• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertemuan II Kebutuhan Air Irigasi

N/A
N/A
ADRIANUS POHUS

Academic year: 2025

Membagikan "Pertemuan II Kebutuhan Air Irigasi"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

2. Kebutuhan Air Tanaman

Original material by

Maria Kalista Hadia Sabu

Fakultas Teknik – Jurusan Teknik Sipil UNIKA SANTU PAULUS RUTENG

Irigasi dan

Bangunan Air

(2)

Landasan Hukum Pengelolaan IRIGASI

2

(3)

Dasar Hukum Pengelolaan Irigasi di Indonesia

3

UU No. 7 thn 2004 ttg Sumber Daya Air

PP No. 20 thn 2006 ttg Irigasi

1. Permen PU No. 30 tahun 2007 tentang Pedoman Pengembangan dan

Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif.

2. Permen PU No. 31 tahun 2007 tentang Pedoman Mengenai Komisi Irigasi

3. Permen PU No 32 tahun 2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi

4. Permen PU No. 33 tahun 2007 tentang Pedoman Pemberdayaan

P3A/GP3A/IP3A.

5. Permen PU No. 16 tahun 2011 tentang Pedoman OP Jaringan Irigasi Tambak 6. Permen PU No. 17 tahun 2011 tentang

Pedoman Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi berikut lampirannya.

Standar Teknik Perencanaan

Kriteria Perencanaan (KP) Irigasi

*) UU No. 7/2004 dibatalkan oleh MK pd thn 2015, sehingga UU No 11 Tahun 1974 tentang Pengairan diberlakukan kembali sebagai acuan sementara hingga terbitnya UU yg baru (UU No. 17 tahun 2019 ttg Sumber Daya Air)

(4)

Penjabaran Umum

 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004

tentang Sumber Daya Air mengatur berbagai hal mengenai pengelolaan sumberdaya air yang antara lain mengenai pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi. Ketentuan tersebut memerlukan penjabaran lebih lanjut dengan peraturan pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 41.

Penjabaran Pasal 41 adalah PP No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.

Peraturan pemerintah ini memuat berbagai ketentuan mengenai irigasi secara terperinci dan komprehensif berdasarkan

pertimbangan dan pemikiran lebih rinci dapat dilihat di penjelasan PP tersebut.

4

(5)

PP No. 20 Tahun 2006

 Struktur PP No. 20 Tahun 2006 sebagai berikut:

Bab I Ketentuan Umum

Bab II Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi

Bab III Kelembagaan Pengelolaan Irigasi

Bab IV Wewenang dan Tanggung Jawab

Bab V Partisipasi Masyarakat Petani Dalam Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi

Bab VI Pemberdayaan

5

(6)

PP No. 20 Tahun 2006

 Struktur PP No. 20 Tahun 2006 sebagai berikut:

 Bab VII Pengelolaan Air Irigasi

Bagian Kesatu Pengakuan atas Hak Ulayat

Bagian Kedua Hak Guna Air untuk Irigasi

Bagian Ketiga Penyediaan Air Irigasi

Bagian Keempat Pengaturan Air Irigasi

Bagian Kelima Drainase

Bagian Keenam Penggunaan Air Irigasi Langsung dari Sumber Air

 Bab VIII Pengembangan Jaringan Irigasi

Bagian Kesatu Pembangunan Jaringan Irigasi

Bagian Kedua Peningkatan Jaringan Irigasi

 Bab IX Pengelolaan Jaringan Irigasi

Bagian Kesatu Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi

Bagian Kedua Rehabilitasi Jaringan Irigasi

6

(7)

PP No. 20 Tahun 2006

 Struktur PP No. 20 Tahun 2006 sebagai berikut:

 Bab X Pengelolaan Aset Irigasi

 Bab XI Pembiayaan

 Bab XII Alih Fungsi Lahan Beririgasi

 Bab X Pengelolaan Aset Irigasi

 Bagian XIII Koordinasi Pengelolaan Sistem Irigasi

 Bab XIV Pengawasan

 Bab XV Ketentuan Peralihan

 Bab XVI Penutup

7

(8)

PP No. 20 Tahun 2006

 Bab I Ketentuan Umum

 Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.

 Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.

 Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang

didasarkan waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya.

 Pengaturan air irigasi adalah kegiatan yang meliputi kelembagaan, pemberian, dan penggunaan air irigasi.

8

(9)

PP No. 20 Tahun 2006

 Bab I Ketentuan Umum

 Pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan bagi dalam jaringan primer dan/atau jaringan sekunder.

 Pemberian air irigasi adalah kegiatan menyalurkan air dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier.

 Penggunaan air irigasi adalah kegiatan memanfaatkan air dari petak tersier untuk mengairi lahan pertanian pada saat diperlukan.

 Pembuangan air irigasi, selanjutnya disebut drainase, adalah pengaliran kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah irigasi tertentu.

 Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi

9

(10)

PP No. 20 Tahun 2006

Bab I Ketentuan Umum

 Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.

 Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagisadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.

 Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.

10

(11)

PP No. 20 Tahun 2006

Bab I Ketentuan Umum

Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya.

 Hak guna air

untuk irigasi adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air dari sumber air untuk

kepentingan pertanian.

 Hak guna pakai air

untuk irigasi adalah hak untuk memperoleh dan memakai air dari sumber air untuk kepentingan pertanian.

 Hak guna usaha air

untuk irigasi adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air dari sumber air untuk kepentingan

pengusahaan pertanian.

11

(12)

PP No. 20 Tahun 2006

Bab I Ketentuan Umum

 Komisi irigasi kabupaten/kota

adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah kabupaten/kota, wakil perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi, dan wakil pengguna jaringan irigasi pada kabupaten/kota.

Pembangunan jaringan irigasi adalah seluruh kegiatan

penyediaan jaringan irigasi di wilayah tertentu yang belum ada jaringan irigasinya.

 Pengelolaan jaringan irigasi

adalah kegiatan yang meliputi

operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi.

12

(13)

PP No. 20 Tahun 2006

Bab I Ketentuan Umum

 Operasi jaringan irigasi

adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membukamenutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air,

melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi.

Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya.

Rehabilitasi jaringan irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula.

13

(14)

PP No. 20 Tahun 2006

 Bab II Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi

 Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi bertujuan mewujudkan kemanfaatan air dalam bidang pertanian.

 Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan

secara partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan hidup, transparan, akuntabel, dan berkeadilan.

 Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan pendayagunaan sumber daya air yang didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air permukaan, dan air tanah secara terpadu dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan.

 Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan

pengelolaan, dengan memperhatikan kepentingan pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi di bagian hulu, tengah, dan hilir secara selaras.

14

(15)

PP No. 20 Tahun 2006

 Bab III Kelembagaan Pengelolaan Irigasi

 Untuk mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi yang dibangun pemerintah dibentuk kelembagaan pengelolaan irigasi.

 Kelembagaan pengelolaan irigasi meliputi instansi pemerintah yang membidangi irigasi, perkumpulan petani pemakai air (P3A), dan komisi irigasi.

 Petani wajib membentuk P3A secara demokratis pada setiap daerah layanan/petak tersier atau desa.

 P3A dapat membentuk Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) pada daerah layanan/blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi.

 GP3A dapat membentuk Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A) pada daerah layanan/blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi.

15

(16)

PP No. 20 Tahun 2006

Bab III Kelembagaan Pengelolaan Irigasi

 Komisi Irigasi

dibentuk untuk mewujudkan keterpaduan pengelolaan sistem irigasi pada setiap provinsi dan

kabupaten/kota.

Dalam sistem irigasi lintas provinsi, dapat dibentuk komisi irigasi antarprovinsi

Dalam sistem irigasi yang multiguna, dapat diselenggarakan forum koordinasi daerah irigasi.

Komisi irigasi kabupaten/kota dibentuk oleh bupati/walikota

Keanggotaan komisi irigasi terdiri dari

Wakil pemerintah kabupaten/kota dan

Wakil nonpemerintah yang meliputi wakil perkumpulan petani

pemakai air dan/atau wakil kelompok pengguna jaringan

irigasi dengan prinsip keanggotaan proporsional dan keterwakilan.

16

(17)

PP No. 20 Tahun 2006

Bab III Kelembagaan Pengelolaan Irigasi

Komisi irigasi kabupaten/kota membantu bupati/walikota dengan tugas:

merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan

meningkatkan kondisi dan fungsi irigasi;

merumuskan pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi

dalam kabupaten/kota;

merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi;

merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air

irigasi bagi pertanian dan keperluan lainnya;

merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi;

dan

memberikan pertimbangan mengenai izin alih fungsi lahan

beririgasi.

17

(18)

 Bab III Kelembagaan Pengelolaan Irigasi

18

(19)

PP No. 20 Tahun 2006

Bab IV Wewenang dan Tanggung Jawab

Wewenang dan Tanggung Jawab

Pemerintah

antara lain:

menetapkan kebijakan nasional pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi;

menetapkan status daerah irigasi yang sudah dibangun;

melaksanakan pengembangan sistem irigasi primer dan

sekunder pada daerah irigasi lintas provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional;

melaksanakan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya lebih dari 3.000 ha atau pada daerah irigasi lintas provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan

daerah irigasi strategis nasional;

19

(20)

PP No. 20 Tahun 2006

Bab IV Wewenang dan Tanggung Jawab

Wewenang dan Tanggung Jawab

Pemerintah Provinsi

antara lain:

menetapkan kebijakan provinsi dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional dengan mempertimbangkan kepentingan provinsi

sekitarnya;

melaksanakan pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota;

melaksanakan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya 1.000 ha sampai dengan 3.000 ha atau pada daerah irigasi yang bersifat lintas kabupaten/kota;

20

(21)

PP No. 20 Tahun 2006

Bab IV Wewenang dan Tanggung Jawab

Wewenang dan Tanggung Jawab

Pemerintah Kabupaten/Kota a.l.:

menetapkan kebijakan kabupaten/kota dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi berdasarkan kebijakan

pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi nasional dan provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;

melaksanakan pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi dalam satu kabupaten/kota;

melaksanakan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi dalam satu kabupaten/kota yang luasnya kurang dari 1.000 ha;

21

(22)

PP No. 20 Tahun 2006

Bab IV Wewenang dan Tanggung Jawab

Hak dan Tanggung Jawab

Masyarakat Petani

antara lain:

melaksanakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tersier;

memberikan persetujuan pembangunan, pemanfaatan,

pengubahan, dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasi pada jaringan irigasi tersier berdasarkan

pendekatan partisipatif.

22

(23)

PP No. 20 Tahun 2006

Bab VII Pengelolaan Air Irigasi

Hak guna air untuk irigasi berupa hak guna pakai air untuk irigasi dan hak guna usaha air untuk irigasi.

Hak guna pakai air untuk irigasi diberikan untuk pertanian rakyat.

Hak guna usaha air untuk irigasi diberikan untuk keperluan pengusahaan di bidang pertanian.

23

(24)

24

(25)
(26)

Tantangan Dalam Pengelolaan Irigasi

26

(27)

Tantangan dalam irigasi

Kuantitas SDA

(Jumlah)

Kualitas SDA

(Mutu)

 Pemanfaatan & Pengelolaan

(Waktu & Ruang)

WAktu RUaNG JumlAh MUtu

(28)

Tantangan dalam irigasi

28

Penyediaan Air secara Tepat dan Cukup

(29)

Tantangan dalam irigasi

29

Pencemaran sumber air

(30)

Tantangan dalam irigasi

Efisiensi Jaringan Irigasi

Tantangan: Menigkatkan efisiensi dengan mengurangi kehilangan air di dalam jaringan irigasi.

Kehilangan air (efisiensi) di jaringan irigasi:

12,5-20 % di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dan

sawah,

5 -10 % di saluran sekunder,

5 -10 % di saluran utama,

30

(31)

Tantangan Dalam irigasi

Pengembangan Tananam Pangan

31

Indonesia adalah negara agraris,

namun masih harus mengimpor bahan pangan pokok dari negara lain.

Contohnya: kedelai, buah-buahan, beras.

Pengembangan tanaman pangan merupakan tantangan bagi Indonesia, agar negeri ini memiliki kedaulatan pangan.

Irigasi mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan

tanaman pangan tsb.

Budi Mixed Farming mengembangkan tanaman kedelai lokal di Grobogan, Jawa Tengah. Pembuatan sumur resapan di lahan pertanian

dimaksudkan untuk menambah

cadangan air dan kelembaban tanah.

(32)

Tantangan Dalam irigasi

Pengelolaan Air Hujan untuk Pertanian pada Pulau Kecil di Kawasan Kering Indonesia

32

Dosen di Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang, ini menaruh perhatian besar pada persoalan kekeringan yang kerap terjadi di kawasan terpencil Pulau Sabu dan Raijua, NTT.

Disertasinya, Pengelolaan Air Hujan untuk Pertanian pada Pulau Kecil di Kawasan Kering Indonesia, dalam sidang promosi doktor di Unpar ditujukan untuk membantu mengatasi kekeringan yang menjadi momok bagi warga Sabu dan Raijua.

Ia mengembangkan konsep pemanfaatan model pengelolaan air hujan untuk pertanian yang terintegrasi dengan sistem prasarana, operasional dan pemeliharaan, kelembagaan, serta pemberdayaan masyarakat dengan sistem informasi manajemen terpadu. Dia meyakini, hanya dengan integrasi ini kekeringan di pulau kecil itu bisa diatasi secara teknis.

(33)

Modernisasi Irigasi

 Kenaikan jumlah penduduk selalu diikuti dengan peningkatan kebutuhan pangan, yang pada akhirnya mengarah pada kebutuhan lahan

pertanian/perkebunan dan air. Di sisi lain keteersediaan air juga berkurang akibat kerusakan lingkungan, dan terjadi persaingan dengan kebutuhan lain (air minum, energi, dan industri).

 Teknologi irigasi hemat air menjadi suatu pilihan, ditambah dengan penerapan manajemen irigasi berbasis kebutuhan.

 Modernisasi irigasi bukan hanya pada pengembangan teknologi, tetapi juga sbg upaya mewujudkan sistem pengelolaan irigasi partisipatif yang

berorientasi pada pemenuhan tingkat layanan irigasi secara efektif, efisien, dan berkelanjutan dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan air melalui peningkatan keandalan penyediaan air, prasarana, pengelolaan irigasi, institusi pengelola, dan sumber daya manusia (Kementerian PU, 2011).

33

(34)

Tahapan dan Fase

Pertumbuhan Tanaman (Padi)

34

(35)

TAHAPAN Budidaya Padi

35

(36)

a. Pembibitan

 Sebelum padi ditanam, tanaman padi harus disemaikan lebih dahulu.

Pesemaian harus disiapkan dan dikerjakan dengan baik, supaya diperoleh bibit yang baik, sehingga pertumbuhannya akan baik pula.

 Memilih tempat pesemaian

 Tanahnya harus subur, banyak mengandung humus, dan gembur.

 Tanahnya terbuka, tak terlindung oleh pepohonan, sehingga sinar matahari dapat diterima dan dipergunakan sepenuhnya.

 Dekat dengan sumber air terutama untuk pesemaian basah, karena banyak membutuhkan air. Sedangkan untuk pesemaian kering, agar mudah mendapatkan air untuk menyirami apabila pesemaian itu

mengalami kekeringan.

 Apabila areal yang akan ditanami cukup luas sebaiknya tempat pembuatan pesemaian tak terkumpul menjadi satu tempat tetapi dibuat memencar. Hal itu untuk menghemat biaya atau tenaga pengangkutannya.

36

(37)

A. Pembibitan

 Mengerjakan tanah untuk pesemaian

 Tanah pesemaian harus mulai dikerjakan kurang lebih 50 hari sebelum penanaman. Karena adanya dua jenis padi, yaitu padi basah dan padi kering, maka tanah pesemaian juga dapat dibedakan atas pesemaian basah dan pesemaian kering.

Pesemaian basah

Dalam membuat pesemaian basah harus dipilih tanah sawah yang betul-betul subur. Rumput-rumput dan jerami yang masih tertinggal harus dibersihkan lebih dulu. Kemudian sawah digenangi air agar tanah menjadi lunak, rumput-rumputan yang akan tumbuh

menjadi mati, dan bermacam-macam serangga yang dapat merusak bibit mati pula.

Selanjutnya, apabila tanah sudah cukup lunak lalu dibajak/digaru dua kali agar tanah menjadi halus. Pada saat itu juga sekaligus dibuat petakan-petakan dan memperbaiki pematang.

Sebagai ukuran dasar luas pesemaian yang harus dibuat kurang lebih 1/20 dari areal sawah yang akan ditanami.

37

(38)

A. Pembibitan

 Mengerjakan tanah untuk pesemaian

Pesemaian kering

Prinsip pembuatan pesemaian kering sama dengan pesemaian basah. Rumput-rumput dan sisa-sisa jerami yang ada harus

dibersihkan terlebih dahulu. Tanah dibolak-balik dengan bajak dan digaru, atau bisa juga memakai cangkul, yang terpenting tanah menjadi gembur.

Setelah tanah menjadi halus, diratakan dan dibuat bedengan- bedengan. Adapun ukuran bedengan sebagai berikut : Tinggi 20 cm, lebar 120 cm, panjang 500-600 cm.

Antara bedengan yang satu dengan yang lain diberi jarak 30 cm sebagai selokan yang dapat digunakan untuk memudahkan : penaburan biji, pengairan, pemupukan, penyemprotan hama, penyiangan, dan pencabutan bibit.

38

(39)

A. Pembibitan

 Penaburan Bibit

Untuk memilih biji-biji yang bernas, biji harus direndam dalam air. Biji-biji yang bernas akan tenggelam sedangkan biji-biji yang hampa akan terapung.

Maksud perendaman selain memilih biji yang bernas, juga agar biji cepat berkecambah. Lama perendaman cukup 24 jam, kemudian biji diambil dari rendaman lalu diperam, dibungkus memakai daun pisang dan

karung. Pemeraman dibiarkan selama 8 jam.

Apabila biji sudah berkecambah dengan panjang 1 mm, maka biji

disebar di tempat pesemaian. Diusahakan agar penyebaran biji merata, tidak terlalu rapat dan tidak terlalu jarang.

Apabila penyebarannya terlalu rapat akan mengakibatkan benih yang tumbuh kecil-kecil dan lemah, tetapi penyebaran yang terlalu jarang biasanya menyebabkan tumbuh benih tidak merata

39

(40)

A. Pembibitan

 Pemeliharaan Pesemaian

Pada pesemaian basah, begitu biji ditaburkan terus digenangi air selama 24 jam, baru dikeringkan.

Genangan air dimaksudkan agar biji yang disebar tidak berkelompok- kelompok sehingga dapat merata. Adapun pengeringan setelah

penggenangan selama 24 jam itu dimaksudkan agar biji tidak membusuk dan mempercepat pertumbuhan.

Pada pesemaian kering, pengairan dilakukan dengan air rembesan. Air dimasukkan dalam selokan antara bedengan-bedengan sehingga

bedengan akan terus-menerus mendapatkan air dan benih akan tumbuh tanpa mengalami kekeringan.

Apabila benih sudah cukup besar, penggenangan dilakukan dengan melihat keadaan. Pada bedengan pesemaian bila banyak ditumbuhi rumput, perlu digenangi air. Apabila pada pesemaian tidak ditumbuhi rumput, maka penggenangan air hanya kalau diperlukan saja.

40

(41)

Pembibitan Padi

41

(42)

B. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah untuk penanaman padi harus sudah disiapkan sejak dua bulan sebelum penanaman. Pelaksanaannya dapat

dilakukan dengan dua macam cara yaitu dengan cara tradisional dan cara modern.

 Pengolahan tanah sawah dengan cara tradisional, yaitu pengolahan tanah sawah dengan alat-alat sederhana seperti sabit, cangkul, bajak dan garu yang semuanya dilakukan oleh manusia atau dibantu oleh binatang misalnya, kerbau dan sapi.

 Pengolahan tanah sawah dengan cara modern yaitu pengolahaan tanah sawah yang dilakukan dengan mesin, contohnya dengan traktor dan alat-alat pengolahan tanah yang dioperasikan manusia.

42

(43)

B. Pengolahan Tanah

 Tahapan pengolahan tanah adalah:

1) Pembersihan

Sebelum tanah sawah dicangkul, harus dibersihkan lebih dahulu dari jerami-jerami atau rumput-rumput yang ada. Dikumpulkan di satu tempat atau dijadikan kompos. Sebaiknya jangan dibakar, sebab

pembakaran jerami itu akan menghilangkan zat nitrogen yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman.

2) Pencangkulan

Sawah yang akan dicangkul harus digenangi air terlebih dahulu agar tanah menjadi lunak dan rumput-rumputnya cepat membusuk.

Pekerjaan pencangkulan ini dilanjutkan pula dengan perbaikan pematang-pematang yang bocor.

43

(44)

B. Pengolahan Tanah

3) Pembajakan

 Sebelum pembajakan, sawah harus digenangi air lebih dahulu.

Pembajakan dimulai dari tepi atau dari tengah petakan sawah yang dalamnya antara 12-20 cm.

 Tujuan pembajakan adalah mematikan dan membenamkan rumput, dan membenamkan bahan-bahan organis seperti : pupuk hijau, pupuk kandang, dan kompos sehingga bercampur dengan tanah. Selesai pembajakan sawah digenangi air lagi selama 5-7 hari untuk mempercepat pembusukan sisa-sisa tanaman dan

melunakkan bongkahan-bongkahan tanah.

44

(45)

B. Pengolahan Tanah

4) Penggaruan

 Pada waktu sawah akan digaru genangan air dikurangi,

sehingga cukup hanya untuk membasahi bongkahan-bongkahan tanah saja. Penggaruan dilakukan berulang-ulang sehingga sisa- sisa rumput terbenam dan mengurangi perembesan air ke bawah.

Setelah penggaruan pertama selesai, sawah digenangi air lagi selama 7-10 hari, selang beberapa hari diadakan pembajakan

yang kedua. Tujuannya yaitu: meratakan tanah, meratakan pupuk dasar yang dibenamkan, dan pelumpuran agar menjadi lebih

sempurna.

45

(46)

Pembajakan Sawah Tradisional

46

(47)

Pembajakan Sawah Tradisional

47

(48)

Pembajakan Sawah Dengan Traktor

48

(49)

Penggaruan Tradisional

49

(50)

C. Penanaman

Pekerjaan penanaman didahului dengan pekerjaan pencabutan bibit di pesemaian. Bibit yang akan dicabut adalah bibit yang sudah berumur 25-40 hari (tergantung jenisnya), berdaun 5-7 helai. 2 atau 3 hari sebelum

pencabutan, tanah digenangi air agar tanah menjadi lunak dan memudahkan pencabutan.

Bibit yang telah dicabut lalu diikat dalam satu ikatan besar untuk memudahkan pengangkutan. Bibit yang sudah dicabut harus segera ditanam, jangan

sampai bermalam.

Penanaman padi yang baik harus menggunakan larikan ke kanan dan ke kiri dengan jarak 20 x 20 cm, hal ini untuk memudahkan pemeliharaan, baik

penyiangan atau pemupukan dan memungkinkan setiap tanaman

memperoleh sinar matahari yang cukup dan zat-zat makanan secara merata.

Dengan berjalan mundur tangan kiri memegang bibit, tangan kanan

menanam. Tiap lubang 2 atau 3 batang bibit, dalamnya kira-kira 3 atau 4 cm.

Usahakan penanaman tegak lurus jangan sampai miring.

50

(51)

Pengangkutan Bibit

51

(52)

Penanaman Padi

52

(53)

Penanaman Padi Dengan Mesin Tanam

53

(54)

D. Pemeliharaan

Pengairan

Air yang dipergunakan untuk pengairan padi di sawah sebaiknya adalah air yang berasal dari sungai, sebab air sungai banyak mengandung lumpur dan kotoran- kotoran yang sangat berguna untuk menambah kesuburan tanah dan tanaman.

Air yang dimasukkan ke petakan-petakan sawah adalah air yang berasal dari saluran sekunder atau tersier.

Pada waktu mengairi tanaman padi di sawah, dalamnya air harus diperhatikan dan disesuaikan dengan umur tanaman tersebut. Kedalaman air hendaknya diatur dengan cara sebagai berikut:

Tanaman yang berumur 0-8 hari dalamnya air cukup 5 cm.

Tanaman yang berumur 8-45 hari dalamnya air dapat ditambah hingga 10-20 cm.

Tanaman padi yang sudah membentuk bulir dan mulai menguning dalamnya air dapat ditambah hingga 25 cm, setelah itu dikurangi sedikit demi sedikit.

Sepuluh hari sebelum panen, sawah dikeringkan sama sekali. Agar padi dapat masak bersama-sama.

54

(55)

D. Pemeliharaan

Penyiangan dan Penyulaman

 Setelah penanaman, apabila tanaman padi ada yang mati harus segera diganti (disulam). Tanaman sulam itu dapat menyamai yang lain, apabila penggantian bibit baru jangan sampai lewat 10 hari sesudah tanam.

 Selain penyulaman yang perlu dilakukan adalah penyiangan agar rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman padi tidak

bertumbuh banyak dan mengambil zat-zat makanan yang dibutuhkan tanaman padi. Penyiangan dilakukan dua kali yang pertama setelah padi berumur 3 minggu dan yang kedua setelah padi berumur 6

minggu.

55

(56)

Fase Pertumbuhan Padi

 Fase-fase pertumbuhan tanaman padi berikut disajikan berdasarkan informasi/data dan karakteristik IR64, varietas unggul berdaya hasil tinggi, semidwarf (tinggi sedang), namun secara umum berlaku juga untuk varietas lainnya.

 Secara garis besar, fase pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi 2 (dua) bagian yakni fase vegetatif dan fase generatif, namun ada yang membagi lagi fase generatifnya menjadi fase reproduktif dan

pematangan.

 Di daerah tropis, fase reproduktif berlangsung lebih kurang 35 hari , sedangkan fase pematangannya sekitar 30 hari. Perbedaan umur

tanaman ditentukan oleh perbedaan panjang fase vegetatif. Sebagai contoh, IR64 yang matang dalam 120 hari mempunyai fase vegetatif 55 hari, sedangkan varietas yang matang dalam 150 hari fase

vegetatifnya 85 hari.

56

(57)

Perhitungan

Kebutuhan Air Tanaman

57

(58)

Kebutuhan Air Irigasi

Gross Field Requirement (GFR)

Kebutuhan total air di sawah yang

ditentukan oleh faktor-faktor berikut:

1) Penyiapan lahan

adalah masa pengolahan tanah dengan tujuan menyediakan suatu kondisi tanah dengan

kelembaban maksimum.

2) Kebutuhan pada saat transplantasi (penggunaan konsumtif)

adalah masa pertumbuhan dari mulai tahap awal

pertumbuhan sampai tahap akhir pertumbuhan/panen

3) Perkolasi dan rembesan (P)

4) Pergantian lapisan air (WLR)

58

(59)

Kebutuhan Air Irigasi

Net Field Requirement (NFR)

Kebutuhan bersih air di sawah; yaitu jumlah air irigasi yg dibutuhkan tanaman dgn memperhitungkan curah hujan efektif

Kebutuhan air di sawah dinyatakan dalammm/hari atau l/s/ha.

59

Kebutuhan

air tanaman Curah hujan efektif Kebutuhan

air di sawah

(60)

KEBUTUHAN AIR IRIGASI

Irrigation Requirement (IR, DR)

kebutuhan pengambilan; yaitu jumlah air irigasi yg dibutuhkan untuk mengairi seluruh areal jaringan irigasi dgn memperhitungkan kehilangan air di sepanjang Saluran Primer, Sekunder dan Tersier

Efisiensi di saluran adl tingkat efisiensi yang dapat dicapai di saluran

karena adanya kehilangan air akibat rembesan atau bocoran sepanjang saluran tersebut.

Keterangan :

DR : Kebutuhan air irigasi di bangunan pengambilan [m3/s]

NFR : Kebutuhan bersih air irigasi di sawah [m3/s]

e : Efisiensi di saluran

8,64 : Konversi dari [mm/hari] ke [l/s/ha]

60

64 ,

 8

 Efisiensi

DR NFR

(61)

KEBUTUHAN AIR IRIGASI

Irrigation Requirement (IR, DR)

Kehilangan air di saluran dibedakan menjadi:

Saluran tersier : 15% - 22,5% ditetapkan 20%, efisiensi = 80%

Saluran sekunder : 7,5% - 12,5% ditetapkan 10%, efisiensi = 90%

Saluran primer : 7,5% - 12,5% ditetapkan 10%, efisiensi = 90%

Besarnya Efisiensi:

Efisiensi di saluran tersier : 80% = 0,80

Efisiensi di saluran sekunder : 80% × 90% = 72% = 0,72

Efisiensi di saluran primer : 80% × 90% × 90% = 64,8% = 0,65

61

(62)

Kebutuhan Air Irigasi Penyiapan Lahan

 Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya akan

menentukan kebutuhan air irigasi maksimum pada suatu proyek irigasi. Umumnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah.

 Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah:

Evapotranspirasi tanaman acuan.

Besarnya Perkolasi.

Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan (30 hari atau 45 hari),

Jumlah air yang diperlukan untuk penjenuhan ditambah 50 mm.

 Kondisi sosial budaya di daerah penanaman akan mempengaruhi lamanya waktu untuk penyiapan lahan. Penyiapan lahan di seluruh petak tersier dapat diasumsikan selama 1,5 bulan (45 hari). Apabila menggunakan bantuan mesin, waktu penyiapan lahan dapat

diambil satu bulan (30 hari).

62

(63)

Kebutuhan Air Irigasi Penyiapan Lahan

Perhitungan kebutuhan air irigasi untuk penyiapan lahan dapat menggunakan metode yang dikembangkan oleh

van de Goor

dan

Zijlstra

(1968). Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam l/s selama periode penyiapan lahan yang dirumuskan sebagai:

Kebutuhan air pengganti evaporasi dan perkolasi (K), dirumuskan:

63

M = E0 + P

S T k  M

 1

k

k

e M e LP

LP = Land Preparation, kebutuhan air penyiapan lahan [mm/hari]

M = kebutuhan air untuk mengganti air yg hilang akibat evaporasi & perkolasi

T = jangka waktu penyiapan lahan (30 atau 45 hari) S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dgn

lapisan air 50 mm

E0 = evaporasi selama penyiapan lahan = 1,1 × ET0 ET0 = evapotranspirasi tanaman acuan

Nilai pangkat k, dirumuskan:

(64)

Kebutuhan Air Irigasi Penyiapan Lahan

Kebutuhan air penjenuhan (S), dirumuskan:

PWR dirumuskan:

Kebutuhan bersih air irigasi untuk penyiapan lahan:

64

S = PWR + 50 mm

 

FI d Pd

N S

PWR S

a

b

 

 10000

PWR = Paddy Water Requirement, Kebutuhan air untuk penyiapan lahan [mm]

Sa = derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan (100%) Sb = derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan (0–75%) N = porositas tanah [%]

d = asumsi kedalaman tanah setelah penyiapan lahan [mm]

Pd = kedalaman genangan setelah penyiapan lahan (50 mm) FI = kehilangan air di sawah dalam 1 hari (5 mm/hari)

%) 80 (

R

e

LP

NFR  

(65)

Kebutuhan Air Irigasi Penyiapan Lahan

65

Tabel 2.1. Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan

T ( Hari ) M

[mm/hari] 150 200 250 300 350 150 200 250 300 350

3,00 6,65 8,28 9,92 11,57 13,23 5,06 6,11 7,19 8,28 9,37

3,25 6,80 8,42 10,06 11,71 13,37 5,22 6,27 7,34 8,42 9,52

3,50 6,95 8,57 10,21 11,85 13,50 5,38 6,42 7,49 8,57 9,66

3,75 7,11 8,72 10,35 11,99 13,64 5,55 6,58 7,64 8,72 9,80

4,00 7,26 8,87 10,49 12,13 13,78 5,72 6,74 7,79 8,87 9,95

4,25 7,42 9,02 10,64 12,28 13,92 5,90 6,90 7,95 9,02 10,10

4,50 7,58 9,17 10,78 12,42 14,06 6,07 7,07 8,11 9,17 10,24

4,75 7,75 9,32 10,93 12,56 14,20 6,25 7,23 8,26 9,32 10,39

5,00 7,91 9,48 11,08 12,71 14,34 6,44 7,40 8,43 9,48 10,54

5,25 8,08 9,63 11,23 12,85 14,49 6,62 7,57 8,59 9,63 10,70

5,50 8,24 9,79 11,38 13,00 14,63 6,81 7,75 8,75 9,79 10,85

5,75 8,41 9,95 11,54 13,15 14,78 7,00 7,92 8,92 9,95 11,00

6,00 8,59 10,11 11,69 13,30 14,92 7,19 8,10 9,09 10,11 11,16

6,25 8,76 10,27 11,85 13,45 15,07 7,38 8,28 9,25 10,27 11,32

6,50 8,94 10,44 12,00 13,60 15,22 7,58 8,46 9,43 10,44 11,48

6,75 9,11 10,60 12,16 13,75 15,37 7,78 8,64 9,60 10,60 11,63

7,00 9,29 10,77 12,32 13,91 15,51 7,98 8,83 9,77 10,77 11,80

7,25 9,47 10,94 12,48 14,06 15,66 8,18 9,01 9,95 10,94 11,96

7,50 9,65 11,11 12,64 14,21 15,82 8,38 9,20 10,12 11,11 12,12

7,75 9,84 11,28 12,80 14,37 15,97 8,59 9,39 10,30 11,28 12,29

8,00 10,02 11,45 12,96 14,53 16,12 8,80 9,58 10,48 11,45 12,45

8,25 10,21 11,62 13,13 14,69 16,27 9,01 9,78 10,67 11,62 12,62 8,50 10,40 11,80 13,29 14,84 16,43 9,22 9,97 10,85 11,80 12,79 8,75 10,59 11,97 13,46 15,01 16,58 9,43 10,17 11,03 11,97 12,96 9,00 10,78 12,15 13,63 15,17 16,74 9,65 10,37 11,22 12,15 13,13 9,25 10,98 12,33 13,80 15,33 16,90 9,87 10,57 11,41 12,33 13,30 9,50 11,17 12,51 13,97 15,49 17,05 10,08 10,77 11,60 12,51 13,47 9,75 11,37 12,69 14,14 15,65 17,21 10,30 10,97 11,79 12,69 13,65 10,00 11,57 12,87 14,31 15,82 17,37 10,52 11,18 11,98 12,87 13,82

45 30

S [mm] S [mm]

(66)

Kebutuhan Air Irigasi Penyiapan Lahan

Untuk tanah bertekstur berat tanpa retak-retak, kebutuhan air untuk penyiapan lahan diambil 200 mm (termasuk untuk penjenuhan dan pengolahan tanah).

Pada permulaan transplantasi, tidak akan ada lapisan air yang tersisa di sawah.

Setelah transplantasi selesai, lapisan air di sawah akan ditambah 50 mm, sehingga secara keseluruhan lapisan air yang diperlukan adalah 250 mm.

Bila lahan telah dibiarkan bera (tanah yang dibiarkan tidak ditanami agar kembali kesuburannya) dalam jangka waktu lama (≥ 2,5 bulan), maka lapisan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300 mm, termasuk 50 mm untuk penggenangan setelah transplantasi.

Untuk tanah-tanah dengan laju perkolasi yang lebih tinggi, harga kebutuhan air untuk penyiapan lahan bisa diambil lebih tinggi.

66

(67)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

Penggunaan konsumtif dibedakan berdasarkan jenis tanaman, yaitu:

 Tanaman yg banyak memerlukan air (misal: Padi)

 Tanaman yg tidak banyak memerlukan air (misal: Palawija)

Kebutuhan air PADI ditentukan oleh:

Perkolasi (P)

Penggantian Lapisan Air (WLR)

Evapotranspirasi (ETc)

Curah Hujan Efektif (Reff80%)

Kebutuhan air PALAWIJA ditentukan oleh:

Evapotranspirasi (ETc)

Curah Hujan Efektif (Reff 50%)

67

NFR = P + WLR + ETc – Reff

NFR = ETc – Reff

(68)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

I. PERKOLASI / REMBESAN (P)

 Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah  cara penentuan terbaik adalah dengan pengukuran di lapangan.

 Pada tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan

(puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1–3 mm/hari.

 Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.

 Nilai perkolasi utk berbagai tekstur tanah dapat dilihat pd Tabel 2.4.

68

Tabel 2.4 Nilai Perkolasi Untuk Berbagai Tekstur Tanah Kedalaman Perkolasi

[mm/hari]

1). Clay 1,0 - 1,5

2). Silty Clay 1,5 - 2,0

3). Clay Loam, Silty Clay Loam 2,0 - 2,5

4). Mudy Clay Loam 2,5 - 3,0

5). Sandy Loam 3,0 - 5,0

Sumber : Dirjen Pengairan, Pedoman Umum OP Jaringan Irigasi Tekstur Tanah

(69)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

II. PENGGANTIAN LAPISAN AIR (WLR)

Penggantian lapisan air dilakukan sebagai berikut:

 Setelah pemupukan, usahakanlah untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan air menurut kebutuhan,

 Jika tidak ada penjadwalan semacam ini, lakukanlah penggantian sebanyak dua kali, masing-masing 50 mm selama ½ bulan (= 3,3 mm/hari) pada waktu sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.

69

MODEL PERHITUNGAN PENGGANTIAN LAPISAN AIR

Penggantian Lapisan Air Untuk Pengolahan lahan 30 Hari

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

WLR 1 3,3 3,3 3,3 3,3

WLR 2 3,3 3,3 3,3 3,3

WLR 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7

Penggantian Lapisan Air Untuk Pengolahan lahan 45 Hari

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

WLR 1 3,3 3,3 3,3 3,3

WLR 2 3,3 3,3 3,3 3,3

WLR 3 3,3 3,3 3,3 3,3

WLR 1,1 1,1 2,2 1,1 1,1 1,1 1,1 2,2 1,1 1,1

Jul Agt Sep Ok

Jul Agt Sep Ok

Nop Des Jan Feb Mrt Apr Mei Jun

Nop Des Jan Feb Mrt Apr Mei Jun

(70)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

70

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)

 Kebutuhan air irigasi untuk tanaman (penggunaan konsumtif) digambarkan sebagai laju evapotranspirasi yg dinyatakan dalam mm/hari atau mm/satuan waktu lainnya.

 Evapotranspirasi dipengaruhi oleh meteorologi, jenis tanaman, fase pertumbuhan tanaman, posisi lintang dan elevasi daerah irigasi

 Secara umum, dirumuskan sebagai berikut:

 Evapotranspirasi tanaman acuan adalah evapotranspirasi yang dijadikan acuan, yaitu rerumputan pendek.

Keterangan:

ETc : Evapotranspirasi tanaman [mm/hari]

ET0 : Evapotranspirasi tanaman acuan [mm/hari]

kc : koefisien tanaman

ET

0

k

ET

c

c

(71)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

71

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)

Evapotranspirasi acuan dapat dihitung dengan rumus-rumus teoritis-empiris. Di Indonesia dianjurkan untuk menggunakan rumus Penman yang sudah dimodifikasi.

Di Indonesia terdapat 2 metode rumus Penman yang dimodifikasi:

Metode Nedeco/Prosida yang dapat dilihat pada terbitan Dirjen Pengairan, Bina Program, PSA 010, 1985

Metode FAO, lebih umum dipakai dan dijelaskan dalam terbitan FAO, Crop Water Requirement, 1975

Apabila evaporasi diukur pada stasiun klimatologi, maka

biasanya digunakan Pan Kelas A. Harga-harga E

pan

dikonversi dalam angka-angka ET

0

dengan menerapkan faktor pan K

p

antara 0,65 sampai 0,85, bergantung pada kecepatan angin, kelembaban relatif serta elevasi.

pan

p

E

K

ET

0

 

(72)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)

Harga-harga ET

0

dari Rumus Penman merujuk pada tanaman acuan rerumputan pendek dengan nilai albedo = 0,25.

Koefisien-koefisien tanaman yang dipakai untuk perhitungan ET

c

harus mengacu pada ET

0

ini dengan albedo = 0,25.

Penggunaan konsumtif dihitung secara tengah-bulanan, demikian pula harga-harga evapotranspirasi acuan.

72

Albedo merupakan sebuah besaran yang menggambarkan perbandingan antara sinar matahari yang tiba di permukaan bumi dan yang dipantulkan kembali ke angkasa dengan terjadi perubahan panjang gelombang (outgoing longwave radiation).

Perbedaan panjang gelombang antara yang datang dan yang dipantulkan dapat dikaitkan dengan seberapa besar energi matahari yang diserap oleh permukaan bumi.

(73)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)

Koefisien Tanaman k

c

Nilai koef. tanaman (kc) bervariasi sesuai jenis tanaman dan masa pertumbuhannya

73

0 2 4 6 8 10 12 14

0 50 100 150

Koef. Tanaman, Kc

Waktu (hari)

Tahap1 Awal Tahap2 Pertumbuhan Tahap3 Pematanganan Tahap4 Akhir, siappanen

Awal Pemanfaatan

air

Akhir

pemanfaatan air

Kebutuhan air maksimum

(74)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)

Koefisien Tanaman k

c

Nilai koefisien tanaman untuk padi dapat dilihat pada Tabel 2.2, sedangkan untuk Palawija dapat dilihat pada Tabel 2.3.

74

Tabel 2.2. Nilai Koefisien Tanaman Padi kc

Varietas Biasa Varietas Unggul Varietas Biasa Varietas Unggul

0,5 1,20 1,20 1,10 1,10

1,0 1,20 1,27 1,10 1,10

1,5 1,32 1,33 1,10 1,05

2,0 1,40 1,30 1,10 1,05

2,5 1,35 1,30 1,10 0,95

3,0 1,24 0,00 1,05 0,00

3,5 1,12 0,95

4,0 0,00 0,00

Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985 Catatan:

Varietas padi biasa adalah varietas padi dengan masa tumbuhnya lama Varietas unggul adalah varietas padi dengan waktu tumbuhnya pendek Selama setengah bulan terakhir permberian air irigasi ke sawah dihentikan.

FAO Nedeco/Prosida

Bulan

(75)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)

 Koefisien Tanaman kc

75

Tabel 2.3. Koefisien Tanaman Palawija kc (Digunakan untuk ET0 FAO)

Masa Tumbuh

[hari] 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kedelai 85 0,50 0,75 1,00 1,00 0,82 0,45

Jagung 80 0,50 0,59 0,96 1,05 1,02 0,95

Kacang Tanah 130 0,50 0,51 0,66 0,85 0,95 0,95 0,95 0,55 0,45

Bawang 70 0,50 0,51 0,69 0,90 0,95

Buncis 75 0,50 0,64 0,89 0,95 0,88

Sumber : FAO Guideline for Crop Water Requirements (1977) Catatan:

Bila digunakan dengan ET0 Prosida, Koefisien Tanaman di atas dikalikan dengan koefisien 1,15 Periode Setengah Bulanan Ke : Tanaman

Padi unggul memerlukan waktu 3 bulan + ½ bulan LP

Padi biasa memerlukan waktu 4 bulan + ½ bulan LP

(76)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)

Penman Modifikasi

 Metode Penman merupakan metode yg menggunakan parameter iklim paling lengkap

 Data yg diperlukan:

Data temperatur udara bulanan (Ta)

Data kelembaban udara bulanan (h)

Data penyinaran matahari (Z)

Data kecepatan angin bulanan (U)

Data lokasi terhadap posisi lintang (LS/LU)

Data elevasi / ketinggian lokasi (Y)

Radiasi (Ra)

76

(77)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)

Penman Modifikasi

77

    

W Rn w f u ea ed

c

PET   1 

H H

 

B

Ea

B

ET0io  1

Dimana: ET0 = Evapotranspirasi potensial (mm/hari)

B = perbandingan energi evaporasi dgn energi budget

Hi = faktor radiasi datang (mm/hari) Ho = faktor radiasi keluar (mm/hari) Ea = faktor aerodinamik (mm/hari)

c × W B

Rn (Hi – Ho) (1 – w) (1 – B) f(u) (ea – ed) Ea

(78)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)

Penman Modifikasi

1. Faktor Radiasi Datang (Hi)

2. Faktor Radiasi Keluar (Ho)

78

Hi = Ra (1 – r) (a1 + a2 Z)

Ra = radiasi gelombang pendek tergantung lokasi r = koefisien reflaksi, utk tumbuhan 0,15 < r < 0,25

Z = n/N = perbandingan penyinaran matahari sesungguhnya dgn penyinaran maksimum.

Ho = STa4 (a3 – a4 ed0,5) (a5 + a6 Z)

STa = radiasi gelombang panjang

ed = tekanan uap udara jenuh yg sebenarnya = h·ea Z = penyinaran matahari rata-rata

h = kelembaban udara relatif

(79)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)

Penman Modifikasi

3. Faktor Aerodinamik (Ea)

4. Perbandingan energi evaporasi dan energi budget (B)

79

G D B D

  D = sudut tekanan uap jenuh pd suhu Ta G = konstanta physometric = 0,66 P

P = tekanan atmosfer rata-rata = 1013 – 0,115 Y Y = elevasi titik tinjau

Ea = a7 (ea – ed) (a8 + a9 U2) U2 = kecepatan angin rata2 pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah (km/jam)

Tinggi pengukuran 0,5 1 1,5 2 3 4 5 6

Faktor koreksi 1,35 1,15 1,06 1,00 0,93 0,88 0,85 0,83

(80)

Kebutuhan Air Irigasi Penggunaan Konsumtif

III. EVAPOTRANSPIRASI (ETc)

Penman Modifikasi

 Konstanta Penman

 Koefisien Reflaksi/Pantulan (r)

80

a1 a2 a3 a4 a5 a6 a7 a8 a9

0.24 0.41 0.56 0.08 0.28 0.55 0.2 0.5 – 1.0 0.0063

New Snow 0.80 – 0.90

Old Snow 0.60 – 0.80

Melting Snow 0.40 – 0.60

Ice 0.40 – 0.50

Water 0.05 – 0.15

Fores

Referensi

Dokumen terkait

Sejak beberapa tahun yang lalu, Pemerintah Kota Vientiane menetapkan beberapa kebijakan pengembangan prasarana pengelolaan sampah dan pengembangan kota, salah

Salah satu pendukung keberhasilan pembangunan pertanian adalah Irigasi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang irigasi pada ketentuan umum bab 1 pasal

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengaturan Wewenang, Tugas Dan Tanggung Jawab Lembaga Pengelola Irigasi Propinsi Dan

1) Tentukan tujuan dari sistem dan proses yang diperlukan untuk mencapainya. 2) Menetapkan wewenang, tanggung jawab dan akuntabilitas untuk mengelola proses. 3) Memahami

(2) Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten dalam pengelolaan sungai sebagai sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Menurut Prasetijo &amp; Hari (2010), tujuan pengelolaan irigasi partisipatif adalah: (1) Meningkatkan rasa kebersamaan, rasa memiliki dan rasa tanggung jawab dalam

Wewenang dan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan dan pemanfaatan pengairan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan,

Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan: (1) menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan