NO 1
Praktikum objek 1 yang membahas tentang Irigasi Permukaan. Irigasi
merupakan kegiatan penting dalam memahami sistem penyediaan air buatan untuk mencukupi kebutuhan air di lahan pertanian. Dalam praktikum ini, pengambilan data dilakukan di irigasi Gunung Nago, Kota Padang, sebuah lokasi yang dipilih karena representatif dalam menggambarkan sistem irigasi di wilayah tersebut. Data dikumpulkan di tiga titik berbeda sepanjang irigasi Gunung Nago, memungkinkan analisis komprehensif mengenai aliran air dan karakteristik irigasi. Pengumpulan data melibatkan penggunaan berbagai alat dan bahan yang dirancang khusus untuk mengukur parameter hidrolik. Bangunan Cipolleti, alat yang digunakan untuk menghitung debit, merupakan komponen kunci dalam menentukan volume air yang mengalir melalui saluran irigasi. Current meter, alat yang digunakan untuk
mengukur kecepatan aliran sungai, memberikan informasi penting mengenai laju aliran air di berbagai titik pengukuran. Pelampung, yang digunakan untuk
mengetahui debit aliran sungai, membantu dalam menentukan waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir melalui jarak tertentu. Stopwatch, alat yang digunakan untuk menghitung waktu yang dibutuhkan pelampung untuk melewati jarak tertentu, memberikan data yang presisi mengenai kecepatan aliran air.
Meteran, yang digunakan untuk menghitung luas penampang sungai, memberikan informasi mengenai dimensi saluran irigasi. Rambu ukur, yang digunakan untuk mengukur kedalaman, menentukan kedalaman air di berbagai titik pengukuran.
Pengambilan data irigasi dilakukan dengan menggunakan 4 metode yang
berbeda, masing-masing menawarkan pendekatan unik dalam mengukur aliran air dan karakteristik irigasi. Metode ambang tajam, salah satu metode yang digunakan, memanfaatkan prinsip pengukuran langsung lebar dasar datum dan kedalaman air.
Data ini kemudian dimasukkan ke dalam persamaan debit untuk menghitung volume air yang mengalir melalui saluran irigasi. Metode current meter, metode kedua yang digunakan, memanfaatkan alat yang dilengkapi dengan propeller untuk mengukur kecepatan aliran air. Propeller diatur sesuai dengan ketinggian air, dan
kecepatan putarannya diukur untuk menentukan kecepatan aliran air. Metode ini
memberikan data yang akurat mengenai kecepatan aliran air di berbagai titikpengukuran. Metode cipoletti, metode ketiga yang digunakan, memanfaatkan
bangunan khusus yang dirancang untuk mengukur debit air. Langkah pertama dalam metode ini adalah mengukur luas penampang basah pada bangunan cipoletti.
Data ini kemudian dimasukkan ke dalam persamaan debit untuk menghitung volume air yang mengalir melalui bangunan cipolleti. Metode pelampung, metode keempat yang digunakan, memanfaatkan prinsip waktu tempuh pelampung untuk menentukan kecepatan aliran air. Pelampung dijatuhkan di titik awal saluran irigasi, dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir diukur. Data waktu tempuh ini kemudian digunakan dalam persamaan debit untuk menghitung volume air yang mengalir melalui saluran irigasi.
Hasil pengukuran debit pada irigasi menunjukkan variasi yang signifikan
antara metode yang digunakan, menunjukkan kompleksitas dalam menentukan debit aliran air secara akurat. Metode ambang tajam menghasilkan debit terendah sebesar 0,2955 m³/s, menunjukkan bahwa metode ini mungkin kurang akurat dalam mengukur debit aliran air yang besar. Metode current meter menghasilkan dua nilai debit yang berbeda: Q0 = 5,1075 m³/s untuk aliran masuk dan Q1 = 1,31903 m³/s untuk aliran keluar. Perbedaan ini menunjukkan bahwa debit aliran air dapat berubah secara signifikan di sepanjang saluran irigasi, mungkin
disebabkan oleh faktor-faktor seperti penguapan, infiltrasi, dan pengambilan air untuk keperluan lain. Metode cipoletti menghasilkan debit sebesar 2,967388 m³/s, menunjukkan bahwa metode ini memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode ambang tajam, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan metode current meter untuk aliran masuk. Metode pelampung menghasilkan debit tertinggi sebesar 3,942568 m³/s, menunjukkan bahwa metode ini mungkin lebih akurat dalam mengukur debit aliran air yang besar.
Faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan debit pada irigasi yaitu
dapat berupa curah hujan, topografi daerah, kondisi tanah, evapotranspirasi, serta
keadaan vegetasi di sekitar area irigasi. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu metode pengukuran yang digunakan. Selain itu ketepatan dalam penggunaan alat serta ketelitian saat menghitung ataupun melihat nilai dapat mempengaruhi hasil yang didapatkan.Praktikum irigasi, meskipun memberikan pengalaman langsung dalam memahami sistem penyediaan air, seringkali dihadapkan pada berbagai kendala yang dapat menghambat proses pengambilan data. Salah satu kendala yang umum dihadapi adalah keterbatasan jumlah alat.
Keterbatasan ini mengharuskan
praktikan untuk bergantian dengan kelompok lain dalam menggunakan alat-alat yang dibutuhkan, mengakibatkan waktu pengambilan data menjadi lebih lama dan proses praktikum menjadi kurang efisien. Selain keterbatasan alat, aktivitas warga sekitar juga dapat menjadi kendala yang signifikan. Aktivitas seperti membuang air ke saluran irigasi, anak kecil berenang di aliran air, dan lalu lalang di sekitar irigasi dapat mengganggu proses pengambilan data.
NO 2
Pengambilan data drainase ini dilakukan di lingkungan Universitas Andalas, yang terdiri dari dua lokasi utama untuk pengukuran, yaitu saluran drainase berbentuk persegi yang terletak di dekat area pilot plan dan saluran drainase berbentuk trapesium di dekat bundaran Business Center. Lokasi drainase persegi berada di wilayah yang strategis dan mudah diakses, dengan kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk pengukuran yang lebih presisi. Saluran ini dibangun dengan bentuk persegi yang memiliki kedalaman dan lebar seragam di seluruh penampangnya, sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan lebih konsisten. Di sisi lain, drainase trapesium yang berlokasi di sekitar bundaran Business Center memiliki penampang atas yang lebih lebar dan kedalaman yang lebih dalam, memungkinkan drainase untuk menampung volume air yang lebih besar.
Data di ambil dengan menggunakan sejumlah alat ukur, yaitu rambu ukur, meteran, dan penggaris. Rambu ukur digunakan untuk menghitung kedalaman
drainase dengan cara menancapkannya ke dasar saluran hingga mencapai permukaan air. Kedalaman ini penting karena berkaitan dengan volume air yang dapat ditampung dalam saluran tersebut. Selanjutnya, meteran digunakan untuk mengukur lebar drainase baik di bagian atas maupun bagian dasar saluran, bergantung pada bentuk penampangnya. Pada drainase persegi, lebar bagian atas dan dasar biasanya sama, sementara pada drainase trapesium, lebar bagian atas lebih besar daripada lebar bagian dasar, yang memengaruhi kapasitas aliran dan profil hidraulik. Penggaris, yang digunakan bersama dengan meteran, membantu dalam menghitung kemiringan atau sudut saluran. Kemiringan ini diukur dengan meletakkan penggaris dan meteran pada dinding saluran untuk menentukan tinggi dan panjang kemiringan, yang nantinya digunakan dalam perhitungan kecepatan aliran air. Alat-alat ini bekerja saling melengkapi untuk memastikan data yang diambil akurat dan sesuai dengan kebutuhan analisis hidraulik.
Metode pengolahan data yang digunakan untuk menganalisis hasil pengukuran di kedua jenis saluran adalah metode Manning dan metode Chezy. Kedua metode ini memungkinkan analisis kecepatan dan debit aliran air pada drainase berbentuk persegi dan trapesium. Pada drainase persegi, metode Manning pertama-tama
diterapkan untuk menghitung kecepatan aliran air (V) dan debit (Q) berdasarkanparameter fisik yang diukur. Dari hasil pengukuran, diketahui bahwa datum (B)
drainase persegi adalah 0,546 meter, sementara lebar penampang atas (X) sebesar 0,546 meter dan ketinggian air (h) mencapai 0,682 meter. Panjang kemiringan (m) pada dinding saluran adalah 0,592 meter, sedangkan tinggi kemiringan (n) sebesar 0,061 meter, menunjukkan kemiringan yang cukup signifikan. Nilai koefisien kekasaran (n) sebesar 0,013 mencerminkan permukaan saluran yang relatif halus, yang mempermudah aliran air. Berdasarkan kemiringan saluran (S) sebesar 0,103, luas penampang (A) drainase persegi dihitung sebesar 0,3724 m². Keliling basah (P) dari saluran ini adalah 1,91 meter, yang menunjukkan panjang garis keliling yang bersentuhan langsung dengan air, sementara jari-jari hidrolis (R) sebesar 0,1950 meter.
Penggunaan metode Manning dan parameter-parameter tersebut akan di dapatkan kecepatan aliran (V) sebesar 8,30 m/s, menghasilkan debit (Q) sebesar 3,0915 m³/s. Hal ini menunjukkan bahwa drainase persegi memiliki kapasitas aliran yang cukup tinggi, terutama karena permukaan yang halus dan kemiringan yang curam. Pada metode Chezy untuk drainase persegi ini, digunakan data yang sama namun dengan perhitungan yang berbeda untuk memperoleh nilai koefisien Chezy (C), yang dihitung sebesar 58,57. Dengan menggunakan nilai ini, kecepatan aliran air mencapai 8,3 m/s, dengan debit 3,09092 m³/s. Hasil perhitungan metode Chezy ini mendekati hasil dari metode Manning, memberikan validasi silang terhadap hasil yang didapat.
Pengukuran pada drainase trapesium yang berlokasi di bundaran Business Center juga menggunakan metode Manning dan Chezy untuk mendapatkan nilai kecepatan aliran dan debit. Pada drainase ini, bagian atas saluran lebih lebar daripada bagian bawahnya, memberikan luas penampang yang lebih besar dan memungkinkan aliran dengan debit yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil
pengukuran, lebar penampang atas (T) drainase trapesium adalah 4,88 meter, datum (B) adalah 1,941 meter, dan ketinggian air (h) mencapai 3,65 meter. Panjang
kemiringan (m) pada dinding adalah 0,3 meter, dengan tinggi kemiringan (n) sebesar 0,013 meter. Saluran ini terbuat dari beton dengan koefisien kekasaran (n) sebesar 0,013, yang menggambarkan permukaan yang sangat halus dan mendukung
aliran yang cepat. Berdasarkan parameter ini, luas penampang (A) dihitung sebesar 12,4 m², keliling basah (P) sebesar 10,4 meter, dan jari-jari hidrolis (R) sebesar 1,19
meter. Dengan kemiringan saluran (S) sebesar 0,043, metode Manning
menghasilkan kecepatan aliran (V) sebesar 0,781 m/s dan debit (Q) sebesar 9,68 m³/s. Sementara itu, pada metode Chezy, nilai koefisien Chezy (C) diperoleh sebesar 80,0381. Dengan parameter-parameter tersebut, metode Chezy
menunjukkan kecepatan aliran yang lebih tinggi, yaitu 18,7608 m/s, dengan debit maksimal (Q) sebesar 233,5403 m³/s. Hal ini menunjukkan bahwa drainase
trapesium memiliki kapasitas yang jauh lebih besar dibandingkan drainase persegi,
terutama karena luas penampang yang besar dan nilai koefisien Chezy yang tinggi.
Faktor yang memengaruhi hasil perhitungan dan pengukuran ini, antara lain koefisien kekasaran, kemiringan, bentuk saluran, dan dimensi penampang.
Koefisien kekasaran atau nilai n sangat penting dalam perhitungan debit dan kecepatan aliran, karena permukaan yang kasar cenderung menahan aliran air, sementara permukaan yang halus, seperti beton, memungkinkan aliran yang lebih cepat. Kemiringan saluran juga berdampak signifikan seperti saluran yang lebih curam memungkinkan aliran air yang lebih cepat, sementara saluran yang memiliki kemiringan rendah cenderung memperlambat laju aliran. Bentuk saluran
memengaruhi kapasitas penampungan air, dengan drainase trapesium yang memiliki penampang lebih besar sehingga mampu menampung debit yang lebih besar daripada drainase persegi.
Di lapangan, terdapat beberapa kendala yang dihadapi selama proses
pengambilan data, seperti endapan atau sedimen di dalam saluran mengubah bentuk penampang efektif saluran dan dapat menambah kekasaran, sehingga hasil
pengukuran menjadi kurang tepat jika tidak diperhatikan. Kendala lainnya adalah kondisi fisik saluran, seperti dinding saluran yang tidak rata atau mengalami kerusakan, yang dapat mengubah nilai koefisien kekasaran dan berdampak pada hasil perhitungan debit dan kecepatan aliran. Keseluruhan proses pengukuran ini memerlukan ketelitian dan kehati-hatian untuk memastikan bahwa data yang diambil sesuai dengan kondisi lapangan dan dapat memberikan gambaran yang akurat mengenai kapasitas aliran pada kedua jenis drainase.
NO 3
Praktikum Objek 3 Irigasi dan Drainase bertujuan untuk menganalisis
kebutuhan air irigasi dan kebutuhan air tanaman pada lahan pertanian, khususnya persawahan. Dalam praktik ini, aplikasi Cropwat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan air dengan mengacu pada data klimatologi dan curah hujan dari stasiun pengamatan tertentu. Data ini meliputi suhu maksimum, suhu minimum, kecepatan
angin, durasi penyinaran, dan data curah hujan. Tujuan utamanya adalah
memastikan kebutuhan air tanaman terpenuhi secara efisien selama musim tanam, baik melalui pemanfaatan curah hujan maupun tambahan irigasi.
Proses analisis dilakukan melalui beberapa tahapan di aplikasi Cropwat. Data klimatologi dimasukkan ke menu Climate, termasuk informasi suhu, angin, dan penyinaran dari stasiun pengamatan yang relevan. Data curah hujan dari stasiun yang sama dimasukkan pada menu Rain, diikuti dengan pemilihan jenis tanaman pada menu Crop untuk menganalisis parameter pertumbuhan seperti jadwal panen dan kebutuhan air irigasi. Jenis tanah dipilih di menu Soil untuk mengidentifikasi karakteristik tanah yang memengaruhi retensi air. Grafik fase tanaman, kebutuhan irigasi, dan laju evapotranspirasi (ETc) dihasilkan melalui menu CWR, sementara menu Schedule menyediakan penjadwalan irigasi sesuai kebutuhan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kebutuhan air irigasi dan tanaman sangat dipengaruhi oleh fase pertumbuhan tanaman. Pada tahap awal (pertengahan November hingga awal Desember), tanaman berada pada fase awal pertumbuhan dengan nilai koefisien tanaman (Kc) yang rendah, yaitu sekitar 0,6, mencerminkan kebutuhan air yang masih kecil. Nilai ETc juga rendah, berkisar 1,36–1,38 mm/hari.
Curah hujan efektif pada periode ini cukup tinggi, yaitu 12,1–27,3 mm per dekade, sehingga kebutuhan air tanaman sepenuhnya terpenuhi oleh curah hujan tanpa memerlukan irigasi tambahan. Hal ini menandakan efisiensi penggunaan sumber daya air pada tahap ini.
Memasuki tahap perkembangan (pertengahan Desember hingga akhir Januari), tanaman mulai memasuki fase pertumbuhan aktif. Nilai Kc meningkat dari 0,7 hingga 0,92, mencerminkan peningkatan kebutuhan air untuk mendukung pembentukan daun, batang, dan akar. ETc juga meningkat dari rata-rata 1,62
mm/hari menjadi 2,28 mm/hari pada dekade kedua Januari. Namun, curah hujan efektif mulai menurun, hanya mencapai 4,6 mm pada dekade kedua Januari. Defisit
air sebesar 18,2 mm pada dekade ini harus diatasi dengan pemberian irigasi netto, yang menjadi salah satu kebutuhan irigasi tertinggi selama musim tanam.
Penambahan air pada tahap ini sangat penting untuk mendukung perkembangan tanaman secara optimal.
Pada tahap tengah (awal Februari hingga awal Maret), tanaman mencapai puncak pertumbuhan. Nilai Kc maksimum tercatat sebesar 1,1, menunjukkan kebutuhan air yang tinggi untuk mendukung proses fisiologis seperti fotosintesis dan pembentukan hasil. ETc rata-rata mencapai 2,64 mm/hari, sementara curah hujan efektif hanya 7,2–13,1 mm per dekade. Akibatnya, irigasi netto yang
diberikan cukup tinggi, yaitu 14–20,7 mm per dekade. Fase ini merupakan periode kritis dalam pembentukan bunga dan buah, sehingga kekurangan air pada tahap ini dapat berdampak serius pada hasil panen.
Tahap akhir (Maret hingga awal April) ditandai dengan menurunnya kebutuhan air tanaman. Nilai Kc mulai turun dari 0,97 menjadi 0,72, mencerminkan penurunan aktivitas fisiologis tanaman. ETc juga menurun menjadi rata-rata 1,93 mm/hari.
Meskipun kebutuhan air berkurang, curah hujan efektif tetap lebih rendah daripada kebutuhan tanaman, sehingga irigasi netto tetap diberikan untuk memastikan tanaman mendapatkan kelembapan yang cukup hingga panen. Total kebutuhan air bruto selama musim tanam mencapai 197,3 mm, dengan kebutuhan irigasi netto sebesar 138,1 mm. Curah hujan total tercatat sebesar 241,2 mm, tetapi hanya 157,3 mm yang dihitung sebagai curah hujan efektif, sedangkan sisanya hilang akibat aliran permukaan dan infiltrasi.
Efisiensi pengelolaan air selama musim tanam sangat baik. Efisiensi hujan tercatat sebesar 65,2%, menunjukkan sebagian besar curah hujan dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Efisiensi irigasi mencapai 100%, tanpa kehilangan air yang signifikan selama distribusi. Hal ini mencerminkan bahwa pengelolaan irigasi dilakukan secara optimal, sehingga kebutuhan air tanaman dapat terpenuhi di semua fase pertumbuhan. Tidak ada penurunan hasil panen yang tercatat, menunjukkan bahwa strategi pengelolaan air yang diterapkan sangat efektif dalam mendukung
produktivitas tanaman. Kebutuhan air irigasi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, seperti jenis varietas tanaman, karakteristik tanah, dan kondisi iklim. Setiap varietas tanaman
memiliki kebutuhan air, toleransi kekeringan, dan fase pertumbuhan yang berbeda.
Sementara itu, sifat tanah seperti kapasitas lapangan, permeabilitas, dan kandungan bahan organik memengaruhi retensi air serta kemampuan tanah dalam menyediakan kelembapan. Faktor klimatologi, seperti suhu, kelembapan, dan angin, juga
menentukan laju evapotranspirasi, yang merupakan komponen utama dalam perhitungan kebutuhan air tanaman.
Penggunaan aplikasi Cropwat memberikan banyak manfaat dalam pengelolaan irigasi, namun terdapat beberapa kendala dalam pengolahan data. Salah satu tantangan utama adalah ketersediaan data cuaca yang lengkap dan akurat. Variasi data antar stasiun pengamatan, keterbatasan data historis, serta hilangnya data pada beberapa periode menjadi kendala dalam menghasilkan estimasi yang presisi. Oleh karena itu, validasi hasil dengan data lapangan sangat penting untuk memastikan kesesuaian model dengan kondisi di lapangan. Penggunaan metode interpolasi untuk menangani data yang hilang juga diperlukan untuk meningkatkan keandalan analisis.
Retensi tanah adalah kemampuan tanah menahan air setelah sebagian air
hilang melalui gravitasi, sementara titik jenuh tanah adalah kondisi ketika pori-pori tanah sepenuhnya terisi air tanpa udara. Titik layu permanen terjadi ketika air yang tersisa di tanah tidak cukup untuk diserap tanaman, menyebabkan tanaman layu secara permanen. Deplesi tanah dalam irigasi mengacu pada penurunan kandungan air tanah yang tersedia bagi tanaman akibat konsumsi air oleh tanaman atau penguapan. Lengas tanah adalah jumlah air yang tersimpan di dalam tanah, yang dipengaruhi oleh gaya adhesi (interaksi molekul air dengan partikel tanah) dan kohesi (interaksi antar molekul air). Readily Available Water (RAW) adalah jumlah air tanah yang mudah diserap tanaman tanpa stres, sedangkan Total Available Moisture (TAM) mencakup seluruh air yang dapat digunakan tanaman, dan Readily Available Moisture (RAM) adalah bagian air yang tersedia dalam zona akar. Hujan efektif adalah bagian curah hujan yang dapat dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan, setelah dikurangi kehilangan air seperti limpasan permukaan.
Efisiensi penyaluran irigasi menunjukkan proporsi air yang berhasil mencapai lahan dibandingkan total air yang disalurkan, mencerminkan efektivitas sistem irigasi.
Hubungan tanah, air, dan tanaman mencakup interaksi kompleks di mana tanah menyediakan air dan nutrisi, air mendukung proses fisiologis tanaman, dan tanaman memanfaatkan air sesuai kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang.
NO 4
Praktikum objek 4 mengenai irigasi sprinkler dan irigasi tetes telah dilaksanakan di lapangan Pilot plant, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas. Irigasi sprinkler adalah metode penyiraman tanaman dengan menyemprotkan air ke tanaman dalam bentuk kabut atau tetesan, mirip dengan hujan. Sistem ini cocok untuk tanaman yang memmbutuhkan kelembaban tinggi. Irigasi tetes adalah metode
penyiraman tanaman dengan menyalurkan air secara perlahan dan langsung ke akar tanaman melalui sistem pipa dan emitor. Air dialirkan melalui pipa-pipa yang tertanam di tanah, dan kemudian keluar melalui emitor yang terpasang di dekat akar tanaman.
Alat dan bahan yang di gunakan pada pengambilan data irigasi tetes yaitu menggunakan bahan-bahan seperti botol kemasan gelas air mineral 220 ml, gelas ukur, selang infus, stopwatch, emitter, pipa, sambungan pipa, dan ember. Botol kemasan gelas berfungsi sebagai wadah air, sementara gelas ukur digunakan untuk mengukur volume air yang akan dialirkan. Selang infus berperan sebagai saluran air, dengan emitter yang terpasang di ujungnya untuk mengatur aliran air ke akar tanaman. Pipa dan sambungan pipa digunakan untuk membangun sistem saluran air yang terhubung ke botol kemasan.
Stopwatch berguna untuk mengukur waktu aliran air, sementara ember berfungsi sebagai wadah air untuk mengisi botol kemasan. Sedangkan untuk sistem irigasi sprinkler membutuhkan peralatan yang lebih kompleks, seperti pompa air untuk mengalirkan air ke tangki air. Tangki air berfungsi sebagai tempat penyimpanan air sebelum dialirkan ke sistem sprinkler. Pipa dan sambungan pipa digunakan untuk membangun sistem saluran air yang terhubung ke tangki air. Air yang dialirkan dari tangki kemudian disemprotkan melalui sprinkler yang terpasang pada pipa. Untuk mengukur debit air, dibutuhkan menggunakan meteran untuk mengukur panjang saluran pipa. Botol air kemasan dapat digunakan sebagai wadah tambahan untuk menyimpan air, sementara colokan listrik diperlukan untuk menghidupkan pompa air.
Pengambilan data pada irigasi tetes dilakukan dengan tiga kali pengulangan, setiap ulangan berlangsung selama dua menit. Sebelum memulai setiap ulangan, volume air awal di dalam wadah penampung diukur dan dicatat dengan teliti. Pada ulangan pertama, volume awal tercatat 4,2 liter; pada ulangan kedua, 4,93 liter; dan pada ulangan ketiga, 4,83 liter. Untuk memastikan akurasi pengukuran dan meminimalisir kesalahan, setiap tetesan pada infus dan emitter diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan satu tetes air setiap satu detik. Pengaturan ini diterapkan selama periode pengukuran awal 15 detik pada setiap ulangan, untuk mendapatkan data awal yang lebih representatif. Setelah periode dua menit, volume air akhir pada setiap ulangan diukur dan dicatat. Selisih antara volume akhir dan volume awal akan memberikan data debit air yang dihasilkan oleh sistem irigasi tetes selama dua menit.
Data ini kemudian akan dianalisis untuk menentukan kinerja dan efisiensi sistem irigasi tetes yang diuji.
Perbedaan volume awal pada setiap ulangan mungkin disebabkan oleh variasi tekanan air atau faktor- faktor lain yang mempengaruhi sistem.
Pengambilan data sistem irigasi sprinkler dilakukan pada area seluas 8 x 8 meter untuk mengevaluasi distribusi air secara merata. Untuk mengukur distribusi air, botol-botol kemasan air mineral yang berukuran sama disusun secara teratur pada area pengujian dengan jarak satu meter antar botol.
Susunan botol ini berfungsi sebagai penampung air yang disemprotkan oleh sprinkler. Sistem jaringan pipa irigasi sprinkler, yang terdiri dari pipa utama dan pipa lateral, dirakit dengan teliti dan terhubung ke pompa air. Sebelum memulai pengujian, semua sambungan diperiksa secara seksama untuk
memastikan tidak ada kebocoran yang dapat mengganggu hasil pengukuran. Sebagai bagian dari prosedur pengujian, sambungan antara pipa utama dan pipa lateral dilepas sementara. Pompa air kemudian dinyalakan, dan volume air yang keluar dari pipa utama diukur menggunakan ember selama 15 detik. Pengukuran ini diulang sebanyak tiga kali untuk mendapatkan data yang lebih reliable dan mengurangi kemungkinan kesalahan pengukuran. Setelah pengukuran volume air, sambungan pipa lateral dan pipa utama disambung kembali. Pompa air kemudian dijalankan selama lima menit untuk mensimulasikan kondisi operasional normal. Setelah lima menit, ketinggian air di dalam setiap botol diukur menggunakan penggaris dan dicatat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran pada sistem irigasi tetes dan sprinkler yaitu Pada sistem irigasi tetes, keseragaman tetesan merupakan faktor penentu utama keberhasilan sistem. Sistem irigasi tetes yang ideal harus mampu memberikan volume tetesan yang konsisten dan sama pada setiap emiter. Ketidakseragaman tetesan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk penyumbatan pada emiter, perbedaan tekanan air di sepanjang jalur pipa, dan variasi ketinggian atau topografi lahan.
Emiter yang terletak di posisi yang lebih rendah atau lebih dekat dengan sumber air akan cenderung menerima tekanan air yang lebih besar, sehingga menghasilkan debit tetesan yang lebih tinggi dibandingkan emiter yang terletak di posisi yang lebih tinggi atau lebih jauh.
Pada sistem irigasi sprinkler, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran lebih kompleks dan saling berinteraksi. Jenis sprinkler yang digunakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pola penyebaran air, jangkauan penyiraman, dan keseragaman distribusi air. Tekanan air yang lebih tinggi akan menghasilkan debit air yang lebih besar dan jangkauan penyiraman yang lebih luas, tetapi juga dapat menyebabkan ketidakseragaman distribusi air jika tidak diatur dengan tepat. Luas lahan yang diairi berpengaruh terhadap waktu penyiraman yang dibutuhkan dan jumlah sprinkler yang diperlukan untuk memastikan cakupan area yang merata. Selain itu, faktor-faktor lingkungan seperti kecepatan dan arah angin juga dapat mempengaruhi pola penyebaran air dan efisiensi sistem irigasi sprinkler.
Kendala yang terjadin pada praktikum ini membuat berkurangnya efisiensi dan akurasi data. Sambungan pipa yang rawan lepas saat pompa menyala menyebabkan pengulangan perbaikan dan kehilangan waktu, sementara jangkauan tembakan sprinkler yang terlalu jauh mengakibatkan minimnya air di botol penampung, sehingga mempersulit pengukuran ketinggian air. Jarak sumber air yang jauh juga
menambah beban pengambilan air. Perbaikan sistem penyambungan, penggunaan sprinkler dengan jangkauan lebih pendek dan terkontrol, serta pemilihan lokasi praktikum yang lebih dekat dengan sumber air perlu dipertimbangkan untuk mengatasi kendala ini di masa mendatang. Kendala pada irigasi tetes yaitu penyumbatan pada emiter dan variasi tekanan air sepanjang jalur pipa menyebabkan
ketidakseragaman distribusi air, mengurangi efektivitas sistem. Perawatan dan pemeliharaan yang membutuhkan keahlian khusus juga menambah kompleksitas pengelolaan irigasi tetes.