• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi penyakit kusta di dunia masih tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Prevalensi penyakit kusta di dunia masih tinggi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M. leprae). Pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran pernafasan bagian atas, mata, otot, tulang dan testis kecuali sistem saraf pusat. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara yang sedang berkembang. Sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara itu dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan sosial ekonomi pada masyarakat1.

Prevalensi penyakit kusta di dunia masih tinggi. World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2013, sebanyak 232.857 penemuan kasus baru kusta terdeteksi di seluruh dunia dengan kasus tertinggi berada di regional Asia Tenggara (154.834), diikuti Amerika (36.178), Afrika (20.599) dan sisanya berada di regional lain dunia. Kasus prevalensi kusta pada awal tahun 2015 didapatkan sebesar 0,31 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2014, Indonesia menempati urutan ketiga penderita kusta di dunia sebanyak 17.025 orang, sementara peringkat pertama yaitu India sebanyak 125.785 orang dan peringkat kedua yaitu Brazil sebanyak 31.064 orang2.

(2)

2

Menurut Riskesdas Indonesia angka prevalensi Kusta di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 0.70 kasus/ 10.000 penduduik an angka penemuan kasus baru sebesar 6.08 kasus per 100.000 penduduk , selain itu ada beberapa provinsi yang prevalensinya di atas 1 per 10.000, angka prevalensi tersebut belum bisa dinyatakan bebas kusta dan terjadi 10 provinsi di Indonesia.

Tahun 2015- 2016 sebanyak 11 provinsi (32.35%) termasuk dalam beban kusta tinggi, sedangkan 23 provinsi lainnya (67.65%), termasuk dalam beban kusta rendah, hampir semua provinsi di Indonesia bagian timur termasuk dalam beban kusta tinggi, selama periode 2015-2016

Di Propinsi Papua Barat pada tahun 2015 Prevalence Rate penyakit kusta adalah 10,66 per 10.000 penduduk, pada tahun 2016 Prevalence Rate penyakit kusta adalah 14,33 per 10.000 penduduk, pada tahun 2017 Prevalence Rate penyakit kusta adalah 7,54 per 10.000 penduduk. pada tahun 2018 Prevalence Rate penyakit kusta adalah 16,40 per 10.000 penduduk. Penemuan kasus baru kusta tahun 2015 adalah 717 per 10.000 penduduk. Penemuan kasus baru kusta tahun 2016 adalah 855 per 10.000 penduduk. Pada tahun 2017 mengalami penurunan adalah 690 per 10.000 penduduk. Namun mengalami kenaikan Pada tahun 2018 adalah 764 per 10.000 penduduk. jumlah penderita dalam kurung waktu 2015 – 2018 sebanyak 3.016 Kasus.3

Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana dari tahun 2015 sampai dengan 2019, Kaimana merupakan wilayah yang cukup banyak ditemukan penderita kusta. Angka Penemuan penderita kusta di Kabupaten Kaimana tahun 2015 ada 67

(3)

3

orang, tahun 2016 ada 148 orang, tahun 2017 ada 93 orang, tahun 2018 ada 116 orang, tahun 2019 ada 104 orang. Dari data tersebut dapat di simpulkan bahwa penderita kusta di Kabupaten Kaimana dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 terus mengalami peningkatan dengan total penderita yang tercatat mencapai 528 penderita. Sementara itu penderita penyakit kusta di wilayah kerja UPT Puskesmas Kaimana pada tahun 2015 ada 58 orang , pada tahun 2016 ada 64 orang , pada tahun 2017 ada 72 orang, pada tahun 2018 ada 59 orang , pada tahun 2019 ada 89 orang , dan pada tahun 2020 periode bulan Januari sampai Ferbuari ada 8 orang.3

Menurut Kemenkes RI, eliminasi kusta dicapai jika prevalence Rate kurang 1 per 10,000 penduduk ( < 10 per 100.000 penduduk). Suatu daerah di katakan endemik rendah jika prevalence Rate <1/10.000 penduduk dengan New Case Detection Rate (NCDR) < 5/100.000 penduduk.

Kabupaten Kaimana merupakan salah satu kabupaten di propinsi Papua Barat yang masih di temukan kasus kusta, Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupeten Kaimana terdapat beberapa wilayah puskesmas yang memiliki angka prevalence Rate > 1 per 10.000 penduduk. Wilayah Puskesmas yang memiliki prevalence Rate

> 1 per 10.000 penduduk yaitu Puskesmas Kaimana, Puskesmas Bofuwer, Puskesmas Kiruru, Puskesmas Tanusan, Puskesmas Yamor, Puskesmas Kambala.

Puskesama Waho.4

Penelitian yang dilakukan oleh Siswanti di Kota Semarang tahun 2017, menyatakan bahwa ada hubungan antara ketinggian lantai rumah, kepadatan hunian,, luas ventilasi, jenis lantai dan jenis dinding dengan kejadian kusta,

(4)

4

sedangkan untuk variable kelembaban dan tingkat pencahayaan tidak ditemukan ada hubungan dengan kejadian kusta, penelitian yang menyatakan bahwa kondisi fisik rumah memiliki hubungan terhadap kejadian kusta juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Nurlatifah di Yogyakarta, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kondisi fisik rumah dengan kejadin Kusta.

Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor kejadian kusta yang perlu diperhatikan. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan biologi, fisik dan sosial.

Lingkungan biologis, fisik dan sosial. Lingkungan biologis merupakan lingkungan biotik yang dapat berinteraksi dengan manusia secara dinamis. Lingkungan biologis seperti manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan, virus, bakteri, jamur, parasit, serangga dan lain-lain. Interaksi yang tidak seimbang antara manusia dengan lingkungan biologisnya akan menyebabkan manusia menjadi sakit. Lingkungan fisik bersifat abiotik seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah, panas, sinar, radiasi dan lain-lain. Lingkungan fisik termasuk komponen lingkungan yang berinteraksi secara konstan dengan manusia sepanjang waktu dan masa serta memegang peran penting dalam proses terjadinya penyakit di masyarakat. Lingkungan sosial dapat berupa adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap, standar dan gaya hidup, pekerjaan, kehidupan kemasyarakatan, organisasi sosial dan politik.7

Faktor sanitasi lingkungan perumahan sangat berperan pada penularan penyakit infeksi. Tempat tinggal yang tidak baik, dapat memicu terjadi penyakit infeksi termasuk kusta, sanitasi dapat meliputi kondisi lantai, dinding rumah, atap rumah, sumber air bersih.7

(5)

5

Perlunya kondisi fisik rumah yang memenuhi syarat kesehatan agar dapat mencegah penyebaran M. leprae di lingkungan. Kondisi fisik rumah mencakup jenis bahan bangunan rumah dan lokasi rumah seperti jenis dinding, lantai dan atap. Jenis bahan bangunan rumah akan mempengaruhi peresapan air dan jumlah debu dalam rumah. Menurut Ehler dan Steel sanitasi sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengawasi faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan mata rantai perpindahan penyakit. Sanitasi rumah yang perlu ditingkatkan untuk mencegah penyebaran bakteri kusta antara lain pengadaan jamban rumah tangga yang sehat, sarana air bersih yang memenuhi syarat, sarana pembuangan limbah, ventilasi dan pencahayaan yang baik serta kepadatan hunian yang sesuai.8

Bakteri penyebab kusta salah satunya dapat ditemukan dalam tanah dan tanah dapat bertindak sebagai reservoir kuman kusta oleh karena itu pada lantai di depan rumah dibuat minimal setinggi 20 cm agar air tidak meresap ke dalam rumah yang dapat menyebabkan kelembaban rumah meningkat. Selain itu meresapnya air ke dalam rumah dapat membawa bakteri patogen termasuk bakteri kuman kusta.9

Kepadatan hunian kamar yang tidak memenuhi syarat dapat meningkatkan penularan penyakit kusta karena kondisi udara yang buruk sehingga kuman kusta tidak dapat dipecahkan dan bahkan tumbuh dengan optimal dalam tubuh penderita, disamping itu kepadatan hunian mengakibatkan kurangnya konsumsi oksigen yang akan mempermudah penularan penyakit kusta ke anggota keluarga yang lain.

Ventilasi yang memenuhi syarat dapat menghambat pertumbuhan bakteri kuman kusta. Hal ini karena kuman kusta suka hidup di tempat lembab namun akan

(6)

6

mati apabila terkena sinar matahari. Ruangan yang tidak dimasuki pencahayaan alami berpeluang menyebabkan penghuninya mengalami kejadian kusta 3,69 kali lebih besar dibandingkan dengan ruang tidur yang dimasuki pencahayaan alami, paparan sinar matahari secara langsung selama 3 jam sehari membuat bakteri kusta bertahan selama 7 hari.9

Dinding berperan dalam menciptakan kelembaban dan temperatur yang mendukung perkembangbiakan dan pertumbuhan suatu bibit penyakit, jika dinding tiak memenuhi persyaratkan yaitu terbuat dari bangunan permanen yang kedap air dan mudah dibersihkan akan mudah memicu perkembangan bakteri. Tingkat kelembapan yang tinggi, menyebabkan peningkatan yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup mikroorganisme, oleh karena itu ventilasi yang tidak sesuai dengan persyaratan merupakan faktor risiko kejadian kusta.13

Rumah yang sehat akan memberikan kesehatan pada penghuninya. Apabila lantai rumah terbuat dari bahan tidak kedap air dapat menyebabkan meresapnya air ke dalam rumah sehingga rumah menjadi tidak sehat dan lingkungan sekitar.

Uraian di atas membuktikan bahwa kondisi fisik rumah yang memiliki pengaruh besar terhadap kejadian penyakit kusta,oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menganalisa faktor kondisi fisik yang memiliki hubungan terhadap kejadian kusta, dengan memiliki fokus pada kelembapan, kepadatan hunian, ventilasi, jenis lantai, pencahaayaan dan jenis dinding penelitian ini menggunakan literatur review.

(7)

7

B. Rumusan Masalah

Lingkungan merupakan faktor penyumbang terbesar kejadian penyakit, kemudian perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik. Lingkungan dapat menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bakteri, termasuk bakteri kusta. Rumah merupakan bagian dari lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Rumah yang menjadi tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan seperti memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, pencahayaan yang cukup, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang terbuat bukan dari tanah, dilihat dari hasil penelitian terdahulu masih banyak rumah yang belum memenuhi standar rumah sehat, oleh karena itu rumusan masalah yang akan di Bahasa dalam penelitian ini adalah bagaimana hasil analisis kejadian penyakit kusta dilihat dari faktor- faktor kondisi fisik rumah.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana hasil Analisis kejadian penyakit kusta berdasarkan faktor faktor resiko lingkungan.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum:

Untuk Menganalisis jurnal – jurnal Mengenai Faktor Lingkungan yang Berisiko terhadap Kejadian Penyakit Kusta untuk membentuk kerangka teortis.

Mengetahui Hasil Analisis Kejadian Kusta Berdasarkan faktor – faktor resiko lingkungan.

(8)

8

2. Tujuan Khusus:

a. Untuk mengetahui Gambaran Faktor Risiko Lingkungan terhadap Kejadian Kusta

b. Untuk mengetahui hubungan Faktor kondisi fisik rumah dengan kejadian kusta

c. Untuk membuat kerangka teoritis

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang analisis kejadian penyakit kusta berdasarkan resiko lingkungan

2. Bagi Institusi Pendidikan, Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut terutama penelitian tentang kejadian penyakit kusta berdasarkan resiko lingkungan

3. Bagi masyarakat hasil penelitian ini menjadi tambahan informasi aspek kesehatan dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit kusta. Berdasar faktor resiko lingkungan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian kejadian penyakit kusta berdasarkan resiko lingkungan berdasar review beberapa jurnal yang telah membahas tentang faktor faktor resiko

(9)

9

lingkungan pada kejadian kusta meliputi : luas ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian, kelembaban dan dinding rumah.

Referensi

Dokumen terkait

Ada hubungan genangan air pasang (tinggi genangan, lama genangan), kondisi sanitasi (air bersih, jamban, sarana pembuangan sampah) dan kondisi fisik rumah (lantai,

Rumah sehat harus memenuhi syarat sanitasi yang dilengkapi dengan berbagai sarana pendukung seperti: jamban keluarga, saluran air kotor, tempat sampah, dan sumber air

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan sanitasi lingkungan (sarana air bersih, sarana jamban keluarga, sarana pembuangan air limbah, dan

Lingkungan yang sehat yaitu lingkungan yang bebas polusi, tersedia air bersih, sanitasi lingkungan memadai (pembuangan sampah, jamban, perumahan dan permukiman

Menurut Depkes RI (2003) Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana

Karakteristik sanitasi dasar meliputi kondisi sarana air bersih, kondisi jamban keluarga, kondisi pembuangan sampah dan kondisi saluran pembuangan air

Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah fasilitas sanitasi lingkungan (tempat sampah, air bersih, jamban, dan Saluran Pembuangan Air Limbah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penyediaan air bersih, ketersediaan jamban keluarga, pengolahan sampah, sarana pembuangan air limbah, dan perilaku