PRESENTASI KASUS
G1P0A0 USIA 25 TAHUN GRAVIDA 37 MINGGU DENGAN LETAK LINTANG DAN HIPERTENSI GESTASIONAL
Pembimbing : dr. Rahman Noor, Sp.OG
Disusun Oleh :
Ilham Prayoga Indria Trisna G4A024046
Rahma Dini Yamsun G4A024083
Nafrisa Dian Rizkiana G4A024093
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RSUD GOETENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2025
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi Kasus dengan judul :
“G1P0A0 Usia 25 Tahun Gravida 37 Minggu dengan Letak Lintang dan Hipertensi Gestasional”
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian di Bagian Obstetri dan Ginekologi Program Profesi Dokter di RSUD Goeteng
Disusun Oleh :
Ilham Prayoga Indria Trisna G4A024046
Rahma Dini Yamsun G4A024083
Nafrisa Dian Rizkiana G4A024093
Purwokerto,15 Juli 2025 Mengetahui, Dokter Pembimbing
dr. Rahman Noor, Sp. OG
LAPORAN KASUS A. Identitas
Nama : Ny. S Usia : 25 tahun Agama : Islam Suku/bangsa : Jawa Pekerjaan : IRT Pendidikan : SMP
Alamat : Banjaran RT 7/4 Nomor CM : 008*****
Tanggal Periksa : 8/07/2025 / 09.30 WIB B. Anamnesis
1. Teknik Anamnesis Autoanamnesis 2. Tanggal Anamnesis
8/07/2025 / 09.30 WIB 3. Keluhan Utama
Perut terasa kencang-kencang 4. Keluhan Tambahan
Pusing dan lemas 5. Riwayat Obstetri
- Hamil pertama 6. Riwayat kontrasepsi
- Tidak KB
7. Riwayat Ginekologi
- Tidak ada riwayat ginekologi 8. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat keluhan serupa : disangkal - Riwayat penyakit kandungan : disangkal - Riwayat operasi : disangkal - Riwayat tekanan darah tinggi : (+) - Riwayat kencing manis : disangkal - Riwayat hipertiroid : disangkal - Riwayat penyakit jantung : disangkal - Riwayat alergi dan atopi : disangkal - Riwayat pengobatan rutin : disangkal - Riwayat keganasan & kemoterapi : disangkal - Riwayat trauma : disangkal 9. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan serupa : disangkal - Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal - Riwayat kencing manis : disangkal - Riwayat hipertiroid : disangkal - Riwayat penyakit jantung : disangkal - Riwayat alergi dan atopi : disangkal - Riwayat penyakit kandungan : disangkal - Riwayat pengobatan rutin : disangkal - Riwayat keganasan & kemoterapi : disangkal
10. Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Pasien tinggal satu rumah dengan suami dan orangtuanya. Sehari- hari pasien bekerja sebagai sebagai ibu rumah tangga yang biasanya sehari-harinya hanya dirumah.. Pasien makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur, lengkap dengan lauk pauk. Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan. Kesan ekonomi pasien menengah. Pembiayaan kesehatan pasien menggunakan BPJS NON- PBI.
C. Pemeriksaan Fisik
Berikut adalah hasil pemeriksaan fisik : 1. Keadaan Umum/Kesadaran
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6 2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 116/83 mmHg (MAP: 94)
b. Nadi : 105x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup c. Frekuensi napas : 20x/menit, teratur
d. Suhu tubuh : 36.5°C
e. SpO2 : 98% Room Air 3. Antopometri
a. Berat badan sebelum hamil : 79 kg b. Berat badan saat hamil : 86 kg c. Tinggi badan : 150 cm
d. IMT : 35,1 (> 30 obesitas II) e. Lingkar lengan atas : 31 cm
4. Status Generalis
a. Kepala : mesosefal, edema wajah (-)
b. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/- ), discharge (-/-), refleks pupil (+/+) isokor 3mm/3mm
c. Telinga : otore (-/-)
d. Hidung : nafas cuping hidung (-), discharge (-/-) e. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)
f. Leher : deviasi trakea (-), pembesaran limfonodi (-), pembesaran tiroid (-), nyeri tekan (-).
g. Pulmo :
● Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
● Palpasi : Vokal fremitus (+), ketinggalan gerak (-)
● Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
● Auskultasi : SDV (+/+); wheezing (-/-); ronkhi (-/-) h. Cor
● Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
● Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicular sinistra
● Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
● Auskultasi : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-) i. Abdomen
● Inspeksi : Cembung gravida, striae gravidarum (-)
● Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muskular (-), TFU 36 cm
● Perkusi : Pekak janin (+)
● Auskultasi : Bising usus (+) dbn
j. Ekstremitas : Edem (-/-//-/-); akral hangat (+/+//+/+), CRT <2 detik 5. Status Obstetri
a. Leopold
● Leopold I : Pada bagian fundus teraba bagian lunak dan tidak bulat, kesan presentasi kepala dan bokong tidak berada di fundus.
● Leopold II : Teraba massa datar dan memanjang secara horizontal.
Kesan punggung kiri.
● Leopold III : Tidak ditemukan bagian keras dan bulat seperti kepala, bagian bawah uterus kosong, kesan : tidak ada bagian janin yang memasuki pintu atas panggul.
● Leopold IV : Tidak teraba bagian janin yang engaged di inlet pelvis. Teraba ruang kosong
b. TFU : 36 cm c. TBJ : 2704 gram d. DJJ : 137 kali/menit e. Genitalia Eksterna
a). Mons Pubis : Distribusi normal (+), lesi (-) b). Labia mayor : Massa (-), lesi (-), hiperemis (-) c). Labia minor : Massa (-), lesi (-), hiperemis (-) d). Introitus vagina : Fluor albus (-), fluksus (-); lendir (+) e). Kelenjar bartholini : Massa (-), edema (-), nyeri tekan (-) f. Genitalia Interna
a). Portio tebal, lunak, posterior
b). Ostium belum membuka (pembukaan 0 cm)
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium darah
Pemeriksaan hasil
hemoglobin 13.1
leukosit 15.2
hematokrit 38
eritrosit 4.5
trombosit 293
MCH 29
MCHC 35
MCV 84
RDW 14.5
Eosinofil 1
Basofil 0
Netrofil Segmen 83
Limfosit 8
Monosit 7
Netrofil 12.7
Gula darah sewaktu 83.8
HBsAg Negatif
Interpretasi : berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan hasil Leukositosis
b. Pemeriksaan Sero Imunologi
Pemeriksaan Hasil
Syfilis Non reaktif
HIV I Reagen Indek Non reaktif
Interpretasi : Berdasarkan hasil pemeriksaan sifilis dan HIV I Reagen Indek didapatkan hasil Non reaktif
c. Pemeriksaan Ultrasonography
Interpretasi : Berdasarakan pemeriksaan USG didapatkan hasil Air ketuban cukup, jernih, berjenis kelamin laki-laki, presentasi kepala belum masuk panggul, FHR (+), FM (+), EPFW 2704 g
E. Diagnosis Klinis
G1P0A0 Usia 25 tahun gravida 37 minggu dengan letak lintang dan hipertensi gestasional
F. Tatalaksana Non medikamentosa
- Pro sectio caesarea elektif atas indikasi letak lintang
- Observasi keadaan umum, tanda vital, denyut jantung janin, kontraksi uterus, dan perdarahan pervaginam
Medikamentosa
- Infus RL 20 tpm - Cefazolin 1gr IV
G. Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Letak lintang merupakan suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Letak lintang merupakan kondisi di mana sumbu longitudinal janin berada dalam posisi melintang terhadap sumbu longitudinal ibu, membentuk sudut tegak lurus atau mendekati 90 derajat. Pada kondisi ini, umumnya bahu janin berada di atas pintu atas panggul (inlet), sedangkan kepala terletak di salah satu fosa iliaka dan bokong di fosa iliaka yang berlawanan. Keadaan tersebut dikenal sebagai presentasi bahu atau presentasi akromion. Arah akromion yang menghadap ke sisi tubuh ibu menentukan jenis letaknya, yaitu akromion kiri atau akromion kanan. Dalam kedua posisi tersebut punggung janin dapat mengarah ke anterior atau posterior, serta ke superior atau inferior, maka letak lintang dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi letak lintang dorsoanterior atau dorsoposterior (Cipta, 2018).
B. Epidemiologi
Letak lintang merupakan keadaan berisiko bagi bayi dan ibu. Letak lintang dapat meningkatkan resiko tali pusat menumbung antara 7-14%. Angka bayi lahir mati lebih tinggi dua sampai tiga kali untuk letak lintang (Cunningham et al., 2022). Secara global, letak lintang hanya terjadi pada sekitar 0,12% hingga 0,3% persalinan tunggal menjelang atau saat persalinan. Di awal trimester ketiga (29–32 minggu), angka malpresentasi berupa letak lintang atau oblique lebih tinggi, meskipun biasanya janin akan berputar ke posisi memanjang menjelang persalinan akhir (Dolma et al., 2022).
Temuan pada beberapa rumah sakit di Indonesia yaitu pada RSUP Dr. Pirngadi (Medan) sebanyak 0,6 % persalinan, Rumah sakit Hasan Sadikin (Bandung) sebanyak 1,9 %, dan RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo (Jakarta), selama lima tahun sebanyak 0,1 % dari 12.827 persalinan (Prihartini et al., 2022).
C. Anatomi Rongga Panggul
Tulang-tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang-tulang ini satu dengan lainnya berhubungan. Di bagian depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Di bagian belakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Di bagian bawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum dan os koksigis (Moore et al., 2018).
Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ- organ abdominal selain itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot-otot dan ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus (Tortora & Derrickson, 2020).
1. Sumbu Panggul
Bentuk dari panggul kecil mempunyai saluran dengan sumbu yang jalannya melengkung. Sumbu tersebut merupakan garis penghubung persekutuan antara diameter transversa dan conjugata vera di pintu atas panggul (PAP) dengan titik sejenis pada Hodge II, III dan IV, dimana mendekati Hodge III sumbu lurus dan sejajar dengan sacrum, kemudian melengkung kedepan sesuai dengan lengkung sakrum (Moore et al., 2018).
2. Pintu Atas Panggul (PAP)
Pintu atas panggul merupakan bidang yang dibentuk oleh promontorium, linea inominata/terminalis, dan tepi atas simphisis. Konjugata vera adalah panjang jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium (kurang lebih 11 cm). Diameter transversa adalah jarak terjauh garis melintang pada pintu atas panggul/linea terminalis (12,5 - 13 cm). Diameter oblikua adalah garis dari artikulasio sakroiliaka ke titik persekutuan antara. Diameter transversa dan konjugata vera dan diteruskan ke linea innominata (lebih kurang 12,5 cm). Konjugata diagonalis adalah jarak bagian bawah simfisis sampai ke promontorium (12,5 cm). Konjugata vera dapat dihitung dengan konjugata diagonalis dikurangi 1,5 cm. Konjugata obstetrik adalah jarak dari bagian dalam tengah simfisis ke promontorium (Moore et al., 2018).
3. Pintu Tengah Panggul
Pintu tengah panggul merupakan bidang dengan ukuran terkecil Bidang ini berbentuk segitiga dari tepi bawah symphysis ke kedua spina ischiadika kanan dan kiri, kemudian memotong sacrum 1-2 cm di atas ujung sakrum (Moore et al., 2018).
4. Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul merupakan satu bidang tetapi terdiri dari 2 segitiga yang dasarnya sama yaitu garis yang menghubungkan tuber ischiadicum kanan dan kiri. Puncak dari segitiga yang belakang adalah ujung dari os sakrum (Tortora
& Derrickson, 2020).
5. Bidang Hodge
Untuk menentukan seberapa jauh bagian terdepan janin turun ke dasar panggul.
Klasifikasi:
a. Hodge I = bidang yang sama dengan pintu atas panggul.
b. Hodge II = bidang yang sejajar dengan H I setinggi tepi bawah simfisis.
c. Hodge III = bidang yang sejajar dengan H II setinggi spina ischiadica.
d. Hodge IV = bidang yang sejajar dengan H III setinggi ujung tulang sacrum.
6. Bentuk Panggul
4 jenis panggul berdasarkan bentuk pintu atas panggul (Cadwell dan Molloy):
a. Panggul gynaecoid
- Bentuk hampir mirip lingkaran
- Diameter anteroposterior kira-kira sama dengan diameter transversa
- Ditemukan pada 45% wanita.
- Merupakan jenis panggul tipikal wanita (female type) b. Panggul android
- Bentuk hampir segitiga
- Diameter transversal terbesar terletak di posterior dekat sakrum - Dinding samping panggul membentuk sudut yang makin sempit
ke arah bawah
- Ditemukan pada 15% wanita, jenis panggul tipikal pria (male type)
c. Panggul anthropoid
- Bentuk ellips membujur anteroposterior
- Diameter anteroposterior lebih besar dari diameter transversa - Jenis ini ditemukan pada 35% wanita
d. Panggul platypelloid
- Jenis ginekoid yang menyempit pada arah muka belakang - Diameter transversa jauh lebih lebar dari diameter
anteroposterior
- Ditemukan pada 5% wanita D. Pelvimetri
Pelvimetri merupakan metode penilaian anatomi dan ukuran panggul maternal guna menentukan kecukupan panggul untuk persalinan pervaginam. Pada kasus presentasi janin melintang (transverse lie), pelvimetri tidak dilakukan secara rutin karena kondisi ini umumnya dianggap sebagai indikasi absolut untuk seksio sesarea, terutama apabila posisi janin menetap hingga usia kehamilan aterm. Meskipun demikian, pelvimetri dapat bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, seperti ketika terdapat kemungkinan janin akan mengalami rotasi spontan ke presentasi longitudinal
atau presentasi kepala maupun bokong, dan saat tenaga kesehatan merencanakan tindakan versi luar (external cephalic version) (Cunningham et al., 2022).
Terdapat dua jenis pelvimetri yang dapat dilakukan, yaitu pelvimetri klinis dan pelvimetri radiologis yaitu (Hendriks et al., 2019; ACOG, 2020) :
a. Pelvimetri Klinis
Pelvimetri klinis dilakukan melalui pemeriksaan dalam (vaginal touché) untuk menilai diameter panggul, termasuk conjugata diagonalis, diameter interspinosa, intertuberosa, serta kelengkungan sakrum. Pemeriksa menggunakan dua jari untuk meraba promontorium sakrum dan bagian posterior simfisis pubis, serta menilai luas panggul tengah dan outlet dengan palpasi terhadap spina ischiadica dan arkus pubis. Penilaian ini bersifat subjektif dan sangat bergantung pada keterampilan serta pengalaman pemeriksa. Pada janin melintang, pelvimetri klinis lebih bermanfaat bila posisi janin telah berubah menjadi presentasi kepala atau bokong, sehingga ada kemungkinan untuk mempertimbangkan persalinan pervaginam (Hendriks et al., 2019).
b. Pelvimetri Radiologis
Pelvimetri radiologis dilakukan dengan menggunakan modalitas pencitraan seperti magnetic resonance imaging (MRI) atau computed tomography (CT). MRI merupakan pilihan utama karena memberikan gambaran anatomi yang lebih akurat tanpa paparan radiasi, sehingga aman bagi ibu dan janin. Prosedur dimulai dengan posisi pasien terlentang di dalam alat pencitraan. Gambar diambil dalam bidang aksial dan sagital untuk mengukur diameter penting seperti conjugata vera, conjugata obstetrica, diameter interspinosa, diameter outlet (intertuberosa), serta sudut arkus pubis. Hasil pelvimetri radiologis dapat dibandingkan dengan standar normal (misalnya conjugata obstetrica ≥10 cm dianggap adekuat untuk persalinan pervaginam) dan digunakan untuk mendukung keputusan klinis, terutama bila posisi janin telah berhasil dikoreksi melalui versi luar (ACOG, 2020).
Meskipun pelvimetri radiologis memiliki keunggulan diagnostik, pada janin melintang yang tidak mengalami perubahan posisi, prosedur ini tidak memberikan manfaat klinis yang signifikan. Hal ini karena janin dalam posisi melintang tidak akan dapat melewati jalan lahir, berapapun ukuran panggul maternal. Oleh karena itu, jika presentasi melintang menetap pada usia kehamilan cukup bulan, maka pelvimetri baik klinis maupun radiologis tidak diperlukan, dan persalinan harus
dilakukan melalui seksio sesarea demi keselamatan ibu dan janin (Cunningham et al., 2022; Hendriks et al., 2019).
E. Etiopatologi
1. Multiparitas
Multiparitas sering dikaitkan dengan kelemahan tonus uterus karena otot rahim telah mengalami peregangan berulang kali. Dinding uterus yang kurang tonus menjadi kurang mampu mempertahankan bentuk rahim yang ideal untuk posisi janin longitudinal. Akibatnya, janin lebih mudah bergerak dan berpotensi mengambil posisi abnormal seperti lintang (Cunningham et al., 2022).
2. Prematuritas
Letak lintang lebih sering ditemukan pada kehamilan kurang dari 37 minggu.
Ukuran janin yang relatif kecil terhadap volume uterus pada kehamilan prematur memungkinkan pergerakan bebas janin, sehingga posisi janin belum stabil dan cenderung dapat berada dalam posisi lintang.
3. Kelainan Bentuk Rahim
Contohnya uterus bikornis, uterus subseptus, atau adanya adhesi intrauterin.
Abnormalitas anatomi rahim menyebabkan ruang intrauterin menjadi asimetris atau terbagi, mengganggu penyesuaian posisi janin ke arah longitudinal karena ruang untuk rotasi terbatas (Moore et al., 2020)
4. Plasenta Previa
Plasenta yang menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta previa menghalangi bagian janin untuk masuk ke segmen bawah rahim, mencegah presentasi kepala atau bokong, sehingga janin tetap dalam posisi lintang (Cunningham et al., 2022)
5. Volume Cairan Ketuban Abnormal (Polihidramnion / Oligohidramnion) a. Polihidramnion: Terlalu banyak cairan memungkinkan janin bergerak
berlebihan, sehingga sulit mempertahankan posisi longitudinal.
b. Oligohidramnion: Cairan yang terlalu sedikit membatasi ruang gerak janin dan memerangkapnya dalam posisi abnormal.
(Kilpatrick & Monga, 2021)
6. Tumor Intrauterin atau Mioma
Adanya massa di dalam rahim seperti mioma submukosa atau tumor menempati ruang intrauterin yang seharusnya diisi janin, mengganggu pembentukan bentuk rahim yang normal dan menghambat janin mengambil posisi longitudinal (Arulkumaran et al., 2019)
7. Kehamilan Ganda (Gemeli)
Persaingan ruang antara dua janin membuat salah satu atau keduanya tidak dapat mencapai posisi longitudinal sempurna, salah satunya dapat berada dalam posisi lintang (Cunningham et al., 2022)
8. Kelainan Janin
Contoh: anensefali, hydrocephalus, atau janin akardius.
Mekanisme: Kelainan bentuk atau tonus janin mempengaruhi keseimbangan dan orientasi janin dalam rahim. Kepala yang kecil atau tidak ada, misalnya pada anensefali, tidak dapat berfungsi sebagai bagian terendah janin untuk mengarahkan posisi longitudinal (Moore et al., 2020).
F. Pemeriksaan Fisik
Presentasi janin melintang (transverse lie) dapat diidentifikasi secara klinis melalui pemeriksaan fisik obstetri, khususnya manuver leopold dan pemeriksaan vaginal touché (VT). Pemeriksaan ini penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan pendekatan obstetri yang sesuai (Cunningham et al., 2022).
a. Manuver leopold
Manuver Leopold adalah metode palpasi sistematis pada abdomen ibu untuk menentukan posisi janin dalam rahim. Pada kasus janin melintang, hasil dari setiap manuver menunjukkan pola yang khas sebagai berikut:
i. Leopold I (Palpasi fundus uteri) : Fundus kosong atau tidak teraba bagian kepala maupun bokong. Biasanya ditemui temuan Lateral grip yaitu punggung dan ekstremitas janin mungkin keduanya terasa atau tidak jelas.
Pawlik’s & pelvic grip yaitu sulit menemukan bagian presentasi karena janin tidak menekuk ke arah panggul.
ii. Leopold II (Palpasi samping abdomen) : Teraba massa memanjang dan padat yang melintang dari satu sisi abdomen ke sisi lain. Biasanya punggung janin teraba di satu sisi dan ekstremitas kecil (tangan/kaki) di sisi sebaliknya, menunjukkan bahwa sumbu janin horizontal terhadap rahim.
iii. Leopold III (Palpasi Suprapubik) : Tidak ditemukan bagian bulat, keras, dan mobile (kepala), melainkan mungkin bagian kecil janin atau tidak ada bagian janin yang jelas. Hal ini menandakan tidak ada bagian janin yang masuk ke pintu atas panggul
iv. Leopold IV (Palpasi ke arah panggul) : Tidak ada bagian janin yang teraba menetap di pintu atas panggul (head not engaged), sering kali ditemukan kekosongan di bagian bawah rahim.
b. Pemeriksaan vaginal toucher
Pemeriksaan dalam (VT) pada janin melintang umumnya tidak menunjukkan bagian janin yang menandakan kepala atau bokong sebagai bagian presentasi.
Beberapa kemungkinan yang dapat ditemukan antara lain :
i. Teraba kekosongan pada kanalis servikalis karena tidak ada bagian janin yang mengisi segmen bawah uterus.
ii. Jika ketuban masih utuh dan sudah mendekati persalinan, dapat ditemukan tali pusat atau bagian kecil janin seperti lengan atau bahu yang menjadi bagian terendah.
iii. Dalam beberapa kasus, dapat teraba skapula, klavikula, atau aksila, tergantung orientasi janin.
VT pada janin melintang harus dilakukan dengan hati-hati, terutama jika dicurigai adanya presentasi bahu dengan prolaps tali pusat, karena dapat meningkatkan risiko trauma atau kompresi tali pusat (Rayburn & Smith, 2016).
Meskipun pemeriksaan Leopold dan VT memberikan gambaran awal yang kuat, konfirmasi dengan ultrasonografi tetap diperlukan untuk memastikan letak janin, posisi plasenta, jumlah cairan ketuban, dan kemungkinan kelainan lain yang menyertai. USG juga membantu menentukan apakah versi luar (ECV) layak dipertimbangkan (ACOG, 2020).
G. Kelainan Letak
Kelainan letak atau Malpresentasi adalah kondisi di mana bagian janin yang memasuki jalan lahir bukan kepala bagian ubun‑ubun (vertex), seperti bokong (breech), wajah, dahi, bahu atau presentasi majemuk. Idealnya, kepala bayi seharusnya menjadi
yang pertama memasuki pintu atas panggul saat persalinan. Posisi kepala lebih dulu ini disebut "presentasi verteks". Jika bayi tidak berada dalam posisi ini, komplikasi dapat muncul, termasuk persalinan pervaginam yang sulit atau perlunya operasi caesar (Zara, 2023).
Berikut ini adalah jenis malpresentasi atau kelainan presentasi pada janin : 1. Breech Presentation (Presentasi sungsang)
Presentasi sungsang merupakan jenis malpresentasi yang paling sering terjadi, dimana bokong atau kaki bayi berada di posisi yang lebih dulu memasuki jalan lahir. Presentasi sungsang dibagi lagi menjadi 3 yaitu (Zara,2023) :
a. Frank Breech (Presentasi bokong murni) : Bagian terbawah (presenting part) dari fetus adalah bokong, kedua tungkai dalam fleksi dan sejajar toraks (lutut ekstensi).
b. Complete breech (Presentasi bokong sempurna) : Fetus berada dalam posisi duduk dalam jalan lahir tetapi bokong masih merupakan presenting part.
Seluruh anggota gerak janin fleksi sempurna (tungkai dan lutut fleksi) c. Footlink breech/ incomplete breech (Presentasi kaki) : Salah satu atau kedua
kaki lebih inferior dibandingkan dengan bokong dan akan menjadi bagian pertama yang lahir.
(Cunningham, 2023) 2. Face dan Brow Presentation (Wajah dan Dahi)
Face presentation terjadi ketika leher janin hiperekstensi, sehingga dagu (mentum) menjadi bagian pertama yang masuk ke jalan lahir. Prevalensi: sekitar 1 dari 600–800 persalinan (~0,2 %). Sedangkan Brow presentation (presentasi dahi) terjadi jika leher kurang terangkat dibandingkan wajah sehingga, dahi menjadi leading part atau terangkat (area antara orbital ridges dan anterior fontanelle). Hal
ini cukup jarang terjadi yaitu, sekitar 1 dari 500–1 400 persalinan (Makajeva and Ashraf, 2024).
(Makajeva and Ashraf, 2024).
3. Transverse Lie (Letak melintang)
Letak lintang adalah dimana sumbu panjang janin tegak lurus atau hamper tegak lurus pada sumbu panjang ibu. Pada letak lintang, bahu janin akan menjadi bagian terendah, yang disebut presentasi bahu atau presentasi akromiom. Jika punggung janin terdapat di depan disebut dorsoanterior dan jika di belakang disebut dorsoposterior (Jenny, 2013).
a. Menurut letak kepala terbagi atas - letak lintang 1 : kepala di kiri - letak lintang II : kepala di kanan b. Menurut posisi punggung terbagi atas
- Dorso anterior (di depan) - Dorso posterior (di belakang) - Dorso superior (di atas) - Dorso inferior (di bawah)
Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, bahu akan masuk ke dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Bila janin kecil, sudah mati, dan menjadi lembek, kadang-kadang persalinan dapat berlangsung spontan. Janin lahir dalam keadaan terlipat melalui jalan lahir 28 (konduplikasio korpore) atau lahir dengan evolusio spontanea menurut cara Denman atau Douglas (Yenni, 2018).
Cunningham et al., 2022 4. Oblique Lie (letak miring)
Oblique lie adalah posisi janin di dalam rahim di mana sumbu panjang tubuh janin membentuk sudut antara 45° terhadap sumbu longitudinal uterus, sehingga tidak sejajar (longitudinal) dan juga tidak tegak lurus (transversal), melainkan diagonal. Pada posisi ini, bagian tubuh janin seperti bahu atau dada biasanya mengarah ke pintu atas panggul (inlet pelvis) ibu (Cunningham, 2022).
5. Cord Presentation (presentasi tali pusat)
Presentasi tali pusat (cord presentation) merupakan kondisi obstetrik di mana tali pusat terletak di antara bagian terbawah janin seperti kepala atau bokong dan ostium uteri internum, tanpa disertai penonjolan tali pusat ke luar melalui kanalis servikalis. Berbeda dengan prolaps tali pusat, pada kondisi ini selaput ketuban masih utuh sehingga belum terjadi kompresi langsung tali pusat oleh bagian presentasi janin. Meskipun insidensinya relatif rendah, kondisi ini memiliki potensi berkembang menjadi prolaps tali pusat, khususnya saat ketuban pecah atau ketika proses persalinan memasuki fase aktif (Weerakkody et al., 2023).
(Zara, 2023) H. Faktor Risiko
letak janin lintang bisa dipengaruhi beberapa faktor yaitu (Prihartini, 2022) :
1. Multiparitas (90%). Dinding abdomen teregang secara berlebihan disebabkan oleh kehamilan multiparitas, pada ibu hamil dengan paritas 4 atau lebih terjadi insiden hamper sepuluh kali lipat disbanding ibu hamil nullipara. Relaksasi dinding abdomenpada perut yang menggantung akibat multipara dapat menyebabkan uterus beralih ke depan. Hal ini mengakibatkan defleksi sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir, sehingga terjadi letak lintang.
2. Janin premature (13%), pada janin premature letak janin belum menetap, sehingga terjadi perputaran janin yang mengakibatkan letak memanjang atau melintang.
3. Plasenta previa (11%). Dengan adanya plasenta maka sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir
4. Polihidramnion (8%). Adanya cairan amnion yang berlebihan menyebabkan janin bebas bergerak sehingga menyebabkan letak lintang.
5. Abnormalitas uterus (8%), bentuk dari uterus yang tidak normal menyebabkan janin tidak dapat engagement sehingga sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir.
6. Panggul Sempit, bentuk panggul yang sempit mengakibatkan bagian presentasi tidak masuk ke dalam panggul (engagement)sehingga dapat mengakibatkan sumbu panjang janin menjauhi jalan lahir
I. Tatalaksana
penatalaksaan pada ibu hamil dengan posisi bayi letak lintang dapat dilakukan dengan cara (khoiriyah, 2022) :
1. posisi knee chest
posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dari dada hingga menempel pada kasur di kehamilan sekitar 28 - 30 minggu dapat dilakukan 3 - 4 kali perhari selama 15 menit.
2. posisi trendelenburg
berbaring dengan posisi kepala ibu lebih rendah dari kaki 3. seksio saesaria
dilakukan apabila ketuban telah pecah, tali pusat menumbung, dan persalinan lanjut
J. Komplikasi 1. bagi ibu
pada ibu yang melahirkan dengan bayi posisi lintang bahaya yang mengancam adalah rupture uteri pada saat lahiran spontan atau dengan ekstraksi, ketuban pecah dini, partus lama, hingga infeksi intrapartum.
2. bagi bayi
- prolaps funiculi - trauma partus
- hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus - ketuban pecah dini
DAFTAR PUSTAKA
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). 2020. Practice Bulletin No.
221: External Cephalic Version. Obstetrics & Gynecology. Vol 135(1), e203–e212.
Arulkumaran, S., Regan, L., & Symonds, I.M. 2019. Oxford Handbook of Obstetrics and Gynaecology. 3rd ed. Oxford: Oxford University Press.
Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Spong, C. Y., Dashe, J. S., Hoffman, B. L., Casey, B. M., & Sheffield, J. S. 2022. Williams obstetrics (26th ed.). New York:
McGraw-Hill Education.
Dolma, G. et al. 2022. Frequency, Risk Factors, and Adverse Fetomaternal Outcomes of Fetal Malpresentations. International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology. Vol.9(4): 1407 – 1411.
Hayati, P. 2020. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil dengan Letak Lintang di PMB Sahara Kota Padang Sidampuan.
Hendriks, E., Rosenberg, R.E., Glazer, K.B. 2019. Pelvimetry and its clinical relevance in modern obstetrics: A review. Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine. Vol 32(3):429–436. https://doi.org/10.1080/14767058.2017.1378346
Jenny. 2013. Asuhan kebidanan Persalinan dan bayi baru lahir. Jakarta: PT Gelora aksara pratama: Erlangga
Khoiriyah, E., & Yuriati, P. (2022). EDUKASI KELAINAN LETAK PADA IBU HAMIL.
Jurnal Pengabdian Masyarakat Anugerah Bintan (JPMAB), 3(2).
Kilpatrick, C.C. & Monga, M. 2021. Operative Obstetrics. 4th ed. New York: McGraw-Hill.
Makajeva, J., & Ashraf, M. 2024. Delivery, face and brow presentation. In StatPearls.
Treasure Island, FL: StatPearls Publishing.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK567727/
Moore, K.L., Persaud, T.V.N., & Torchia, M.G. (2020). Before We Are Born: Essentials of Embryology and Birth Defects. 10th ed. Philadelphia: Elsevier.
Prihartini, A., Maesaroh M., Fransisca W. 2022. Hubungan Antara Kelainan Letak Janin Dengan Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin di Kabupaten Indramayu. Jurnal Menara Medika. Vol.4(2):173 – 182.
Rayburn, W.F., Smith, C.V. 2016. Clinical Obstetrics: The Fetus and Mother, 4th ed.
Newyork: McGraw-Hill Education.
Weerakkody, Y., Yap, J., Fahrenhorst‑Jones, T., et al. 2023. Cord presentation.
Radiopaedia.org. https://radiopaedia.org/articles/cord-presentation diakses pada 13 Juli 2025.
Yenni, R. 2018. Case Study : Asuhan Kebidanan Pada Ny. S G1P0A0 Usia 26 Tahun Kehamilan 35 minggu 4 Hari dengan Letak Lintang di Puskesmas Pancur Batu.
(Laporan tugas akhir, D3 Kebidanan). STIKes Santa Elisabeth, Medan.
Zara, D. 2023. Fetal Malpresentation and Malposition. DoctorZara.
https://www.doctorzara.com/fetal-malpresentation-and-malposition/. Diakses pada 12 Juli 2025