• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRARANCANGAN PABRIK MINYAK GORENG DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS PRODUKSI 350.000 TON/TAHUN

N/A
N/A
ISMI ARI FITRIA

Academic year: 2024

Membagikan "PRARANCANGAN PABRIK MINYAK GORENG DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS PRODUKSI 350.000 TON/TAHUN "

Copied!
330
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PRARANCANGAN PABRIK MINYAK GORENG DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS PRODUKSI

350.000 TON/TAHUN

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Yang Diperlukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Pada Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala

Disusun Oleh :

MUHAMMAD FANNKA DHEDIA 1604103010030

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH

2021

(2)

i

LEMBARAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Laporan Tugas Akhir (TGA) dengan judul “Prarancangan Pabrik Minyak Goreng dari Crude Palm Oil (CPO) dengan Kapasitas Produksi 350.000Ton/Tahun” telah disusun oleh:

Nama : Muhammad Fannka Dhedia NIM : 1604103010030

Fakultas/Jurusan : Teknik/ Teknik Kimia

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala.

Darussalam, 2 Juni 2021 Penyusun,

Muhammad Fannka Dhedia NIM. 1604103010030

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Mariana, M.Si Dr.Ir. Muhammad Zaki, M.Sc NIP. 19670715 199303 2 003 NIP. 19650307 199203 1 003

(3)
(4)

iii

LEMBARAN PENGESAHAN PANITIA SIDANG

Laporan akhir dengan judul “Prarancangan Pabrik Minyak Goreng dari Crude Palm Oil (CPO) dengan Kapasitas Produksi 350.000Ton/Tahun” telah disusun oleh:

Nama : Muhammad Fannka Dhedia NIM : 1604103010030

Fakultas/Jurusan : Teknik/ Teknik Kimia

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh.

NIP. 19670715 199303 2 003 NIP. 19650307 199203 1 003

Penguji I Penguji II

Dr.Ir. Yanna Syamsuddin, M.Sc T. Mukhriza, ST, M.Sc NIP. 196901131998022001 NIP. 198010032006041003

Penguji III

Dr. Ir. H Komala Pontas NIP. 195805261987021001

Ketua Sidang

Dr. Ir Darmadi, M.T.

NIP. 196603231993031003

Darussalam, Juli 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Mariana, M.Si Dr.Ir. Muhammad Zaki, M.Sc

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang mana atas rahmat dan karunia-Nya penulis telah menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini. Shalawat beriring salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi Wasallam, keluarga dan sahabat beliau sekalian serta orang- orang mukmin yang tetap istiqamah di jalan-Nya.

Adapun laporan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan kurikulum di Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, yang berjudul Prarancangan Pabrik Minyak Goreng Dari Crude Palm Oil (CPO) Dengan Kapasitas Produksi 350.000 Ton/Tahun”

Dalam melaksanakan penyusunan laporan Tugas Akhir, hingga selesainya laporan penulis telah banyak mendapat bantuan dan arahan dari banyak pihak.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Aprilia, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala.

2. Ibu Dr. Sri Mulyati, S.T., M.T selaku Koordinator Tugas Akhir.

3. Ibu Dr. Ir. Mariana, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I.

4. Bapak Dr. Ir. Muhammad Zaki, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing II.

5. Seluruh dosen dan staff akademika dikalangan jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah kuala

6. Keluarga dan Kedua Orang tua yang telah memberikan motivasi dan dukungan penuh dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, terutama untuk ayah, Muhammad Ikhsan Harun Dan Bunda, Rodiyah Effendy. Dan juga adik, Muhammad Hagga Dhedia. Dan keluarga yang ada di Aceh, Terutama Nyakwa Faridah Haroen, Nyakwa Mariana Harun, Zoelfikri Harun, Kak ita, Kak lisa dan Semuanya yang gak bisa abang sebutkan satu persatu.

(6)

kekurangan baik dalam penulisan, untuk itu saran dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan Tugas Akhir ini. Akhirnya, penulis berharap semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, Aamiiin.

Darussalam, Juni 2021

Penulis

(7)

Ucapan Terima Kasih Banyak

Pertama, Ku-Ucapkan syukran dan terima kasih Untuk Allah Subhanawata’ala atas segalanya yang tidak bisa terkirakan dan sujud syukur padamu

Keluarga dan Kedua Orang tua dan Nyakwa, yang telah memberikan motivasi dan dukungan penuh tidak hanya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini tetapi untuk dulu kini nanti, terutama untuk: ayah, (rahimahullah) Muhammad Ikhsan Harun Dan Bunda, Rodiyah Effendy. Dan juga adik, Muhammad Hagga Dhedia. Dan keluarga yang ada di Aceh, Terutama Nyakwa Faridah Haroen, Nyakwa Mariana Harun, Zoelfikri Harun. Dan

untuk Keluarga di banjarmasin dan jakarta, Abuche iskandar Haroen, nyakwa rahmah, mama ani, ayah didik sugiarto, Acil ”Ijip” Zefhaniah Abi husin ahmad Jafi’ie, Umi Roksana Mikyal, Bude Iriana ”epeng” anasibah, Bude Nurul Qalbiah, Om Alimun Hakim, Om (rahimahullah) refudi Fajar, Abang ucapkan terima kasih banyak

Seluruh dosen dan staff akademika dikalangan jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah kuala Terutama Para Dosen yang kelasnnya saya ambil dan saya hadiri :

Ibu Sri Aprillia, Bapak Darmadi, Ibu Sri Mulyati, Ibu Cut Meurah Rosnelly, Ibu Sofyana, Ibu Yanna Syamsyudin, Ibu Mariana dan Bapak Zaki Sebagai Pembimbing Skripsi untuk saya Dan Farris, Bapak Farid

Mulana, Sebagai Dosen Wali, ”Rahimahullah” Bapak Bastian Arifin Dan Bapak Syaubari serta Bapak Nasrullah Razali sebagai dosen pembimbing penelitian, Ibu Zuhra, Bapak Hisbullah, Bapak Nasrul AR, Bapak

Saifullah Ramli, Bapak Syaifullah Muhammad, Bapak Anwar Thaib, Bapak Azwar, Bapak Edi Munawar dan Bapak Teuku Maimun, Ibu Husni Husin, Bapak Abrar Muslim, Ibu Hesti Meilina, Bapak Teuku Muhammad

Asnawi, Bapak Faisal, Bapak Syahiddin, Bapak Medyan Riza, Bapak Fachrurrazi, Bapak Yunardi, Bapak Mukhlisien, Bapak Ja’Far, Bapak Abu Bakar, Bapak Adissalamun, Bapak Syahiddin,Ibu Lia Mairiza, Bapak

Suhendrayatna ”Bapak Endang”, Bapak asri gani, Bapak Iskandar, Bapak Fachrurrazi, Bapak Teuku Muhammad Asnawi, Bapak Iskandar,Ibu Sofyana, Ibu Pocut Nurul Alam, kak yus, kak jannah, kak uti Bang

Madi dan yang lain lainnya

Dan kawan kawan ayah sekalian yang ada pernah bantuin abang dan ayah yaitu, yaitu, Om buyong, Om Har, Om Baong, Bapak je, (Rahmihullah) Bapak Yarman, Bapak salman, Om Alvin, Om jefri wiseto, Tante Ros,

Tante Debby dan yang lainnya, terima kasih banyak

(8)

kiting, kak ina, kak kipli, bang willy, bang denny aristiansyah, mas rahmat, kak adella, Bang Afi iskandar, Kak Alika Iskandar ,kak ’ni iskandar, bang kahfi, bang rizky freddy baput, kak loka vita utami

Teman-teman Teknik Kimia angkatan 2016 yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, terutama untuk partner, support penelitian dan TGA Kevin Sadelah dan Farris Martyanda, Andre Jauhari, Ilham Perkasa Bako, Muhammad Al khausar, Joko Kurniawan, Khairul ikhsan thahir, Aswin siswanto, Rahmat

alfano, mentarina rizki, Fariz ghufran tanjung, bang fahrizal, kak debby, bang dian pratama dan bang arief rahman, bang naufal hadi, dan abang dan kakak leting 12,13,14,15 yang banyak nya minta ampun abank

ucapkan triliunan terima kasih ya...kapan kapan DDD atau Kubra

Abang dan kakak dari zoom fotocopy, yang sering di datangi untuk Fotokopi, terima kasih atas pelayanan dan bantuannya. Terutama untuk bang arul, yang jahil. Abang Dan Kokoh dari daytona, terutama bang rizky dan koh benny, dan bang ijal yang sudah pernah ngeservis motor ku yang jadi saksi bisu perjuangan sekolah, kuliah

serta pandai dan bodoh ku

Teman Teman ku dan guru guru yang di banjarmasin terutama:

Bapak Raymond Alamsyah, Kak miswan zaira, kak yuda alfajar, kak miftah farid, kak artoni yahya, Karina Alveralia, Dian Hadiati, verdy dharmawan thamrin, Davin nathaniel, Etty Astuti, Novian sardjie, Dwi cahya

saputra, Agung Raka Nugraha, Muhammad Musa ”Sakoco”, Nazzaruddin dan Frontrunner-X: Rafly Caesarino(RUF CTR), Jesslyn ellenia gotama (Jetta), Erlistiana Safitri (Supra A80) , Rifda Fakhira (Evo-X) , Oky fauzul zakyna(Porsche 918) , kak Diana ”didi” pratiwi (Diablo SV), dan Ms. Citra (Fairlady Z) Dan Ms.

Asti (NSX), Ms Hasymi Yulianti, Ms. Dina, Ms. Neli, Ms jojo, Ms. Hikmah, Ms. Winda,Ms Devi, Ms Adit, Mr. Fajar, Mr. Sigit, Ms. Amel. Ibu jennah, Ibu Fatimah, Bapak Sarbani Said, Ibu Nurjanah, Ibu Indri, Bapak Harpinto, Kak Firdaus ”ebot”, lawan kak edi ”reaktor”, maulida siti nurjannah, dan ella irina, ikhsan ikhwanas

shofa, amin bassir assegaf, terima kasih banyak

Dan Teman teman dan kenalan Online dari yang udah dekat banget bahkan sampai sekedar kenal:

Arip guntur, Fikri Ramadhani, Suffa heriyani, Suffy Heriyani, Muhammad Hafiz faisal, Muhammad Naufal Azhar, Muhammad Egi Wardhana, Caca,Reza Kharisma, Jordan Kazama, Feriska Vionna, Hamu Cotton, trinity_ limit, Runa Kuroda Nee-sama, Majid Vincent, kak Kuro Ageha, Kak mama beruang, Frailu, Kak nia (ask_nia), Cici Franzeska Edelyn, Kak Mutiara Donna ”Mah Don” Visca, Cici Clarissa Punipun, Cici Matcha

Mei, Cici Rune Hato, cici N1xia, Cici Momochan, Cici jeanice Ang, Kak Schiabonbon, Muhammad Armano

(9)

hakim, Muhammad Farchan Dwi Laksono, Cici Pinkyluxun, Cici Larissa Rochefort, Yuzukyuu, bang Erlan Bakabon,Koh yudhanegara njoman, bang esa pavly, Cici Yukitora Keiji, dan Elvito Raziel, kak Saki (Sakiicos/kiyazr_), Kak Crissarain, Kak Dina Nurjannah, Vangelys Kanon Tjong, Kak Sayurii, Kak Mayumi Reena, Ilham yahya, Roland supit, wirya, grace dan lain lain, thank you so much for the moment and the time

Kawan kawan, kenalan , kroco kroco dari komunitas virtual photography dan otomotif yaitu society of virtual photography, gamergram.gg, the captured collevtive, VirtualPhotography, Ronald”Broron” Aristone Sinaga, Mbah Sattar, Abi Insani ”Insani_id”, Gopsplay, TDA Luxury Toys (Especially the admin, And the big boss who

brought the BAC and Morgan To Indonesia, William Tjandra), Ryan_Rza, Whodat, Turk_CTSV, Luis ”LP- Ripper24” Lino Pelaez , Streetrunner, and everyone.

Big love

Dari, Anak, Keponakan, Kakak dan Adik, Sepupu, Siswa, Dan Mahasiswa, Teman, dan Aqcuintance kalian

Muhammad Fannka Dhedia

*maaf kalau tidak lengkap dengan gelar dan sambutan, dan juga supaya tidak bertele tele saat akhir sidang dan dengan cara ini saya(Muhammad Fannka Dhedia, Fannka, Abank) bisa menyampaikan nya

(10)

vi

menggunakan proses kontinyu dengan melibatkan proses utama netralisasi secara fisika dan proses ini berlangsung selama 330 hari pertahun. Bentuk perusahaan yang direncanakan adalah Perseroan Terbatas (PT) dengan menggunakan metode struktur organisasi garis dan staf. Kebutuhan tanaga kerja untuk menjalankan perusahaan ini berjumlah 268 orang. Lokasi pabrik direncanakan didirikan di Desa Seumentok, Kec.

Karang Baru, Kabupaten. Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darussalam, dengan luas tanah 171.655 m2. Sumber air untuk pabrik minyak goreng (olein) ini berasal dari Sungai Tamiang, dan untuk memenuhi kebutuhan listrik diperoleh dari generator dengan daya 550 kW.

Hasil analisa ekonomi yang yang diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Fixed Capital Investment = Rp 602.981.771.675 2. Working Capital Investment = Rp 106.408.547.943 3. Total Capital Investment = Rp 709.390.319.618 .-

4. Total Biaya Produksi = Rp 2.421.311.557.715 5. Hasil Penjualan = Rp 3.491.203.304.609,- 6. Laba bersih = Rp 748.924.222.826 7. Pay Out Time (POT) = 2 tahun, 2 bulan

8. Break Event Point (BEP) = 23,2%

9. Internal Rate of Return (IRR) = 59,54%

Berdasarkan studi kelayakan teknis dan ekonomis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perancangan pabrik minyak goreng ini layak untuk dilanjutkan ke tahap konstruksi.

(11)

vii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBARAN PENGESAHAN JURUSAN ... i

LEMBARAN PENGESAHAN PANITIA SIDANG ... ii

LEMBARAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR NOTASI ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... ... I-1 1.1 Latar Belakang ... ... I-1 1.2 Penentuan Kapasitas Produksi ... ... I-2 1.2.1 Ketersediaan Bahan Baku ... ... I-2 1.2.2 Proyeksi Kebutuhan Produk Minyak Goreng ... ... I-3 1.2.3 Kapasitas Rancangan Pabrik Minimal ... ... I-5 1.3 Jadwal Kegiatan Pendirian Pabrik Minyak Goreng dari CPO I-5 1.4 Tempat dan Lokasi Pabrik ... ... I-6 1.5 Pemilihan Proses ... ... I-6 1.6 Tujuan Rancangan ... ... I-8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES ... ... II-1 2.1 Tinjauan Pustaka ... ... II-1 2.1.1 Minyak Goreng (Olein) ... ... II-2 2.1.2 Sifat Kimia Kelapa Sawit ... ... II-4 2.1.3 Sifat Fisika Kelapa Sawit ... ... II-5 2.1.4 Sifat-Sifat Bahan Yang Terlibat Dalam Proses ... ... II-6 2.2 Deskripsi Proses Pembuatan Minyak Goreng (olein) ... ... II-7 2.2.1 Tahap Degumming ... ... II-7

(12)

viii

2.2.2 Tahap Bleaching ... ... II-7 2.2.3 Tahap Deodorisasi ... ... II-8 2.2.4 Tahap Kristalisasi ... ... II-8 BAB III LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK ... ... III-1

3.1 Tinjauan Umum ... ... III-1 3.2 Lokasi Pabrik ... ... III-1 3.3 Tata Letak Pabrik ... ... III-3 BAB IV ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERUSAHAAN... IV-1

4.1 Definisi ... ... IV-1 4.2 Bentuk Badan Usaha ... ... IV-1 4.3 Struktur Organisasi ... ... IV-2 4.3.1 Bentuk Organisasi Garis ... ... IV-2 4.3.2 Bentuk Organisasi Fungsional ... ... IV-3 4.3.3 Bentuk Organisasi Garis dan Staff ... ... IV-3 4.3.4 Bentuk Organisasi Fungsional dan Staff ... ... IV-4 4.4 Uraian Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab ... IV-4 4.4.1 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ... ... IV-4 4.4.2 Dewan Komisaris ... ... IV-5 4.4.3 Direktur Utama ... ... IV-5 4.4.4 Staff Ahli ... ... IV-8 4.4.5 Sekretaris ... ... IV-8 4.5 Manajemen ... ... IV-8 4.6 Sistem Kerja ... ... IV-9 4.7 Kesejahteraan Karyawan ... ... IV-10 4.8 Pengaturan Gaji Karyawan ... ... IV-10 4.9 Tingkat Pendidikan dan Tenaga Kerja ... ... IV-11 4.10 Kesehatan dan Keselamatan Kerja ... ... IV-13 4.11 Perencanaan Produksi ... ... IV-14 4.12 Pengendalian Produksi ... ... IV-15

(13)

ix

BAB V NERACA MASSA DAN ENERGI ... ... V-1 5.1 Neraca Massa ... ... V-1 5.1.1 Persamaan Neraca Massa ... ... V-1 5.1.2 Langkah-Langkah Pembuatan Neraca Massa ... ... V-2 5.1.3 Penyelesaian Neraca Massa ... ... V-3 5.2 Neraca Energi ... ... V-4 5.3 Hasil Perhitungan Neraca Massa ... ... V-5 5.3.1 Neraca Massa Tangki Degumming (T-103) ... ... V-6 5.3.2 Neraca Massa pada Tangki Bleaching (T-104) ... ... V-6 5.3.3 Neraca Massa Filter Press (FP-101) ... ... V-7 5.3.4 Neraca Massa pada Deodorizer (D-101) ... ... ... V-9 5.3.5 Neraca Massa pada Tangki Kristalisasi (T-202) . ... V-9 5.3.6 Neraca Massa pada Filter Press (FP-201) ... ... V-10 5.4 Hasil Perhitungan Neraca Energi ... ... V-10

5.4.1 Neraca Energi Tangki Penampung CPO

(T-101 A/B/C/D) ... ... V-10 5.4.2 Neraca Energi Heater CPO (E-101)... V-11 5.4.3 Neraca Energi Tangki Asam Phospat (T-102)……. V- 12 5.4.4 Neraca Energi Tangki Degumming (T–103) ... ... V-12 5.4.5 Neraca Energi Tangki Bleaching (T-104) ... ... V-13 5.4.6 Neraca Energi Cooler BPO (E-102) ... ... V-14 5.4.7 Neraca Energi Heater Deodorizer (E-103) ... ... V-14 5.4.8 Neraca Energi Deodorizer (D-101) ... ... V-15 5.4.9 Neraca Energi Kondensor (E-104) ... ... V-16 5.4.10 Neraca Energi Cooler RBDPO I (E – 105) ... ... V-16 5.4.11 Neraca Energi Cooler RBDPO II (E – 106) ... ... V-17 5.4.12 Neraca Energi Tangki RBDPO (T–201) ... ... V-18 5.4.13 Neraca Energi RBDPO III (E – 201) ... ... V-18 5.4.14 Neraca Energi Tangki Kristalisasi (T–202) ... ... V-19 5.4.15 Neraca Energi Heater Olein (E-202) ... ... V-20

(14)

x

BAB VI SPESIFIKASI PERALATAN ... ... VI-1 6.1 Tangki Penyimpanan CPO (T-101) ... ... VI-1 6.2 Tangki Penampung Asam Posphat (TP-102) ... ... VI-1 6.3 Pompa Tangki CPO (P-101) ... ... VI-1 6.4 Pompa H3PO4 (P-102) ... ... VI-2 6.5 Heater CPO (E-101) ... ... VI-2 6.6 Tangki Degumming (T-103) ... ... VI-2 6.7 Pompa Tangki Degumming (P-103) ... ... VI-4 6.8 Gudang Bleaching Earth (G-101) ... ... VI-4 6.9 Belt Conveyor (BC-101) ... ... VI-4 6.10 Tangki Bleaching (T-104) ... ... VI-5 6.11 Pompa Tangki Bleaching (P-104) ... ... VI-5 6.12 Cooler BPO (C - 101) ... ... VI-6 6.13 Filter Press 1 (FP-101) ... ... VI-6 6.14 Pompa Filter Press (P-105) ... ... VI-7 6.15 Heater Deodorizer (E-102) ... ... VI-7 6.16 Deodorizer (D-101) ... ... VI-8 6.17 Kondensor (E-104) ... ... VI-8 6.18 Steam Ejector (SE-101)... ... VI-9 6.19 Barometic Condenser (BC-101) ... ... VI-9 6.20 Pompa FFA (P-107) ... ... VI-9 6.21 Tangki FFA(T-105) ... ... VI-9 6.22 Pompa Deodorizer (P-106) ... ... VI-10 6.23 Cooler RBDPO I (E-104) ... ... VI-10 6.24 Cooler RBDPO II (E-105) ... ... VI-11 6.25 Tangki Penyimpanan RBDPO (T-201) ... ... VI-11 6.26 Pompa RBDPO (P-201) ... ... VI-12 6.27 Cooler RBDPO III (E-201) ... ... VI-12 6.28 Tangki Kristalisasi (T-202) ... ... VI-13 6.29 Pompa Kristalisasi (P-202) ... ... VI-13

(15)

xi

6.30 Filter Press II (FP-201) ... ... VI-14 6.31 Tangki Stearin (T-203) ... ... VI-14 6.32 Pompa Olein (P-203)) ... ... VI-14 6.33 Heater Olein (E-201) ... ... VI-14 6.34 Tangki Penyimpanan Olein (T-204) ... ... VI-15 BAB VII INSTRUMENTASI DAN KERJA ... ... VII-1

7.1 Instrumentasi dan Kontrol ... ... VII-1 7.2 Keselamatan Kerja ... ... VII-5 7.2.1 Peraturan Keselamatan Kerja ... ... VII-6 7.2.2 Pencegahan terhadap Bahaya Kebakaran dan

Peledakan ... ... VII-7 7.2.3 Peralatan Perlindungan Diri ... ... VII-8 7.2.4 Keselamatan Kerja Terhadap Listrik ... ... VII-9 7.2.5 Pencegahan Terhadap Bahaya Mekanis ... ... VII-9 7.2.6 Pencegahan Terhadap Gangguan Kesehatan ... ... VII-10 7.2.7 Kesadaran dan Pengetahuan yang Memadai

bagi Karyawan ... ... VII-10 BAB VIII UTILITAS ... ... VIII-1 8.1 Kebutuhan Uap (Steam) ... ... VIII-1 8.2 Kebutuhan Air Pendingin ... ... VIII-1 8.3 Kebutuhan Air Sanitasi ... ... VIII-2 8.4 Pengolahan Air ... ... VIII-3 8.4.1 Screening ... ... VIII-4 8.4.2 Klarifikasi ... ... VIII-4 8.4.3 Filtrasi ... ... VIII-5 8.4.4 Aktivated Carbon Filter ... ... VIII-5 8.4.5 Demineralisasi ... ... VIII-5 8.4.6 Deaerasi ... ... VIII-6 8.5 Kebutuhan Bahan Kimia ... ... VIII-6 8.6 Kebutuhan Listrik dan Generator ... ... VIII-6

(16)

xii

8.7 Kebutuhan Bahan Bakar ... ... VIII-9 8.8 Unit Pengadaan Udara Tekan ... ... VIII-10 8.9 Laboratorium ... ... VIII-11 8.10 Unit Pengolahan Limbah ... ... VIII-14 8.11 Spesifikasi Peralatan Utilitas ... ... VIII-15 BAB IX ANALISA EKONOMI ... ... IX-1

9.1 Total Capital Investment (TCI)... IX-1 9.2 Total Production Cost (TPC) ... ... IX-2 9.3 Analisa Keuntungan dan Kerugian ... ... IX-2

9.3.1 Laba/keuntungan ... ... IX-2 9.3.2 Rate of Return (ROR)... IX-2 9.3.3 Pay Out Time (POT) ... ... IX-3 9.3.4 Break Event Point (BEP) ... ... IX-3 9.3.5 Internal Rate of Return (IRR) ... ... IX-3 9.4 Hasil Perhitungan Analisa Ekonomi ... ... IX-4 BAB X KESIMPULAN ... ... X-1 DAFTAR PUSTAKA ... ... XI-1 LAMPIRAN A PERHITUNGAN NERACA MASSA ... ... A-1 LAMPIRAN B PERHITUNGAN NERACA ENERGI ... ... B-1 LAMPIRAN C PERHITUNGAN SPESIFIKASI

PERALATAN PROSES ... ... C-1 LAMPIRAN D PERHITUNGAN SPESIFIKASI

PERALATAN UTILITAS ... ... D-1 LAMPIRAN E PERHITUNGAN ANALISA EKONOMI ... ... E-1

(17)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.2 Teknologi proses pemurnian kelapa sawit ... I-7 Gambar 2.1 Gambar bagian buah kelapa sawit ... II-1

Gambar 2.2 Peta Persebaran Luas Lahan Dan Produksi

Kelapa Sawit ... II-2

Gambar 2.3 Minyak Goreng (Olein) ... II-3 Gambar 3.3 Peta Lokasi Rencana Pendirian Pabrik Minyak Goreng

(olein) dari CPO ... III-5 Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi Perusahaan Pabrik Minyak

Goreng (olein) dari Crude Palm Oil (CPO) ... IV-17 Gambar 5.1. Aliran Neraca Massa pada Tangki Degumming (T-103) ... V-6 Gambar 5.2 Aliran Neraca Massa pada Tangki Pemucat (T-104) ... V-6 Gambar 5.3 Aliran Neraca Massa pada Filter Press (FP-101) ... V-7 Gambar 5.4 Aliran Neraca Massa pada Deodorizer (D-101) ... V-8 Gambar 5.5 Aliran Neraca Massa pada Tangki Kristalisasi (T-202) ... V-9 Gambar 5.6 Aliran Neraca Massa pada Filter Press (FP-201) ... V-10 Gambar 5.7 Aliran Neraca Energi pada Tangki Penampung CPO (T-101

A/B/C/D) ... V-10 Gambar 5.8 Aliran Neraca Energi pada Heater CPO (E-101) ... V-11 Gambar 5.9 Aliran Neraca Energi Tangki Asam Phospat (T-102) … ... V-12 Gambar 5.10 Aliran Neraca Energi Tangki Degumming (T-103) ... V-12 Gambar 5.11 Aliran Neraca Energi pada Tangki Pemucat (T-104)... V-13 Gambar 5.12 Neraca Energi Cooler BPO (E – 102) ... V-14 Gambar 5.13 Aliran Neraca Energi pada Heater Deodorizer (E-103) ... V-15 Gambar 5.14 Aliran Neraca Energi pada Deodorizer (D-101) ... V-15 Gambar 5.15 Aliran Neraca Energi pada Kondensor (E – 104) ... V-16 Gambar 5.16 Aliran Neraca Energi pada Cooler RBDPO I (E – 105) ... V-17 Gambar 5.17 Aliran Neraca Energi pada Cooler RBDPO II (E – 106) ... V-17 Gambar 5.18 Aliran Neraca Energi pada Tangki RBDPO (T – 201) ... V-18

(18)

xiv

Gambar 9.1 Kurva break event point metode cash flow ... IX-4 Gambar A.1 Aliran Neraca Massa pada Tangki Degumming ... A-1 Gambar A.2 Aliran Neraca Massa pada Tangki Pemucat... A-4 Gambar A.3 Aliran Neraca Massa pada Filter Press ... A-7 Gambar A.4 Aliran Neraca Massa pada Deodorizer ... A-10 Gambar A.5 Aliran Neraca Massa pada Tangki Kristalisasi ... A-12 Gambar A.6 Aliran Neraca Massa pada Filter Press II ... A-13 Gambar B.1 Aliran Neraca Energi pada Tangki Penampung CPO ... B-2 Gambar B.2 Aliran Neraca Energi pada Heater CPO ... B-6 Gambar B.3 Aliran Neraca Energi Tangki Asam Phospat (T-102) . ... B-9 Gambar B.4 Aliran Neraca Energi pada Tangki Degumming ... B-11 Gambar B.5 Aliran Neraca Energi pada Tangki Pemucat ... B-15 Gambar B.6 Aliran Neraca Cooler BPO (E – 102) ... B-19 Gambar B.7 Aliran Neraca Energi Heater Deodorizer ... B-21 Gambar B.8 Aliran Neraca Energi pada Deodorizer ... B-25 Gambar B.9 Aliran Neraca Energi pada Kondensor ... B-28 Gambar B.10 Aliran Neraca Energi pada Cooler RBDPO I ... B-31 Gambar B.11 Aliran Neraca Energi pada Cooler RBDPO II ... B-34 Gambar B.12 Aliran Neraca Energi pada Tangki RBDPO ... B-37 Gambar B.13 Aliran Neraca Energi pada Cooler RBDPO III ... B-40 Gambar B.14 Aliran Neraca Energi pada Tangki Kristalisasi ... B-43 Gambar B.15 Aliran Neraca Energi pada Heater Olein ... B-45 Gambar C.1 Tangki Penampung CPO ... C-1 Gambar C.2 Bentuk dan dimensi tutup ... C-2 Gambar C.3 Tangki Penampung Asam Phospat ... C-7 Gambar C.4 Heater CPO ... C-13 Gambar C.5 Tangki Degumming ... C-18

(19)

xv

Gambar C.6 Bentuk dan dimensi tutup ... C-22 Gambar C.7 Grafik nilai JH ... C-25 Gambar C.8 Gudang bahan baku BE (G-101) ... C-29 Gambar C.9 Belt Conveyor (BC-101) ... C-30 Gambar C.10 Tangki Bleaching ... C-32 Gambar C.11 Cooler BPO (E-102) ... C-34 Gambar C.12 Filter Press (FP-101) ... C-36 Gambar C.13 Heater Deodorizer (E-103) ... C-38 Gambar C.14 Deodorizer (D-101) ... C-40 Gambar C.15 Kondensor (E-104) ... C-44 Gambar C.16. Alat pengkondisian vakum di deodorizer ... C-46 Gambar C.17 Tangki FFA (T-105) ... C-50 Gambar C.18 Cooler RBDPO I (E-105) ... C-52 Gambar C.19 Cooler RBDPO II (E-106) ... C-53 Gambar C.20 Tangki Penyimpanan RBDPO ... C-54 Gambar C.21 Cooler RBDPO III (E-201 ... C-56 Gambar C.22 Tangki Kristalisasi (T-202) ... C-57 Gambar C.23 Filter Press II (FP-201) ... C-59 Gambar C.24 Tangki Stearin (T-203) ... C-60 Gambar C.25 Heater Olein (E-202) ... C-62 C.26 Tangki Olein (T-204) ... C-63 Gambar D.1 Sketsa sebagian bar screen ... D-1 Gambar D.2 Sistem Perpipaan pada Pompa Sreening ... D-4 Gambar D.3 Bak penampung (BP-301) ... D-7 Gambar D.4 Clarifier (CR-301) ... D-9 Gambar D.5 Tangki penampung air bersih (T-303)... D-19

Gambar E.1 Grafik Break Event Point Pabrik Minyak Goreng dari CPO ... E-20

(20)

xvi

(21)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Produksi CPO Indonesia ... … I-3 Tabel 1.2 Jumlah dan Kapasitas Produksi Unit Pengolahan Minyak

Kelapa Sawit 2004 ... … I-4 Tabel 1.3 Kebutuhan Minyak Goreng Indonesia ... … I-4 Tabel 1.4 Jadwal Kegiatan Pendirian Pabrik Minyak

Goreng dari CPO...… ... … I-6 Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Sawit………... II-6 Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisika Minyak Sawit (CPO) ... … II-7 Tabel 4.1 Pembagian Kerja Shift Tiap Regu ... … IV-10 Tabel 4.2 Perincian Gaji Karyawan ... … IV-11 Tabel 4.3 Jabatan Karyawan Berdasarkan Tingkatan Pendidikan ... … IV-12 Tabel 5.1 Neraca Massa Pada Tangki Degumming ... … V-6 Tabel 5.2 Neraca Massa Pada Tangki Bleaching ... … V-7 Tabel 5.3 Neraca Massa Pada Filter Press ... … V-8 Tabel 5.4 Neraca Massa Pada Deodorizer ... … V-9 Tabel 5.5 Neraca Massa Pada Tangki Kristalisasi ... … V-9 Tabel 5.6 Neraca Massa Pada Filter Press II ... … V-10 Tabel 5.7 Neraca Energi PadaTangki Penampung CPO ... … V-11 Tabel 5.8 Neraca Energi Pada Heater CPO ... … V-11 Tabel 5.9 Neraca Energi Pada Tangki Asam Phospat . ... … V-12 Tabel 5.10 Neraca Energi Pada Tangki Degumming ... … V-12 Tabel 5.11 Neraca Energi Pada Tangki Bleaching ... … V-13 Tabel 5.12 Neraca Energi Pada Cooler BPO ... … V-14 Tabel 5.13 Neraca Energi Pada Heater Deodorizer ... … V-15 Tabel 5.14 Neraca Energi Pada Deodorizer ... … V-16 Tabel 5.15 Neraca Energi Pada Kondensor ... … V-16 Tabel 5.16 Neraca Energi Pada Cooler RBDPO I ... … V-17 Tabel 5.17 Neraca Energi Pada Cooler RBDPO II ... … V-18

(22)

xvii

Tabel 7.1 Daftar Penggunaan Instrumentasi Pada Pra-Rancangan Pabrik

Minyak Goreng Dari Crude Palm Oil (CPO) ... … VII-5 Tabel 8.1 Kebutuhan Uap Jenuh Sebagai Media Pemanas ... … VIII-1 Tabel 8.2 Kebutuhan Air Pendingin ... … VIII-2 Tabel 8.3 Kualitas Air Sungai Krueng Tamiang di Kabupaten Aceh

Tamiang ... … VIII-3 Tabel 8.4 Kebutuhan Listrik Untuk Proses ... … VIII-7 Tabel 8.5 Kebutuhan Listrik Untuk Utilitas ... … VIII-7 Tabel 8.6 Kebutuhan Listrik Untuk Penerangan ... … VIII-8 Tabel A.1 Neraca Massa Pada Tangki Degumming ... … A-4 Tabel A.2 Neraca Massa Pada Tangki Bleaching ... … A-7 Tabel A.3 Neraca Massa Pada Filter Press ... … A-10 Tabel A.4 Komposisi CPO Keluaran Dari Deodorizer ... … A-11 Tabel A.5 Neraca Massa Pada Deodorizer ... … A-12 Tabel A.6 Neraca Massa Pada Kristalisasi ... … A-13 Tabel A.7 Neraca Massa Pada Filter Press II ... … A-14 Tabel B.1 Neraca Energi Pada Tangki Penampung CPO ... … B-5 Tabel B.2 Neraca Energi Pada Heater CPO ... … B-9 Tabel B.3 Neraca Energi Pada Tangki Asam Phospat ... B-11 Tabel B.4 Neraca Energi Pada Tangki Degumming ... … B-14 Tabel B.5 Neraca Energi Pada Tangki Bleaching ... … B-18 Tabel B.6 Neraca Energi Pada Cooler BPO ... … B-22 Tabel B.7 Neraca Energi Pada Heater Deodorizer ... … B-24 Tabel B.8 Neraca Energi Pada Deodorizer ... … B-27 Tabel B.9 Neraca Energi Pada Kondensor ... … B-31 Tabel B.10 Neraca Energi Pada Cooler RBDPO I ... … B-34 Tabel B.11 Neraca Energi Pada Cooler RBDPO II ... … B-37

(23)

xviii

Tabel B.12 Neraca Energi Pada Tangki RBDPO ... … B-40 Tabel B.13 Neraca Energi Pada Cooler RBDPO III ... … B-43 Tabel B.14 Neraca Energi Pada Tangki Kristalisasi ... … B-45 Tabel B.15 Neraca Energi Pada Heater Olein ... … B-47 Tabel C.1 Data Sistem Perpipaan Pada Pompa Tangki Degumming ... C-10 Tabel D.1 Data Sistem Perpipaan pada Pompa Screening ... … D-5 Tabel E.1 Marshall and Swift Equipment Cost Index ... … E-1 Tabel E.2 Penaksiran Indeks Harga dengan Least Square ... … E-2 Tabel E.3 Data Harga Peralatan Proses ... … E-5 Tabel E.4 Harga Peralatan Utilitas ... … E-6 Tabel E.5 Biaya Gaji Karyawan selama 1 Bulan ... … E-10 Tabel E.6 Biaya Operasi untuk Kapasitas 80%, 90% dan 100% ... … E-15 Tabel E.7 Modal Pinjaman selama Masa Konstruksi ... … E-16 Tabel E.8 Modal Sendiri selama Masa Konstruksi... … E-16 Tabel E.9 Trial Laju Bunga (i) ... … E-17 Tabel E.10 Cummulative Cash Flow ... … E-18

(24)

xix Cp : Kapasitas panas, kkal/kg .oC D : Diameter benda, m

E : Efisiensi sambungan F : Laju alir massa, kg/jam f : Faktor gesekan

g : Percepatan gravitasi, m/s2 Hx : Entalpi zat cair, kkal/kg Hy : Entalpi uap jenuh, kkal/kg

o C 25

ΔHf : Panas pembentukan pada temperatur 25oC, kkal

HP : Panas produk, kkal

HR : Panas reaktan, kkal L : Panjang, m

N : Laju alir mol, kmol/jam P : Tekanan, atm

Q : Laju alir panas, kkal r : Jari-jari benda, m T : Temperatur, oC ΔT : Selisih Temperatur μ : Viskositas zat, kg/m.det λ : Entalpi penguapan, kkal/kg σ : Koefisien stoikiometri reaksi ρ : Densitas zat, kg/m3

τ : Waktu tinggal, jam NRe : Bilangan Reynold

(25)

I-1 BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar belakang

Industri merupakan salah satu penggerak dalam usaha meningkatkan nilai tambah suatu negara dimana barang dan jasa dapat disediakan secara berkualitas dengan harga pasar yang dapat bersaing baik di dalam maupun luar negeri, meningkatkan lapangan kerja, menjadi penunjang bagi pembangunan di daerah- daerah serta dapat bersaing dalam pengembangan teknologi pengetahuan. Saat ini Indonesia sedang menghadapi pasar ASEAN (MEA) dimana intensitas persaingan harga barang dan jasa sangat tinggi, oleh sebab itu perkembangan industri dibutuhkan dalam menghadapi pasar tersebut. Salah satu industri yang menjadi unggulan dalam persaingan pasar adalah industri kelapa sawit dan minyak nabati dimana saat ini Indonesia menjadikan industri ini sebagai program utama dalam meningkatkan devisa negara.

Kelapa sawit adalah tanaman yang memiliki segudang manfaat bagi kehidupan manusia. Di Indonesia kehadiran kelapa sawit sangat membantu dalam menunjang kehidupan masyarakat dan negara, mulai dari ujung akarnya hingga ujung daunnya dapat dimanfaatkan. Dengan beberapa proses yang baik maka akan membuat harga jual kelapa sawit akan meningkat dan akan berpengaruh kepada perekonomian negara dan masyarakat, sehingga olahan kelapa sawit menjadi produktivitas yang handal. Oleh karena itu pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap perkebunan kelapa sawit agar dapat menunjang peningkatan perekonomian negara ke arah yang lebih baik.

Dalam beberapa dekade ini produk CPO Indonesia sangat bergantung pada pasar non-lokal dimana sekitar 70% dari total produksi CPO di ekspor ke beberapa negara sehingga meninggalkan 30% yang ditujukan untuk pasar lokal. Dengan jumlah produksi tersebut, Indonesia merupakan negara produsen sekaligus pengekspor utama minyak kelapa sawit (CPO) dengan peluang peningkatan ekspor

(26)

6,65% per tahunnya dan menguasai sekitar 43% pasar dunia sehingga devisa yang dapat dihasilkan mencapai angka US$ 20,8 milyar (Delima, 2018).

Dari tahun 1980 perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, pada tahun 1980 jumlah luas area PKS di Indonesia mencapai angka 294.560 Ha dan terus berkembang hingga pada tahun 1990 mencapai angka 1.126.677 Ha sehingga pada rentang tahun 1999 sampai 2010 laju pertambahan luas area kelapa sawit mencapai angka kisaran 700.000 Ha pertahunnya. Kemudian pada tahun 2018 luas area PKS mencapai angka 14 juta hektar dan terus berkembang hingga saat ini. Menurut BPS tahun 2020 perkebunan kelapa sawit diperkirakan mencapai angka kisaran 15 juta lebih hektar, walaupun angka tersebut masih sementara tentunya luas lahan PKS terus akan bertambah sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi CPO yang dapat diperoleh. Produksi CPO pada tahun 2000 mencapai angka 7 juta ton dan terus meningkat hingga saat ini.

Kemudian pada tahun 2018 produksi CPO meningkat ke angka 42 juta ton dan diperkirakan tahun 2020 angka produksi CPO menjadi 50 juta ton lebih ( Badan Pusat Statistik, 2019).

Dengan banyaknya luas lahan PKS dan jumlah produksi CPO tiap tahunnya maka sangat dibutuhkan masukan atau usaha untuk mengolah CPO menjadi produk siap jadi. Produk olahan CPO sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu produk pangan dan non pangan, produk pangan yang sangat banyak diproduksi berupa margarin dan minyak goreng (olein). Sedangkan produk non pangan yang banyak diproduksi berupa oleokimia contohnya yaitu ester, asam lemak, surfaktan, gliserin dan derivate-derivat lainnya.

Dalam mengolah hasil minyak nabati, industri minyak goreng menjadi lapangan yang paling gencar dalam memanfaatkannya. CPO menjadi bahan yang paling banyak digunakan dalam proses produksi minyak goreng. Karena kestrategisan CPO ini prospek perkembangan industri minyak kelapa sawit saat ini sangat pesat, hal itu dibuktikan dengan terjadinya peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat Indonesia dan negara-negara Uni

(27)

I-3

Eropa sebagai konsumen besar dalam mengkonsumsi CPO di dunia. Kenaikan permintaan CPO dunia terus melonjak secara signifikan hal tersebut terjadi disebabkan karena meningkatnya permintaan minyak goreng dan pengembangan energi alternatif pengganti minyak bumi (Masykur, 2013).

1.2 Penentuan Kapasitas Produksi

Penentuan kapasitas produksi dilakukan berdasarkan pada:

1.2.1 Ketersediaan bahan baku

Berdasarkan Tabel 1.1, dapat diperhatikan bahwa produksi minyak sawit terus meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa minyak CPO dapat di manfaatkan untuk kebutuhan masyarakat Indonesia.

Tabel 1.1 Produksi CPO Indonesia.

Tahun

Produksi Minyak Sawit (ribu ton) Perkebunan

Rakyat

Perkebunana Milik Negara

Perkebunan

Besar Swasta Jumlah

2000 1.905 1.460 3.633 7.000

2001 2.798 1.519 4.079 8.396

2002 3.426 1.607 4.487 9.622

2003 3.517 1.750 5.172 10.440

2004 3.847 1.617 5.365 10.830

2005 4.500 1.449 5.911 11.861

2006 5.783 2.313 9.254 17.350

2007 6.358 2.117 9.189 17.539

2008 6.923 1.938 8.678 17.539

2009 7.517 2.005 9.800 19.324

2010 8.458 1.890 11.608 21.958

2011 8.797 2.045 12.253 23.096

2012 9.197 2.133 14.684 26.015

2013 10.010 2.144 15.626 27.782

2014 10.205 2.229 16.843 29.278

2015 10.527 2.346 18.195 31.070

2016 11.575 1.887 18.267 31.730

2017 13.191 1.861 22.912 37.965

2018 15.296 2.147 25.439 42.883

2019 16.223 2.306 27.330 45.861

2020 17.375 2.470 29.271 49.117

Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan (2019) (Data Diolah)

(28)

Kenaikan produksi CPO Indonesia juga diimbangi dengan signifikannya kenaikan produksi CPO di tiap provinsi. Hal tersebut terjadi secara signifikan, tabel 1.2 menunjukkan angka produksi CPO di tiap provinsi, provinsi Riau menjadi peringkat pertama dalam produktivitas CPO dengan angka mencapai 9 juta ton lebih. Tentunya masih ada beberapa provinsi yang tidak memproduksi CPO, hal tersebut dikarenakan tidak adanya lahan yang cukup untuk menjadi perkebunan kelapa sawit dan di beberapa daerah mungkin dapat dikatakan tidak layak untuk ditanami kelapa sawit, semoga kedepan lahan untuk PKS menjadi lebih luas dan merata di tiap daerah sehingga produksi CPO semakin meningkat.

Tabel 1.2 Produksi CPO menurut provinsi di Indonesia Tahun 2016 sampai dengan 2020 (dalam Ton).

No Provinsi Tahun

2016 2017 2018 2019 2020

1 Aceh 732.714 911.697 1.037.402 1.081.822 1.158.631 2 Sumatera Utara 3.983.730 5.119.497 5.737.271 6.163.771 6.601.399 3 Sumatera Barat 1.183.058 1.302.952 1.248.269 1.298.038 1.390.199 4 Riau 7.668.081 8.113.852 8.496.029 9.127.612 9.775.672 5 Kepulauan Riau 21.434 28.664 28.853 31.067 33.272 6 Jambi 1.435.141 1.849.969 2.691.270 2.891.336 3.096.621 7 Sumatera Selatan 2.929.452 3.199.481 3.793.622 4.075.634 4.365.004 8 Kepulauan Bangka

Belitung 726.623 853.648 900.318 958.013 1.026.031 9 Bengkulu 750.182 893.322 1.047.729 1.073.531 1.149.752 10 Lampung 425.867 486.714 487.203 508.772 544.895

11 DKI Jakarta - - - - -

12 Jawa Barat 32.825 43.660 46.024 49.446 52.956 13 Banten 27.469 32.581 38.406 41.261 44.190

14 Jawa Tengah - - - - -

15 DI. Yogyakarta - - - - -

16 Jawa Timur - - - - -

17 Bali - - - - -

18 Nusa Tenggara Barat - - - - -

19 Nusa Tenggara

Timur - - - - -

20 Kalimantan Barat 2.192.591 2.784.180 3.086.889 3.316.363 3.551.825 21 Kalimantan Tengah 4.260.093 5.778.611 7.230.094 7.748.444 8.298.584 22 Kalimantan Selatan 1.750.389 1.933.721 1.464.226 1.556.612 1.667.132 23 Kalimantan Timur 2.358.392 2.840.710 3.786.477 4.044.753 4.331.930

(29)

I-5

24 Kalimantan Utara 167.668 219.223 305.126 327.809 351.083

25 Sulawesi Utara - - - - -

26 Gorontalo 10 1.709 9.941 10.680 11.439

27 Sulawesi Tengah 316.781 456.608 383.617 412.134 441.396 28 Sulawesi Selatan 105.057 113.972 105.708 113.565 121.628 29 Sulawesi Barat 434.106 568.719 386.211 414.921 444.381 30 Sulawesi Tenggara 65.405 99.427 106.113 114.001 122.094 31 Maluku 7.315 11.959 23.590 25.344 27.144

32 Maluku Utara - - - - -

33 Papua 20.645 176.728 345.115 370.771 397.095 34 Papua Barat 135.930 143.622 98.127 105.422 112.907 Indonesia 31.730.961 37.965.224 42.883.631 45.861.121 49.117.260

Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan (melalui www. Pertanian.go.id)

Tabel 1.3 juga menunjukkan bahwa provinsi Aceh dapat memproduksi CPO sekitar 540 ton TBS/jam atau sekitar 100 ton CPO/jam. Apabila dihitung berdasarkan produksi per tahun, maka Provinsi Aceh dapat memproduksi CPO sekitar 700.000 ton CPO/tahun. Maka bila diperhatikan dari jumlah bahan baku, provinsi Aceh layak didirikan pabrik minyak goreng, hal tersebut dapat mendukung agar provinsi Aceh tidak tergantung lagi akan kebutuhan minyak goreng kepada provinsi lain seperti Sumatera Utara.

1.2.2 Proyeksi kebutuhan minyak goreng

Ketertarikan masyarakat terhadap minyak goreng kelapa sawit lebih tinggi daripada minyak goreng kelapa. Hal tersebut menyebabkan perkembangan industri minyak goreng kelapa sawit pada dasawarsa terakhir ini mengalami penigkatan.

Konsumsi per kapita minyak goreng Indonesia rata-rata mencapai 16,5 kg per tahun dimana konsumsi per kapita khusus untuk minyak goreng sawit sebesar 12,7 kg per tahun. Menurut data dari USDA 2019 konsumsi minyak goreng kelapa sawit mencapai angka 13.110 ribu metric ton pada tahun 2019. Jumlah ini terpaut jauh dibandingkan dengan konsumsi jenis minyak nabati lainnya seperti minyak goreng kelapa, minyak biji kacang dan lain-lainnya.

(30)

Tabel 1.3 Jumlah dan Kapasitas Produksi Unit Pengolahan Minyak Kelapa Sawit

Propinsi Jumlah Pabrik Kapasitas

(ton TBS/jam)

Nanggroe Aceh Darussalam 21 540

Sumatera Utara 83 2950

Sumatera Barat 8 525

Riau 84 4035

Jambi 19 815

Sumatera Selatan 23 1270

Bengkulu 3 120

Lampung 7 240

Jawa Barat 7 185

Kalimantan Barat 1 30

Kalimantan Tengah 1 60

Kalimantan Selatan 15 745

Kalimantan Timur 18 900

Sulawesi Tengah 9 300

Sulawesi Selatan 14 535

Irian Jaya 2 60

Sulawesi Utara 1 30

Papua 3 120

Total 320 13.520

Sumber : Departemen Pertanian 2005

Pabrik minyak goreng ini direncanakan beroperasi pada tahun 2025.

Apabila ditinjau dari kebutuhan minyak goreng pada tahun 2002 sampai 2015 dapat diperkirakan kebutuhan minyak goreng pada tahun 2025, untuk menentukan kapasitas pabrik makan dapat dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan regresi linier terhadap data konsumsi minyak goreng sehingga dapat diketahui jumlah kebutuahn minyak goreng pada tahun 2025. Data kebutuhan minyak goreng di Indonesia ditunjukkan pada tabel 1.4.

(31)

I-7

Tabel 1.4 Kebutuhan Minyak Goreng di Indonesia

Sumber: Respati, 2016; Badan ketahanan Pangan 2015 Persamaan garis regresi linear ditunjukkan sebagai berikut:

y = ax + b dimana:

y = konsumsi minyak goreng (ton) x = tahun produksi

a = slope b = intersep

= +

= +

=∑ −

= ∑ ∑ − ∑ ∑

∑ − ∑

Tahun Konsumsi (ton)

2002 1.153.543

2003 1.155.745

2004 1.261.493

2005 1.313.213

2006 1.329.493

2007 1.662.976

2008 1.815.091

2009 1.886.758

2010 1.915.306

2011 1.993.658

2012 2.290.694

2013 2.218.569

2014 2.421.854

2015 2.868.031

(32)

Gambar 1.1 Plot Konsumsi Minyak Goreng dari tahun 2002 sampai 2015

Dengan menggunakan persamaan yang tersebut , maka diperoleh hasil perhitungan perkiraan kebutuhan minyak goreng pada tahun 2025 sebagai berikut:

y = 122684x – 244604005,2 sehingga, pada tahun 2025 kebutuhan minyak goreng adalah:

y = 122684 (2025) – 244604005,2

= 3.831.094,8 ton/tahun

Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui kebutuhan minyak goreng di dalam negeri pada tahun 2025 adalah sebesar 3.831.094,8 ton/tahun. Dari hasil tersebut pabrik minyak goreng ini direncanakan berkapasitas produksi 350.000 ton /tahun (9,1358 % dari kapasitas yang dibutuhkan di Indonesia) sehingga dapat memenuhi sebagian dari konsumsi minyak goreng yang di produksi di Indonesia pada tahun 2025.

1.3 Jadwal Kegiatan Pendirian Pabrik Minyak Goreng dari CPO

Rencana pendirian pabrik minyak goreng dari CPO dapat dilihat pada Tabel 1.4. Pengoperasian pabrik ini di rencanakan pada tahun 2025 dengan pemasaran produknya direncanakan untuk memenuhi kebutuhan di daerah sekitar dan dalam

y = 122684x - 2E+08 R² = 0,9508

0 500.000 1.000.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000 3.000.000 3.500.000

Konsumsi (ton)

Tahun

(33)

I-9

negeri khususnya, serta mungkin akan dipasarkan ke luar negeri. Selanjutnya tahap rancangan dan konstruksi direncanakan berjalan pada tahun 2020 hingga 2024.

Tabel 1.4 Jadwal Kegiatan Pendirian Pabrik Minyak Goreng dari CPO

No Kegiatan Tahun ke-

I II III IV 1 Design Konstruksi Bangunan

2 Identifikasi Peralatan

3 Pencarian Investor

4 Legalitas lokasi pabrik

5 Pembeliaan dan Pengadaan Peralatan

6 Masa konstruksi

7 Perekrutan karyawan/ti

8 Start Up peralatan

1.4 Tempat dan Lokasi Pabrik

Lokasi pendirian pabrik minyak goreng ini direncanakan di daerah Darul Makmur, Nagan Raya, Provinsi Aceh. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada kriteria-kriteria sebagai berikut :

1. Bahan baku utama tersedia disekitar lokasi pabrik, yaitu berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit di Aceh Tamiang dan Aceh Timur serta dapat didatangkan dari Sumatera Utara.

2. Dekat dengan sumber air (sungai Tamiang) sebagai penunjang utilitas pabrik.

3. Transportasi bahan baku dan pemasaran produk mudah terjangkau dan terdistribusi.

4. Frekuensi terjadi bencana alam yang sangat kecil.

5. Tenaga kerja yang mudah diperoleh disekitar lokasi pabrik melalui angkatan kerja untuk usia 15-65 tahun pada tahun 2025

(34)

1.5 Pemilihan Proses

Secara umum proses pembuatan minyak goreng dari CPO terdiri atas 2 proses inti yaitu :

1.5.1 Proses pemurnian

Proses pemurnian minyak kelapa sawit dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu proses fisika dan proses kimia. Secara garis besar teknologi proses pemurnian kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1.2, Proses fisika adalah proses yang paling umum digunakan dimana minyak kelapa sawit yang mengandung asam lemak bebas (FFA)

Gambar 1.2 Teknologi proses pemurnian kelapa sawit

(35)

I-11

Proses ini menggantikan zat kimia yang dibutuhkan untuk menghilangkan asam lemak bebas pada proses kimia. Beberapa keuntungan proses fisika adalah :

1. Perolehan minyak yang lebih baik

2. Kualitas asam lemak bebas yang baik sebagai produk samping 3. Kestabilan minyak yang baik

4. Perolehan asam lemak jenuh dilakukan dengan deodorisasi, tanpa zat kimia

5. Harga peralatan yang lebih murah 6. Mudah dalam pengoperasiannya

(Azian, 2006) Berdasarkan pertimbangan diatas maka pada prarencana pabrik minyak goreng dari CPO yang akan direncanakan adalah menggunakan proses pemurnian secara fisika.

1.5.2 Proses fraksinasi

Fraksinasi adalah proses pemisahan bagian trigliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah. Proses fraksinasi dapat dibagi atas 3 macam cara yaitu:

1. Fraksinasi tanpa pelarut (dry fractionating)

Pada metode ini, hasil fraksi cair yang diperoleh jumlahnya sedikit akan tetapi proses fraksinasi kering ini memberikan hasil yang paling murni karena tanpa adanya zat kimia lain yang ditambahkan ke dalam minyak untuk proses fraksinasinya., walaupun hasil olein yang diperoleh sedikit. Di samping itu, penggunaan panas yang sedikit akan mengurangi pengaruh oksidasi terhadap minyak. Dapat dikatakan bahwa proses fraksinasi kering ini adalah proses fraksinasi yang paling sederhana dan mudah dilakukan.

(36)

2. Fraksinasi dengan pelarut (wet fractionating)

Pada metode ini, fraksi minyak cair yang didapat akan lebih banyak dibandingkan dengan fraksinasi kering, akan tetapi fraksi cair (olein) yang diperoleh akan terkontaminasi dengan pelarut, disamping adanya efek oksidasi karena proses pemanasan yang dilakukan sewaktu distilasi sehingga mempengaruhi warna dari minyak yang dihasilkan.

3. Fraksinasi dengan menggunakan deterjen

Pada metode ini, larutan deterjen yang ditambahkan ke dalam minyak minyak sawit akan menyebabkan pemisahan fraksi cair dari fraksi padat tanpa adanya gangguan dari deterjen terhadap fraksi olein (Azian, 2006).

Pada prarencana pabrik minyak goreng dari CPO ini direncanakan akan memakai proses fraksinasi tanpa pelarut (dry fractination). Proses ini lebih sederhana dan mudah dilakukan serta perolehan minyak goreng yang lebih murni.

1.6Tujuan Rancangan

Tujuan rancangan pabrik ini adalah untuk memproduksi minyak goreng agar dapat memenuhi kebutuhan minyak goreng khususnya di derah dalam negeri.

Adapun tujuan lainnya dapat diperoleh dari pembangunan pabrik ini antara lain yaitu:

- Membantu pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi non migas terutama untuk produk minyak makan

- Menambah pendapatan negara berupa pajak penghasilan

- Pengolahan hasil pertanian menjadi hasil industri yang mempunyai nilai lebih dan ekonomis

- Membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitarnya.

(37)

II-1 BAB II

PROSES TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI

2.1 Kelapa Sawit

Buah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang berasal dari afrika, telah dimanfaatkan oleh umat manusia sebagai sumber minyak dan produk lainnya selama ribuan tahun. Dalam 50 tahun terakhir ini telah terjadi ekspansi fenomenal dalam budidaya di seluruh daerah tropis, sehingga minyak sawit sekarang menjadi komoditas utama perdagangan dunia, dan kelapa sawit adalah sumber utama minyak nabati. Bab ini menelusuri sejarah kelapa sawit Afrika dan kerabatnya dalam hal asal, evolusi, distribusi, dan pemanfaatannya; meninjau

pertumbuhan industri minyak sawit; dan memeriksa kemajuan yang dibuat dalam meningkatkan produksi melalui pemuliaan selektif, praktek budidaya yang lebih baik dan eksploitasi lingkungan optimal yang bersama-sama telah menghasilkan peningkatan hasil yang progresif dan substansial pada tanaman yang paling produktif dari semua tanaman penghasil minyak ini.

Sejarah sering kali sebagian besar merupakan masalah dugaan sejauh itu membuat Henry Ford (1916)

menggambarkannya sebagai "lebih atau kurang ". Tentu ada kebutuhan untuk penafsiran yang cermat atas catatan masa lalu dan bukti yang tersedia, tetapi ini sering kali menghasilkan pandangan dan gagasan yang berlawanan. Dalam kasus kelapa sawit Afrika, Elaeis guineensis, dan sejenisnya, walaupun terdapat banyak bukti yang terdokumentasi mengenai perkembangannya sebagai tanaman utama, namun terdapat sejumlah ketidakpastian mengenai asal dan distribusinya.

Gambar 2.1 Struktur Buah Kelapa Sawit

(38)

Padahal Penjelasan paling lengkap tentang sejarah kelapa sawit ditemukan dalam karya klasik, The Oil Palm. Sekarang dalam edisi ke-4, tiga yang pertama dibuat oleh Hartley dan muncul pada tahun 1967, 1977, dan 1988; dan yang keempat, oleh Corley & Tinker, diterbitkan pada tahun 2003. Dalam jilid-jilid ini orang menemukan ulasan rinci tentang asal-usul kelapa sawit Afrika dan Amerika, penyebarannya, dan perkembangan industri kelapa sawit di berbagai bagian tropis. Di sini tidak ada upaya untuk meniru perlakuan yang menyeluruh dan mani dari subjek ini, yang disarankan untuk berkonsultasi dengan pembaca yang membutuhkan informasi lebih lanjut.

Melainkan, sebuah upaya dilakukan untuk merangkum peristiwa dan perkembangan yang lebih menonjol dalam sejarah kelapa sawit dan menyoroti poin-poin ketidakpastian yang masih ada seperti yang berkaitan dengan asal-usul, hubungan taksonomi, Ada perbedaan pendapat tentang apakah kelapa sawit Afrika berasal dari Afrika atau di Amerika (Corley, 1976; Corley & Tinker, 2003; Hartley, 1977).

Meskipun bukti mendukung kedua kemungkinan tersebut, sebagian besar opini mendukung Afrika Barat sebagai pusat penyebaran E. guineensis, sebagian besar sebagai akibat dari aktivitas manusia. Bukti utama yang mendukung hal ini, dirinci oleh Rees (1965), Hartley (1967,1977, 1988), Corley (1976), Gerritsma & Wessel (1997), Corley & Tinker (2003), dan lainnya, meliputi:

• Adanya fosil serbuk sari yang mirip atau identik dengan E. guineensis di lapisan Miocene di Nigeria sejak 15 juta tahun lalu.

• Penemuan minyak yang mungkin merupakan minyak sawit di sebuah makam Mesir yang berasal dari tahun 5000 BP.

• Adanya serbuk sari kelapa sawit di deposit awal di Kongo yang berasal dari 24000 BP dan di Cameroons dari 2730 BP.

• Penemuan benih fosil dan cangkang kelapa sawit di Uganda, yang terakhir berasal dari 5000 BP.

• Laporan para penjelajah dan pedagang Eropa awal tentang keberadaan minyak sawit dan kelapa sawit di sepanjang pantai Afrika Barat, dimulai dengan perjalanan orang Portugis pada tahun 1435 dan setelah itu, yang mendahului penemuan daratan Amerika Selatan oleh Colombus pada tahun 1498. Kebun

(39)

II-3

kelapa sawit diamati di Afrika Barat oleh para pelaut Portugis pada tahun 1506 pada saat perdagangan minyak kelapa sawit dimulai oleh Portugis. Laporan ini dan laporan sebelumnya membuat sangat tidak mungkin bagi sawit untuk dimasukkan ke Afrika Barat dari Amerika Selatan, meskipun, seperti yang disebutkan oleh Hartley (1988), pengenalan pada masa pra-Kolombia tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan.

• Istilah vernakular untuk kelapa sawit Afrika di Amerika Selatan berasal dari bahasa Afrika daripada berhubungan dengan bahasa asli Amerika.

• Rees (1965) mengutip bukti negatif yang menentang asal Amerika. Dengan demikian, tidak disebutkan minyak sawit atau anggur sawit dalam laporan awal tentang kelapa sawit yang ada di Brasil, juga tidak ada minyak sawit yang tercatat sebagai tanaman asal Amerika, seperti nanas, yang diperkenalkan ke Afrika Barat.

Bukti untuk mendukung bahwa sawit berasal dari Amerika termasuk yang berikut:

• Ada jauh lebih banyak spesies palem di Amerika daripada yang ditemukan di Afrika.

• Mayoritas spesies lain dalam sub-famili Cocoideae (sekarang Arecoideae) adalah dari keturunan amerika

• Keberadaan rumpun liar E. guineensis di Brasil konsisten dengan asal Amerika.

• Minyak sawit di Afrika sebagian besar dimakan dengan singkong, yang di perkenalkan dari Brasil.

• Dominasi karakter hibrida yang diwarisi dari kelapa sawit Amerika E. oleifera dibandingkan E. guineensis menunjukkan bahwa spesies yang pertama menjadi spesies yang lebih primitif, yang menganggap Amerika sebagai rumah asli dari genus tersebut.

(Ian E, 2012)

Kelapa sawit masih dipertimbangkan menjadi tanaman yang “liar”. Hal ini karena meskipun dalam jangka waktu yang lama dieksploitasi oleh manusia, waktu di mana

(40)

pemilihan dan pengelolaan berbasis ilmiah dipraktikkan relatif singkat dalam hal jumlah generasi. Tidak seperti tanaman tahunan, kemajuan pemuliaan tanaman keras pasti lambat, dalam kasus kelapa sawit, membutuhkan setidaknya 9 tahun per generasi untuk mengevaluasi bahan pemuliaan dengan benar dan untuk melakukan pengujian keturunan untuk menentukan manfaat dari dura yang paling tua dan pisifera yang digunakan untuk menghasilkan bibit kawin silang ditanam oleh penanam .Dibandingkan dengan penerapan program pemuliaan terencana, setiap perbaikan pada kelapa sawit sebagian besar bersifat ad hoc dan terkait dengan eksploitasi kebun semi-liar. Pendirian kebun diperkirakan difasilitasi oleh semakin langkanya lahan seiring dengan meningkatnya populasi manusia, yang mendorong lebih seringnya pembukaan hutan sebagai bagian dari sistem pertanian berpindah yang berlaku. Hal ini menyebabkan terciptanya kondisi yang membantu kelangsungan hidup pohon yang relatif tidak toleran terhadap naungan dan, dibandingkan dengan pohon hutan, pertumbuhan kelapa sawit lebih lambat. Dari sebuah studi tentang kebun di Nigeria, Zeven (1967) mengemukakan bahwa intensifikasi penggunaan lahan menyebabkan proses "suksesi" bertahap dalam pengembangan kebun yang melibatkan beberapa fase transisi. Rincian diberikan oleh Hartley (1977) dan Gerritsma & Wessel (1997).

Hasil tandan dari kebun sawit selalu sangat rendah (Corley & Tinker, 2003), terutama karena fungsi kepadatan sawit (Gbr. 1.4). Hasil minyak sangat rendah jika dibandingkan dengan perkebunan modern (Tabel 1-A), sebagian karena mayoritas perkebunan kelapa sawit adalah duras bercangkang tebal (Hartley, 1977) dengan rasio minyak-terhadap-tandan yang rendah dan, dalam Selain itu, menerima sedikit pupuk, sering kali terlalu tinggi untuk dipanen dengan mudah dan pada tahap kematangan yang benar, dan sering digunakan sebagai sumber getah untuk produksi tuak sawit, suatu praktik yang mengurangi produksi tandan. Dan bagaimanapun juga, kebun sawit, terutama di Afrika Barat, telah lama memainkan peran penting dalam perekonomian wilayah tersebut, pertama memasok kebutuhan lokal murni dan kemudian memfasilitasi pengembangan perdagangan ekspor yang berharga (terutama dalam biji sawit) dengan pedagang Eropa dari tanggal 16 abad dan seterusnya. Pada abad ke-19, perdagangan ini memberikan alternatif yang lebih menguntungkan dan nyaman

(41)

II-5

daripada perdagangan budak yang pada saat itu ilegal. Rincian lebih lanjut tentang perkembangan perdagangan awal danfaktor

Gambar 2.3. Pertumbuhan produksi minyak sawit di tiga wilayah budidaya selama 48 tahun. Sumber: MPOB (2008), FEDEPALMA (2009).

Minyak kelapa sawit tidak mudah menjadi tanaman petani kecil karena kebutuhan investasi jangka panjang di tanah dan bahan tanam serta akses ke pabrik untuk memproses buah-buahan. Tidak seperti kebanyakan tanaman petani kecil, tanaman ini

Gambar 2.2Hasil tahunan tandan buah di empat jenis perkebunan kelapa sawit di Nigeria (1949–1951). Jenis hutan tanaman menurut urutan hasil adalah lahan pertanian, kebun dekat perkampungan, kebun rusak, dan kebun lebat. Data berasal dari Corley & Tinker (2003), setelah Hartley (1988).

(42)

kurang cocok untuk memenuhi kebutuhan subsisten langsung dari pembudidaya, karena lebih bersifat “tanaman komersial”. Meskipun demikian, berbagai jenis perkebunan plasma bertanggung jawab atas sebagian besar minyak sawit yang diproduksi di Nigeria, Malaysia, Indonesia, dan tempat lain (Tabel 1-A dan 1-B).

Faktor utama dalam hal ini adalah pengoperasian dan penyediaan keuangan dan infrastruktur

Tabel 2.1Distribusi Area Kelapa Sawit Antar system Produksi Miyak kelapa sawit di

Malaysia, Indonesia, dan Papua Nugini.

negara Malaysia (2007) Indonesia (2006) Papua Nugini

Sistem produksi 103 ha % dari total 103 ha % dari total 103 ha % dari total

Perkebunan rakyat 470 10,9 2548 40,8 46,8 43,5

Perkebunan pribadi 2599 60,4 3023 48,3 60,9 56,5

Skema publik 1236 28,7 679 10,9 - -

Sumber: IPOB (2007);King et al. (2004); MPOB (2008).

Industri kelapa sawit telah terbukti menjadi salah satu industri terpenting di Malaysia dan Indonesia. Hingga 2009, total 4,69 juta hektar telah ditanami kelapa sawit di Malaysia, dengan 2,4 juta hektar di Semenanjung Malaysia, 1,36 juta hektar di Sabah, dan 0,71 juta hektar di Sarawak (MPOB, 2009). Karena kelangkaan lahan baru untuk pengembangan perkebunan di Semenanjung Malaysia, fokus pada pengembangan perkebunan kini telah bergeser ke negara bagian Sabah dan Sarawak, Malaysia Timur, dengan peningkatan yang signifikan di area tanam masing-masing sebesar 28% dan 101%, selama periode 2000 hingga 2009.

Sejalan dengan itu,industri penggilingan minyak sawit telah mengalami ekspansi yang luar biasa selama 10 tahun terakhir. Jumlah pabrik kelapa sawit di Malaysia saat ini mencapai 395 pabrik, dengan 240 pabrik di Semenanjung Malaysia dan 115 dan 40 pabrik di Sabah dan Sarawak. 28 pabrik minyak lainnya sedang dalam berbagai tahap konstruksi per Agustus 2010. Total kapasitas penggilingan mencapai 89,8 juta ton tandan buah segar (TBS) per tahun (MPOB, 2009).

Total produksi TBS dan minyak sawit mentah (CPO) untuk bulan Januari dan Desember 2010 masing-masing 74,5 juta ton dan 15,4 juta ton. Sebanyak 3,9 juta ton minyak inti sawit (PKO) diproduksi selama periode yang sama.

(43)

II-7

Pada studi kasus terutama di Indonesia, industri ini telah berkembang pesat dengan pertumbuhan perkebunan kelapa sawit pada tingkat tahunan lebih dari 12%

dari tahun 1990 hingga 2005. Pada tahun 2010, total perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 7,82 juta hektar ( Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010), dengan lebih dari 60% perkebunan kelapa sawit berlokasi di Pulau Sumatera, sedangkan sebagian besar sisanya ditanam di Kalimantan dan Sulawesi. Produksi CPO pada tahun 2009 mencapai puncaknya pada 18,64 juta ton yang diproduksi di lebih dari 400 pabrik kelapa sawit (USDA, 2009).

Indonesia melampaui Malaysia sebagai produsen minyak sawit terbesar pada tahun 2006 dan sebagai pengekspor minyak sawit terbesar pada tahun 2008 (Tabel 8-A, Gambar 8.1). Dengan cadangan lahan yang luas untuk kegiatan pertanian, negara telah menetapkan target untuk memproduksi lebih dari 40 juta ton minyak sawit pada tahun 2020. Produsen swasta utama selain petani kecil di Indonesia adalah PT Astra Agro Lestari TBK, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology TBK, PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia TBK, dan PT Bakrie Sumatera Plantation TBK.

Tabel 2.2. Hektar Kelapa Sawit dan Produksi Produk Kelapa Sawit Milik Malaysia dan Indonesia, 1994–2009.

Tahun

Malaysia 1 Indonesia2

Luas, ha CPO, ton PKO, ton Luas, ha CPO, ton PKO, ton

1994 2.411.999 7.220.631 978.143 1.804.149 4.008.062 796.537 1995 2.540.087 7.810.546 1.036.538 2.024.986 4.479.670 942.063 1996 2.692.286 8.385.886 1.107.045 2.249.514 4.898.658 1.084.676 1997 2.893.089 9.068.729 1.164.697 2.922.296 5.448.508 1.095.273 1998 3.078.116 8.319.682 1.110.745 3.560.196 5.930.415 1.186.083 1999 3.313.393 10.553.918 1.338.905 3.901.802 6.455.590 1.291.118 2000 3.376.664 10.842.905 1.384.685 4.158.077 7.000.508 1.400.102 2001 3.499.012 11.803.788 1.531.917 4.713.435 8.396.472 1.675.676 2002 3.670.243 11.909.298 1.472.932 5.067.058 9.622.345 1.831.069 2003 3.802.040 13.354.769 1.644.126 5.283.557 10.440.834 2.104.722 2004 3.875.327 13.976.182 1.643.021 5.284.723 10.830.389 2.267.271 2005 4.051.364 14.961.654 1.842.628 5.453.817 11.861.615 2.474.532

Gambar

Tabel 1.2 Produksi CPO menurut provinsi di Indonesia Tahun 2016 sampai dengan  2020 (dalam Ton)
Tabel 1.4 Kebutuhan Minyak Goreng di Indonesia
Gambar 1.1 Plot Konsumsi Minyak Goreng dari tahun 2002 sampai 2015
Gambar 1.2 Teknologi proses pemurnian kelapa sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyususnan Karya Akhir ini sebagai salah satu syarat yang harus dilakukan untuk dapat mengikuti siding sarjana pada ProgramStudi Teknologi Kimia Industri D- IV, Fakultas

Gliserol merupakan bahan baku yang secara luas digunakan dalam industri, antara lain: Industri farmasi, Industri bahan makanan dan monogliserida, Industri sabun

Perbandingan molar alkohol dengan trigliserida adalah 3:1, namun untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan (untuk memperoleh konversi metil ester yang maksimum)

Biodiesel atau disebut juga methyl ester merupakan bahan bakar yang terbuat dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel atau

Dalam perancangan tata letak peralatan proses ada beberapa hal yang harus. dipertimbangkan,

PRARANCANGAN PABRIK SABUN MANDI CAIR DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS PRODUKSI 40.000

Metode dari Tugas Prarancangan Pabrik ini adalah dengan cara menganalisa kebutuhan bahan bakar minyak solar di Indonesia, kemudian mencari solusi krisis

Gambar 1.2 Peta Lokasi Pabrik Minyak Goreng di Dharmasraya, Sumatera Barat Dasar pemilihan lokasi pendirian pabrik pembuatan Minyak Goreng di Kabupaten Dharmasraya didasarkan