• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Wilayah Pesisir Berbasis Mitigasi Bencana

N/A
N/A
Dini Arianti

Academic year: 2023

Membagikan "Perencanaan Wilayah Pesisir Berbasis Mitigasi Bencana"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Perencanaan Wilayah Pesisir Berbasis Mitigasi Bencana di Kecamatan Sanana Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara

Indonesia menjadi negara maritim yang mana memiliki gugusan kepulauan terbanyak meliputi 17.508 pulau-pulau serta 81.000 km panjangnya garis pantai yang dimiliki sehingga dapat dikatakan Indonesia memiliki dominasi wilayah berbasiskan oleh kawasan pesisir.

Dalam hal ini, kota-kota yang memiliki kawasan pesisir tidak sedikit mengalami kehancuran akibat adanya berbagai bencana fenomena alam. Dalam hal ini diperlukan perencanaan yang tepat untuk mengurangi dampak yang terjadi. Perencanaan dengan berbasis mitigasi bencana menjadi pilihan yang tepat bagi kondisi seperti ini dimana seorang planner harus mampu memahami konsep perencanaan ini dan kompeten dalam pengaplikasiannya. Perencanaan berbasis mitigasi bencana jika dilakukan dengan benar sesuai prosedurnya akan mampu menanggulangi bencana dengan baik yang mana diharapkan pula dapat mengurangi dampak yang ada. Bencana yang terjadi akan memberikan dampak negatif yang krusial terhadap pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat, serta mengganggu tujuan dan rencana pembangunan yang ada di wilayah tersebut. Dengan memitigasi bencana merupakan langkah peredaman yang patut untuk dilakukan sebagai salah satu upaya memanajemen bencana dimana dapat mengurangi dana perbaikan infrastruktur dan kerugian material serta mengurangi angka korban jiwa yang mana memiliki dampak yang besar dan panjang bagi kehidupan manusia. Pada prinsipnya mitigasi sesungguhnya dilakukan baik bencana alam (natural disaster) ataupun bencana diakibatkan dari ulah manusia (man-made disaster). Di sisi lain, dengan memanajemen bencana dapat memberikan peluang bagi stakeholders dan pemerintah untuk mengevaluasi pembangunan mana yang akan diprioritaskan dan mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk pembangunan ekonomi jangka panjang pasca bencana terjadi.

Dalam hal ini korelasi antara adanya pembangunan dengan bencana memiliki keterkaitan di sisi positif maupun negatif, tergantung pada kapasitas manajerial bencana dan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah (Stefano, 2016).

Kecamatan Sanana merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Sula tepatnya di Pulau Sulabesi dengan memiliki luasan pulau seluas 215.4 km² dengan garis pantai sepanjang 169,85 km yang mana dapat dikatakan Pulau Sulabesi didominasi oleh kawasan pesisir dengan persentase hampir 70% masyarakat yang berada di kawasan tersebut tinggal di kawasan pesisir. Pulau Sulabesi sendiri masuk ke dalam zona ancaman bencana tsunami yang

(3)

penting untuk dilakukan perencanaan pesisir berbasis mitigasi bencana untuk mengurangi meminimalisir ancaman bencana tsunami dan kerugian materiil maupun non materiil yang berpotensi timbul akibat dari bencana tsunami yang terjadi. Adapun faktor- faktor yang melatarbelakangi perencanaan pesisir berbasis mitigasi bencana di Pulau Sulabesi ini dibuktikan pula dengan lokasi geografis Kabupaten Kepulauan Sula sendiri yang terletak di titik pertemuan 4 lempeng yakni Benua Australia, Pasifik, Filipina, dan Eurasia. Dengan lokasi geografis tersebut, kawasan memiliki potensi bencana yang dapat dikatakan berpotensi tinggi.

Tak hanya dari lokasi geografisnya yang sangat riskan, Kabupaten Kepulauan Sula ini jika dilihat dari rekam jejak kebencanaannya, pernah terjadi gempa bumi hebat yang melanda di sekitaran Pulau Sulabesi dengan kekuatan guncangan gempa sebesar 8,2 SR yang terjadi pada tanggal 24 Januari 1965. Disamping itu, tepat 46 tahun setelahnya gempa bumi kembali melanda pada tanggal 19 September 2011 dengan kekuatan 5,2 SR yang memiliki titik epicentrumnya 98 km barat daya pada Kecamatan Sanana. Kabupaten Kepulauan Sula terletak pada titik lokasi dengan potensi gempa bumi yang tinggi dengan kekuatan guncangan lebih besar dari 5 skala Richter (SR) yang akan terjadi 1 kali per tahunnya yang mana data ini didasarkan dari data seismik yang diperoleh dari USGS (United States Geological Survey) (Purwanto, 2017).

Pada studi kasus ini, kebijakan mitigasi bencana di wilayah pesisir sangat perlu dilakukan untuk meminimalisir resiko yang ditimbulkan, dampak negatif yang akan terjadi pada kualitas lingkungan dan keberlanjutan ekosistem di wilayah pesisir, sebagai sarana untuk mengedukasikan wawasan terkait mitigasi bencana kepada masyarakat pesisir serta meningkatkan peran para stakeholders. Pendekatan ekologis juga diperlukan guna mengkaji dampak suatu pembangunan yang dilakukan apakah berdampak pada sisi ekologis. Selain itu, pemerintah daerah harus memfokuskan pada produk-produk perencanaan yang mempertimbangkan pada pengurangan resiko bencana terkhususnya bencana tsunami, yang mana mengingat secara geografis ibu kota Kabupaten Kepulauan Sula ini tepat berada di Kawasan pesisir pantai. Selain itu, diperlukannya pengelolaan wilayah pantai secara terpadu (Intergrated Coastal Zone Management) merupakan langkah krusial pula untuk melindungi ekologi yang ada di wilayah pesisir (Evalina, 2021).

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini yakni ingin mengetahui mapping dari daerah yang terkena dampak bencana tsunami di pesisir Kecamatan Sanana dengan berdasarkan indikator yang digunakan dimana data yang ditemukan sebanyak 45% permukiman di pesisir

(4)

Kecamatan Sanana terkena berpotensi terkena dampak bencana tsunami. Selain itu, hasil dari perencanaan berbasis mitigasi bencana ini meliputi mitigasi struktural dan mitigasi non struktural yang akan dilakukan pada daerah penelitian yakni Kecamatan Sanana, di pesisir Pulau Sulabesi seperti rencana reklamasi pantai yang termasuk pola protektif. Reklamasi pesisir pantai dengan pembuatan buffer zone dengan mengusung konsep waterfrontcity untuk meminimalisir dampak bencana tsunami. Selain itu, dengan pembuatan tembok penahan tsunami dan pemecah ombak, pembuatan bangunan evakuasi sementara sesuai SNI, pengadaan sarana prasarana pendukung mitigasi bencana, peta lokasi tempat evakuasi sementara (TES), pemasangan signage bahaya dan larangan di wilayah rawan bencana serta merencanakan jalur evakuasi. Disamping itu, mitigasi non struktural yang dimaksudkan seperti pembuatan kebijakan tentang mitigasi bencana alam secara umum dan mitigasi bencana tsunami secara khusus yang mana termasuk juga pada kebijakan mengenai tata guna lahan/ zonasi kawasan pantai yang aman bencana, kebijakan tentang ketentuan tata bangunan serta kelengkapan sarana dan prasarana yang resilient dan sustainable, pelaksanaan workshop dan simulasi mitigasi bencana tsunami dengan sasaran masyarakat Kecamatan Sanana (Purwanto, 2017).

Berkaca pada permasalahan tersebut, dapat dikatakan perencanaan pesisir berbasis mitigasi bencana ini hadir dengan tujuan mengurangi risiko bencana yang akan terjadi dan berfokus pada tindakan meminimalisasi tingkatan ancaman kebencanaan dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan penanggulanan bencana yang direncanakan ke dalam rencana program pemanfaatan ruang wilayah pesisir. Sehingga dapat mendorong kembali kegiatan masyarakat di kawasan pesisir Kecamatan Sanana agar dapat beraktivitas secara aman.

Disamping itu, mengenai teori perencanaan yang relevan pada studi kasus ini dapat dikatakan memiliki latar belakang teori Physical Planning (Perencanaan Fisik) yang merupakan perencanaan yang memerlukan perencanaan secara fisik pada pengembangan wilayahnya.

Perencanaan ini lebih mengarah pada bentuk fisik suatu kota atau jaringan infrastruktur secara komprehensif. Pada perkembangannya, teori ini juga membahas mengenai aspek lingkungan dimana bentuk produk akhir dari perencanaan ini seperti bentuk masterplan (lokasi TES, dan pengaturan penggunaan lahan) yang sebelumnya telah dijelaskan. Perencanaan fisik ini penting untuk diperhatikan sebab apabila pembangunan di kawasan rawan bencana ini dibangun tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan akan menyebabkan bencana yang akan lebih parah.

Dalam hal ini, pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Sula dapat bekerja sama dengan para stakeholders (masyarakat, pihak swasta, akademisi, dll) dalam rangka mewujudkan

(5)

dengan mitigasi bencana tsunami ini (Purwanto, 2017).

Sumber Referensi:

Evalina Z., Fahmi Aulia, Putra Rizkiya. (2021). Buku Ajar Perencanaan Berbasis Mitigasi Bencana. Bandar Publishing: Banda Aceh.

Purwanto, N.I., Poluan, R.J., & Takumansang, E.D. (2017). Perencanaan Wilayah Pesisir Berbasis Mitigasi Bencana di Kecamatan Sanana Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara. Jurnal Spasial, 1(1), 1-8.

Stefano, Andrew. (2016). Perencanaan Pengembangan Kawasan Pesisir. Buletin Loupe, 13(1), 68-77.

Referensi

Dokumen terkait

Effect of pretreatment with L-NAME, ODQ or L-arginine on antinociceptive activity of vardenafil in carrageenan-induced nociception test: To examine the effect of L-NAME nitric oxide

The antibacterial activity of RGO and GO nanosheets For the first time Hu et al., [37] investigated antibacterial properties of GBNs by studying the interaction of Gram-negative