Secara umum, lahan yang dimiliki petani di Pulau Jawa bervariasi dalam ukuran dan identitas kepemilikan. Sebagian besar petani di Jawa adalah buruh di lahan yang bukan milik mereka, baik yang disewa dari negara atau swasta, melalui konsesi atau kontrak.

Di berbagai daerah aliran sungai di Indonesia, terlihat bahwa identitas kepemilikan lahan berkaitan erat dengan produktivitas pertanian dan juga cara pengelolaan lahan. Selain itu, sawah atau kebun yang dimiliki sendiri pada umumnya mempunyai strategi pengelolaan jangka panjang karena tidak ada keraguan atau kekhawatiran dari para petani karena hasilnya nantinya akan menjadi milik pribadi, tidak seperti lahan yang disewa dari instansi atau perorangan lainnya. . Keberhasilan pengendalian degradasi lahan juga dipengaruhi oleh nilai-nilai lokal pada masyarakat pertanian.

Semakin sejahtera para petani, semakin besar kemungkinan mereka mengadopsi praktik pengelolaan lahan berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam penanganan degradasi lahan, pemberdayaan ekonomi masyarakat petani harus menjadi salah satu pertimbangan kegiatan. Dapat disimpulkan bahwa penanganan degradasi lahan tidak lepas dari aspek sosial wilayah sungai, antara lain strategi pencarian penghidupan, pengembangan pengetahuan pengelolaan lahan, aspek penguasaan lahan, berpegang teguh pada nilai-nilai lokal dan kesejahteraan masyarakat. komunitas petani itu sendiri.

Kerjasama Kelembagaan

Sifat solidaritas masyarakat, termasuk prinsip timbal balik, gotong royong, aturan etika dan moral yang dianut oleh petani di setiap desa, mempengaruhi cara pengelolaan sumber daya alam di sekitarnya. Kelembagaan yang kuat merupakan salah satu cara untuk memastikan program dan rencana kerja pengelolaan lahan dapat berjalan dengan baik dan sukses. Sejumlah DAS telah memiliki sejumlah lembaga yang terlibat dalam pengelolaan lahan, seperti BPDAS (di bawah Kementerian Kehutanan), Balai Besar Wilayah Sungai Brantas (Kementerian Pekerjaan Umum), pemerintah provinsi dan kabupaten/kota atau bahkan badan usaha milik negara (BUMN). BUMN) yang mengelola sumber daya alam, air, serta berbagai lembaga swadaya masyarakat.

Perbedaan visi, misi, penafsiran dan persepsi masing-masing lembaga tersebut menjadi kendala dalam menjalankan tugas pengelolaan lahan. Keberagaman visi, misi, penafsiran dan persepsi ini disebabkan karena masing-masing lembaga mempunyai muatan sektoral yang dominan sehingga walaupun masing-masing pegawai di lembaga tersebut mempunyai kesadaran yang sama dalam evaluasi dan pengelolaan pertanahan, namun masih terdapat kesenjangan sektoral. pembagian adalah. yang menghambat sinkronisasi, harmonisasi dan koordinasi antar pihak. Permasalahan yang timbul dari aspek kebijakan, yang dituangkan dalam peraturan dan undang-undang, seringkali tidak lepas dari kepentingan, bahkan dalam beberapa kasus sulit untuk ditegakkan karena kurangnya dukungan dari ketiga segmen tersebut (pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat). tidak menerima. ) terlibat dalam pengelolaan lahan.

Perubahan penggunaan lahan telah mengubah fungsi lahan yang sebelumnya digunakan untuk pertanian produktif dan tujuan konservasi. Jika ditempatkan dalam konteks pengelolaan lahan, muncul dualisme dikotomis antara pengelola hutan dan pemilik modal. Kebijakan penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan sangat bergantung pada intervensi pemerintah dalam kepemilikan dan penggunaan lahan.

Dalam kondisi seperti ini, koordinasi antar segmen (pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat) yang melibatkan masing-masing lembaga menjadi relatif penting. Lembaga-lembaga yang menangani evaluasi penggunaan lahan dan pengelolaan sumber daya lahan di berbagai daerah aliran sungai belum mampu melakukan kontrol atas penggunaan lahan dan dampak degradasi lahan yang menyertainya. Diperlukan kebijakan bersama dalam pencadangan dan pengendalian lahan potensial yang didukung oleh sistem informasi pertanahan yang komprehensif, akurat dan tepat untuk pemantauan, perencanaan dan pengambilan keputusan (Haridjaja, 2013; Rustiadi & Wafda, 2013).

Gambar 1 – Kondisi pemanfaatan lahan di DAS Brantas Hulu untuk pertanian sayur-mayur  (vegeculture) di elevasi tinggi (2010)
Gambar 1 – Kondisi pemanfaatan lahan di DAS Brantas Hulu untuk pertanian sayur-mayur (vegeculture) di elevasi tinggi (2010)

Analisis dan Pembahasan

Analisis Daerah Aliran Sungai (DAS)

  • Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS)
  • Karakteristik Daerah Aliran Sungai
  • Jaringan Sungai dan Pola Aliran Sungai

Pulau-pulau yang terbentuk akibat proses geotektonik dan belum stabil secara geofisik biasanya mempunyai sungai yang pendek dan cenderung curam. Sebaliknya, sungai-sungai di pulau-pulau yang lebih stabil secara geofisika memiliki sungai yang lebih panjang dan lebih landai, serta memiliki daerah aliran sungai yang lebih besar. Abadi, umumnya ditemukan di sungai-sungai yang beriklim lembab dan/atau tropis; aliran air sepanjang tahun stabil dan ditandai dengan lompatan-lompatan kecil akibat banjir (limpasan langsung) atau aliran deras akibat hujan lebat.

Induksi, merupakan sungai yang memperoleh airnya dari pencairan salju dan es (aliran glasial), sehingga ada kalanya debitnya meningkat karena misalnya. musim panas. DAS bagian hulu merupakan kawasan konservasi, mempunyai kepadatan drainase yang tinggi, mempunyai kemiringan topografi yang besar dan bukan merupakan dataran banjir. Bagian hulu DAS merupakan kawasan lindung khususnya perlindungan tata air yang keberadaannya penting bagi bagian DAS lainnya.

Sebagai gambaran, daerah pegunungan dengan kemiringan yang curam biasanya memiliki daerah tangkapan sungai yang kecil. Hanya beberapa sungai yang panjangnya lebih dari 300 km atau daerah tangkapan airnya lebih dari 15.000 km². Air yang mengalir ke hulu mengikis dasar sungai dan membentuk saluran dimana material gerusan kemudian terbawa dan mengendap di aliran hilir.

Dasar sungai di bagian hulu bercirikan tebing-tebing yang curam dan dalam, sehingga penampangnya berbentuk V. Bagian hulu sungai bercirikan bebatuan besar, aliran besar dan kemiringan dasar sungai yang relatif curam. . Dasar sungai di tengah mulai melebar, penampangnya berbentuk U, sedimen berupa batu-batu kecil atau kerikil, kecepatan aliran menurun, dan kemiringan dasar sungai mulai mengecil.

Alur sungai di bagian hilir cenderung melebar, sedimen berupa pasir, tanah liat dan lanau, kecepatan aliran kecil, dan kemiringan dasar sungai relatif lemah. Karena mempunyai dasar sungai yang curam, laju aliran dan potensi erosi yang tinggi sehingga menyebabkan perubahan penampang sungai secara konstan.

Tabel 1 – Luas DAS dan panjang berbagai sungai penting di Indonesia
Tabel 1 – Luas DAS dan panjang berbagai sungai penting di Indonesia

Analisis Pemanfaatan Lahan

  • Vegetasi dan Tutupan Lahan
  • Pemukiman, Jaringan Transportasi, dan Industri
  • Ketersediaan Lahan

Kawasan pemukiman mempunyai karakteristik aglomerasi yang bersifat menetap, sehingga penggunaan lahan untuk tujuan tersebut mungkin menggunakan jenis lahan yang kurang sesuai untuk penggunaan produktif seperti pertanian atau konservasi. Biasanya kawasan pemukiman mempunyai akses terhadap jaringan transportasi, sehingga pembentukan kawasan pemukiman pada suatu wilayah daratan tertentu diatur sedemikian rupa sehingga terhubung dengan jaringan transportasi (jalan raya, kereta api, monorel, metro dan lain-lain). Pemilihan lahan untuk kawasan pemukiman pada umumnya mengikuti prinsip-prinsip utama sebagai berikut: kekuatan tanah yang cukup untuk digunakan sebagai kawasan pemukiman (tidak berawa atau payau dengan kondisi tanah yang tidak mendukung proses konstruksi di permukaan tanah), tanah tidak dapat digunakan. lebih efisien untuk tujuan produktif (sedikit unsur hara) dan secara hidrologis dan klimatologis tidak ada batasan.

Pertimbangan terpenting dalam penggunaan lahan untuk industri adalah faktor kesesuaian dengan kegiatan usaha yang dilakukan. Penggunaan lahan untuk keperluan industri sedapat mungkin didasarkan pada hasil evaluasi kesesuaian dan ketidaksesuaian dibandingkan dengan kriteria penggunaan produktif lainnya. Pembentukan jaringan transportasi biasanya melibatkan pertimbangan teknik sipil, baik dari segi topografi (garis kontur) bentang alam, jarak tempuh yang paling efisien dan juga perencanaan media jalan yang optimal (jalur kereta api terpendek, jalan dengan tikungan paling sedikit). dan seterusnya).

Sangat terbatasnya persediaan lahan untuk memenuhi kebutuhan tersebut cenderung mengakibatkan kenaikan harga tanah yang pada akhirnya mendorong meluasnya spekulasi lahan sehingga menyebabkan pola penggunaan lahan yang tidak efisien, selain itu pembangunan yang pesat cenderung menurunkan kualitas lingkungan, seperti menurunnya kapasitas air dan kualitas. Pemenuhan kebutuhan lahan untuk pembangunan dan aktivitas manusia menjadi salah satu penyebab terjadinya dinamika penggunaan lahan di atas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang saling mempengaruhi antara lain pertumbuhan penduduk, pemekaran atau perkembangan wilayah terutama perkotaan hingga pedesaan. daerah. dan kebijakan pembangunan pusat dan daerah (Harahap, 2010). Oleh karena itu, dalam rangka berbagai kegiatan pembangunan yang dilakukan, perlu dilakukan evaluasi terhadap lahan agar terdapat kesesuaian antara rencana kegiatan dengan lahan yang akan digunakan.

Memastikan lahan yang cocok untuk kegiatan pertanian berkelanjutan (Sabiham, 2103) dan ketahanan pangan atau ketahanan pangan (Rustiadi & Wafda, 2013) semakin mendesak. Oleh karena itu, selain evaluasi penggunaan lahan pada wilayah dengan aktivitas ekonomi tinggi, perlu dilakukan kegiatan evaluasi lahan berskala besar pada sebagian besar wilayah Indonesia yang masih mempunyai potensi untuk dikembangkan. Evaluasi terhadap potensi wilayah Indonesia dapat ditujukan untuk memperluas fungsi produktif lahan – baik ketersediaan pangan maupun energi biomassa – sedangkan evaluasi lahan pada wilayah yang sudah terbebani aktivitas dapat dilakukan untuk melestarikan kawasan lahan produktif. yang dapat dikembangkan untuk kebutuhan dasar manusia seperti pangan dan air.

Reformasi Tata Guna Lahan Berbasis Evaluasi Lahan

Simpulan dan Rekomendasi

Simpulan

Rekomendasi

Pustaka

Gambar

Gambar 1 – Kondisi pemanfaatan lahan di DAS Brantas Hulu untuk pertanian sayur-mayur  (vegeculture) di elevasi tinggi (2010)
Tabel 1 – Luas DAS dan panjang berbagai sungai penting di Indonesia
Gambar  2  –  Tipe  aliran  sungai  berdasarkan  sumber  air  permukaannya:  (a)  perenial  dipengaruhi  curah  hujan  di  kawasan  lembab;  (b)  ephemeral  dipengaruhi  curah  hujan  di  kawasan kering; (c) induksi dipengaruhi oleh ketersediaan es atau sa
Tabel 3 – Tipe DAS dan karakteristik persungaiannya
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai “Pemodelan Arahan Fungsi Kawasan Lahan untuk Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Menggunakan Data Penginderaan Jauh di sub Daerah Aliran Sungai

Evaluasi lahan adalah proses pendugaan potensi lahan untuk tujuan khusus meliputi interpretasi dan survei bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lain dari lahan

ƒ Hal yang terpenting dalam suatu perencanaan tata guna lahan adalah usulan rencana lokasi serta tujuan

Hasil evaluasi kualitas air dikaitkan dengan tata guna lahan di kawasan DAS Brantas Hulu dan aktivitas masyarakat yang berada di sekitarnya. Kajian ini dilakukan

ƒ Hal yang terpenting dalam suatu perencanaan tata guna lahan adalah usulan rencana lokasi serta tujuan

Lahan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan sekaligus merupakan media lingkungan untuk memproduksi pangan, perumahan, dan lain- lain. Pertambahan jumlah penduduk

Pendekatan modifikasi dari Perdirjen BPDASPS Nomor P.4/V-Set/2013 untuk kawasan hutan lindung meliputi penutupan lahan, lereng, manajemen, erosivitas hujan, erosi

Hasil evaluasi kualitas air dikaitkan dengan tata guna lahan di kawasan DAS Brantas Hulu dan aktivitas masyarakat yang berada di sekitarnya. Kajian ini dilakukan