• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ALQURAN UNTUK ANAK USIA DINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "POLA ASUH ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ALQURAN UNTUK ANAK USIA DINI "

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

101

POLA ASUH ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ALQURAN UNTUK ANAK USIA DINI

Zulfitria

Fakultas Ilmu Pendidikan program studi PGSD Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jln.KH.

Ahmad Dahlan Cireundeu-Ciputat.Telp. (021) 7442028

fzulfitria@umj.ac.id.

Abstrak

Al-Qur'an sebagai landasan dasar pendidikan Islam di dalamnya mengandung sumber nilai sehingga pola penitipan anak mengandung nilai-nilai Islam yang berasal dari ajaran Al- Qur'an dan Al-Hadist. Al-Qur'an mengatur penitipan anak selama kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. Aspek sasaran dalam mengasuh anak islam adalah pemenuhan semua potensi dasar manusia, yaitu; semangat, pikiran dan tubuh. Orangtua wajib mengurus anak- anak mereka menghadapi baliq sedini mungkin sehingga bila anak sudah memasuki usia baliq, anak tersebut dipersiapkan dengan baik fisik, semangat dan kemampuan kemandirian.

Pendidikan karakter melalui penerapan perilaku mulia dan pengakuan kepada Tuhan sejak usia dini harus dilakukan dengan contoh nyata. Pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan apa yang benar dan apa yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal baik sehingga anak menjadi kognitif tentang benar dan salah, mampu memahami nilai (afektif) yang baik dan biasanya melakukannya (psikomotor ).

Kata Kunci: pola asuh, Pendidikan Karakter, Anak usia Dini, Pendidikan berbasis Alquran

PENDAHULUAN

Indonesia sedang dilanda krisis moral akibat derasnya pengaruh globalisasi.

Globalisasi bukan hanya menjamah di kota- kota besar, tetapi di daerah-daerah terpencil pun sudah terkontaminasi dengan virus- virus globalisasi. Perkembangan informasi dan teknologi di era globalisasi, begitu juga tingkat adopsi masyarakat terhadap budaya luar begitu mudah diterima oleh banyak anak-anak khususnya anak yang belum paham mana yang baik dan mana yang kurang baik. Hal tersebut dapat membawa

dampak kurang baik bagi karakter anak dalam kehidupan sehari-hari.

Anak adalah karunia Allah SWT yang harus disyukuri dengan cara mengasuhnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan aturan Islam, sehingga anak akan menjadi investasi dunia dan akherat bagi orang tuanya. Karena mereka adalah pemimpin di muka bumi, wakil Allah di bumi (kahlifatullah fil ardh) harus memiliki karakter yang beriman dan bertaqwa.

Berbagai factor yang berpengaruh terhadap perkembangan anak juga harus diperhatikan oleh orang tua, satu

(2)

102

diantaranya adalah lingkungan sekolah yang harus dapat mengoptimalkan ilmu pengetahuan dan iman ketaqwaan. Ilmu- ilmu tentang bagaimana Islam mendidik anak juga harus dimiliki orang tua, disamping kepribadian (personality) yang kuat juga sangat berpengaruh pada anak.

Orang tua harus mempunyai ilmu dalam mengasuh anak sehingga anak menjadi dari nilai-nilai yang terbaik dalam pribadi yang diinginkan.

Pendidikan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai (values education) yang ditanamkan sejak bangku sekolah. Sebab ke depan, sekolah tidak hanya bertanggung jawab dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu penggetahuan dan teknologi tetapi juga memiliki pribadi yang berkarakter dan berkepribadian sebagaimana dituntut dalam tujuan pendidikan nasional. Sebagai bangsa Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama Islam, tentu tidak salah jika menjadikan kitab suci umat Al-Qur’an sebagai inspirasi dalam membangun karakter bangsa.

Al-Qur’an Sebagai kitab suci sarat dengan konsep dan nilai-nilai moral yang sangat relevan untuk dijadikan sebagai rujukan utama dalam pembinaan karakter, khususnya anak usia dini. Hal ini sangat beralasan, sebab Al-Qur’an telah terbukti berhasil dalam merubah karakter bangsa Arab yang sebelumnya masyarakat jahiliyah menuju masyarakat yang berperadaban.

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2013: 1) menegaskan,

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

Dari rumusan ini terlihat bahwa pendidikan nasional mengemban misi yang tidak ringan, yakni membangun manusia yang utuh dan paripurna yang memiliki nilai- nilai yang berkarakter.

Pola asuh merupakan hal yang mendasar dalam pembentukan karakter.

Teladan sikap orang tua sangat dibutuhkan bagi perkembangan anak-anak karena anak- anak melakukan modeling dan imitasi dari lingkungan terdekatnya. Keterbukaan antara ibu dan anak menjadi hal penting agar dapat menghindarkan anak dari pengaruh negatif yang ada di luar lingkungan keluarga.(Sochib, 2000: 14).

Mendidik karakter anak bukanlah suatu perkara yang mudah. Orang tua yang keliru dalam mengasuh anaknya akan menghasilkan “produk” anak yang membangkang, tidak dapat menghormati orang lain, tidak mengenal tata krama atau sopan santun, dan lain-lain. Orang tua yang memiliki kesibukan yang sangat padat dipastikan akan mengabaikan anaknya dan tidak memiliki waktu untuk mendengarkan apa kata hati dan keinginan mereka.

Pemenuhan materi yang berlebihan sangat berperan mempengaruhi pendidikan karakter anak. Jika anak sudah dibiasakan dalam kehidupan materi, biasanya kepribadiannya akan menjadi individualis dan tidak peduli sesamanya. Orang tua sebaiknya mengajarkan anak tentang kemandirian dan kesederhanaan agar anak tidak terbiasa dengan materi yang berlebihan. Anak harus dibiasakan hidup

(3)

103 sederhana dan dihadapkan pada kesulitan dan problem yang berkaitan materi, misalnya prilaku hemat, menabung, dan hanya membeli barang yang diperlukan untuk menunjang keperluan sekolah. Orang tua juga harusmengenalkan dan mengajarkan anak tentang peduli sesama yaitu suatu tindakan yang baik dimana anak dapat lebih menyesuaikan diri di masyarakat, suka menolong, dan anak dapat merasakan penderitaan orang lain. Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami setiap manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar), dan hubungan dengan Tuhan YME (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan menentukan cara anak memperlakukan dunianya.

Pemahaman negatif akan berimbas pada perlakuan yang negatif dan pemahaman yang positif akan memperlakukan dunianya dengan positif.

Untuk itu, Orang tua perlu menumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satu caranya adalah dengan memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dirinya sendiri, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus, dan seterusnya. Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Pilihan terhadap lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter anak.

Sebagaimana sabda Rasulullah, “Bergaul dengan penjual minyak wangi akan ikut

wangi, bergaul dengan pandai besimaka percikan atau bunga api akan mengenai kita. Seperti itulah, lingkungan baik dan sehat akan menumbuhkan karakter sehat dan baik, begitu pula sebaliknya. Hal yang tidak bisa diabaikan dalam pembangunan karakter anak adalah membangun hubungan spiritual dengan Allah SWT. Hubungan spiritual dengan Allah SWT. Akan terbangun melalui pelaksanaan dan penghayatan ibadah ritual yang terimplementasi pada kehidupan sosial.

(pendidikankarakter.com/2015/07/4).

PENDIDIKAN BERBASIS AL-QURAN Pendidikan sebagai hak asasi setiap individu anak bangsa telah diakui dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.

Sedangkan ayat (2)-nya menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu, seluruh komponen bangsa baik orang tua, masyarakat, maupun pemerintah bertanggungjawab mencerdaskan bangsa melalui pendidikan. Hal ini adalah salah satu tujuan bangsa Indonesia yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD alinea IV.

Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak manusia yang mulia. Nabi SAW benar- benar menjadi panutan dan teladan bagi umatnya dan bagi setiap manusia yang mau menjadi manusia berkarakter atau

(4)

104

berakhlak mulia. Pengakuan akan akhlak Nabi SAW yang sangat agung bukan hanya dari manusia, tetapi dari Allah SWT seperti dalam firmanNya dalam Surat Al-Ahzab [33]: 21, berbunyi:

ُج ْرَي َناَك ْنَمِل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ِ هاللَّ ِلوُسَر يِف ْمُكَل َناَك ْدَقَل َهاللَّ و

اًريِثَك َ هاللَّ َرَكَذَو َرِخلآا َمْوَيْلاَو

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Untuk memahami dan

mengamalkan ajaran agama Islam secara mendasar, maka setiap Muslim harus memahami dan mengamalkan dasar-dasar Islam yang tertuang dalam sumber utamanya, Al-Qur’an, dan diperjelas oleh hadis dan sunnah Nabi Muhammad SAW.

Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist-hadist ajaran dasar Islam terbagi menjadi tiga, yaitu iman, islam, dan ihsan, yang kemudian melahirkan ajaran aqidah, syariah, dan akhlak.

Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki kedudukan yang sangat penting, di samping dua kerangka dasar lainnya.

Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah.

Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat.

Menurut Al-Qattan (2001: 15) bahwa lafadz Al-Qur’an }نارقلا{, berasal dari kata qa-ra-a }أرق{ yang artinya mengumpulkan dan menghimpun, qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya ke dalam suatu ucapan yang tersusun dengan rapi. Sedangkan menurut Esack (2001: 52) Al-Qur'an adalah sebuah

kitab suci yang telah diteliti dengan sangat cermat oleh muslim maupun pakar lainnya baik secara kritis dan mendapat pengakuan terhadap isinya. Senada di dalam Al-Qur'an dikatakan dalam surah Al-Hijr (15:9) berisi:

هزَن ُن ْحَن اهنِإ َنوُظِفاَحَل ُهَل اهنِإَو َرْكِّذلا اَنْل

Artinya: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya”.

Dalam ayat tersebut menyatakan bahwa Allah SWT yang langsung memberikan firmannya untuk manusia, kemurnian dan keaslian Al-Qur'an akan selalu terjaga selamanya karena Allah SWT telah menjaminnya. Beberapa fungsi Al- Qur'an, antara lain: (1) Al-Qur'an sebagai petunjuk (hudan), (2) Al-Qur'an sebagai penjelas (tibyan), (3) Al-Qur'an sebagai pembeda (furqan). Al-Qur'an tidak sekedar untuk dibaca tetapi yang paling penting adalah pemahaman, penghayatan dan pengamalannya dalam kehidupan sehari- hari sebagai petunjuk mana yang haq (benar) untuk dilaksanakan dan mana yang bathil (salah) untuk ditinggalkan.

Menurut Shihab (1992: 172) dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia agar menjadikan tujuan akhir segala aktifitasnya sebagai pengabdiannya kepada Allah SWT.

Aktifitas yang dimaksud tersimpul dalam ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa manusia adalah khalifah Allah SWT.

Dalam statusnya sebagai khalifah, manusia hidup di alam mendapat tugas dari Allah SWT untuk memakmurkan bumi sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan-Nya.

Manusia sebagai khalifah memikul tugas yang harus dilaksanakan. Tugas ini dapat diaktualisasikan jika manusia dibekali dengan ilmu pengetahuan dan mempelajari ilmu pengetahuan tersebut.

(5)

105 Yunus (1998: 56) mengatakan bahwa pada zaman sekarang, dirasa perlu mempelajari Al-Qur’an menurut dasar- dasar yang kokoh, bukan semata-mata membaca dan melagukan saja, karena Al- Qur’an diturunkan Allah SWT untuk petunjuk dan penuntun bagi umat Islam khususnya dan umat manusia umumnya.

Ada dua aspek yang menjadi alasan untuk menjadikan pendidikan Al-Quran senagai pembentukan karakter, yaitu: Pertama, aspek dogmatis. Secara dogmatis diyakini bahwa Al-Qur’an adalah pedoman hidup manusia. Al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang kehidupan spiritual saja, akan tetapi juga mengandung ajaran yang komprehensif, holistik, dan universal.

Bahkan, Al-Qur’an juga mengandung isyarat-isyarat ilmiah yang tetap relevan sepanjang zaman sehingga tatanan kehidupan masyarakat memiliki peradaban yang tinggi. Hanya saja, diperlukan pengembangan metodologi dalam pemahaman Al-Qur’an sehingga mampu menjawab tantangan dan kebutuhan umat saat ini dan yang akan datang.

Kedua, aspek politik. Secara politis, gagasan Al-Qur’an sebagai karakter pendidikan juga sangat beralasan. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 3, misalnya, disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kata-kata iman dan takwa jelas terinspirasi dari isi Al-Qur’an. Dalam perspektif Islam, mustahil seseorang mampu beriman dan bertakwa tanpa mengamalkan kandungan Al-Qur’an.

Pendidikan berbasis Al-Qur’an adalah pendidikan yang mengupas masalah Al-Qur’an dalam makna; membaca (tilawah), memahami (tadabbur), menghafal (tahfizh) dan mengamalkan serta mengajarkan atau memeliharanya melalui berbagai unsur. Pendidikan Al-Qur’an adalah pendidikan yang menerapkan nilai- nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an yang terlihat dalam sikap dan aktivitas peserta didik di mana pun dia berada.

Pendidikan Al-Qur’an secara bertahap membawa seseorang kepada pemahaman yang akhirnya mampu mengamalkan dan merefleksikan dalam kehidupan sehari-hari menjadi manusia yang berkarakter terpuji. Ada empat manfaat yang dapat diperolah, yaitu: (1) tercegahnya masalah kenakalan remaja; (2) dapat menyempurnakan pendidikan agama di sekolah; (3) meningkatkan kesadaran siswa akan kebutuhan terhadap pembinaan keagamaan dan rasa memiliki kegiatan keagamaan khususnya tentang Al-Qur’an;

dan (4) membuka lapangan kerja bagi alumni atau orang yang berkewajiban memberikan ilmunya. (Nurdin, 1993:127).

Untuk memperoleh pemahaman yang layak dari kajian tentang Al-Qur’an, perlu dilakukan pendekatan untuk merefleksikan apa yang sedang dibaca.

Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menjelaskan hakikat satu ajaran agama khususnya agama Islam kepada peserta didik sebagai pembekalan dalam menghadapi realita di masa sekarang dan masa depan melalui pemahaman dari kitab tuntunan umat Islam yakni Al-Qur’an.

Al-Qur’an sangat mendorong manusia untuk belajar dan menuntut ilmu pengetahuan. Bukti terkuat mengenai hal ini ialah bahwa ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan memberi dorongan

(6)

106

manusia untuk membaca dan belajar. Ayat ini juga menekankan bahwa Allah SWT mengajarkan manusia membaca dan mengajarkan apa yang tidak diketahuinya dengan perantaraan kalam (QS. Al-‘Alaq [96]: 1-5).

( َقَل َخ يِذَّلا َكِّبَر ِمْساِب ْأَرْقا ( ٍقَلَع ْنِم َناَسْنِ ْلْا َقَل َخ )1

2 )

( ُمَرْكَ ْلْا َكُّبَرَو ْأَرْقا ( ِمَلَقْلاِب َمَّلَع يِذَّلا )3

َناَسْنِ ْلْا َمَّلَع )4 ( ْمَلْعَي ْمَل اَم 5

)

Artinya: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1) Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.(2) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, (3) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (5)"

Maka hakekat pendidikan berbasis Al-Qur’an bertujuan untuk membentuk karakter anak sejak dini baik di sekolah maupun di rumah.

POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP ANAK USIA DINI

Pada dasarnya dalam keluargalah anak berkembang, oleh karena itu keluarga menduduki tempat terpenting bagi terbentuknya pribadi anak secara keseluruhan yang akan dibawa sepanjang hidupnya, keluargalah pembentuk watak yang memberi dasar rasa keagamaan, penanaman sifat, kebiasaan, hobby, cita-cita dan sebagainya. Sedangkan lembaga- lembaga lain dimasyarakat adalah sekedar membantu, melanjutkan, memperbanyak, apa yang telah diperoleh dari keluarga.

Peran orang tua dalam mendidik anak dimulai dari buaian sampai liang lahat dan sudah menjadi kewajiban bagi setiap manusia untuk mendidik anaknya ke arah yang lebih baik. Orang tua seharusnya memiliki ilmu karena alangkah ironisnya jika anak berasal dari keluarga yang tidak

berpendidikan atau tidak mempunyai ilmu sama sekali dalam mendidik anaknya, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.

Menurut Daradjat (1996: 35) bahwa tanggung jawab pendidikan itu diakuinya secara sadar atau tidak, diterima dengan sepenuh hati atau tidak, hal itu merupakan

Fitrah” yang telah dikodratkan Allah SWT kepada setiap orang tua. Orang tua tidak bisa mengelakkan tanggung jawab itu karena merupakan amanah Allah SWT yang diberikan kepada mereka para orang tua.

Allah SWT berfirman kepada Nabi Muhammad SAW, Hal juga di sampaikan dalam hadis sebagai berikut :

م نح نو � م قل خ امز ل � م ري غ مك نامذ إ ف � م شي ع ي س ى ف امذ � ع لَموا م كدلاوا إ ف ان ق ل خ ان نامز ل

Artinya: “Didiklah anak-anakmu agar siap menghadapi zamannya, karena meraka kelak akan hidup di zaman yang berbeda denganmu”.

Maksudnya bahwa orang tua berkewajiban orang tua mendidik anak- anaknya. Orang tua memegang peranan penting atas pendidikan anak-anaknya.

Sejak anak lahir, orang tuanyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu, anak tersebut akan meniru perangai kedua orang tuanya, karena orang yang mula-mula dikenal anak adalah kedua orang tuanya.

Oleh sebab itu orang tua harus mempunyai pendidikan ilmu dalam mengasuh anak- anaknya menjadi lebih baik dari kehidupan mereka.

Menurut Widyarini (2003: 12-15) membagi bentuk-bentuk pola asuh orang tua kepada anak antara lain :

1) Pengasuhan otoritarian

Dikenal dengan pola asuh otoritar adalah gaya yang membatasi dan

(7)

107 menghukum, dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka.

Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal.

Orang tua tidak menyadari bahwa dalam pola yang lebih banyak menuntut terhadap anak ini telah mengikis kehangatan hubungan dengan anak. Anak tidak menemukan suasana yang memungkinkan untuk mengekspresikan pikiran atau perasaannya. Padahal kehangatan dalam hubungan orang tua-anak merupakan prasyarat bagi kesejahteraan psikologis baik anak maupun orang tua .

Orang tua yang otoriter kemungkinan disebabkan karakteristiknya yang dominan atau karena berpegang pada tradisi lama (bahwa orang tua berkuasa penuh atas anak). Mungkin juga karena memiliki harapan tertentu kepada anak (dan mengalami ketegangan tersendiri karena harapan yang terlalu tinggi).

2) Pengasuhan otoritatif

Mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua yang otoritatif mungkin merangkul anak dengan mesra dan berkata, “Kamu tahu, kamu seharusnya tidak melakukan hal itu, mari kita bicarakan bagaimana kamu bisa menangani situasi tersebut lain kali.”

Orang tua yang otoritatif menunjukan kesenangan dan dukungan sebagai respons terhadap perilaku konstruktif anak. Mereka juga mengharapkan perilaku anak yang dewasa, mandiri dan sesuai dengan usianya. Anak yang memiliki orang tua otoritatif sering

kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dengan berorientasi pada prestasi, mereka cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stres dengan baik.

Pola asuh ini menggunakan pendekatan rasional dan demokratis. Orang tua sangat memperhatikan kebutuhan anak dan mencukupi dengan pertimbangan faktor kepentingan anak dan kebutuhan yang realistis. Tentu saja tidak semata-mata menuruti kegiatan anak, tetapi sekaligus mengajarkan kepada anak mengenai kebutuhan yang penting bagi kehidupannya.

3) Pengasuhan yang mengabaikan

Adalah gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak.

Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting daripada diri mereka. Anak-anak ini cenderung tidak memiliki kemampuan sosial. Banyak diantaranya memiliki pengendalian yang buruk dan tidak mandiri. Mereka sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin menunjukan sikap suka membolos dan nakal.

4) Pengasuhan yang menuruti

Adalah gaya pengasuhan di mana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan. Hasilnya, anak tidak pernah belajar megendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginnannya. Beberapa orang tua sengaja membesarkan anak mereka dengan cara ini karena mereka percaya bahwa kombinasi antara keterlibatan yang hangat dan sedikit

(8)

108

batasan akan menghasilan anak yang kreatif dan percaya diri. Namun, anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya (peer).

Orang tua yang memiliki pola asuh jenis ini berusaha berperilaku menerima dan bersikap positif terhadap impuls (dorongan emosi), keinginan-keinginan, dan perilaku anaknya, hanya sedikit menggunakan hukuman, berkonsultasi kepada anak, hanya sedikit memberi tanggung jawab rumah tangga, membiarkan anak untuk mengatur aktivitasnya sendiri dan tidak mengontrol, berusaha mencapai sasaran tertentu dengan memberikan alasan, tetapi tanpa menunjukan kekuasaan.

Tentunya semua orang tua menginginkan anak menjadi orang yang penuh percaya diri, sukses serta dapat mencapai kebahagiaan dan cita-cita dalam hidupnya. Untuk merealisasikan hal itu, mustahil jika orang tua hanya berpangku tangan saja menunggu saat itu datang.

Sebagai lingkungan terdekat dalam keluarga, orang tua harus membantu dan mengarahkan anak untuk mencapai kebahagiaan dan cita-citanya serta menjadi anak yang sehat jasmani dan rohaninya.

Sehingga orang tua harus menggunakan pola asuh yang demokratis, yaitu saling menghargai dan memberi kesempatan anak untuk berbicara apa kemauan mereka.

Di dalam ajaran Islam juga mengatur bagaimana mengasuh dan mendidik anak. Mula-mula tanggung jawab orang tua adalah sebagai pemberi, pelindung dan pendidik yaitu menjaga agar segala kebutuhannya terpenuhi dan

menghindarkannya dari berbagai krisis.

Ketika usia anak bertambah, anak memerlukan orang tua dengan cara yang lain, yaitu untuk membimbing, mengajar, menghibur dan menerangi, menjalin keakraban dan tempat berbagi rahasia. Pada setiap tahap, peran orang tua harus ditinjau kembali. Peran sebagai orang tua menuntut untuk terus menerus dan secara luwes menyesuaikan reaksi terhadap perkembangan kemampuan anak. Selain itu, didalam satu Hadist juga disebutkan diperbolehkannya memukul anak pada usia tertentu. Ini menunjukkan satu metode hukuman didalam mengasuh anak.

Berbeda dengan kondisi masyarakat luar negeri (Barat). Masalah agama bukan merupakan pertimbangan penting yang mendasari kehidupan. Sehingga, kemungkinan ada perbedaan penerapan teori pola asuh yang ada dengan realita penerapan teori pola asuh di masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia merupakan negara yang mayoritas beragama Islam.

Sehingga teori pola asuh yang ada dalam penerapannya sangat dipengaruhi oleh agama Islam yang terkandung dalam Al- Qur’an dan Al-Hadist.

PENDIDIKAN BERBASIS AL-QUR’AN SEBAGAI PEMBENTUKAN KARAK- TER ANAK USIA DINI

Menurut Hamka (1991:25), kandungan al-Qur’an sebagai dasar ideal pendidikan Islam secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu: pertama, Al-Qur’an mengandung hukum-hukum yang berkaitan atau bersangkutan dengan halal-haram, farāiḍ dan wājibāt (seruan dan perintah yang pasti) baik yang dianjurkan maupun yang dilarang serta hukuman bagi siapa yang melanggarnya. Kedua, al-Qur’an

(9)

109 mengandung hal-hal yang bersangkutan dengan ‘aqīdah atau kepercayaan yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan doktrin. Ketiga, al-Qur’an mengandung hal- hal yang bersangkutan dengan kisah-kisah dan cerita-cerita zaman lampau, sebagai pelajaran.

Dikisahkan dalam kandungan Al- Qur’an surat Luqman ayat 12-19 yang berisi tentang kisah Luqman. Dalam kisah tersebut banyak nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil sebagai pelajaran yang masih sangat relevan dan dapat dijadikan rujukan untuk diaplikasikan dalam proses pendidikan dewasa ini, khususnya pendidikan keluarga. Kandungan dalam Al- Qur’an surat Lukman, Allah SWT berfirman:

ِللاِب ْكِرْشُت َلا َّيَنُباَي ُهُظِعَي َوُهَو ِهِنْبِلا ُناَمْقُل َلاَق ْذِإَو َّنِإ

. ٌميِظَع ٌمْلُظَل َكْرِّشلا

Artinya: “Dan ingatlah ketika lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “wahai

anakku, janganlah engkau

mempersekutukan Allah, sesugguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar- benar kezaliman yang besar.”(Q.S Lukman: 13)

Nilai pendidikan yang terkandung dalam surah ini, yaitu bagaimana seharusnya menjadi orang tua dalam berikan pengajaran kepada anak memulai dengan kelembutan. Ini adalah salah satu metode yang digunakan oleh Lukman sebagai mana dikisahkan dalam ayat diatas.

Dalam mengajar pun harus banyak menasehati anak tentang hal-hal kebaikan terutama menyangkut ibadah kepada Allah SWT.

ٍنْهَو يَلَع اًنْهَو ُهُّمُأ ُهْتَلَمَح ِهْيَدِلاَوِب َناَسْنِلْااَنْيَّصَوَو ْيِصَملا َّيَلِإ َكْيَدِلاَوِلَو يِلْرُكْشا ِنَأ ِنْيَماَع يِف ُهُلاَصِفَو ُر

Artinya: “Dan kami wasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. (Q.S. Lukman : 14).

Nilai pendidikan yang harus kita ambil yaitu bagaimana cara untuk mempergauli kedua orang tua baik ketika sudah lanjut usia dalam pemeliharaan anaknya. Menunjukkan betapa penghormatan dan kebaktian kepada kedua orang tua yang menempati posisi kedua setelah pengagungan kepada Allah SWT.

Dan anak diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua, Maka untuk itulah kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada mereka, dan bersyukur kepada Allah SWT yang menciptakan kita (anak) melalui perantara keduanya dan bersyukur pula kepada kedua orang tua yang senantiasa melimpahkan kasih sayangnya kepada kita sebagai seorang anak.

لاف ملع هب كل سيلام يب كرشت نا ىلع كادهاج ناِو م ليبس عبتاو افورعمايندلا يف امهبحاصو امهعطت بانا ن

.نولمعت متنكامب مكئبناف مكعجرم يلا مث يلا

Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada- Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Nilai-nilai pendidikan yang bisa diambil bahwa peran orangtua bukanlah segalanya, melainkan terbatas dengan peraturan dan norma-norma ilahi, kemudian

(10)

110

dalam dunia pendidikan, pendidik tidak mendominasi secara mutlak, tidak semua harus diterima oleh anak didik melainkan anak didik perlu memilah yang benar berdasarkan nilai-nilai Islamiyah. Yaitu merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Dalam persoalan keduniaan, kita harus mematuhi kedua orang tua dan berbakti atau memberikan haknya, namun kalau persoalan aqidah tidak seharusnya kita mengikuti.

ْخَص يِف ْنُكَتَف ٍلَدرَخ نِم ٍةَّبَح َلاَقثِم ُكَت ْنِإاَهَّنِإ َّيَنُباَي وَأ ٍٍَر

ٌفيِطَل َالله َّنِإ ُاللهاَهِب ِتْأَي ِضْرَلْا َيِف وَأ ِتاَوَمَّسلا يِف ٌريِبَخ

Artinya: “wahai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada di dalam batu karang atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan) sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”(Q.S Lukman[31]:16

Nilai pendidikan yang bisa diambil yaitu pengarahan kepada manusia bahwa tidak ada sesuatu yang dikerjakan melainkan ada balasan sekecil apapun itu.

Dan sebagai seorangorang tua, terus meluruskan walaupun menyangkut hal-hal kecil.

ِرَكنُملا ِنَع َهْناَو ِفوُرْعَملاِب رُمأَو ٍََلاَّصلا ِمِقَأ َّيَنُباَي ِروُمُلْا ِمزَع نِم َكِلَذ َّنِإ َكَباَصَأ اَم ىَلَع رِبصاَو

Artinya: “wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah dari kemungkaran dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal diutamakan(

QS. Lukman[31]:17)

Nilai pendidikan yang bisa diambil bahwa kewajiban mendidik diri sendiri sebelum mendidik orang lain dan sebagai seorang pendidik, perlunya kesabaran dan penuh kasih sayang tanpa membedakan peserta didik.

َالله َّنِإ ا ًحَرَم ِضرَلْا يِف ِشمَتَلاَو ِساَّنلِل َكَّدَخ رِّعَصُتَلاَو .ٍروُخَف ٍلاَتخُم َّلُك ُّبِحُيَلا

Artinya: “Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”( QS.

Lukman[31]:18)

Nilai pendidikan yang bisa kita ambil dari ayat ini adalah etika dalam berbicara atau berdialog untuk tidak merendahkan orang yang kita ajak bicara atau bertukar fikiran.

َوْصَلْاَرَكنَأ َّنِإ َكِتوَص نِم ْضُضْغاَو َكِيْشَم يِف ْدِصْقاَو ِتا

ِريِمَحلا ُتوَصَل

Artinya: “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.

Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai” ( QS. Lukman[31]:19)

Nilai pendidikan yang bisa kita ambil jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, yaitu: dalam berbicara kita harus bertutur yang sopan dan tidak berlebihan dan ini terkait dengan etika dalam diskusi.

Maka dapat disimpulkan bahwa surat Luqman ayat 13 - 19 mengisyaratkan bila pendidikan kita pandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan.

Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai yang terbaik dalam pribadi yang diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola pendidikan manusia, sehingga menggejala dalam perilaku lahiriah.

Dengan kata lain, perilaku lahiriah adalah cermin yang memproyeksikan nilai- nilai ideal yang telah mengacu di dalam jiwa manusia sebagai produk dari proses

(11)

111 kependidikan.7 Sehingga dalam mengajar anak harus dilandaskan dengan panggilan kasih sayang, agar hati anak luluh dan mengikuti apa yang diajarkan oleh orang tua. Diatas juga sudah dijelaskan bahwasanya kita harus terus-terus menasehati, ini meupakan metode yang dilakukan oleh Lukman Hakim dalam mendidik anaknya. Dalam bergaul dengan orang tua, kita harus berlaku santun.

Kemudian, kita harus mempersiapkan bekal pendidikan yang mantap kepada anak agar anak mempunyai karakter yang baik.

PENTINGNYA PENDIDIKAN

BERBASIS AL-QURAN DALAM

PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK USIA DINI

Pentingnya Pendidikan Al-Quran, dapat dilihat pada beberapa hal. Pertama, pada tujuan mempelajari dan mengajarkan Al-Quran. Al-Quran adalah Kalamullah (firman Allah), kitab suci mulia yang paling paripurna, pedoman dan landasan hidup setiap manusia beriman, yang mengakui Allah SWT. sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini Allah SWT berfirman dalam Surat Al Mu`minun ayat 14:

ُم َّ خولَقونوا ونوطَفَلال َنوقونوً وخَقونونوَا ونوقونوََال َنوغ َة ً خولَقونونوَ ونوغ َة مَال خًَخومًً خوكََووونوَ وْخومًََال خَمَموا ُم َّ نخوكَْوََكوُ خَقَنوا وَواَ وتوبخوروكوَ

ُُ خوو َنوُ وخخًقًاخونَالArtinya“Kemudian, air mani itu kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk)lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik.

Hal tersebut menggambarkan periode yang luar biasa terjadi pada masa kehamilan yang dimulai pada masa konsepsi sampai menjelang kelahiran.

Selama periode luar biasa tersebut, orang tua memegang peranan penting memberikan stimulus yakni interaksi orang tua dan janin, pengaturan lingkungan yang kondusif serta sering mengumadangkan ayat-ayat suci Al Quran.

Selama masa kehamilan, segala hal yang dirasakan, dimakan, dipikirkan orang tua (ibu) akan turut dinikmati oleh janin karena adanya tali penyambung antara ibu dan janin. Perasaan yang positif, bahagia, menyenangkan akan turut dirasakan yang sama oleh janin, sedangkan perasaan yang negatif, penuh amarah, kesedihan akan membentuk pahatan yang tidak indah bagi janin pula. Mengasuh perkembangan otak pada janin tidak hanya sebatas pada masa kehamilan tetapi pula setelah bayi tersebut lahir.

Bayi yang lahir membutuhkan asupan bergizi dan air susu ibu (ASI) adalah asupan yang paling memenuhi semua kebutuhan bayi. Berbagai penelitian membuktikan bahwa ASI merupakan asupan yang terbaik dan paling lengkap.

Nutrisi yang terdapat dalam ASI di antaranya adalah:

1) Immunoglobulin A (IgA); yang banyak terdapat pada kolostrum yakni ASI berwana kekuningan yang keluar pertama dari payudara. Zat ini melindungi bayi dari serangan infeksi. IgA melapisi saluran cerna agar kuman tidak dapat masuk ke dalam aliran darah dan akan melindungi bayi hingga sistem kekebalan tubuhnyaberfungsi dengan baik.

2) Ganfliosida (GA); yang berperan dalam pembentukan memori dan fungsi otak besar serta sebagai alat konektivitas sel otak bayi.

GA sangat penting bagi tumbuh kembang anak. Ketika lahir, bayi memiliki 100 miliar sel otak yang belum terhubung (Artan GA

(12)

112

diperlukan untuk menghubungkan sel-sel otak tersebut).

3) Protein ; yang disebut protein kasein dan whey. Protein yang terdapat dalam ASI ini bersifat lebih mudah dicerna oleh tubuh bayi, dibandingkan dengan protein yang berasal dari susu mamalia lainnya.

4) Lemak ASI; terdiri dari beberapa jenis namun yang paling esensial adalah asam lemak yang merupakan komponen dari semua jaringan tubuh dan diperlukan untuk perkembangan jaringan sel, otak, retina dan susunan saraf. ASI mengandung asam lemak tidak jenuh ganda berantai panjang (long-chain polyunsanturated fatty acid atau LC-PUFA) yang terdiri dari DHA (docosahexaneoic acid atau asam dokosaheksaenoat), LA ( linoleic acid atau asam linoleat), ALA (alfa linoleic atau asam alfa linoleat) dan AA (arachidonic acid atau asam arakidonat).

Menyusui secara ekslusif dan ikhlas berlangsung sampai usia 2 tahun sangat berguna untuk bayi dan ibu. Di antara banyak keuntungan pada pemberiaan ASI salah satunya adalah menciptakan kedekatan dan ikatan antara ibu dan bayi.

Menyusui bayi akan meningkatkan kedekatan ibu dan bayi, terutama bila dilakukan dengan skin to skin contact.

Metode ini umumnya diterapkan pada bayi yang baru lahir, di mana kulit bayi dan ibu disengaja bersentuhan secara langsung supaya ikatan emosional tersebut tercipta.

Menyusui dapat menenangkan dan memberikan pesan kepada emosional bayi bahwa ada seseorang yang senantiasa menjaga dan menyayanginya yaitu ibu.

Informasi ini diterima oleh otak bayi sehingga tersalurkan keseluruh sistem saraf dan menimbulkan sensasi pertama yang positif. (Wahyuning, 2003: 126)

Dengan demikian terbukti bahwa menyusui tidak hanya membuat bayi sehat, kuat, cerdas, juga membentuk kedekatan dan ikatan yang sangat dibutuhkan bayi sehingga menenangkan emosi bayi. Setelah lahir ke dunia, pada minggu-minggu pertama bayi masih belum berinteraksi dengan lingkungannya.

Hal itu bukan berarti tidak adanya perkembangan pada bayi, justru berbagai stimulus yang diberikan oleh lingkunganya akan diserap oleh bayi. Aroma tubuh ibu, suara ibu, tertawa, bernyanyi akan diserap dan dipelajari oleh anak. Ibu adalah sosok utama yang direkam dan masuk ke dalam sistem otak bayi. Ibu yang senantiasa merawat, membelai, menyusui bayi dengan penuh kebahagiaan akan menghidupkan saklar positif ke dalam jiwa bayi. Ibu yang tidak membiarkan bayinya menangis lama, segera mengganti popok apabila basah, mendekapnya saat cuaca buruk, dan bersenandung menjelang tidur akan menumbuhkan rasa percaya (trust) sehingga di masa mendatang mereka akan melihat dunia sebagai tempat indah dan membahagiakan.

Namun tak jarang orang tua jarang membelai hangat penuh cinta anak-anaknya dengan bertambahnya usia anak. Anak- anak yang jarang atau tidak dibelai hangat penuh cinta akan membuat dirinya menjauh dari orang tuanya. Hal ini dikarenakan ikatan emosional akan menurun tanpa adanya ikatan secara kimiawi. Anak yang jarang dibelai tumbuh menjadi tubuh yang penuh masalah, kecenderungan melukai diri sendiri, merokok, gangguan makan, memakai obat-obatan terlarang, pecandu minuman keras. Kesemuanya ini dapat terjadi pada anak yang jarang dipeluk dan interaksi positif dengan orang tua.

(Koesoma, 2007:192-193).

(13)

113 Kualitas hubungan yang intens anak dengan orang tua akan membuat kuatnya hubungan emosional di antara mereka yakni hubungan hangat penuh cinta tanpa adanya gangguan dari televisi, komputer, atau gadget. Sebagai contoh anak yang tiba-tiba memeluk ibunya dari belakang dan mengatakan “aku sayang ibu” dan direspon dengan pelukan diangkat ke atas ke bawah merupakan penguatan hubungan emosional orang tua dengan anaknya. Hubungan emosional yang intens seperti zat adiktif di dalam otak anak. Mereka akan mengaktifkan dopamine yaitu senyawa transmisi saraf yang berperan penting dalam menimbulkan perasaan senang dan nyaman melalui adanya peristiwa yang baru. Semakin banyak jumlah dopamine yang mampu diproduksi maka anak akan semakin bahagia dan terekam oleh otak secara alami akan terstimulasi untuk mengulang kembali perbuatan yang membahagiakan tersebut (Akiragart). Anak yang senantiasa merasakan kebahagiaan maka membuat sinapsis-sinapsis baru akan banyak terbentuk, tersusun dalam sebuah mekanisme dan semakin kuat apabila anak sering merasakan bahagia. Dengan demikian hubungan emosional yang intens menyediakan kebahagian sehingga secara optimal dapat mengaktifasikan otak anak.

Dengan demikian intervensi dini terhadap perkembangan otak lebih mempengaruhi dibandingkan intervensi pada masa dewasa karena perkembangan otak terjadi dengan cepat pada usia 0-6 tahun bahkan dimulai sebelum kelahiran.

Orang tua berkewajiban membesarkan dan mendidik anak-anak agar menjadi generasi penerus sehingga fungsi kekhalifahan dapat berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pembentukan pahatan yang indah yang dimulai sejak berada di

dalam kandungan dengan memberikan stimulus yakni interaksi positif ibu dengan anak, pengaturan lingkungan yang kondusif serta sering mengumandangkan ayat-ayat suci Al-Qur’an.

PENUTUP

Ajaran Islam yang bersifat syumul atau menyeluruh tidak menutup kemungkinan juga mengatur dan memberikan konsep-konsep pola asuh Islam yang harus terus dikaji dan dibuktikan secara empiris di masa sekarang.

Islam yang diturunkan oleh Allah dengan mengutus Nabi Muhammad SAW adalah aturan-aturan Rabbani untuk kemaslahatan seluruh manusia. Terdapat dua sumber hukum yang diyakini oleh umat Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di dalam sumber hukum ini, terdapat seluruh kunci- kunci pengaturan hidup manusia, termasuk juga pola asuh dan pendidikan anak.

Peran orang tua khususnya ibu dalam pendidikan anak usia dini, sangatlah beragam dan berbagai solusi menuju pembentukan karakter pada usia dini. Al- Quran dengan jelas memguraikan peran ibu dalam pengasuhan sejak lahir, menyusui hingga sampai disapih. Seorang ibu dalam melakukan pengasuhan pada anak usia dini dengan mengenalannya kepada melalui do’a yang sederhana, melalui bentuk bentuk ciptaaan Allah yang dia kagumi serta memberi arahan mana yang boleh dilakukan dan mana yang dilarang. Seorang Ibu mendidik anak dengan tanggung jawab dan kedisiplinan. Tanggung jawab sangat diperlukan dalam mengembangkan kepribadian anak.

Pola asuh orang tua mengajarkan pendidikan berbasis Al-Qur’an dengan akhlak mulia, shalat, puasa, mengaji, mencari tahu tentang prilaku para Nabi dan

(14)

114

tokoh-tokoh Ulama jaman dahulu dari kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan riwayat hadits, bersedekah, berbuat pada orang lain, tangung jawab, displin, dan lain-lain. Berbagai metode dapat Ibu gunakan agar pendidikan karakter dapat tercapai dengan baik. Dengan kata lain, pendidikan karakter terhadap anak usia dini haarus melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik”

(moral feeling) dan “prilaku yang baik”

(moral action).

Pendidikan karakter pada anak usia dini lebih menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekkan dan dilakukan. Pendidikan merupakan suatu usaha dimana adanya kesadaran untuk mengembangkan potensi diri dalam memahami suatu pengetahuan untuk dapat dimengerti. Pendidikan sangat penting diterapkan pada anak.

Peran Ibu sangatlah penting dalam memberikan perhatian dan kasih sayang karena itu sangat diperlukan untuk menjaga

suatu hubungan dalam

perkembangannya.Selain itu, seorang yang sejatinya adalah pendidik pertama dan utama harus memperhatikan asas-asas dalam pendidikan Islam, yaitu takwa, santun, ikhlas, tanggung jawab, dan memiliki wawasan dalam pendidikan Islam khususnya kandungan dalam Al-Quran.

Pendidikan Al-Quran berfungsi sebagai pengenalan, pembiasaan, dan penanaman nilai-nilai karakter mulia

kepada peserta didik dalam rangka membangun manusia beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Pembentukan karakter peserta didik sangat penting dan tidak boleh diabaikan oleh siapapun untuk masa depan bangsa dan terpeliharanya agama.

Pembentukan karakter peserta didik adalah tanggung jawab setiap orang, keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.

Pembentukan karakter sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, sehingga lingkungan memiliki peranan yang cukup besar dalam membentuk jati diri dan perilaku peserta didik.

Pembentukan karakter melalui pendidikan Al-Quran yang berkualitas (membaca, mengetahui, dan memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya) sangat perlu dan tepat serta mudah dilakukan secara berjenjang oleh setiap lembaga secara terpadu melalui manajemen yang baik. Para pendidik harus lebih bijaksana dalam menjabarkan nilai-nilai Al-Quran ke dalam program-program untuk dituangkan dalam rencana-rencana pembangunan manusia seutuhnya melalui proses pembelajaran.

Hal itu harus dibarengi dengan pembiasaan dan keteladanan, melakukan pembinaan disiplin, memberi hadiah dan hukuman, pembelajaran kontekstual, bermain peran, dan pembelajaran partisipatif. Inilah sebuah ikhtiar yang diharapkan dapat membangun generasi Islam yang berkarakter mulia dan berbasis pendidikan Al-Quran.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Manna Khalil.2001. Studi Ilmu- Ilmu Qur'an. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.

Daradjat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam, Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, Depdiknas.Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

(15)

115 Departemen Agama. 1997. Al-Qur’an dan

Terjemahannya. Jakarta: Surya Cipta Aksara.

Esack, Farid. 2001. Qur'an Libertion &

Pluralism An Islamic Perspective of Interreligion Solidarity against Oppressions, USA: Oneworld Publications.

HAMKA, Tafsir al-Azhar Juz XXI, Surabaya: Yayasan Latimojong, 1991.

http://www.pendidikankarakter.com/memba ngun-karakter-sejak-pendidikan-anak- usia-dini/. Akses internet tanggal 5 Desember 2017.

Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Nurdin, Abdullah. 1993. Moral dan Kognisi Islam, Bandung: Alfabeta.

Shihab, M. Quraish. 1992. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat.

Bandung: Mizan

Siahaan, Henry. 1996. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan Bintang.

Shocib, 2000. Pola Asuh Orang Tua.Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Rineka Cipta: Jakarta Widyarini N. ; 2003. Relasi orang tua &

anak. Jakarta: PT Elek Media Komputindo

Wahyuning W. Mengkomunikasikan moral kepada anak. Jakarta: PT Elek Media Komputindo; 2003. h. 126.

Yunus, Mahmud. 1998. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: PT.

Hidakarya.

(16)

116

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan