• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPEKTIF AL-QUR’AN TENTANG AL-KAYL DAN AL-MĪZĀN

N/A
N/A
Herianti HeSun

Academic year: 2024

Membagikan " PERSPEKTIF AL-QUR’AN TENTANG AL-KAYL DAN AL-MĪZĀN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Tafsir Maudhu’i pada Program Pascasarjana

Prodi Ekonomi Syariah Oleh

Kelompok I

HERIANTI 601022023006

WILDAYANA 601022023007

RANTI 601022023009

Dosen Pengajar:

Dr. H. Mujahid, M.Ag

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE 2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Swt. yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Berkat Rahmat-Nya kami dapat menyelesaian penyusunan makalah “Perspektif Al-Qur’an tentang “Al-Kayl dan Al-Mizan”

Kami berterima kasih kepada bapak Dr. H. Mujahid, M.Ag selaku dosen mata kuliah Tafsir Maudhu'i dan kepada pihak lain yang telah mendukung dan membantu selesainya makalah ini. Dengan selesainya makalah yang kami buat diharapkan dapat memberikan masukan yang menambah pengetahuan pembaca.

Makalah ini disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa serta tidak menutup kemungkinan informasi di dalamnya. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami demi kesempurnaan makalah ini di masa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan menambah wawasan kita.

Bone, 13 November 2023

Penyusun

ii

(3)

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujun Penulisan 3

BAB II PEMBAHASAN 4

A. Term Al-Kayl dan Al-Mizan 4

B. Tafsir Ayat Al-Quran Tentang Al-Kayl dan Al-Mizan 5 C. Relevansi Al-Kayl Dan Al-Mizan Dalam Ekonomi 17

BAB III PENUTUP 21

A. Kesimpulan 21

B. Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

iii

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Al-Qur’an bagi kaum Muslimin adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril yang diturunkan lebih kurang selama dua puluh tiga tahun. Al-Qur’an ialah wahyu ilahi yang berlaku sepanjang zaman. Cakupan Al-Qur’an ini sangatlah luas sehingga keterbatasan manusia dalam menggali dan meneliti kedalaman yang terkandung di dalam Al-Qur’an cukup asing dari kehidupan manusia. Namun, kewajiban akan mempelajari Al-Qur’an telah memecahkan keterbatasan itu sehingga misteri yang terkandung dalam surah maupun ayat dapat terungkap.1

Seiring dengan perkembangan zaman, umat Islam dihadapkan dengan berbagai problem-problem baru yang perlu ditanggapi secara serius. Problem yang dihadapi masyarakat saat ini tentu berbeda dengan problem yang dihadapi masyarakat sebelumnya dengan cara penyeleseian yang berbeda pula, oleh karena itu para ulama mengarahkan pandangannya pada problem-problem baru tersebut dan berusaha mencari jawaban-jawabannya melaui petunjuk Al-Qur`an, sambil memperhatikan hasil penemuan terdahulu.2

Salah satu problem yang sering terjadi di masyarakat utamanya dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi adalah Takaran dan Menimbang. Dalam hal ini kecurangan dalam menakar dan menimbang telah merajalela di tengah aktivitas ekonomi masyarkat. Misalnya seorang pedagang besar membeli

1 Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur‟an, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm.

1-2

2 Sitti Nurhidayatul Muzayanah,” Perhiasan dalam persepektif Al-Qur’an Studi Tafsir Maudhu’I”, (Skripsi,Program Sarjana Institut Agama Islam Negeri Ponorogo 2019), Hal.1

1

(5)

dagangan dengan menggunakan timbangan atau takaran besar sementara dalam pendistribusiannya di pedagang kecil atau konsumen menggunakan timbangan kecil atau ada pengurangan dalam pengukuran timbangan dan perilaku seperti ini dianggap normal atau sah-sah saja, sementara dengan cara inilah dapat meraup keuntungan yang yang berlipat ganda dalam waktu singkat dan perilaku seperti inilah yang akan merusak mekanisme pasar dan transaksi jual beli. Selain itu perilaku seperti ini dapat menjatuhkan harga diri karena terdapat ketidakjujuran dalam transaksi jual-beli.

Problem yang seperti inilah yang perlu di kaji dan diselesaikan dengan menggunakan petunjuk atau pedoman kita yaitu Al-Qur’an, As-sunnah dan Ijma.

Dalam hal ini kita sebagai penerus generasi bangsa perlu memahami dan membantu para masyarakat untuk membantu mereka keluar dari ketidakjujuran dan ketidadilan.

Dalam hal ini ada beberapa surah dalam al-quran yang membahas tentang takaran (Al-Kayl) dan Timbangan (Al-Mizan) diantaranya adalah Q.S Rahman ayat 7-9, Q.S Al-Isra ayat 35, Al-A’raf ayat 85, Q.S Hud ayat 84-85.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian Al-Kayl dan Al-Mizan?

2. Bagaimana tafsir Ayat-ayat tentang Al-Kayl dan Al-Mizan?

3. Bagaimanakah relevansi ayat-ayat tentang Al-Kayl dan Al-Mizan dalam aktivitas ekonomi?

(6)

3

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini, antara lain :

1. Untuk mengetahui pengertian dari Al-Kayl dan Al-Al-Mizan.

2. Untuk mengetahui bagaimana tafsir ayat-ayat tentang takaran dan timbangan (Al-Kayl dan Al-Mizan).

3. Untuk mengetahui ayat-ayat tentang takaran dan timbangan dalam aktivitas ekonomi.

(7)
(8)

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian dari Al-Kayl dan Al-Mizan

Kata َلْْْيَكْلا secara etimologi berasal dari kata ك-ي-ل (kaf-ya-dan lam) yang berarti takaran. Kata dasar ك-ي-ل ini huruf hijaizah yang kedua yaitu ي yang bisa berubah menjadi ا atau ء atau و atau ى atau tidak ada sama sekali.

tergantung pola kata (wazan) yang digunakannya. Dalam Al-Qur’an, terdapat beberapa kata yang sepadan dengan kata “takar” yaitu kata iktala, kala, kayl, kill, mikayla yang lebih dekat artinya dengan neraca. 3Al-Kayl digunakan untuk mengukur suatu benda dengan tujuan mengetahui kadar, berat atau harga barang tertentu. Dalam aktivitas ekonomi, takaran (al-kayl) biasanya dipakai untuk mengukur satuan dasar ukuran isi barang cair. Menakar sering disamakan dengan menimbang. Takaran digunakan untuk mengukur suatu isi.

Jika dilihat dari Al-Qur’an kata dasar (ك-ي-ل) yang membentuk kata al- kayla ini dapat ditemui sebanyak 26 kali dalam berbagai bentuknya dan wazan. Adapun dari lafal kayla bentuk fi’il madi ditemukan sebanyak 22 kali, dalam bentuk fi’il mudhari terdiri dari lafal kaluhum sebanyak 1 kali, kiltum sebanyak 1 kali, naktalu sebanyak 1 kali, dan iktalu sebanyak 1 kali.4

Adapun Kata َناَزيِمْلا berasal dari kata و– ز-ن (wa-za-nun) yang berarti timbangan. Kata Mizan berarti alat menimbang, kata ini biasa dipahami dalam arti keadilan, baik dalam arti menempatkan sesuatu pada tempatnya, maupun dalam arti keseimbangan. Pengertian timbangan (al-qisthas) menurut hukum Islam artinya neraca atau adil. Dalam hal ini pengertian timbangan dan adil merupakan dua konsep yang saling terkait. Dimana suatu keadilan akan terwujud jika terdapat suatu ukuran (timbangan) yang pasti. Dalam kegiatan ekonomi terutama jual beli timbangan memiliki peran yang penting pada

3 M.Arif Kausari, Etika Bisnis Islam (Telaah atas ayat-ayat yang memenuhi Takaran dalam Timbangan)

4 http://quran.bblm.go.id/index.php?halaman=Al-AXraaf/7.25.htm, diakses 15 November 2023.

4

(9)

umumnya digunakan untuk mengukur berat. Dimana dengan adanya timbangan, maka akan tercipta rasa saling percaya antar pelaku ekonomi.

Sehingga dalam hal ini diperlukan sebuah kejujuran dalam menentukan keakuratan timbangan atau takaran dalam berbisnis.

Berdasarkan tafsir dari Al-Qur’an kata dasar (و-ز-ن ) yang membentuk kata al-mizan ini dapat ditemui sebanyak 23 kali dalam berbagai bentuknya dan wazan. Adapun dari lafal kayla bentuk fi’il madi ditemukan sebanyak 20 kali, dalam bentuk fi’il mudhari terdiri dari lafal wazinuu sebanyak 1 kali, dan wazanuuhum sebanyak 2 kali.5

Takaran dan timbangan adalah dua macam alat ukur yang diberikan perhatian untuk benar-benar dipergunakan secara tepat dan benar dalam perspektif ekonomi syariah. Sejalan dengan semangat ekonomi yang menekankan terwujudnya keadilan dan kejujuran, perintah untuk menyempurnakan takaran dan timbangan berulang kali ditemukan dalam al- Quran. Dari berbagai ayat yang di dalamnya tercantum kata dasar al-kayl dan al-mizan maka penulis memfokuskan membahas beberapa ayat yang erat kaitannya dengan konteks diskusi berkaitan dengan dunia ekonomi. Ayat yang paling sering dibahas mengenai al-kayl dan al-mizan ialah QS. Al-Isra ayat 35, QS. Al-A’raf ayat 85, dan QS Hud ayat 85.

B. Penafsiran Ayat Tentang Al-Kayl Dan Al-Mizan 1. Q.S Al-Isra Ayat 35

     

      

Terjemahan :

5 http://quran.bblm.go.id/index.php?halaman=Al-AXraaf/7.25.htm, diakses 15 November 2023.

(10)

6

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S Al-Isra, 17:35)6

Tafsir Ayat

Menurut Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Isra Ayat 35 adalah sebagai berikut dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, jangan mengurangi takaran untuk orang atau melebihkannya untuk dirimu, dan timbanglah dengan timbangan yang benar sesuai dengan ukuran yang ditetapkan. Itulah yang lebih utama bagimu, karena dengan demikian orang akan percaya kepadamu dan tenteram dalam bermuamalah denganmu dan lebih baik akibatnya bagi kehidupan manusia pada umumnya di dunia dan bagi kehidupanmu di akhirat kelak. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Jangan mengatakan sesuatu yang engkau tidak ketahui, jangan mengaku melihat apa yang tidak engkau lihat, jangan pula mengaku mendengar apa yang tidak engkau dengar, atau mengalami apa yang tidak engkau alami. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, adalah amanah dari tuhanmu, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya, apakah pemiliknya menggunakan untuk kebaikan atau keburukan.7

Sedangkan menurut Ahmad Mushthafa Al-Maraghi dalam Tafsirnya adala sebagai berikut:

  

6 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan, (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019)

7 https://tafsirweb.com/4639-surat-al-isra-ayat-35.html di akses pada tgl 13 November 2023

(11)

Dan sempurnakanlah takaran kepada orang lain, jangan kamu merugikan mereka apabila kamu menakar dan untuk hak-hak mereka dari pihakmu, sedang kalau kamu menakar untuk dirimu sendiri, maka tak apalah kamu mengurangi hakmu dan tidak kamu penuhi takaran.

 

Dan timbanglah oleh kalian dengan timbangan yang adil, tanpa menganiaya sedikitpun atau berat sebelah. Karena semua manusia membutuhkan pertukaran barang dan berjual-beli. dan karenanya. Allah yang membuat syari’at bersangatan dalam melarang kecurangan dan pengurangan dalam usaha menetapkan harta pada pemiliknya.

Kemudian allah menerangkan akibat perintah-perintah tersebut, dan faidahnya yang baik, seraya firman-Nya:

  

Penunainmu akan janji dan pemenuhanmu akan takaran kepada orang yang kamu menakar untuknya, dan penimbangan-mu dengan adil kepada orang yang kamu menimbang untuknya adalah lebih baik bagimu di dunia daripada kamu berkhianat dan mengurangi takaran atau timbagan. Karena, hal itu termasuk hal yang menyenangkan orang lain dalam mu’amalatmu, dan membuat mereka suka memuji kamu:

 

Dan lebih baik akibatnya, karena hal itu menyebabkan kamu mendapatkan pahala di akhirat, dan selamat dari hukuman yang pedih.

Memang banyak orang kafir yang terkenal teguh memegang amanat dan jauh dari pengkhianatan, maka datang kepada mereka dunia, lalu mereka

(12)

8

mendapat kekayaaan dan harta yang banyak hal menyebabkan mereka berbahagia di dunia.8

Sementara Menurut Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad- Dimasyqi dalam Tafsir Ibnu Katsir adalah sebagai berikut

  

Dan sempurnakanlah takaran apabila kalian menakar (Q.S Al-Isra:35)

Yakni kalian tidak boleh melipat (mengurangi)-Nya, ayat ini semakna dengan apa yang di sebutkan dalam ayat lain di surah Q.S Al-A’raf:85

   

…dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya.



...dan timbanglah dengan neraca yang benar.

Qistas sewazan dengan lafaz qirtas (kertas), dapat dibaca qurtas.

Artinya timbangan. Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan qistas menurut bahasa Romawi artinya neraca timbangan.9

 

…..yang benar.

Yaitu neraca yang tidak miring, tidak melenceng, dan tidak kacau (bergetar)

 

8Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, “Tafsir Al-Maraghi”,(Cet.I, Semarang: Cv Tohaputra Semarang, 1988), hlm.81-82

9 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an vol. 7”, h. 208.

(13)

...Itulah Yang lebih utama

Maksudnya, lebih utama bagi kalian dalam kehidupan dunia dan akhirat. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

  

...itulah yang lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya

Yakni lebih baik akibatnya bagi kehidupan akhirat kalian.

Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman- Nya:

Ibnu Abbas pernah berkata, "Hai para mawali (pelayan) sesungguhnya kalian diserahi dua perkara yang pernah mengakibatkan kebinasaan manusia di masa sebelum kalian, yaitu takaran dan timbangan ini."

Dan Qatadah pernah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:

Tidak sekali-kali seseorang mampu berbuat hal yang haram, lalu ia meninggalkannya yang tiada lain karena takut kepada Allah, kecuali Allah menggantikan baginya dengan segera di dunia ini sebelum akhiratnya sesuatu yang jauh lebih baik daripada hal yang haram itu.

Menepati takaran dan timbangan lebih baik bagi kalian di dunia.

Sebab hal itu dapat membuat orang senang bermuamalah dengan kalian.

Sesungguhnya kesudahan yang paling baik adalah di akhirat.10

Selanjutnya menurut M.Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah adalah Sempurnakanlah takaran jika kalian menakar untuk pembeli.

10Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, (Cet.III, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2012), h.208-209

(14)

10

Timbanglah dengan neraca yang adil. Sesungguhnya menepati takaran dan timbangan lebih baik bagi kalian di dunia. Sebab hal itu dapat membuat orang senang bermuamalah dengan kalian. Sesungguhnya kesudahan yang paling baik adalah di akhirat.11

2. Surah Al-A’raf ayat 85

          

          

       

          



Terjemahan:

Kepada penduduk Madyan, Kami (utus) saudara mereka, Syuʻaib. Dia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah. Tidak ada bagimu tuhan (yang disembah) selain Dia. Sungguh, telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka, sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan janganlah merugikan (hak-hak) orang lain sedikit pun. Jangan (pula) berbuat kerusakan di bumi setelah perbaikannya.Itulah lebih baik bagimu, jika kamu beriman.12

Tafsir Ayat

Pada ayat ini dapat diketahui bahwa Nabi Syu’aib as.

Menekankan tiga hal pokok- setelah tauhid- yang harus menjadi perhatian kaumnya, yaitu: memelihara hubungan harmonis khususnya dalam interaksi ekonomi dan keuangan, kedua memilihara sistem dan kemaslahatan masyarakat

11 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Vol.5 Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm.464 12 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan, (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019)

(15)

umum, dan ketiga kebebasan beragama.13 Hal ini menjelaskan bahwa wujud bisnis yang dilakukan oleh seseorang adalah bentuk spiritual bisnis yang berbasis kepada tuntutan ilahi, yang demikian itu akan mendatangkan kepada kemaslahatan umum.

Thabathabai berpendapat sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab dalam tafsirnya kitab Al-Mishbah bahwa dengan memahami kebaikan penyempurnaan takaran/timbangan adalah rasa aman, ketentraman dan kesejahteraan hidup bermasyarakat. Kesemuanya dapat tercapai melalui keharmonisan hubungan antara anggota masyarakat, yang antara lain dengan jalan masing-masing memberi apa yang berlebih dari kebutuhannya dan menerima yang seimbang dengan hak masing-masing. Hal ini tentu saja memerlukan rasa aman menyangkut alat ukur, baik dari segi takaran maupun timbangannya.14

    

Sesungguhnya telah datang kepada kalian bukti yang nyata dari Tuhan kalian. (Al-A'raf: 85)

Makna dari lafal tersebut yakni bahwa Allah telah menegakkan hujah-hujah dan bukti-bukti bagi kebenaran dari apa yang disampaikan kepada kalian. Kemudian Nabi Syu'aib menasihati kaumnya agar dalam muamalah mereka dengan orang lain, hendaknya mereka berlaku adil dalam menakar dan menimbang barang-barangnya, dan janganlah sedikit pun mengurangi barang milik orang lain. Dengan kata lain, janganlah mereka berlaku khianat terhadap orang lain dalam harta bendanya, lalu

13 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an vol.5”, h. 168.

14 Ibid, h. 169

(16)

12

mengambilnya dengan cara yang licik, yaitu dengan mengurangi takaran dan timbangannya secara sembunyi-sembunyi dan pemalsuan.15

Syaikh Sulaiman al-Asyqar berpendapat dalam ringkasannya yang mengutip Zubdatut Tafsir karya al-imam asy-Syaukani yaitu:

  

…Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan.

Yakni janganlah kalian mengurangi hak penjual atau pembeli dengan memakai takaran atau timbangan yang kurang atau lebih dari yang seharusnya, atau dengan cara-cara lainnya.16

   

Dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya. Dalam hal ini janganlah kalian mengurangi hak-hak mereka.





Kamu kurangi…

Yaitu dengan memberi cacat pada barang dagangan, atau dengan mengurangi kualitasnya, atau dengan menipu pembelinya. Dan ini semua termasuk perbuatan memakan harta orang lain dengan cara yang bathil.

Dan adapun ayat ini dilanjutkan dengan kata,

ْمُهَءاَيْشَأ Segala sesuatu mereka…

15 Al-Imam Abul Huda Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir, h. 416 16 Al-imam asy-Syaukani, Tafsir Zubdatut

(17)

Yakni untuk penyamarataan dan sebagai peringatan bahwasanya mereka dahulu mengurangi timbangan sesuatu yang dihormati dan diremehkan, dan sesuatu yang sedikit maupun yang banyak.

Terkait surah Al-A’raf ayat 85 sebenarnya sama dengan surah Hud ayat 84, keduanya sama-sama mengisahkan tentang dakwah nabi Syu’aib kepada kaumnya untuk memenuhi takaran dan timbangan. Namun pada surah Al-A’raf ayat 85 terdapat redaksi kata yang dapat mengurai lebih lanjut mengenai kandungan surah, yaitu kata wa la tabkhasu. Menurut Al- Maraghi dalam tafsir kitab Al-Maraghi, makna al-bakhs adalah bukan semata-mata bermakna mengurangi takaran atau timbangan terhadap barang yang nyata, namun juga memuat arti tawar-menawar, menipu, dan kecurangan lainnya yang mengurangi hak-hak ma’nawi, seperti ilmu dan keutamaan-keutamaan.17

3. Surah Hud ayat 85

      

      

 

Terjemahan:

Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.18

17 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Cet. VIII, Semarang : Toha Putra), h.370

18 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan, (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019)

(18)

14

Dalam Tafsir al-Misbah ayat di atas merupakan perintah berlaku adil, baik dengan Allah SWT. maupun dengan manusia. Adil pada manusia menurut beliau adalah dengan cara menyempurnakan timbangan saat bermuamalah. Dengan bersikap adil dan jujur saat menimbang lebih baik daripada hasil sebanyak apa pun yang diperoleh melalui penganiayaan dan kecurangan.19

Al-qisth pada ayat ini biasa diartikan adil, yaitu sinonim dari al-‘dlu atau adil. Memang, banyak ulama yang mempersamakan maknanya dan ada juga yang membedakannya dengan berkata bahwa al-qisth berlaku adil antara dua orang atau lebih, keadilan yang menjadikan masing-masing senang. Sedang al-adlu adalah berlaku baik terhadap orang lain maupun diri sendiri tapi keadilan itu bisa saja tidak menyenangkan salah satu pihak.

Timbangan dan takaran harus menyenangkan kedua belah pihak. Karena itu, disini digunakan kata bi al-qisth. Muhammad Yusuf Qardhawi menambahkan, bahwa ayat ini anjuran setiap muslim harus bersikap adil dalam setiap transaksi muamalah dalam kehidupan dan pergaulan.20

Untuk meminimalisir kecurangan, maka anjurannya yaitu melebihkan timbangan. Sebagaimana menurut Sayyid Sabiq dalam buku Fiqh Sunnah, disunnahkan untuk melebihkan timbangan kepada pembeli dalam menimbang atau menakar.21 Sebagaimana hadis dari Suwaid bin Qais dalam Kitab Sunan Ibnu Majah yang artinya : Dari Suwaid bin Qais, ia berkata: Aku dan makhrafah al-Abdi mengambil pakaian dari Hajar, kemudian Rasulullah SAW datang kepada kami dengan berjalan. Beliau 19 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung:

Diponegoro,2005), h .231.

20 Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Terjemahan oleh Mu’amal Hamidy, (Surabaya: Bina Ilmu, 2003),h.365.

21 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid XIII (Bandung: Al-Ma’aruf, 1987), h. 74

(19)

menawar sebuah celana, lalu kami menjualnya kepada beliau. Dan di sana ada seorang lelaki yang menimbang dengan mendapatkan upah atau bayaran. Rasulullah SAW. berkata kepadanya, “ Timbanglah dan lebihkanlah.22

Imam Ahmad al-Musthafaal-Maraghi menjelaskan didalam kitabnya,

  

Wahai kaum! Sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil janganlah melebihkan atau menguranginya. Allah SWT SAW telah memerintahkan kepada kalian dengan kewajiban berlaku adil terhadap takaran dan timbangan, Dia telah melarang kalian untuk berbuat licik atau berbuat tidak adil dalam takaran dan timbangan. Hal ini hanya untuk menguatkan pelarangan tersebut, dan menjadi perhatian terhadap ketidaksengajaan dalam mengurangi. Maka tidak cukup untuk menyelidiki kebenaran ini, akan tetapi diwajibkan baginya untuk mengembalikan kepada keadilan dan keseimbangan, tanpa mengurangi dan melebihi.

  

“Tabkhosu” bermakna mengurangi dalam segala hal, dikatakan bahwa mengurangi hartanya dan mengurangi ilmu serta keutamaannya atau janganlah menzalimi manusia terhadap segala sesuatunya, Demikian itu mencakup untuk 1 orang atau untuk semuanya dalam perihal timbangan, takaran, hitungan, dan batasan dengan perhitungan yang tersirat dan hak-hak yang bersifat material maupun tidak material.

22Muhammad Bin Yazid Abu Abdullah Al-Qazwaniy, Sunan Ibnu Majah Jilid 1(Beirut: Dar Al-fikr, 2004), h. 20.

(20)

16

Ajaran Islam memang berorientasi pada terciptanya karakter manusia yang memiliki sikap dan perilaku yang seimbang dan adil dalam konteks hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain (masyarakat) dan dengan lingkugan.23 Keseimbangan adalah menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam, dan berhubungan dengan harmoni segala sesuatu di alam semesta.24 Sebagaimana firman Allah SWT :

اَااّانإاإ اّالاُاك اٍاء اْاياَاش اُاهاَااَاناْاقاَال اَاخ اٍار اَاداَاقاإاب

"Sungguh, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran."25

Firman diatas bahwa Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu menurut ukuran yang telah tertulis di lauhil mahfudz

Dijelaskan oleh imam Muhammad Ali Ashobuni didalam kitabnya, Sesungguhnya segala yang telah diciptakan di dunia ini itu sesuai dengan kekuasaan Allah SWT dan yang dijadikan di bumi ini sesuai dengan hikmah dan aturan yang sempurna dan sesuai bentuk yang diciptakannya.

Sebagaimana firman Allah SWT

ْا ًْْرْيِْْدْْْقَْْت ُْْه ََْْرّْْدَْْقَْْف ٍْْء ْْْيَْْش ّْْلُْْك َْْقَْْل َْْخ َْْو

“…dan dia telah menciptakan segala sesuatu”26

Dalam kitab tafsir al-Baydhowiy mengenai surat Hud ayat 85, wahai kaum! penuhilah takaran dan timbangan yang telah menjelaskan untuk memenuhi perintah setelah larangan itu atau melebih-lebihkan

23 Mardhiyah Hayati, Investasi dalam Perspektif Bisnis Syariah Kajian Terhadap Uu No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Al-‘Adalah Vol. XII, No. 1 Juni 2014

24 Muhammad, Etika Bisnis Islam, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004 25 https://tafsirq.com/tilawah/54-al-qamar di Akse Tgl 14 November 2023 26 https://tafsirq.com/tilawah/25-al-furqan di akses tgl 14 November 2023

(21)

timbangan, dan ini menjadi perhatian bahwasesungguhnya Allah SWT tidak mencukupkan kepada mereka yang berbuat dengan sengaja itu mendapatkan keringanan. Tetapi dibolehkan bagi mereka memenuhi usaha mereka walaupun dengan menambahkan takarannya, itudibolehkan tapi Allah SWT tidak memerintaknannya, dan itu menjadi pelanggaran hukum.

 

Kalimat di atas adalah kalimat yang umum setelah dikhususkan karena itu lebih umum dari apa yang telah ditentukan atau dalam hal yang lain sebagaimana yang dikatakan firman Allah SWT wala ta’tsau fil ardhi mufsidin dan kalimat ini adalah kalimat umum yang mengurangi hak hak dan yang lainnya dari macam-macam kerusakan. Dikatakan maksudnya seperti menemukan maling dan memotong jalan dan dan kaidah keadaan ini itu mengeluarkan apa yang dimaksud dengan perbaikan, sebagaimana yang dilakukan oleh Khodiro a.s dikatakan maknanya wala ta’tsau fil ardhi mufsidin maksudnya berbuat kerusakan untuk kebaikan akhirat.27

4. Relevansi Takaran (Al-Kayl) dan Timbangan (Al-Mizan) Dalam Aktivitas Ekonomi

Adapun relevansi takaran dan timbangan dalam aktivitas ekonomi yaitu salah satunya dalam transaksi jual-beli atau perdagangan. Dalam hal ini Allah Swt. Menekankan keadilan, kejujuran dalam menakar dan menimbang yang telah dijelaskan dalam surah Al-Isra ayat 35 maupun Surah Huud Ayat 85.

Pada dasarnya pasar adalah tempat bertemunya antara penjual dengan pembeli, yang memiliki keinginan sama yaitu sama-sama ingin 27 Nasiruddiin Abu Sa’id Abdullah, anwa’ut Tanzil wa Asrarut Ta’wil (Beyrut 1- 1418H)

(22)

18

memenuhi kebutuhan. Pedagang mendapatkan uang dari hasil jualan, begitupun sebaliknya pembeli memperoleh barang yang ia butuhkan dengan menyerahkan sejumlah uang, sesuai dengan harga yang ditawarkan si penjual. Bagi sebagian pedagang yang memperdagangkan barang dengan satuan ukur sebagai penetapan harga, tidak hanya barang jualan saja yang berada di antara dirinya dengan pembeli. Tetapi untuk menunjang kegiatan jual belinya para pedagang membutuhkan suatu alat yang ia gunakan untuk menyiapkan jumlah barang sesuai dengan kebutuhan si pembeli, yaitu timbangan alat takar. Untuk menimbulkan kejujuran dan kepercayaan yang terjalin antara pembeli dan penjual, maka akurasi timbangan barang atau komoditi lah yang menjadi tolak ukurnya. Tidak semua pedagang mempunyai akurasi yang tepat dalam menimbang barang. Beberapa pedagang ada yang memang sengaja mengurangi takaran timbangan yang sebenarnya untuk mengambil keuntungan lebih. Walaupun demikian, masih ada beberapa pedagang yang jujur dalam takaran dan timbangan. Jika ada kelebihan dan kekurangan dari penjualan yang dilakukan, setiap pedagang kebanyakan tidak memberikan pengurangan atau penambahan dari harga yang dijual.

Islam mengharamkan seluruh macam penipuan, baik dalam masalah jual beli, maupun dalam seluruh macam muamalah. Salah satu macam penipuan ialah mengurangi takaran dan timbangan. Dalam Al-Quran dan hadist telah jelas larangan dalam persoalan ini sebagai salah satu bagian dari jual beli. Oleh karena itu setiap muslim wajib untuk berlaku adil dan jujur dalam bermuamalah Mengenai perdagangan, tentu saja Islam mengajarkan setiap muslim dalam melakukan kegiatan produksi maupun perdagangan untuk bersikap jujur dan adil terhadap sesama, agar tidak ada pihak yang

(23)

dirugikan. Sikap ini akan tertanam dengan adanya keharusan untuk memenuhi takaran dan timbangan.

Adapun Prinsip-prinsip dasar perdagangan menurut Islam adalah 1. Adanya unsur kebebasan dalam melakukan transaksi tukar menukar,

tetapi kegiatan tersebut tetap disertai dengan harapan diperolehnya keridhaan Allah SWT dan melarang terjadinya pemaksaan.

2. Tidak diperbolehkan adanya permintaan atau meminta ganti rugi dari pihak yang bersangkutan, sebab Rasulullah Saw. telah memberikan alternatif dari pihak yang bersangkutan, yaitu dengan merusak jual beli atau menolaknya.

3. Adanya unsur sifat jujur dan adil. Nabi Muhammad SAW. Menjadi suri teladan dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam aktivitas bisnis.

Nabi Muhammad sebagai seorang pedagang, memberikan contoh yang sangat baik dalam setiap transaksi bisnisnya. Beliau melakukan transaksi-transaksi secara jujur, adil, dan tidak pernah membuat pelanggan mengeluh apalagi kecewa. Beliau selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangannya dengan standar kualitas sesuai dengan permintaan pelanggan.

4. Adanya Kejujuran dan keterbukaan, Nabi Muhammad dalam melakukan transaksi perdagangan merupakan teladan abadi bagi pengusaha generasi selanjutnya. Bahkan dalam al-Quran sudah disebutkan bahwa, kita harus menyempurnakan takaran dan timbangan secara adil. Imam Ibnu Katsir menjelaskan didalam kitab nya Tafsir Ibnu Katsir bahwa Nabi Syu’aib melarang mereka agar tidak mengurangi timbangan dan takaran, ketika menimbang atau menakar untuk orang lain. Kemudian ia

(24)

20

memerintahkakn mereka agar menepati timbangan dan takaran secara adil (jujur) baik menerima atau memberi. Nabi Syu’aib juga melarang mereka agar tidak berbuat congkak dibumi dengan melakukan kerusakan, karena pada waktu itu mereka sering menjanggal (merampok). Orang yang menyalahi ketentuan yang adil ini berarti telah menjerumuskan dirinya sendiri dalam ancaman kebinasaan. Dan sampai sekarang, praktek ini masih menjadi karakter sebagian orang yang melakukan jual-beli, baik pedagang maupun pembeli. Dengan mendesak, pembeli meminta takaran dan timbangan dipenuhi, dan ditambahi. Sementara sebagian pedagang melakukan hal sebaliknya, melakukan segala tipu muslihat untuk mengurangi takaran dan timbangan guna meraup keuntungan lebih dari kecurangannya ini. Salah satu macam penipuan ialah mengurangi takaran dan timbangan. Oleh karena itu setiap muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk berlaku adil (jujur), sebab keadilan yang sebenarnya jarang bisa diwujudkan. Jual beli seperti ini suatu contoh yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim dalam kehidupannya, pergaulannya, dan muamalahnya.

(25)

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas kita dapat simpulkan bahwa memang Al- Quran dan hadist telah menjadi pedoman hidup kita bagi umat islam. Dalam hal ini di buktikan dengan Q.S Al-Isra ayat 35, Surah Hud Ayat 85, serta Surah Al-A’raf ayat 85, dimana ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang bagaimana seharusnya kita menakar dan menimbang. Dalam hal ini sangat berkaitan erat dalam kehidupan sehari-hari kita, utama-Nya dalam hal transaksi jual-beli atau dalam aktivitas ekonomi. Di Dalam Ayat-ayat tersebut kita diajarkan untuk Menakar atau menimbang dengan benar, tidak boleh ada kecurangan maupun penipuan. Selain itu dari ayat-ayat tersebut juga menjelaskan bahwa akan ada ganjaran atas perbuatan kita tentang menakar dan menimbang, apabila kita menakar atau menimbang dengan baik maka kita akan diberikan ganjaran yang baik pula, namun sebaliknya akan diberikan ganjaran yang tidak baik pula apabila kita menakar atau menimbang dengan tidak baik. Dan itu berlaku baik di dunia maupun di akhirat.

B. SARAN

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, dan tidak menutup kemungkinan terdapat kekeliruan terhadap isi makalah yang kami sajikan, olehnya itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukan dari pembaca yang dapat membangun proses penyempurnaan makalah ini.

21

(26)

22

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Sa’id Abu Nasiruddiin, anwa’ut Tanzil wa Asrarut Ta’wil (Beyrut 1- 1418H)

Ad-Dimasyqi. Kasir Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir, (Cet.III, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2012)

---, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Cet.III, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2012)

Al-imam asy-Syaukani, Tafsir Zubdatut, Ter. Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, Universitas Islam Madinah.

[ CITATION htt23 \l 1033 ]---, Tafsir Al-Maraghi jilid 8, (Cet.II, Semarang: Cv Tohaputra Semarang, 1988)

Al-Qazwaniy Abdullah Abu Yazid Bin Muhammad, Sunan Ibnu Majah, Jilid 1 (Beirut: Dar Al-fikr, 2004)

Hamid Abdul, Pengantar Studi Al-Qur‟an, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016 Hayati Mardhiyah, Investasi dalam Perspektif Bisnis Syariah Kajian Terhadap

Uu No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Al-‘Adalah Vol.

XII, No. 1 Juni 2014 [ CITATION htt23 \l 1033 ]

https://tafsirq.com/tilawah/25-al-furqan di akses tgl 14 November 2023 https://tafsirq.com/tilawah/54-al-qamar di akses Tgl 14 November 2023

https://tafsirweb.com/4639-surat-al-isra-ayat-35.html di akses pada tgl 13 November 2023

(27)

Kementerian Agama RI. Al-Qu'an dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2019.

M.Arif Kausari, Etika Bisnis Islam (Telaah atas ayat-ayat yang memenuhi Takaran dalam Timbangan). Jurnal Uin Mataram.2021

Muhammad, Etika Bisnis Islam, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004

Muzayanah Nurhidayatul Sitti, Perhiasan dalam persepektif Al-Qur’an Studi Tafsir Maudhu’I”, (Skripsi,Program Sarjana Institut Agama Islam Negeri Ponorogo 2019)

Qardhawi Yusuf, “Halal dan Haram dalam Islam”, Terjemahan oleh Mu’amal Hamidy, (Surabaya: Bina Ilmu, 2003),

Sabiq Sayyid, “Fiqh Sunnah’’ Jilid XIII (Bandung: Al-Ma’aruf, 1987)

Shihab M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an [ CITATION htt23 \l 1033 ] Volume 5. (Cet. I; Jakarta: Lentera Hati, 2004.)

---, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an Volume 7. Cet. II; Jakarta: Lentera Hati, 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat tentang qalb dalam Tafsir al-Azhar yang ada kaitannya dengan kecerdasan emosional

Hasil dari peelitian penulis mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak kepada kaum dhuafa perspektif al-Qur’an surat An- Nisa ayat 36 Tafsir Al-Maraghi ini adalah bahwa

Sehubungan dengan itu, di kalangan ulama dikenal apa yang disebut sebagai kaidah-kaidah tafsir (qawa’id al-tafsīr), latar belakang turunnya suatu ayat (sabab al-nuzīl),

Al-Qur`an surat Al-Ma’ârij ayat 4 beserta tafsir-tafsirnya (dengan membandingan Tafsir al-Maraghi, al- Azhar dan al-Misbah) menjelaskan konsep kecepatan waktu dalam

Corak tafsir fiqhi adalah menafsirkan al-Qur’an yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum yang terdapat dalam al-Qur’an atau penafsiran ayat- ayat al-Qur’an yang berkaitan

Metode yang digunakan dalam penyusunan Tafsir al-Qur’an Tematik Kementerian Agama RI ini adalah metode tematik, atau dikenal juga dengan istilah maudhu’i..

Di dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar Jilid 4 (Al-Jazairi, 2010) dijelaskan bahwa Qaulan Maysuran pada ayat tersebut artinya adalah: perkataan yang pantas dan lemah lembut

Menurut Wahbah az-Zuhaili 2016: Jilid 15 dalam Tafsir al-Munir dijelaskan ancaman untuk seseorang yang melakukan tindakan curang dalam menakar dan menimbang, yaitu apabila dia menakar