See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/361511859
PERILAKU KELOMPOK DALAM ORGANISASI, bahan ajar Perilaku Organisasi
Chapter · June 2022
CITATIONS
0
READS
13,918
2 authors:
Sentot Imam Wahjono
Universitas Muhammadiyah Surabaya, Indonesia 1,648PUBLICATIONS 9,450CITATIONS
SEE PROFILE
Anna Marina Sentot
Universitas Muhammadiyah Surabaya, Indonesia, Surabaya 49PUBLICATIONS 247CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Sentot Imam Wahjono on 24 June 2022.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
BAHAN AJAR PO PERILAKU KELOMPOK DALAM ORGANISASI 8
PERILAKU KELOMPOK DALAM ORGANISASI
SENTOT IMAM WAHJONO
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA JUNI 2022
PERILAKU KELOMPOK DALAM ORGANISASI
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan mengapa orang berkelompok 2. Mendefinisikan istilah kelompok
3. Membedakan antara kelompok formal-informal 4. Mempelajari 2 model Pengembangan kelompok
5. Menjelaskan bagaimana interaksi kelompok berlangsung 6. Karakteristik kelompok yang penting dalam organisasi 7. Pengambilan keputusan dalam kelompok
8. Hubungan Kelompok terhadap Kinerja 9. Hubungan Kelompok terhadap Kepuasan
Sumber: https://www.google.com/search?q=perilaku+kelompok+dalam+organisasi&tbm
1. MENGAPA ORANG BERKELOMPOK
Banyak alasan mengapa orang berkelompok. Beberapa orang malah menganggap berkelompok merupakan suatu kebutuhan, dalam arti tanpa berkelompok seseorang tidak nyaman untuk hidup bahkan mungkin tidak bisa hidup. Oleh karena itu beberapa orang rela untuk berkorban (harta bahkan harga diri dan nyawa) untuk mempertahankan eksistensinya dalam kelompok. Beberapa alasan berkelompok adalah sebagai berikut:
• Alasan keamanan, dengan bergabung dalam suatu kelompok, seseorang dapat mengurangi ketidak amanan dalam kesendirian. Banyak orang merasa lebih kuat dan tidak ragu-ragu manakala berada dalam suatu kelompok.
• Alasan status, dengan bergabung dalam kelompok, seseorang merasa lebih dipandang dan lebih terhormat dibanding sendirian.
• Harga diri, karena merasa lebih terhormat bila berkelompok maka seseorang merasa mempunyai harga diri.
• Kebutuhan bersosial (Afiliasi), banyak kebutuhan sosial bisa didapatkan saat seseorang berkelompok. Suasana bersahabat saat kesusahan, kesakitan, kematian, dan saat dilanda bencana, seseorang akanlebih mudah mendapatkan pertolongan dari orang atau pihak lain saat seseorang berkelompok.
• Membangun kekuatan, banyak hal tidak bisa dicapai secara individual, namun menjadi sangat mungkin manakala berkelompok. Karena dengan berkelompok akan memudahkan membangun kekuatan untuk meraih sesuatu yang besar.
• Mencapai tujuan, karena berkelompok memunculkan kekuatan, maka tentu saja akan memudahkan pencapaian tujuan.
2. DEFINISI KELOMPOK
Dua individu, atau lebih yang berinteraksi dan saling bergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran tertentu ( Robbins, 2003: 292). Definisi ini mengantarkan kita pada pemahaman bahwa dalam kelompok harus terdapat interaksi dari orang-orang yang meniatkan diri untuk saling bergantung satu sama lain dan mencapai sasaran secara bersama untuk dinikmati bersama pula.
Kelanggengan kelompok terletak pada kesungguhan masing-masing individu yang tergabung dalam kelompok untuk saling memperbarui semangat kolektivitas dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara bersama dengan menampung sebagian besar aspirasi individual. Semakin banyak aspirasi anggota kelompok yang terakomodasi, semakin puaslah anggota kelompok. Kepuasan anggota akan membuat eksistensi kelompok bertahan untuk jangka waktu yang lebih lama.
3. BEDA KELOMPOK FORMAL DAN INFORMAL
Pada kenyataannya, dalam masyarakat terdapat kelompok formal dan juga kelompok informal.
Kelompok Formal dapat diartikan sebagai kelompok yang diciptakan oleh keputusan manajerial untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karenanya kelompok formal lebih banyak terdapat dan dijumpai pada organisasi yang bersifat formal dan terstruktur dengan baik.
Sebaliknya kelompok Informal dapat dikatakan sebagai kelompok yang lebih berkembang dari upaya individu dan pengembangan minat dan persahabatan daripada desain yang sengaja dibentuk organisasi. Kelompok informal lebih bersifat cair dan cenderung temporer dan ad hoc.
Kelompok formal terdiri dari kelompok komando dan kelompok tugas. Kelompok komando dicirikan oleh adanya rantai komando dari pemimpin ke yang dipimpin. Karena sifatnya komando, maka perintah pemimpin haruslah dikerjakan. Kelalaian dan pembangkangan atas komando pemimpin akan membawa sanksi organisasi. Dalam komando telah menjadi jelas, siapa yang berhak memerintah dan siapa yang harus memberi laporan dan kemana saja dan kapan saatnya laporan itu diberikan.
Gambar 8.1. Macam-macam Kelompok
Selain kelompok komando terdapat kelompok tugas. Dalam kelompok ini sifat komunal dan kebersamaan dalam menyelesaikan suatu tugas secara bersama-sama lebih menonjol. Karena sifatnya yang kolektif maka kejelasan tentang hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab menjadi kabur.
Dalam kelompok informal, terdapat kelompok minat, dimana dalam kelompok ini beberapa individu sengaja berkelompok karena mempunyai kesamaan minat dan kepentingan. Semangat berkelompok direkatkan oleh lem berupa kesamaan hobi, kesukaan, perilaku keseharian, tuntutan sosial, pandangan hidup, dan juga ritual agama.
Demikian pula dalam kelompok persahabatan, beberapa individu berkelompok karena terdapat kecocokan dan itu menimbulkan kesenangan dan kegembiraan sehingga mendorong orang untuk mengulangi kesenangan dan kegembiraannya dengan membuat kelompok. Kesenangan dan kegembiraan itu bisa karena dipicu oleh kesamaan bahasa ibu, tempat lahir, almamater, dan bahkan karena kesamaan makanan dan tempat makan favorit.
4. MODEL PENGEMBANGAN KELOMPOK
Pada hakikatnya kelompok akan bertumbuh dan berkembang sesuai dengan dinamika internal dan eksternal yang melingkupi kelompok. Pengembangan kelompok bisa berjalan dalam 2 arah, positif atau negatif. Kita mempelajari perilaku kelompok ini dengan tujuan untuk dapat mengembangkan kelompok ke arah yang positif dan menghindari arah pengembangan yang negatif.
Terdapat 2 model pengembangan kelompok yang akan dibahas yaitu: Model Lima Tahap (Five Stages Model) dan Model Keseimbangan Tersela (Equilibrium Puncuated Model).
Formal
Formal
Klp. KomandoKlp. Komando Klp. Tugas Klp. Tugas Klp. Minat Klp. Minat Klp. Persahabatan Klp. PersahabatanInformal
Informal
Model Lima Tahap (Five Stages Model)
Model ini dikemukakan pertama kali oleh Bruce W. Tuckman, dalam jurnal Psycological Bulletin, June 1965, pp. 384-399, dengan judul artikel “Developmental Sequences in Small Groups”. Model ini sesuai namanya terdiri dari 5 tahap dalam mengembangkan, termasuk juga dalam rangka mendirikan dan membesarkan kelompok.
Dimulai dengan tahap pertama berupa pembentukan (performing). Dalam tahap ini beberapa orang dengan sengaja menggabungkan dirinya membentuk (perform) kelompok. Tahap ke-dua setelah terbentuk kelompok, maka beberapa anggota kelompok membuat keributan (storming) karena ternayata dalam mencapai tujuan bersama tidaklah mulus dan sering terjadi perbedaan pandang dan perbedaan cara mencapai tujuan. Keributan-keributan itulah yang mendorong anggota kelompok untuk menciptakan aturan dan norma (norming). Maka setelah terbentuk aturan, tata tertib dan norma bahkan budaya yang disepakati bersama, tibalah kelompok tersebut memasuki tahap ke-4 yaitu performing, dimana seluruh anggota kelompok akan merasa nyaman untuk bekerja dan mencapai kinerja optimal. Maka tahap terakhir dalam pengembangan kelompok adalah adjourning, dimana dalam tahap ini seluruh anggota kelompok akan berusaha untuk mempertahankan kondisi yang ada. Hal itu disebabkan karena anggota kelompok merasa nyaman dengan kondisi yang ada. Mereka menikmati prestasi-prestasi yang mereka capai pada tahap sebelumnya. Secara bagan dapat digambarkan pada gambar 8.2 di bawah ini.
Gambar 8.2. Model 5 Tahap Pengembangan Kelompok Tuckman
Model Keseimbangan Tersela (Equilibrium Puncuated Model).
Model ini dikemukakan oleh C.J.G. Gersick, dalam artikel yang berjudul “Time and Transition in Work: Teams Toward a New Model of Group Development,” yang dimuat dalam jurnal Academy of Management Journal, March 1988, pp.9-41. dalam Robbins, hal. 295-296.
Model ini dinamai keseimbangan tersela (equilibrium puncuated) dikarenakan dalam penelitian Gersick dijumpai bahwa kebanyakan orang yang diobservasinya melakukan peningkatan upaya untuk mempercepat pencapaian tujuan / sasaran menjelang setengah waktu dari deadline.
Kinerja (performance) anggota kelompok tidak mengalami peningkatan yang berarti, terutama dalam mengembangkan kelompoknya, saat awal mereka menyudahi pertemuan pertama (first meeting) sampai dengan separuh waktu deadline. Masa antara first meeting sampai separuh deadline dinamakan masa inersia, dimana saat itu tidak ada kinerja yang berarti. Masing-masing anggota kelompok wait and see, mungkin juga karena ketidak jelasan banyak hal dalam kelompoknya. Seperti terlihat dalam gambar 8.3. di bawah ini.
Gambar 8.3. Model Keseimbangan Tersela Gersick
Masa inersia itu tentu saja menggelisahkan sebagian besar anggota kelompok, sampai saat di pertengahan waktu mereka terkaget-kaget bahwa selama ini mereka hanya berdiam diri tidak berbuat apa- apa sehingga tidak menghasilkan apapun. Saat itulah mereka memasuki masa transisi dan dalam kurun waktu yang pendek mereka bisa melejitkan kinerja dengan sangat baik. Hal ini dimungkinkan karena selama beberapa saat merasa sangat bersalah karena melewatkan waktu terbuang begitu saja tanpa kinerja positif.
(Low) Time (High)
First Meeting
Phase 1
Phase 2
Transition
Completion
A (A+B)/2 B
Performance
(Low) Time (High)
First Meeting
Phase 1
Phase 2
Transition
Completion
A (A+B)/2 B
Performance deadline
inersia
Phase ke-dua itu diawali dengan kejutan (schocking) sehingga menimbulkan efek menyela (punctuated), oleh karenya setelah masa transisi ini terjadi maka phase ke-dua akan dilewati oleh anggota kelompok dengan melanjutkan kinerja yang telah naik mendekati sempurna dalam mencapai tujuan kelompok saat deadline. Phase ke-dua model Gersick ini hampir mirip dengan tahap performing dan adjourning pada model Tuckman.
5. BAGAIMANA INTERAKSI KELOMPOK BERLANGSUNG
Salah satu karakteristik kelompok adalah adanya interaksi antar anggotanya dalam mencapai tujuan bersama. Pengetahuan tentang adanya interaksi dalam kelompok telah kita ketahui bersama. Alat untuk menganalisis interaksi kelompok adalah Sosiometri (Robbins, hal 296-299). Teknik ini diperkenalkan oleh J.L. Moreno (Contribution of Sociometry to Research Methodology in Sociology,1947), kemudian dikembangkan oleh J.W Hart dan R Nath (Sociometry in Business and Industry, 1979), D. Stamps (Off the Charts, 1997), K.A Stephenson (Network Management, 1997), dan P.G Doloff (Beyond the Org Chart, 1999).
Sosiometri akan berusaha menjawab pertanyaan: Siapa yang disukai atau yang tidak dan dengan siapa mereka bersedia bekerja sama atau tidak. Untuk bisa memperoleh informasi maka pertanyaan- pertanyaan tersebut harus dijawab dengan mengadakan wawancara atau dengan penyebaran dan pengisian kuesioner, misal:
• Siapa, dalam organisasi, yang anda inginkan untuk menyelesaikan tugas?
• Sebut beberapa nama dengan siapa anda ingin menghabiskan waktu luang anda?
Ilustrasi menarik tentang sosiometri ini diceritakan oleh Robbins dalam halaman 296- 299.
Interaksi dalam kelompok-kelompok kerja formal di kantor cabang bank. Terdapat 4 kelompok observasi yang masing-masing mempunyai anggota kelompok, sebagai berikut:
1. Teller (A, B, C, D, E, F) 2. Tenaga Administrasi (G, H) 3. Account Officer (I, J, K) 4. Customer Service (A, H, I)
Informasi yang didapat dengan wawancara dan isian kuesioner akan digunakan untuk menciptakan sosiogram, suatu diagram yang secara grafik memetakan interaksi sosial dalam kelompok. Beberapa istilah dalam sosiogram seperti dalam bagan di bawah ini:
Social network: jaringan sosial yang hidup dalam anggota kelompok
Cluster: kelompok yang eksis dalam social network
Prescribed cluster: kelompok formal dalam organisasi
Emergent cluster: kelompok tak resmi yang hidup dalam kelompok
Coalitions: kelompok sementara yang dibentuk untuk maksud khusus
Cliques: emergent cluster untuk jangka waktu yang lebih lama
Stars: individu dengan tautan banyak dalam kelompok
Liaisons: individu yang menjadi penghubung antar gugus kelompok, tapi tidak menjadi anggota manapun
Bridges: individu yang menjadi penghubung antar gugus kelompok, dan menjadi anggota dua gugus atau lebih
Isolator: individu yang tidak dihubungkan ke jaringan
Setelah 11 karyawan bank tersebut selesai diwawancarai maka didapatlah sosiogram seperti terlihat pada gambar 8.4 di bawah ini. Terlihat bahwa karyawan A menjadi star karena paling banyak mempunyai tautan dengan karyawan lain. Sedangkan karyawan F menjadi isolator, karena tidak dihubungkan dengan karyawan lain dalam jaringan. Karyawan D menjadi bridges, karena menjadi penghubung antar karyawan sementara D masuk dalam 2 kelompok (kelompok formal sebagai teller, kelompok tak resmi dengan karyawan administrasi, dan kelompok tak resmi customer service), seperti terlihat pada gambar 8.4.
• Social networks
• Clusters
• Prescribed clusters
• Emergent clusters
• Coalitions
• Cliques
• Stars
• Liaisons
• Bridges
• Isolates
Gambar 8.4. Sosiogram kelompok kerja karyawan Bank
6. KARAKTERISTIK KELOMPOK YANG PENTING
Setidaknya terdapat 6 karakteristik kelompok yang penting dalam organisasi. Ke-enam karakteristik itu patut untuk diperhatikan dalam rangka pengelolaan kelompok agar menjadi baik.
Struktur, menjadi khas dalam kelompok formal dalam upaya menjadikan kelompok yang solid dan tidak terjebak dalam pertentangan yang tak perlu dan mengganggu pengembangan kelompok.
Status hirarki, menjadi penting untuk mengatur jenjang wewenang dan tanggung jawab masing- masing individu anggota kelompok agar jelas dalam pencapaian tujuan bersama.
Peran, harus sesuai dengan struktur dan status hirerki. Kesesuaian diperlukan agar tidak terjadi kesimpang siuran (overlapping).
Norma, sangat diperlukan untuk mengatur tata tertib, tata hubungan antar anggota kelompok.
Kepemimpinan, diperlukan sebagai upaya actuating dari formalitas struktur, kejelasan status hirarki, peran dan norma. Tanpa kepemimpinan yang efektif, ke empat karakteristik kelompok tersebut akan sia-sia.
A
E
B C F
D
G H I
J K
5
• Struktur
• Status Hirarki
• Peran
• Norma-norma
• Kepemimpinan
• Kekompakan
Kekompakan, diperlukan untuk menutup kekurangan kepemimpinan dan kelemahan dan karakteristik kelompok yang lain.
PERAN KELOMPOK
Pada hakikatnya peran kelompok berfungsi sebagai: penguat identitas (identity), peneguh harapan (expectations), membuat positif persepsi (perception), dan pengurang konflik (conflict). Fungsi peran kelompok ini dengan jelas digambarkan dalam gambar 8.5. di bawah ini.
Gambar 8.5. Peran Kelompok
NORMA NORMA DALAM KELOMPOK
Tahukah anda, mengapa karyawan tidak mengkritik majikan mereka di tempat umum? Mengapa?
Jawabnya adalah: “norma”. Meski norma berbeda di antara kelompok, komunitas, dan masyarakat tetapi semuanya pasti mempunyai norma.
Seperti terlihat pada gambar 8.6 di bawah ini, norma kelompok akan mengatur penggunaan dan pemanfaatan sumber daya (resources) dengan tujuan pencapaian kinerja (performance) yang positif dan pengaturan (arrangement) dengan tujuan mendapatkan tampilan (appearance) yang sesuai.
Identity Identity
Group Roles
Expectations Expectations
Conflict
Conflict Perception Perception
- +
+ +
Gambar 8.6 Norma-norma dalam Kelompok
KEKOMPAKAN DALAM KELOMPOK
Kekompakan dalam kelompok pernah diteliti oleh Solomon Asch, yang dilaporkan dalam artikelnya yang berjudul “Effects of Group Pressure upon the Modification and Distortion of Judgement,”
yang dikutip oleh H. Guetzkow (ed), dalam bukunya berjudul Groups, Leadership and Men (Pittsburgh:
Carnegie Press, 1951) pp.177-190, dalam Robbins, hal. 310-312.
Penelitian dilakukan dengan menanyakan kepada responden, mana diantara garis A, B, dan C yang mempunyai tinggi sama dengan garis X, seperti dalam gambar 7 di bawah ini. Sebagian besar menjawab garis B. Namun setelah dilakukan banyak eksperimen dan uji coba dan saat dikonfirmasi bersama dengan penjawab yang salah, hasil yang diperoleh Asch adalah sebanyak 35% subyek penelitian menyesuaikan diri dengan kelompok yang menjawab salah.
,.
Gambar 8.7 Peraga Conformity Asch
Performance Performance
Group Norms
Appearance Appearance
Resources
Resources Arrangement Arrangement
6
X A B C
Artinya: Norma kelompok menekan subyek ke arah kesesuaian (conformity). Subyek ingin menjadi bagian dari kelompok dan menghindari untuk tampil beda.
Cohesiveness-Productivity Relationship
Disamping itu, tim Schachter (Stanley Schachter, Norris Ellertson, Dorothy McBride, dan Gregory), melakukan study yang diberi judul “An Experimental Study of Cohesive-ness and Productivity.”
Yang diterbitkan dalam jurnal Human Relations, Augustus 1951, pp. 229-239 dalam Robbins: 426, menemukan hasil:
1. Kelompok dengan kohesivitas tinggi memiliki dinamika kinerja kelompok positif dan negatif yang tinggi dan sebaliknya.
2. Pada 16 studi; 372 kelompok; d= 0,92: 74% dari kelompok yang mempunyai kohesivitas tinggi memiliki kinerja yang lebih baik dibanding kelompok dengan kohesivitas rendah.
Contoh Kasus: Microsoft (“Microsoft”, Business Week, 24 February 1992, pp. 60-65, “The Microchip Magician,” McLeans, 11 May 1992, pp.40, Paul Grillin, “Bill Gates: World at His Fingertips,”
Computerworld, 22 June 1992, pp.S32, Carris Tibbetts. dalam Gibson: 417). Dari luar kantor pusat Microsoft Corp. yang berlokasi di Redmont, Washington, USA, gedung berlantai 22 dikelilingi oleh taman yang rapih. Tetapi di dalamnya dipenuhi oleh botol bir kosong dan sepeda di sana-sini. Mereka tidak menghiraukan aturan formal. Karena 4.000 karyawannya dituntut untuk menciptakan microchip baru yang bisa dijual. Mereka bekerja siang-malam dalam kelompok kecil dan tetap dijaga “rasa tempat kecil”.
Bekerja di kelompok kecil memungkinkan karyawan mempertahankan individualisme. Sehingga Microsoft tidak pernah terperangkap dalam sindrom perusahaan besar seperti gajah yang lamban. Tidak dinamis.
MODEL PERILAKU KELOMPOK
Model perilaku kelompok seperti tergambar dalam gambar 8.8 di bawah ini adalah model Robbins.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kinerja dan kepuasan akan menjelma menjadi kenyataan manakala terdapat proses dalam kelompok yang baik dan di intervening oleh kelompok tugas yang efektif. Proses dalam kelompok itu akan dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki oleh anggota-anggota kelompok dan struktur yang mendukung kelompok, dimana keduanya dipengaruhi oleh kondisi eksternal kelompok.
Gambar 8.8 Model Perilaku Kelompok Robbins
Bahwa perilaku kelompok tidak terlepas dari pengaruh Organisasi secara keseluruhan.
Bahwa Sumber Daya seperti: Uang, Waktu, Bahan Baku, Peralatan dan SDM yang dialokasikan kepada kelompok sangat berpengaruh kepada perilaku kelompok. Bila sumber daya menyusut maka kecemasan meningkat, konflik intra kelompok meningkat.
Bahwa Struktur kelompok: otoritas pengambilan keputusan, pelaporan, hubungan formal, aturan, prosedur, kebijakan akan menuntun perilaku karyawan. Semakin formal struktur semakin dapat diramalkan perilaku kelompok.
Bahwa Sumber Daya dan Struktur secara bersama-sama akan mempengaruhi Proses dalam Kelompok.
Bahwa Proses dalam Kelompok akan mempengaruhi Kinerja dan Kepuasan dengan variabel moderator Tugas kelompok.
External External Conditions Conditions External External Conditions Conditions
Performance Performance
and and Satisfaction Satisfaction Group
Group TaskTask Group Group TaskTask
Group Group Structure Structure Group Group Member Member Resources Resources
Group Group Processes Processes
Group Group Structure Structure Group Group Member Member Resources Resources
Group Group Processes Processes
8. HUBUNGAN KELOMPOK TERHADAP KINERJA
Terdapat asumsi yang harus dipatuhi dalam hubungan Kelompok terhadap Kinerja dan Kepuasan, yaitu:
1. Kelompok adalah bagian dari Organisasi yang lebih besar.
2. Faktor-faktor seperti(Strategi organisasi, Struktur otoritas, Prosedur seleksi, dan sistem imbalan) dapat memberikan suatu iklim yang menguntungkan atau tidak bagi kelompok tersebut dalam organisasi.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan kelompok terhadap kinerja.
Beberapa hasil penelitian seperti disebut dibawah ini:
1. Ada hubungan positif antara Persepsi Peran dan Kinerja (T.P Verney. Role Perception Congruence, Performance and Satisfaction, in D.J Vredenburgh and R.S Schuler I eds., Effective Management:
Research and Application, Proceedings of the 20th Annual Eastern Academy of Management, Pittsburgh, PA, May 1983, pp. 24-27)
2. Ada hubungan positif antara Norma Kelompok dengan Kinerja
3. Ada hubungan positif antara Keadilan Status dalam Kelompok dengan Kinerja 4. Ada hubungan positif antara Kepaduan kelompok dengan Kinerja
5. Ada hubungan negatif antara Kerumitan tugas dalam Kelompok dengan Kinerja
9. HUBUNGAN KELOMPOK TERHADAP KEPUASAN
Demikian pula, beberapa peneliti juga meneliti hubungan kelompok terhadap kepuasan. Hasil-hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan positif dan signifikan antara Persepsi Peran dan Kepuasan (M.Van Sell, A.P Brieft, and R.S Schuler, Role Conflict and Role Ambiguity: Integration of the Literature and Directions for Furture Research, Human Relations, January 1981, pp. 43-71).
2. Ada hubungan positif antara Kesamaan Status dengan Kepuasan (M.E.Shaw, Group Dynamics, Morristown, NJ: General Learning Press, 1976)
3. Ada hubungan positif antara Ukuran kelompok dengan Kepuasan (B.Mullen, C.Symons, L.Hu, and E.Salas, Group Size, Leadership Behabior, and Subordinate Satisfaction, Journal of General Psychologi, April 1989, pp. 155-170)
1. Konsep tentang dasar-dasar perilakuk merupakan bagian yang terintegrasi dengan konsep organisasi.
Dengan demikian, dasar-dasar perilaku kelompok akan sangat mewarnai dinamika organisasi.
Dikatakan demikian karena kelompok sebagai subsitusi dari organisasikan sangat berperan dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.
2. Dasar-dasar perilaku kelompok sebagaimana materi pembahasan ini harus dipahami oleh pemimpin kelompok dan pemimpin organisasi untuk mampu mendayamampukan potensi anggota kelompok berdasarkan analisis dan pemahaman perilaku anggota kelompok yang bermuara pada perilaku kelompok.
3. Pemahaman tentang dasar-dasar perilaku kelompok oleh pemimpin kelompok dan pemimpin organisasi, akan memudahkan untuk melakukan manajemen kelompok dan manajemen organisasi dalam rangka pencapaian tujuan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Wahjono, Sentot Imam. 2022. Manajemen dan Peran Manajer, Bahan Ajar Manajemen. Penerbit:
ResearchGate.
https://www.researchgate.net/publication/359826922_MANAJEMEN_DAN_PERAN_M ANAJER_BAHAN_AJAR_MANAJEMEN
Wahjono, Sentot Imam. Marina, Anna. Wardhana, Andi. Darmawan, Akhmad. 2019. Pengantar Manajemen. Penerbit RajaGrafindo, Jakarta, Indonesia.
Wahjono, Sentot Imam. Harnida Hanim binti Abdul Hamid, Adillah Mohd. Din, Hasan Saleh, 2014. Management Practices is Not Important for Women Entrepreneurs in Family Business while Enhance Their Business Performance: Evidence from Melaka, Malaysia.
Paper presented at International Conference on Business and Economics 2014 (ICBE2014), Universitas Andalas, Padang, Indonesia, 22-23 October 2014.
Wahjono, Sentot Imam. Milal, Dzo’ul. Marina, Anna. Harryono, Sumadji. 2013. Transformational Leadership at Muhammadiyah Primary Schools on Emotional Intelligence: Forward Bass
& Avolio Theory. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM), e-ISSN: 2278- 487X, p-ISSN: 2319-7668. Volume 12, Issue 2 (Jul.-Aug. 2013) pp 33-41. DOI:
10.9790/487X-1223341.
Link: http://www.iosrjournals.org/iosr-jbm/papers/Vol12- issue2/F01223341
Wahjono, Sentot Imam (2011) Pola suksesi internal pada perusahaan keluarga (studi pada tiga perusahaan keluarga etnis Jawa, Cina, dan Pendalungan di Jawa Timur) / Sentot Imam Wahjono. Doctoral thesis, Universitas Negeri Malang.
http://repository.um.ac.id/64748/
Wahjono, Sentot Imam. 2008. Manajemen, Tata Kelola Organisasi Bisnis. Indeks Publisher, Jakarta.
Wahjono, Sentot Imam. 2008. Peran Kepemimpinan pada keberhasilan perusahaan keluarga.
Jurnal Balance. Vol. 5, No. 01. Pp 1-25. ISSN: 1693-9352. http://journal.um- surabaya.ac.id/index.php/balance/ article/view/ 705/523
Wahjono, Sentot Imam. 2007. Pengaruh Perilaku Pemimpin Transformasional Otentik terhadap Kecerdasan Emosional dengan Variabel Intervening: Kesamaan Nilai, Kepercayaan, dan Rasa Kagum Guru dan Karyawan di Sekolah-sekolah Muhammadiyah. Utilitas, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, ISSN: 0854-47610, Vol. XV No. 2 Juli 2007. Accredited by Directorate General of Higher Education, Ministry of National Education, Indonesia (Dikti) No.: 23a/DIKTI/Kep/2004. pp: 177-196.
https://www.researchgate.net/ publication/292138559
Wahjono, Sentot Imam. 2007. Pengaruh Perilaku Pemimpin Transformasional Otentik terhadap Kepuasan Kerja dengan Variabel Intervening: Kesamaan Nilai, Kepercayaan, dan Rasa Kagum Guru dan Karyawan di Sekolah-sekolah Muhammadiyah. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Airlangga, Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, p-ISSN: 2338-2686. E- ISSN: 2597-4564. Vol 17, No. 1, April 2007. DOI:
10.20473/jeba.V17I12007.4212. Accredited by Directorate General of Higher Education,
Ministry of National Education, Indonesia (Dikti) No: 55/DIKTI/Kep/2005. pp: 16-35.
Link: https://ejournal.unair.ac.id/JEBA/ article/view/4212/2852
View publication stats