LANSIA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi dan menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Terapan Fisioterapi
MEUTHIA IMTAQILAH PARATIN P27226022272
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN FISIOTERAPI JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2025
LANSIA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi dan menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Terapan Fisioterapi
MEUTHIA IMTAQILAH PARATIN P27226022272
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN FISIOTERAPI JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2025
i
LANSIA
Disusun oleh:
Meuthia Imtaqilah Paratin P27226022272
Telah disetujui Pada tanggal : ……….
PROPOSAL SKRIPSI
PROPOSAL SKRIPSI ii
Mengetahui;
Ketua Prodi Sarjana Terapan
D
r.Saifudin Zuhri,SKM,Ftr,M . Kes NIP. 19740427 200112 1 002 Pembimbing I
Afrianti Wahyu W., Ftr., SKM., M. Kes NIP. 198104082005012003
Tanda tangan
PembimbingII
Mei Kusumaningtyas, SST., Ftr., M.KM NIP. 199305192020122010
Disusun oleh : Meuthia Imtaqilah Paratin
P27226022272
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji Pada tanggal:………
Nama Tanda tangan
1. Sugiono, Ftr., M.H.Kes NIP. 198407052023211019
2. Afrianti Wahyu W., Ftr., SKM., M. Kes NIP. 198104082005012003
3. Mei Kusumaningtyas, SST., Ftr., M.KM NIP. 199305192020122010
Surakarta,...
PERNYATAAN
iii Mengetahui;
Ketua Jurusan Fisioterapi
Nur Basuki, M.Physio., PhD (PT) NIP. 19641217 198803 1 001
Ka. Prodi Sarjana Terapan Fisioterapi
Dr. Saifudin Zuhri, SKM, Ftr, M.Kes NIP. 19740427 200112 1 002
NIM : P27226022272
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN JALAN TANDEM DENGAN LATIHAN BALANCE STRATEGY TERHADAP KESEIMBANGAN LANSIA adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari skripsi ini.
Daftar Isi
iv
Yang membuat pernyataan
Meuthia Imtaqilah Paratin
Daftar Isi... v
Daftar Gambar... vi
Daftar Lampiran...vii
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Rumusan Masalah... 1
C. Tujuan Penelitian...3
D. Manfaat Penelitian... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5
A. Kajian Teori...5
B. Penelitian yang Relevan...24
C. Kerangka Berpikir...27
D. Kerangka Konsep...29
E. Hipotesis...30
BAB III METODE PENELITIAN... 31
A. Rancangan Penelitian...31
B. Waktu dan Tempat Penelitian...32
C. Subjek Penelitian...33
D. Alat Ukur Penelitian...34
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...36
F. Prosedur Penelitian...38
G. Metode pengolahan dan analisis data...41
DAFTAR PUSTAKA...43
Lampiran-Lampiran...47
Daftar Gambar
v
Gambar 2. 6 Time Up and Go Test (Hsieh et al., 2020)...23
Gambar 2. 7 Kerangka Berpikir...27
Gambar 2. 8 Kerangka Konsep...29
Gambar 3. 1 Rancangan Penelitian... 31
Gambar 3. 2 Time Up and Go Test (Hsieh et al., 2020)...35
Daftar Lampiran
vi
Lampiran 3 Lembar Pemeriksaan
Lampiran 4 Standar Operasional Prosedur (SOP)
vii
A. Latar Belakang Masalah
Jatuh pada lansia merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius dan menjadi penyebab utama cedera, kecacatan, hingga kematian. Setiap tahun, sekitar 646.000 orang meninggal akibat jatuh, menjadikannya penyebab kematian akibat kecelakaan nomor dua di dunia menurut World Health Organization (WHO).
Lansia menjadi kelompok dengan risiko tertinggi, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah yang menyumbang 80% kasus kematian akibat jatuh. Selain itu, WHO juga melaporkan bahwa sekitar 37,3 juta kejadian jatuh terjadi setiap tahun, yang sebagian besar menyebabkan cedera serius dan memerlukan penanganan medis lebih lanjut (Pashar et al., 2022).
Meningkatnya populasi lansia di Indonesia membuat fenomena ini semakin menjadi fokus perhatian. Negara ini telah memasuki struktur penduduk tua (ageing population) sejak 2021, dengan proyeksi jumlah lansia mencapai 65,82 juta jiwa atau sekitar 20,31% dari total populasi pada 2045. Meski peningkatan jumlah lansia dapat menjadi potensi positif jika mereka tetap sehat dan aktif, penuaan juga membawa tantangan besar, terutama dalam mempertahankan kualitas hidup akibat penurunan kemampuan fisik dan meningkatnya penyakit degenerative (BPS, 2024) .
Salah satu dampak utama dari penuaan adalah gangguan keseimbangan tubuh, yang disebabkan oleh melemahnya otot ekstremitas bawah serta penurunan
1
fungsi fisiologis dan kognitif. Hal ini meningkatkan risiko jatuh, yang dapat menyebabkan cedera ringan hingga kecacatan permanen. Faktor risiko jatuh pada lansia dapat berasal dari dalam tubuh (internal) maupun dari lingkungan sekitar (eksternal). Faktor internal meliputi gangguan pola berjalan, langkah yang semakin pendek, kekakuan sendi, dan pergerakan yang melambat. Sementara itu, faktor eksternal mencakup permukaan lantai yang licin atau tidak rata, adanya benda- benda yang dapat membuat tersandung, serta pencahayaan yang kurang memadai (P ashar et al., 2022).
Peningkatan keseimbangan tubuh dengan latihan fisik merupakan langkah efektif untuk menguragi risiko jatuh pada kelompok lansia. Latihan keseimbangan yang tepat tidak hanya dapat membantu mencegah jatuh tetapi juga meningkatkan kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Qadriyah et al., 2024).
Berbagai metode latihan telah dikembangkan untuk meningkatkan keseimbangan pada lansia. Salah satu metode yang sering digunakan adalah latihan jalan tandem dan latihan balance strategy. Latihan jalan tandem merupakan teknik yang membantu lansia dalam melatih kontrol postur secara bertahap, dengan berjalan di atas garis lurus, di mana tumit satu kaki menyentuh ujung jari kaki lainnya dalam kondisi mata terbuka. Latihan ini melibatkan koordinasi berbagai kelompok otot, termasuk otot trunk, tulang belakang lumbal, panggul, pinggul, otot perut, hingga pergelangan kaki. Sedangkan, latihan balance strategy bertujuan untuk meningkatkan kontrol postural lansia melalui tiga tahapan utama, yaitu ankle strategy, hip strategy, dan stepping strategy (Novianti et al., 2018). Kedua metode
ini memiliki manfaat dalam meningkatkan fungsi motorik, kontrol postural, serta stabilitas dinamis lansia.
Latihan jalan tandem dan latihan balance strategy diketahui memiliki manfaat dalam meningkatkan keseimbangan lansia. Meskipun keduanya sering digunakan dalam berbagai program latihan, perbandingan langsung mengenai efektivitas masing-masing metode penelitian ini, masih terbatas dilakukan. Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji penelitian berjudul “Perbedaan Pengaruh Latihan Jalan Tandem Dengan Latihan Balance Strategy Terhadap Keseimbangan Lansia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) apakah Latihan jalan tandem berpengaruh terhadap keseimbangan pada lansia? (2) apakah latihan balance strategy berpengaruh terhadap keseimbangan pada lansia? (3) apakah ada beda pengaruh latihan jalan tandem dengan latihan balance strategy terhadap keseimbangan pada lansia? (4) antara latihan jalan tandem dan latihan balance strategy, Manakah yang lebih berpengaruh dalam meningkatkan keseimbangan pada lansia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan, tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui pengaruh latihan jalan tandem terhadap keseimbangan pada lansia, (2) Mengetahui pengaruh latihan balance strategy
terhadap keseimbangan pada lansia, (3) Mengidentifikasi perbedaan pengaruh antara latihan jalan tandem dan latihan balance strategy terhadap keseimbangan pada lansia, (4) Menentukan metode yang lebih berpengaruh antara latihan jalan tandem dan latihan balance strategy dalam meningkatkan keseimbangan pada lansia.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat, antara lain:
(1) Manfaat Teoritis memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang fisioterapi untuk lansia, serta dapat menjadi referensi yang relevan mengenai efektivitas latihan jalan tandem dan latihan balance strategy dalam meningkatkan keseimbangan pada lansia. (2) Manfaat bagi penulis menjadi pengalaman pembelajaran bagi penulis dalam melaksanakan penelitian dan menambah wawasan tentang pengaruh latihan jalan tandem dan latihan balance strategy terhadap keseimbangan pada lansia. (3) Manfaat bagi fisioterapis memberikan tambahan informasi dan menjadi pedoman pengetahuan bagi fisioterapis dalam menangani kasus keseimbangan pada lansia melalui pendekatan latihan jalan tandem dan balance strategy, dan (4) Manfaat untuk Institusi pendidikan menambah referensi ilmiah bagi dunia pendidikan terkait penelitian tentang perbandingan pengaruh latihan jalan tandem dan balance strategy terhadap keseimbangan lansia, sehingga dapat menjadi acuan bagi penelitian berikutnya.
A. Kajian Teori
1. Definisi lanjut usia
Lanjut usia merupakan siklus proses penuaan atau aging process pada manusia. Penuaan adalah proses alami yang tak terhindarkan, ditandai dengan perubahan bertahap dalam fungsi fisik, biologis, dan psikososial. Secara umum, kehidupan manusia terbagi menjadi masa kanak-kanak, dewasa, dan lanjut usia.
Menua bukanlah penyakit, melainkan proses alami yang menyebabkan penurunan kemampuan tubuh dalam memperbaiki jaringan, mempertahankan fungsi organ, dan beradaptasi terhadap perubahan (Mujiadi & Rachmah, 2022). Lanjut usia akan mengalami penurunan pada sistem sensori, neurologis, muskuloskeletal, dan kardiovaskular yang berdampak pada menurunnya kemampuan keseimbangan (Novianti et al., 2018).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1998, lanjut usia adalah orang yang berusia 60 tahun atau lebih. Umumnya seseorang dianggap lanjut usia bila telah berusia lebih dari 60 tahun, namun definisi ini sangat bervariasi tergantung dari pertimbangan sosial budaya, fisiologis dan kronologis (Yuswatinigsih & Suhariati, 2021).
5
2. Perubahan fisiologis pada lanjut usia
Seiring bertambahnya usia, tubuh mengalami proses penuaan secara degenerative yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia.
Perubahan fisiologis yang terjadi akibat proses menua meliputi:
a. Sistem indera
Perubahan pada sistem sensori tubuh melibatkan kelima indera. Pada indera penglihatan, akan terlihat penurunan kemampuan fokus serta penurunan toleransi terhadap cahaya terang atau silau. Indera penciuman mengalami penurunan fungsi dalam mendeteksi berbagai aroma, sementara indera perasa mengalami penurunan dalam mendeteksi perbedaan ketajaman rasa. Indera peraba, di sisi lain, mengalami penurunan sensitivitas dalam mengenali sentuhan atau tekanan pada kulit, yang dapat mempengaruhi respons tubuh terhadap rangsangan fisik (Muhith & Siyoto, 2016). Penurunan sensitivitas indera pendengaran, terutama dalam mendeteksi suara frekuensi tinggi, dapat menyebabkan kesulitan dalam memahami percakapan.
Kondisi ini sering terjadi seiring bertambahnya usia (Deasy Zackiah Madani, 2020).
Terjadi penurunan dalam berbagai fungsi tubuh, termasuk penurunan propriosepsi yang mengatur informasi mengenai pergerakan dan posisi tubuh. Penurunan ini dapat memengaruhi keseimbangan dan meningkatkan risiko jatuh pada lansia (Muyassaroh, 2024).
b. Sistem saraf
Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi saraf sensorik dan motorik yang berdampak pada berkurangnya kekuatan serta kontraksi otot.
Penurunan ini juga memengaruhi kontrol motorik halus akibat menurunnya kemampuan neuron dalam membentuk cabang pada akson dan dendrit. Selain itu, perubahan pada membran sel saraf, pembuluh darah, dan myelin menyebabkan aliran darah berkurang, yang berakibat pada melambatnya potensial aksi dan kontraksi sel otot, sehingga kekuatan otot menurun terutama saat melakukan gerakan cepat. Penurunan ketajaman penglihatan, sensitivitas terhadap getaran, serta hilangnya fungsi proprioseptif, ditambah dengan menurunnya fungsi vestibular dan cerebral, dapat menyebabkan gangguan pada pola berjalan. Secara bertahap, terjadi juga penurunan fungsi kognitif dan memori jangka pendek.
Perubahan-perubahan ini meningkatkan risiko gangguan keseimbangan dan koordinasi pada lansia, yang dapat menyebabkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan meningkatkan risiko jatuh (Muyassaroh, 2024).
c. Sistem muskuloskeletal
Seiring bertambahnya usia, terjadi perubahan pada sistem muskuloskeletal yang berdampak pada penurunan kekuatan massa otot, atrofi otot tungkai dan fleksibilitas otot. Penurunan ini memengaruhi kemampuan lansia dalam mempertahankan keseimbangan postural, sehingga meningkatkan risiko jatuh.
Selain itu, berkurangnya fleksibilitas otot membatasi rentang gerak sendi (Range of Motion), yang dapat menyulitkan lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Penurunan fleksibilitas menyebabkan otot menjadi kaku dan rentan terhadap
cedera. Kondisi ini juga memengaruhi persepsi tubuh terhadap landasan pijak (base of support), sehingga otot-otot ekstremitas atas dan bawah mengalami penurunan kekuatan. Akibatnya, lansia sering mengalami gangguan keseimbangan saat berdiri dan rentan terjatuh (Arifiati et al., 2024). Oleh karena itu, penting bagi lansia untuk melakukan latihan keseimbangan dan penguatan otot secara rutin yang dapat mengurangi risiko jatuh dan meningkatkan kualitas hidup (Sari et al., 2024).
d. Sistem kardiovaskular
Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi sistem kardiovaskular dan pernapasan yang berdampak pada suplai oksigen ke otot serta sistem saraf pusat.Lansia dengan hipertensi tidak terkontrol (≥ 140/90 mmHg) memiliki risiko lebih tinggi terhadap ketidakseimbangan akibat lonjakan tekanan darah saat aktivitas fisik, yang dapat mengganggu aliran darah ke otak dan menyebabkan pusing hingga jatuh. Selain itu, kapasitas pernapasan yang menurun dapat mengurangi efisiensi suplai oksigen, memperlambat reaksi postural, serta meningkatkan risiko penurunan tekanan darah mendadak (hipotensi ortostatik) saat berdiri yang dapat memicu pusing atau pingsan (Tinetti & Kumar, 2010).
Latihan keseimbangan seperti jalan tandem dan balance strategy dapat membantu tubuh beradaptasi terhadap perubahan postural dan memperbaiki koordinasi sensorimotor. Jalan tandem melatih keseimbangan postural lateral, sementara latihan balance strategy yang terdiri dari ankle, hip, dan stepping strategy, membantu tubuh merespons gangguan keseimbangan dengan lebih baik.
Dengan latihan yang tepat dan intensitas yang disesuaikan, lansia dapat
meningkatkan kontrol postural serta mengurangi risiko jatuh akibat gangguan sistem kardiovaskular dan pernapasan.
3. Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan posisi stabil, baik dalam kondisi statis maupun dinamis. Penurunan keseimbangan adalah kondisi di mana kemampuan tubuh dalam menjaga stabilitas menurun akibat berbagai faktor, seperti melemahnya otot, berkurangnya fungsi sensorik, serta menurunnya refleks postural. Pada lansia, penurunan keseimbangan dapat disebabkan oleh perubahan fisiologis yang berkaitan dengan proses penuaan, seperti penurunan fungsi vestibular, melemahnya kontrol motorik, dan berkurangnya propriosepsi. Hal ini meningkatkan risiko jatuh yang dapat berdampak pada cedera serius dan penurunan kualitas hidup (Muyassaroh, 2024).
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan, yaitu : 1) Center Of Gravity (COG)
Pusat gravitasi adalah titik di mana massa tubuh terdistribusi secara merata.
Pada manusia dalam posisi anatomi, COG terletak sedikit di depan vertebra sakral kedua (S2). Untuk menjaga keseimbangan, COG harus berada dalam area tumpuan tubuh. Perubahan postur tubuh dapat menggeser COG, yang jika tidak diimbangi, dapat menyebabkan ketidakseimbangan dan risiko jatuh. Oleh karena itu, penting untuk mengelola posisi COG agar tetap dalam area tumpuan, terutama saat bergerak atau menghadapi gangguan eksternal (Narale, 2023).
Gambar 2. 1 Center of Gravity (sulfitria, 2022).
2) Line of Gravity (LOG)
Garis gravitasi adalah garis imajiner vertikal yang melalui pusat gravitasi menuju pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi, dan bidang tumpu menentukan derajat stabilitas tubuh. Ketika garis gravitasi berada tepat di atas bidang tumpu, tubuh berada dalam keadaan seimbang. Perubahan posisi tubuh akan menggeser garis gravitasi, yang dapat memengaruhi keseimbangan (Setiawan, 2023).
Gambar 2. 2 Line of Gravity (sulfitria, 2022).
3) Base of Support (BOS)
BOS adalah area permukaan yang mendukung tubuh. Semakin luas bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas tubuh. Misalnya, berdiri dengan kedua kaki memberikan stabilitas lebih besar dibandingkan berdiri dengan 1 kaki. Ketika garis gravitasi berada di dalam batas bidang tumpu, tubuh akan lebih mudah mempertahankan keseimbangan (setiawan, 2023).
Gambar 2. 3 Base of Support (sulfitria, 2022).
4) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran energi. Pada lansia, aktivitas fisik sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Penurunan aktivitas fisik dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot, fleksibilitas, dan fungsi kardiovaskular, yang semuanya berkontribusi pada gangguan keseimbangan dan meningkatkan risiko jatuh. Latihan fisik yang teratur, seperti senam atau berjalan kaki, dapat meningkatkan kekuatan otot dan koordinasi, sehingga membantu mempertahankan keseimbangan (Luthfi Hidayat, 2023).
5) Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif mencakup kemampuan mental seperti memori, perhatian, dan pemecahan masalah. Pada lansia, penurunan fungsi kognitif dapat memengaruhi kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan. Gangguan kognitif dapat menyebabkan kebingungan, dan penurunan kemampuan untuk merespons lingkungan, yang semuanya meningkatkan risiko jatuh. Oleh karena itu, menjaga kesehatan kognitif melalui stimulasi mental dan aktivitas fisik adalah penting untuk mempertahankan keseimbangan (Eni & Safitri, 2018).
6) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Perubahan Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat memengaruhi keseimbangan tubuh. Kenaikan IMT yang signifikan dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot dan fleksibilitas, yang berkontribusi pada gangguan keseimbangan. Menjaga IMT dalam kisaran normal melalui diet seimbang dan aktivitas fisik teratur dapat membantu mempertahankan keseimbangan tubuh (Gaur & Parekh, 2015).
4. Risiko jatuh pada lansia
Jatuh pada lansia terjadi akibat gangguan keseimbangan yang dipicu oleh center of gravity, line of gravity, base of support, penurunan fungsi fisik, kognitif, dan IMT. Risiko jatuh dapat menyebabkan cedera seperti patah tulang, cedera kepala, dan penurunan mobilitas yang berujung pada ketergantungan (Luthfi Hidayat, 2023).
5. Dampak jatuh pada lansia :
Jatuh merupakan salah satu masalah serius yang sering terjadi pada lansia dan dapat berdampak signifikan terhadap kualitas hidup mereka. Jatuh pada lansia dapat menyebabkan cedera ringan hingga serius. Selain dampak fisik, jatuh juga berpengaruh terhadap kondisi psikologis lansia dan dapat kehilangan kemandirian.
Lansia yang pernah mengalami jatuh cenderung mengalami ketakutan beraktivitas ( fear of falling), yang pada akhirnya dapat mengurangi mobilitas dan meningkatkan risiko jatuh berulang. Ketakutan ini sering kali menyebabkan lansia mengurangi aktivitas fisik mereka, yang justru dapat melemahkan sistem muskuloskeletal dan keseimbangan tubuh (Tinetti & Kumar, 2010). Beberapa faktor risiko jatuh pada lansia meliputi gangguan keseimbangan, kelemahan otot, gangguan penglihatan, penggunaan obat-obatan tertentu, serta kondisi lingkungan yang tidak aman. Jika tidak segera ditangani, kejadian jatuh dapat meningkatkan risiko ketergantungan, bahkan kematian pada lansia (Rubenstein, 2006).
6. Jalan Tandem
Jalan tandem adalah latihan keseimbangan yang dilakukan dengan cara berjalan dalam garis lurus, di mana tumit kaki depan menyentuh ujung jari kaki belakang, biasanya sejauh 3 hingga 6 meter dengan mata terbuka. Jalan tandem bertujuan untuk meningkatkan keseimbangan postural, terutama pada bagian lateral tubuh, dengan melibatkan sistem proprioseptif yang berperan penting dalam menjaga stabilitas tubuh. Proprioseptif adalah kemampuan tubuh untuk merasakan posisi dan pergerakan sendi serta otot, yang membantu dalam koordinasi dan keseimbangan (Iswati, 2021).
a. Teknik jalan tandem
Latihan jalan tandem dilakukan dengan cara berjalan di atas garis lurus, di mana tumit kaki depan menyentuh ujung jari kaki belakang pada setiap langkahnya.
Teknik ini bertujuan untuk melatih keseimbangan statis maupun dinamis dengan meningkatkan kontrol postural serta respons proprioseptif. Sebelum memulai latihan, peserta harus berdiri tegak dengan kedua kaki sejajar dan pandangan fokus ke depan untuk membantu orientasi tubuh.
Saat melakukan jalan tandem, peserta melangkahkan satu kaki ke depan dengan hati-hati, memastikan bahwa tumit kaki yang melangkah menyentuh ujung jari kaki belakang. Langkah ini kemudian diulang dengan kaki lainnya, sambil mempertahankan postur tubuh yang tegak dan menjaga keseimbangan. Gerakan tangan dibiarkan rileks di sisi tubuh atau digunakan untuk membantu menjaga keseimbangan. Latihan ini dilakukan dengan kecepatan yang terkontrol, sehingga sistem keseimbangan tubuh dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan posisi. Latihan ini harus dihentikan jika peserta mengalami kesulitan dalam menjaga keseimbangan yang berpotensi menyebabkan jatuh. Evaluasi efektivitas jalan tandem dapat dilakukan dengan menilai durasi atau jarak yang dapat ditempuh tanpa kehilangan keseimbangan (Iswati, 2021).
Gambar 2. 4 Jalan Tandem (Witten & Digest, 2023) b. Manfaat jalan tandem
Latihan jalan tandem membantu membentuk postur tubuh secara bertahap, dengan melibatkan proses kognitif serta koordinasi otot pada batang tubuh, tulang belakang bagian lumbal, panggul, pinggul, otot-otot perut, hingga pergelangan kaki. Latihan ini sangat efektif dalam meningkatkan keseimbangan postural, terutama dalam aspek kontrol lateral. Dengan melibatkan sistem proprioseptif, latihan jalan tandem berperan penting dalam mengoptimalkan koordinasi antara sistem sensorik dan motorik. Aktivitas ini mendorong tubuh untuk menyesuaikan diri dengan perubahan posisi secara dinamis, sehingga mampu meningkatkan stabilitas serta kemampuan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan, baik dalam kondisi statis maupun dinamis.
c. Mekanisme jalan tandem untuk keseimbangan lansia
Latihan jalan tandem memiliki peran penting dalam meningkatkan keseimbangan lansia dengan mengoptimalkan sistem proprioseptif, yang berfungsi mengatur presisi gerakan, refleks otot, serta stabilitas dinamis sendi. Dengan
aktivasi motorik yang lebih optimal, respons proprioseptif meningkat, membantu menjaga stabilitas sendi serta keseimbangan tubuh. (Batson, 2009).
Latihan jalan tandem memengaruhi keseimbangan lansia dengan meningkatkan fungsi sistem saraf dan muskuloskeletal. Dari segi sistem saraf, latihan ini melatih reseptor proprioseptif di kaki dan tungkai bawah agar lebih sensitif dalam mengenali posisi tubuh saat berjalan dalam garis lurus. Peningkatan propriosepsi ini memungkinkan lansia merasakan perubahan posisi tubuh dengan lebih akurat, sehingga dapat menyesuaikan postur untuk mencegah jatuh. Selain itu, peningkatan keseimbangan dengan sistem postural kontrol yang melibatkan sistem visual, vestibular, dan somatosensorik dengan mendorong peningkatan konektivitas antara korteks motorik dan batang otak, sehingga respons tubuh terhadap gangguan keseimbangan menjadi lebih cepat dan efektif.
Selain sistem saraf, latihan jalan tandem juga berkontribusi terhadap keseimbangan melalui sistem muskuloskeletal. Latihan ini melatih kekuatan serta fleksibilitas otot-otot stabilisator tubuh. Aktivasi otot inti (core), seperti perut dan punggung bawah, serta otot tungkai bawah, termasuk quadriceps, hamstring, dan gastrocnemius, membantu menjaga keseimbangan postural saat berjalan dalam garis lurus. Selain itu, latihan ini meningkatkan fleksibilitas sendi pergelangan kaki dan lutut, mengurangi kekakuan, serta memperluas rentang gerak. Gerakan yang mengharuskan tumit menyentuh ujung jari kaki lainnya juga melatih kontrol postural dinamis, sehingga tubuh lebih mampu menjaga keseimbangan dalam kondisi bergerak.
7. Latihan Balance Strategy
Latihan balance strategy merupakan serangkaian latihan yang dirancang untuk meningkatkan keseimbangan tubuh, khususnya bagi individu yang mengalami penurunan keseimbangan, seperti pada lansia. Latihan ini melibatkan tiga jenis strategi utama: ankle strategy, hip strategy, dan step strategy. Tujuan dari latihan ini adalah untuk mengaktifkan sistem gerakan tubuh secara otomatis, yang melibatkan berbagai sistem sensorik dan motorik tubuh, dapat meningkatkan kemampuan individu dalam mengontrol postur dan mencegah terjadinya kehilangan keseimbangan (Apriani et al., 2015).
a. Jenis-Jenis Balance Strategy
1) Ankle Strategy (Latihan Strategi Pergelangan Kaki)
Ankle strategy adalah strategi pertama yang digunakan tubuh untuk menjaga keseimbangan, terutama saat terjadi gangguan kecil, seperti dorongan ke depan atau ke belakang, pada permukaan yang stabil. Dalam strategi ini, otot-otot di sekitar pergelangan kaki, seperti gastrocnemius, tibialis anterior, dan otot perut, bekerja untuk menyesuaikan posisi tubuh. Kontraksi otot-otot ini membantu mengembalikan keseimbangan dengan menggerakkan tubuh ke arah berlawanan dari gangguan yang terjadi (Apriani et al., 2015).
Teknik ankle strategy memanfaatkan pergerakan di sekitar pergelangan kaki untuk mempertahankan keseimbangan. Ketika tubuh terdorong ke depan, otot gastrocnemius akan berkontraksi untuk menarik tubuh kembali ke posisi semula.
Sebaliknya, saat tubuh terdorong ke belakang, otot tibialis anterior akan bekerja untuk menstabilkan tubuh. Latihan untuk meningkatkan ankle strategy dapat
dilakukan dengan berdiri tegak, lalu secara perlahan memiringkan tubuh ke depan dan ke belakang tanpa mengangkat kaki dari lantai.
2) Hip Strategy(Latihan Strategi Pinggul)
Hip strategy digunakan saat gangguan keseimbangan lebih besar dan tidak dapat diatasi hanya dengan pergerakan pergelangan kaki. Strategi ini melibatkan otot-otot besar di sekitar pinggul, seperti abdominal, quadriceps, hamstring, dan paraspinal, untuk membantu tubuh tetap stabil dengan menyesuaikan pusat gravitasi. Hip strategy sangat berguna ketika goyangan tubuh terlalu besar, cepat, atau saat berdiri di permukaan yang sempit dan tidak stabil (Apriani et al., 2015).
Teknik hip strategy melibatkan gerakan tubuh yang lebih luas untuk menyesuaikan keseimbangan. Saat tubuh terdorong ke depan, otot erector spinae dan otot pinggul berkontraksi untuk menarik tubuh kembali, sedangkan saat terdorong ke belakang, otot abdominal dan fleksor pinggul akan bekerja. Latihan hip strategy dapat dilakukan dengan berdiri tegak di permukaan yang datar, lalu mengayunkan tubuh ke depan dan ke belakang secara terkontrol tanpa menggerakkan kaki, atau dengan melakukan gerakan menekuk pinggul untuk melatih respons keseimbangan.
3) Step Strategy(Latihan Strategi Melangkah)
Step strategy digunakan ketika ankle dan hip strategy tidak lagi mampu menjaga keseimbangan tubuh. Strategi ini melibatkan langkah kaki untuk memperbesar area tumpuan (base of support), sehingga tubuh dapat menyesuaikan posisi dan menghindari jatuh. Gerakan ini memerlukan respons cepat dari otot-otot
kaki dan tubuh bagian bawah untuk mempertahankan stabilitas (Erwin et al., 2022) .
Dalam teknik step strategy, langkah kaki digunakan untuk mengembalikan keseimbangan saat tubuh terdorong ke depan, ke samping, atau ke belakang. Ketika gangguan keseimbangan terlalu besar, individu harus mengambil langkah cepat dengan satu atau kedua kaki agar tubuh tetap stabil. Latihan step strategy dapat dilakukan dengan berdiri tegak, lalu berlatih merespons dorongan ringan dari berbagai arah dengan langkah cepat ke depan, ke samping, atau ke belakang.
Gambar 2. 5 Latihan balance strategy (Shen et al., 2020).
b. Manfaat Latihan Balance Strategy bagi Keseimbangan Lansia
Latihan Balance Strategy memiliki banyak manfaat bagi lansia, terutama dalam meningkatkan keseimbangan postural dan mengurangi risiko jatuh.
Beberapa manfaat utama latihan ini antara lain:
1) Peningkatan Keseimbangan
Dengan melibatkan sistem proprioseptif dan motorik, latihan ini membantu lansia meningkatkan kemampuan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan baik dalam posisi statis maupun dinamis.
2) Peningkatan Kekuatan Otot
Latihan ini dapat memperkuat otot-otot yang terlibat dalam mempertahankan keseimbangan tubuh, seperti otot pergelangan kaki, pinggul, dan inti tubuh, yang penting untuk stabilitas.
3) Meningkatkan Respons Motorik
Latihan ini juga dapat memperbaiki waktu respons motorik, sehingga tubuh lebih cepat merespon gangguan keseimbangan yang dapat terjadi.
4) Mengurangi Risiko Jatuh
Dengan meningkatkan kontrol tubuh dan stabilitas sendi, latihan Balance Strategy membantu lansia mengurangi risiko cedera akibat jatuh, yang merupakan masalah utama di kalangan lansia.
c. Mekanisme Latihan Balance Strategy untuk Keseimbangan Lansia Latihan Balance Strategy berperan penting dalam meningkatkan keseimbangan lansia dengan mengaktifkan sistem proprioseptif, yang berfungsi mengirimkan informasi mengenai posisi serta perubahan posisi tubuh ke sistem saraf pusat. Proses ini dimulai dengan aktivasi reseptor sensorik di otot, sendi, dan
ligamen, yang kemudian mengirimkan sinyal ke otak, khususnya ke cerebellum, untuk diproses dan dikoordinasikan agar tubuh tetap seimbang.
1) Pengaruh Balance Strategy terhadap Sistem Saraf
Latihan Balance Strategy mengaktifkan refleks otomatis tubuh dalam menjaga keseimbangan melalui berbagai mekanisme. Pertama, latihan ini meningkatkan respons refleks keseimbangan dengan melatih tubuh dalam menggunakan ankle strategy, hip strategy, dan stepping strategy, sehingga sistem saraf lebih efisien dalam mengontrol postur tubuh. Kedua, latihan ini mengoptimalkan jalur saraf motorik dengan mempercepat transmisi sinyal dari sistem vestibular dan proprioseptif ke sumsum tulang belakang serta otak, yang membuat tubuh lebih cepat bereaksi terhadap gangguan keseimbangan. Ketiga, latihan ini menstimulasi sistem vestibular melalui perubahan posisi kepala dan tubuh, yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan tubuh terhadap gravitasi.
Selain itu, latihan ini meningkatkan integrasi antara sistem sensorik dan motorik, yang mempercepat respons tubuh terhadap gangguan keseimbangan.
Seiring waktu, proses ini meningkatkan koordinasi, mempercepat refleks postural, dan mengurangi risiko jatuh pada lansia.
2) Pengaruh Balance Strategy terhadap Sistem Muskuloskeletal
Dari sisi sistem muskuloskeletal, latihan Balance Strategy melatih berbagai kelompok otot yang bertanggung jawab atas keseimbangan dinamis. Setiap strategi
dalam Balance Strategy melibatkan otot yang berbeda untuk menjaga keseimbangan:
a) Ankle Strategy: Berfokus pada penguatan otot di sekitar pergelangan kaki, seperti gastrocnemius dan tibialis anterior, yang membantu tubuh menyesuaikan postur saat terjadi gangguan kecil.
b) Hip Strategy: Mengaktifkan otot-otot besar di pinggul, seperti gluteus maximus dan gluteus medius, yang berperan dalam menjaga keseimbangan ketika menghadapi gangguan lebih besar.
c) Stepping Strategy: Melatih fleksibilitas dan ketangkasan otot kaki, memungkinkan tubuh merespons perubahan posisi dengan lebih cepat melalui gerakan korektif, seperti langkah tambahan untuk menstabilkan tubuh.
Dengan latihan yang dilakukan secara rutin, Balance Strategy membantu meningkatkan kontrol neuromuskular, membuat otot bekerja lebih efisien dalam menyesuaikan postur terhadap gangguan eksternal. Kombinasi antara peningkatan kekuatan otot, optimalisasi sistem sensorik, serta respons saraf yang lebih cepat menjadikan latihan ini efektif dalam menjaga keseimbangan lansia dan mengurangi risiko jatuh.
8. Pengukuran keseimbangan
Timed Up and Go Test (TUGT) merupakan alat penilaian mobilitas fungsional yang sering digunakan untuk menilai keseimbangan, kecepatan berjalan,
serta risiko jatuh pada lanjut usia. Tes ini memiliki prosedur yang sederhana, waktu pelaksanaan yang singkat, serta reliabilitas tinggi dalam mendeteksi gangguan mobilitas dan risiko jatuh. Time Up and Go Test (TUGT) digunakan untuk mengevaluasi fungsi tubuh lansia, termasuk aspek mobilitas, keseimbangan, keterampilan berjalan, serta potensi risiko terjatuh (Nurmalasari et al., 2018).
Cara melakukan Timed Up and Go Test (TUGT) dimulai dengan menyiapkan kursi dengan tinggi standar serta ruang bebas sepanjang tiga meter.
Selain itu, alat pengukur waktu seperti stopwatch juga diperlukan. Tes ini dilakukan dengan meminta peserta duduk dengan posisi nyaman di kursi. Saat diberikan instruksi "Mulai", peserta harus berdiri, berjalan sejauh tiga meter, kemudian berbalik, kembali ke kursi, dan duduk kembali. Waktu pelaksanaan dihitung sejak peserta mulai bangkit dari kursi hingga kembali duduk.
Hasil tes diinterpretasikan berdasarkan waktu yang dibutuhkan. Jika peserta menyelesaikan tes dalam waktu kurang dari 10 detik, ini menunjukkan mobilitas yang baik. Waktu antara 10 hingga 20 detik menunjukkan mobilitas yang masih dalam kategori normal untuk lansia. Namun, jika peserta membutuhkan lebih dari 20 detik, hal ini mengindikasikan adanya peningkatan risiko jatuh, sehingga diperlukan evaluasi lebih lanjut (Beauchet et al., 2011).
Gambar 2. 6 Time Up and Go Test (Hsieh et al., 2020).
B. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Lina et al., (2015) dengan judul “Efektivitas Latihan Jalan Tandem Dan Gaze Stability Exercise Dalam Meningkatkan Keseimbangan Tubuh Pada Pasien Pasca Stroke Di RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu”. Penelitian ini menggunakan desain quasi-eksperimental dengan rancangan two group pre and post design, melibatkan 30 responden di mana satu kelompok menjalani latihan jalan tandem dan kelompok lainnya melakukan Gaze Stability Exercise. Dinilai menggunakan Berg Balance Scale (BBS) dan analisis data menggunakan uji t dependen dan uji t independen, hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua intervensi memiliki pengaruh terhadap peningkatan keseimbangan tubuh, dengan (p-value 0,000) untuk latihan jalan tandem dan (p- value 0,001) untuk gaze stability exercise. Namun, terdapat perbedaan efektivitas antara keduanya, di mana latihan jalan tandem lebih efektif dibandingkan gaze stability exercise (p-value 0,001). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa latihan jalan tandem lebih efektif dalam meningkatkan keseimbangan postural pasien pasca stroke dibandingkan gaze stability exercise. Hal ini disebabkan karena jalan tandem lebih dapat merangsang kontrol motorik tanpa bergantung pada fokus visual, sehingga lebih optimal dalam meningkatkan keseimbangan tubuh. Serta merekomendasikan metode lain seperti balance exercise untuk penelitian selanjutnya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wintara et al., (2018) dengan judul “Intervensi Balance Strategy Exercise Lebih Baik Dalam Meningkatkan Keseimbangan Dinamis Daripada Isotonic Quadriceps Exercise Dengan Beban 1 Kilogram Pada Lansia”. Penelitian ini menggunakan desain Pre
and Post Test Two Group Design dengan 26 responden, di mana satu kelompok menjalani Balance Strategy Exercise yang terdiri dari Ankle Strategy, Hip Strategy, dan Stepping Strategy, dan kelompok lainnya melakukan Isotonic Quadriceps Exercise dengan beban 1 kg. Dinilai menggunakan Functional Gait Assessment (FGA), analisis data menggunakan uji t dependen dan uji t independen, hasil penelitian menunjukkan bahwa balance strategy exercise lebih efektif dalam meningkatkan keseimbangan dinamis dibandingkan isotonic quadriceps exercise, dengan rata-rata peningkatan keseimbangan sebesar 6,00 poin pada kelompok balance strategy exercise dan 2,69 poin pada kelompok isotonic quadriceps exercise (p = 0,000, p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini balance strategy exercise lebih optimal dalam memperbaiki kontrol postural dan respons stabilitas tubuh dibandingkan dengan latihan penguatan otot quadriceps saja. Oleh karena itu, balance strategy exercise direkomendasikan sebagai metode yang lebih efektif dalam rehabilitasi keseimbangan lansia, terutama dalam mengurangi risiko jatuh dan meningkatkan stabilitas dinamis saat berjalan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Novianti et al., (2018) dengan judul “Latihan Jalan Tandem Lebih Meningkatkan Keseimbangan Lansia Daripada Latihan Balance Strategy”. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan rancangan two group pre and post design, melibatkan 24 responden di mana satu kelompok menjalani latihan jalan tandem dan kelompok lainnya melakukan latihan balance strategy yang terdiri dari ankle, dan hip strategy . Dinilai menggunakan Berg Balance Scale (BBS) dan analisis data menggunakan uji t dependen dan uji t independen, hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua
intervensi memiliki pengaruh terhadap peningkatan keseimbangan tubuh secara signifikan (p = 0,000), tetapi jalan tandem lebih efektif dibandingkan balance strategy (p = 0,002). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Latihan jalan tandem lebih efektif dalam meningkatkan keseimbangan lansia dibandingkan latihan balance strategy. Hal ini disebabkan karena jalan tandem dapat meningkatkan integrasi sensoris, memperbaiki sistem kognitif, serta merangsang proprioseptif secara optimal, yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan tubuh. Oleh karena itu, latihan jalan tandem direkomendasikan sebagai intervensi yang lebih efektif untuk meningkatkan keseimbangan pada lansia dibandingkan latihan balance strategy.
C. Kerangka Berpikir
Gambar 2. 7 Kerangka Berpikir Keterangan:
Lansia
Perubahan fisiologis lansia
Jalan tandem
Balance strategy (Ankle strategy, Hip strategy, Stepping strategy) Penurunan
sistem indera
Penurunan sistem saraf
Penurunan sistem muskuloskeletal
Penurunan sistem kardiovaskular
Penurunan keseimbangan Center of gravity
Line of ravity Base of support Indeks massa tubuh
Fungsi kognitif Aktivitas fisik
Peningkatan keseimbangan
Sistem saraf :
Mengaktifkan respon refleks terhadap gangguan keseimbangan
Sistem muskuloskletal : Mengaktifkan otot pergelangan kaki, pinggul, dan tungkai untuk mempertahankan keseimbangan.
Sistem saraf :
Meningkatkan kontrol postural, dan koordinasi gerakan
Sistem muskuloskletal : Memperkuat otot inti, panggul, kaki untuk keseimbangan aktif.
Penuaan pada lansia menyebabkan perubahan fisiologis, termasuk penurunan fungsi sistem indera, saraf, muskuloskeletal, dan kardiovaskular, yang berdampak pada penurunan keseimbangan. Faktor yang memengaruhi keseimbangan meliputi center of gravity, line of gravity, base of support, IMT, fungsi kognitif, aktivitas fisik. Untuk mengatasi penurunan keseimbangan diperlukan intervensi yang efektif, salah satunya dengan membandingkan efektivitas latihan jalan tandem dan latihan balance strategy. Latihan jalam tandem dapat meningkatkan koordinasi pada sistem saraf, serta menguatkan otot inti (abdominal dan lower back muscles), panggul (gluteus medius dan gluteus maximus), kaki (gastroc, soleus, dan tibialis anterior) untuk keseimbangan aktif pada sistem muskuloskeletal, sementara itu, latihan balance strategy dapat meningkatkan refleks tubuh dalam merespons gangguan keseimbangan dengan ankle, hip, stepping strategy pada sistem saraf, serta mengaktifkan otot pergelangan kaki (gastroc, soleus), pinggul (gluteus maximus, gluteus medius), serta tungkai (quadriceps, hamstring,dan tibialis anterior) untuk mempertahankan keseimbangan pada sistem muskuloskeletal. Dengan kedua latihan ini demikian diharapkan dapat meningkatkan keseimbangan pada lansia.
D. Kerangka Konsep Aktivitas keseharian, medika mentosa, dan
motivasi subjek.
Gambar 2. 8 Kerangka Konsep Keterangan:
= variabel yang diteliti
= batasan area penelitian
= variabel di luar perlakuan dan tidak dikendalikan, namun dapat berpengaruh terhadap penelitian
= alur penelitian Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi berupa subjek berusia ≥ 60 tahun, mampu berjalan tanpa bantuan orang, mampu mengikuti instruksi yang diberikan dengan baik, bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani lembar informed consent, nilai TUGT < 20 detik. Akan dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan I akan diberikan perlakuan
Jalan tandem
Dosis
Latihan balance strategy Subjek yang
memenuhi kriteria insklusi
Keseimbangan meningkat
dibandingkan
Keseimbangan meningkat
Aktivitas keseharian, medika mentosa, dan motivasi subjek
Jalan Tandem, sedangkan kelompok perlakuan II akan diberikan perlakuan Latihan Balance Strategy. Dosis merupakan variabel yang dapat dikendalikan, sedangkan motivasi dan aktivitas fisik merupakan faktor lain di luar perlakuan yang tidak dapat dikendalikan, akan tetapi mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Selanjutnya hasil perlakuan berupa peningkatan keseimbangan dinamis pada lansia antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II akan dibandingkan.
E. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori yang telah dijabarkan, maka hipotesis yang dapat disusun antara lain: (1) ada pengaruh pemberian jalan tandem dapat meningkatkan keseimbangan pada lansia, (2) ada pengaruh pemberian latihan balance strategy dapat meningkatkan keseimbangan pada lansia, (3) ada beda pengaruh jalan tandem dengan latihan balance strategy terhadap keseimbangan pada lansia, (4) pemberian jalan tandem lebih berpengaruh dibandingkan latihan balance strategy terhadap keseimbangan pada lansia.
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan quasi experimental dengan model two group pre and post test design dengan jenis penelitian kuantitatif. Pada penelitian ini, subjek akan diacak dan dibagi menjadi dua kelompok perlakuan. Kelompok I akan mendapatkan latihan jalam tandem, sedangkan kelompok II akan mendapatkan latihan balance strategy. Adapun rencana penelitian dapat digambarkan pada gambar sebagai berikut :
Gambar 3. 1
Rancangan Penelitian Keterangan gambar : S: Subjek penelitian.
R : Randomisasi ke dalam kelompok I dan II.
31
O1: Observasi ke 1, yaitu kondisi sebelum diberikan perlakuan latihan jalan Tandem pada kelompok I. Dilakukan pre-test dengan alat ukur Timed Up and Go Test (TUGT) untuk menilai keseimbangan dinamis pada lansia.
O2: Observasi ke 2, yaitu kondisi setelah diberikan perlakuan latihan jalan Tandem pada kelompok I. Dilakukan post-test menggunakan alat ukur yang sama untuk menilai perubahan keseimbangan dinamis.
X1: Perlakuan ke 1, yaitu pemberian latihan jalan Tandem pada kelompok I dengan frekuensi 3 kali/minggu selama 4 minggu.
O3: Observasi ke 1, yaitu kondisi sebelum diberikan perlakuan latihan Balance Strategy pada kelompok II. Dilakukan pre-test dengan alat ukur Timed Up and Go Test (TUGT) untuk menilai keseimbangan dinamis pada lansia.
O4: Observasi ke 2, yaitu kondisi setelah diberikan perlakuan latihan Balance Strategy pada kelompok II. Dilakukan post-test menggunakan alat ukur yang sama untuk menilai perubahan keseimbangan dinamis.
X2: Perlakuan ke 2, yaitu pemberian latihan Balance Strategy pada kelompok II dengan frekuensi 3 kali/minggu selama 4 minggu.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan bulan Juni 2025. Pada Posyandu Lansia Anggrek 2, Rw.04, Desa Dukuh Klodran, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Peneliti memilih tempat tersebut dikarenakan
lansia di Posyandu Anggrek 2 tergolong aktif dalam mengikuti kegiatan kelompok, dan jumlah lansia memadai untuk dilakukan penelitian subjek penelitian.
C. Subjek Penelitian
Penelitian ini mengambil subjek dari Posyandu Lansia Anggrek 2, yang telah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Berikut ini merupakan kriteria inklusi, kriteria eksklusi dan drop out:
1. Kriteria inklusi
Subjek harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: (1) subjek berusia ≥ 60 tahun, (2) mampu berjalan tanpa bantuan orang, (3) mampu mengikuti instruksi yang diberikan dengan baik, (4) bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani lembar informed consent, (5) nilai TUGT < 20 detik.
2. Kriteria ekslusi
Kriteria eksklusi untuk penelitian ini antara lain: (1) mengikuti program latihan peningkatan keseimbangan lansia lainnya, (2) memiliki riwayat gangguan keseimbangan yang patologis seperti parkinson dan vertigo, (3) Memiliki penyakit kardiovaskular yang dapat membatasi aktivitas fisik, seperti gagal jantung, penyakit jantung koroner, atau hipertensi tidak terkontrol (≥ 140/90 mmHg).
3. Kriteria dropout
Subjek masuk ke dalam kriteria drop out: (1) mengundurkan diri pada saat penelitian, (2) subjek tidak mengikuti latihan selama 2 kali, (3) tidak mengikuti post-test, (4) subjek mengikuti program latihan keseimbangan lainnya.
D. Alat Ukur Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Timed Up and Go Test (TUGT), sebuah tes sederhana untuk menilai mobilitas, keseimbangan, kemampuan berjalan lansia. Alat yang digunakan berupa stopwatch, kursi dengan penyangga pada punggung dan kedua sisi lengan, cone/kun, meter line. Pada tes ini lansia diminta untuk berjalan di lintasan sepanjang 3 meter, diukur jarak dengan fisioterapis menggunakan meter line. Prosedur pelaksanaan tes ini antara lain: (1) posisi awal, lansia duduk tegak dan nyaman pada kursi yang telah disediakan dengan sandaran pada punggung dan juga pada kedua sisi lengan, dengan kedua lutut fleksi 90 (2) sebelum memulai tes, lansia wajib menunggu aba-aba dari⁰ fisioterapis, hingga fisioterapis memberi aba-aba “mulai” (3) selanjutnya lansia bisa mulai berdiri dan berjalan normal sesuai kemampuannya sejauh 3 meter, (4) lansia berputar melewati cone/kun dan terus jalan untuk kembali menuju kursi dan duduk bersandar nyaman seperti posisi awal. Ketika berjalan lansia bisa menggunakan alas kaki ataupun tanpa alas kaki. Ketika pemberian aba-aba dimulai fisioterapis juga memulai perhitungannya menggunakan stopwatch dan perhitungan dihentikan ketika lansia telah duduk sempurna di kursi (kembali ke posisi awal), hasil dari
pengukuran ini dalam satuan detik. Lansia tidak diperkenankan untuk terlebih dahulu mencoba tes tersebut. (Herman et al., 2011).
Gambar 3. 2 Time Up and Go Test (Hsieh et al., 2020).
Interpretasi hasil TUGT didasarkan pada waktu yang diperlukan lansia untuk menyelesaikan tes. Jika lansia menyelesaikan tes dalam waktu kurang dari atau sama dengan 10 detik, maka mobilitasnya dianggap baik dan memiliki risiko jatuh yang rendah. Jika waktu yang dibutuhkan berkisar antara 11 hingga 20 detik, mobilitasnya masih dalam batas normal, namun lansia perlu berhati-hati dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Jika waktu yang dibutuhkan lebih dari 20 detik, maka mobilitas lansia terganggu, memiliki risiko jatuh yang tinggi, dan mungkin memerlukan alat bantu untuk berjalan.
TUGT merupakan instrumen yang telah divalidasi dalam berbagai penelitian untuk menilai keseimbangan dan risiko jatuh pada lansia. Tes ini memiliki validitas yang baik dalam mengukur kinerja fungsional karena korelasinya yang tinggi dengan tes keseimbangan lainnya seperti Berg Balance Scale (BBS) dan Performance-Oriented Mobility Assessment (POMA). Selain itu, TUGT juga memiliki reliabilitas yang tinggi dalam berbagai populasi, dengan nilai uji ulang (test-retest reliability) yang konsisten dalam berbagai studi. Uji inter-rater reliability juga menunjukkan tingkat kesepakatan yang baik antara pemeriksa yang
berbeda, sehingga tes ini dapat digunakan secara luas dengan hasil yang akurat dan konsisten.
Validitas TUGT telah diuji dalam berbagai penelitian dan menunjukkan korelasi yang kuat dengan penilaian fungsi mobilitas lainnya, seperti Berg Balance Scale (BBS) dan Functional Gait Assessment (FGA). Studi oleh Beauchet et al., (2011) menunjukkan bahwa TUGT memiliki validitas tinggi dalam mengidentifikasi risiko jatuh pada lansia dengan nilai korelasi r = 0,75 terhadap risiko jatuh.
Reliabilitas TUGT juga telah diuji dalam berbagai penelitian dengan hasil yang sangat baik. Studi oleh Herman et al., (2011) melaporkan bahwa TUGT memiliki reliabilitas intra-pengukur (intrarater reliability) ICC = 0,99 dan reliabilitas antar- pengukur (interrater reliability) ICC = 0,98, yang menunjukkan bahwa tes ini konsisten dalam mengukur keseimbangan lansia. Dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi, TUGT menjadi salah satu alat ukur yang efektif dan terpercaya dalam menilai keseimbangan serta risiko jatuh pada lansia.
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent), dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Latihan Jalan Tandem dan Latihan Balance Strategy. Variabel terikat adalah keseimbangan lansia.
2. Definisi operasional a. Lansia
Individu yang berusia ≥60 tahun, sesuai dengan ketentuan WHO dan Peraturan Menteri Kesehatan RI, yang mengalami perubahan fisiologis terkait proses penuaan.
b. Keseimbangan
Keseimbangan dinamis adalah kemampuan seseorang dalam menjaga posisi tubuh yang stabil saat bergerak atau melakukan aktivitas sehari-hari, seperti berjalan. Keseimbangan dinamis dinilai menggunakan Timed Up and Go Test (TUGT).
c. Latihan Jalan Tandem
Latihan di mana subjek diminta berjalan dalam garis lurus dengan cara meletakkan satu kaki tepat di depan kaki lainnya, tumit menyentuh ujung jari kaki, selama durasi atau jarak tertentu. Kegiatan ini digunakan untuk melatih dan mengevaluasi keseimbangan dinamis. Dosis penelitian dengan berjalan pada lintasan lurus sejauh 3 meter, di mana tumit kaki menyentuh ujung jari kaki lainnya.
Dilakukan 3 kali per minggu selama 4 minggu, dengan 10 kali bolak-balik per sesi dan istirahat 1 menit setiap 2 kali bolak-balik.
d. Latihan Balance Strategy
Latihan strategi keseimbangan merujuk pada cara otomatis tubuh menyesuaikan diri untuk tetap seimbang ketika terjadi gangguan atau perubahan posisi secara tiba – tiba. Strategi ini terbagi menjadi tiga kategori utama, yaitu ankle strategy (pergerakan pada pergelangan kaki untuk mengoreksi posisi tubuh), hip strategy (penggunaan otot-otot pinggul untuk mempertahankan keseimbangan), dan stepping strategy (mengambil langkah cepat untuk mencegah jatuh). Dosis penelitian ini dilakukan 3 kali per minggu selama 4 minggu, dengan 3 repetisi per sesi (8 hitungan). Progresi latihan ditingkatkan dengan menambah 1 repitisi setiap minggu, dengan istirahat 1 menit setelah setiap set.
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
a. Pengurusan izin
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat pengantar dari Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta untuk melaksanakan penelitian yang telah direncanakan. Surat tersebut akan ditujukan kepada Posyandu Lansia Anggrek 2 Desa Dusun Klodran rw 04 sehubungan dengan tempat penelitian yang diambil.
b. Rekuitmen tenaga lapangan
Untuk membantu dalam proses penelitian, peneliti membutuhkan asisten peneliti selama penelitian dilaksanakan. Asisten peneliti adalah mahasiswa Jurusan Fisioterapi Poltekkes Surakarta. Sebelumnya peneliti akan menjelaskan kepada asisten peneliti mengenai tujuan, mekanisme penelitian dan intervensi yang akan dilakukan. Kemudian calon asisten peneliti diminta untuk menandatangani form persetujuan menjadi asisten peneliti untuk membantu proses penelitian.
c. Seleksi subjek penelitian
Seleksi subjek penelitian melalui tahapan sebagai berikut : (1) mendata jumlah anggota posyandu lansia yang masuk dalam kriteria inklusi dan ekslusi, (2) anggota posyandu diseleksi untuk menjadi subjek penelitian berdasarkan teknik purposive sampling, subyek akan dibagi secara rata dibagi ke dalam dua kelompok dengan jumlah pria dan wanita yang seimbang, (3) peneliti memberikan informasi kepada subjek penelitian mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian sesuai yang tertera dalam lembar informed consent, (4) subjek penelitian diminta untuk menandatangani lembar informed consent yang telah disediakan, (5) subjek dibagi menjadi dua kelompok perlakuan secara randomisasi.
2. Tahap pengambilan data
a. Pengambilan data awal (pre-test)
Pengambilan data awal (pre-test) dilakukan pada saat pertemuan pertama sebelum perlakuan diberikan pada kedua kelompok penelitian. Subjek penelitian diminta untuk mengisi absensi dan formulir penelitian. Selanjutnya peneliti melakukan pengukuran tanda vital. Kemudian peneliti menjelaskan kepada subjek mengenai prosedur pelaksanaan pengukuran keseimbangan dengan timed up and go test sebagai data awal (pre-test), hasil pengukuran dicatat di formulir penelitian.
Setelah hasil pengukuran dicatat, peneliti menjelaskan kepada subjek mengenai prosedur pelaksanaan intervensi.
b. Pelaksanaan penelitian
Seleksi subjek penelitian melalui tahapan sebagai berikut : (1) mendata jumlah anggota posyandu anggrek 2 (2) anggota posyandu diseleksi untuk menjadi subjek penelitian berdasarkan teknik purposive sampling, yang berarti pemilihan subjek penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan, (3) peneliti memberikan informasi kepada subjek penelitian mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian sesuai yang tertera dalam lembar informed consent, (4) subjek penelitian diminta untuk menandatangani lembar informed consent yang telah disediakan, (5) subjek dibagi menjadi dua kelompok perlakuan secara purposive sampling.
c. Pengambilan data akhir (post-test)
Pengambilan data akhir (post-test) dilakukan saat akhir pertemuan. Peneliti mengambil data post-test dengan Timed Up and Go Test (TUGT) untuk mengukur
keseimbangan dinamis sebagai evaluasi dari intervensi yang telah diberikan. Data yang didapatkan akan dianalisis menggunakan SPSS 26.
G. Metode pengolahan dan analisis data
Dalam pengolahan dan analisi data yang telah diperoleh, peneliti menggunakan aplikasi SPSS 26 dengan langkah-langkah sebgai berikut:
1. Uji normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah data yang digunakan dalam penelitian berdistribusi secara normal atau tidak. Pada penelitian ini menggunakan uji normalitas Shapiro Wilk karena jumlah subjeknya ≤ 50. Dasar pengambilan keputusan jika nilai signifikan <0,05 maka data berdistribusi tidak normal.
2. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui variasi data dari populasi kelompok 1 dan kelompok 2 apakah memiliki variasi yang homogen atau tidak.
Dalam penelitian ini menggunakan analisis Levene’s Test. Dasar pengambilan keputusan jika nilai signifikasi >0,05 maka data distribusi homogen sedangkan jika nilai signifikasi <0,05 maka data berdistribusi tidak homogen.
3. Uji hipotesis
a. Uji beda pre test dan post test
Uji beda pre test dan post test dilakukan pada masing-masing kelompok perlakuan. Jika data berdistribusi normal maka uji hipotesis menggunakan Paired t- test atau uji kelompok berpasangan, sedangkan jika data tidak berdistribusi normal maka menggunakan uji Wilcoxon. Pengambilan keputusan adalah jika nilai signifikansi >0,05 maka tidak ada perbedaan bermakna, sedangkan jika nilai signifikansi <0,05 maka ada perbedaan bermakna sebelum dan setelah pemberian intervensi.
b. Uji beda post diperlakuan
Dilakukan pada kelompok 1 dan 2. Jika data berdistribusi normal maka uji hipotesis menggunakan independent sample t-test atau uji kelompok tidak berpasangan. Sedangkan jika data tidak berdistribusi normal maka menggunakan uji Man Whitney. Pengambilan keputusan adalah jika nilai signifikansi >0,05 maka tidak ada perbedaan bermakna, sedangkan jika nilai signifikansi <0,05 maka ada perbedaan bermakna sebelum dan setelah pemberian intervensi.
c. Beda selisih mean
Dilakukan untuk mengetahui latihan mana yang lebih efektif antara kelompok 1 dan kelompok 2 dengan cara menghitung selisih rata-rata pre dan post pada kelompok 1 dan kelompok 2. Jika didapatkan hasil selisih mean lebih tinggi pada salah satu kelompok maka latihan tersebut yang lebih berepengaruh.
Batson, G. (2009). Update on proprioception: considerations for dance education.
Journal of Dance Medicine & Science : Official Publication of the International Association for Dance Medicine & Science, 13(4).
Beauchet, O., Fantino, B., Allali, G., Muir, S. W., Montero-Odasso, M., &
Annweiler, C. (2011). Timed up and go test and risk of falls in older adults: A systematic review. Journal of Nutrition, Health and Aging, 15(10), 933–938.
https://doi.org/10.1007/s12603-011-0062-0
BPS. (2024). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2024. Badan Pusat Statistik.
https://web-api.bps.go.id/
Eni, E., & Safitri, A. (2018). Gangguan Kognitif terhadap Resiko Terjadinya Jatuh Pada Lansia. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia, 8(01), 363–371.
https://doi.org/10.33221/jiiki.v8i01.323
Erwin, Katmini, Peristiowati, Y., & Indasah. (2022). Balance Strategy Combinasi Tandem Walking Exercise Efektif untuk Meningkatkan Keseimbangan Dinamis dan Kekuatan Otot Lansia. Jurnal Penelitian Kesehatan, 13(November), 297–299. https://doi.org/DOI:
http://dx.doi.org/10.33846/sf13nk357
Gaur, M., & Parekh, K. (2015). a Study To Determine the Association of Body Mass Index With Performance-Based Measures of Balance and Mobility in Young Adults. International Journal of Physiotherapy and Research, 3(4), 1175–1179. https://doi.org/10.16965/ijpr.2015.163
Herman, T., Giladi, N., & Hausdorff, J. M. (2011). Properties of the “Timed Up and Go” test: More than meets the eye. Gerontology, 57(3), 203–210.
https://doi.org/10.1159/000314963
43
Hsieh, C. Y., Huang, H. Y., Liu, K. C., Chen, K. H., Hsu, S. J. P., & Chan, C. T.
(2020). Subtask segmentation of timed up and go test for mobility
assessment of perioperative total knee arthroplasty†. Sensors (Switzerland), 20(21), 1–17. https://doi.org/10.3390/s20216302
Iswati. (2021). Balance Exercise Jalan Tandem Untuk Mengurangi Risiko Jatuh Pada Lansia Tandem Walk Balance Exercise to Reduce Risk of Falls in Elderly. JURNAL PIKes Penelitian Ilmu Kesehatan, Stikes Adi Husada Surabaya, 2(1), 42–48. https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKE wjewPOyu5GCAxU-7jgGHW_qC10QFnoECBkQAQ&url=https%3A%2F
%2Fwww.ojs.pikes.iik.ac.id%2Findex.php%2Fjpikes%2Farticle
%2Fdownload
%2F12%2F12%2F73&usg=AOvVaw143iHTGiEHnBxbG9YGQy
Lina, L. F., Aminanda, D., & Ferasinta. (2015). Efektivitas Antara Latihan Jalan Tandem Dengan Gaze Stability Exercise Terhadap Peningkatan
Keseimbangan Tubuh Pada Pasien Stroke Di Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu. 6.
Luthfi hidayat, (2023). Pencegahan Jatuh Pada Usia Lamjut Meningkatkan Kesehatan Dan Kualitas Hidup Lansia. Retrieved Februari, 16, 2025, from : https://rsa.ugm.ac.id/pencegahan-jatuh-pada-usia-lanjut-meningkatkan- keselamatan-dan-kualitas-hidup-lansia/?utm_source
Madani, D.Z. (2020). Gangguan Pendengaran Lansia. retrieved februari, 01, 2025, from : https://herminahospitals.com/id/articles/gangguan-pendengaran-pada- lansia.html?utm_source
Muhith & Sitoyo. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. retrieved januari, 21, 2025, from : https://books.google.co.id/books?
id=U6ApDgAAQBAJ&lpg=PR2&hl=id&pg=PR9#v=onepage&q&f=true Mujiadi, & Rachmah, S. (2022). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. In STIKes
Majapahit Mojokerto.
Muyassaroh. (2024). Gangguan Keseimbangan Pada Lansia. retrieved Februari, 23, 2025, from : https://rs-kariadi.go.id/news/67/GANGGUAN-
KESEIMBANGAN-PADA-LANSIA/Artikel.html?utm_source
Narale. (2023). Centre Of Gravity. retrieved Januari, 27, 2025, from : https://www.physio-pedia.com/Centre_of_Gravity?utm_source
Ni Putu Renisa Apriani, N., Apriani, R., & Tianing, N. W. (2015). Pemberian Pelatihan Balance Strategy Exercise Lebih Baik Daripada Pelatihan Core Stability Exercise Dalam Meningkatkan Keseimbangan Dinamis Pada Lansia. Jurnal Sport Science, 0–12.
Novianti, I. G. A. S. W., Jawi, I. M., Munawaroh, M., & Griadhi, I. P. A. (2018).
Latihan Jalan Tandem Lebih Meningkatkan Keseimbangan Lansia Daripada Latihan Balance Strategy. Sport and Fitness Journal, 6(1), 117–122.
https://doi.org/10.24843/spj.2018.v06.i01.p15
Nurmalasari, M., Widajanti, N., & Dharmanta, R. S. (2018). Hubungan Riwayat Jatuh dan Timed Up and Go Test pada Pasien Geriatri. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 5(4). https://doi.org/10.7454/jpdi.v5i4.241
Pashar, I., Wahdaniar, & Efendi, S. (2022). Peran Keluarga dalam Pencegahan Potensi Jatuh pada Lansia di Lingkungan Tokinjong Kelurahan Balangnipa Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai. Journal of Vocational Health Science, 1(1), 48–56. https://doi.org/10.31884/jovas.v1i1.3
Qadriyah, E. L., Susanto, T., Kurdi, F., & Wahyuni Fauziah. (2024). LATIHAN KESEIMBANGAN DALAM PENCEGAHAN JATUH PADA LANJUT USIA.
3(2), 167–173. https://doi.org/DOI: https://doi.org/10.31965/knj.v3i2
Rubenstein, L. Z. (2006). Falls in older people: Epidemiology, risk factors and strategies for prevention. Age and Ageing, 35(SUPPL.2), 37–41.
https://doi.org/10.1093/ageing/afl084
Sari, M., Sari, N. P., & Sulastri, W. (2024). Pengaruh Tandem Walking Exercise Terhadap Penurunan Resiko Jatuh Pada Lansia di Panti Tresna Werdha Pagar Dewa Provinsi Bengkulu The Effect of Tandem Walking Exercise on
Reducing the Risk of Falls in the Elderly at the Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dew. Riset Media Keperawatan, 7(1), 56–59.
Setiawan. (2023). bab 2 (setiawan, 2023).pdf (p. 25). universitas brawijaya.
Shen, K., Chemori, A., & Hayashibe, M. (2020). Human-Like Balance Recovery Based on Numerical Model Predictive Control Strategy. IEEE Access, 8,
92050–92060. https://doi.org/10.1109/ACCESS.2020.2995104
Sulfitria. (2022). Perbedaan Efek Square Step Exercise Dan Balance Strategy Exercise Terhadap Perubahan Kekuatan Otot Tungkai Dan Keseimbangan Pada Lansia (Vol. 9).
Tinetti, M. E., & Kumar, C. (2010). The patient who falls: “It’s always a trade- off.” Jama, 303(3), 258–266. https://doi.org/10.1001/jama.2009.2024 Wintara, G. A. G. R., Nurmawan, P. S., Muliarta, M., & Griadhi, P. A. (2018).
Ntervensi Balance Strategy Exercise Lebih Baik Dalam Meningkatkan Keseimbangan Dinamis Daripada Isotonic Quadriceps Exercise Dengan Beban 1 Kilogram Pada Lansia. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, 5–9.
Witten & Digest. (2023). 10 Simple Moves To Keep You Fit. retrieved Februari, 01, 2025, from : https://www.readersdigest.ca/health/fitness/easy-exercises- for-health/
Yuswatinigsih, E., & Suhariati, hundyah ike. (2021). Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kemandirian Lansia Dalam Memenuhi Kebutuhan Sehari hari. Stikes Insan Cendekia Medika Jombang, 13.
Yang bertandatangan di bawah ini, saya :
Nama :
Umur :
Jenis kelamin : L / P
Alamat :
Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang maksud dan tujuan penelitian, prosedur pelaksanaan dan konsekuensinya demi kemanfaatan yang sebesar – besarnya terhadap upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, dengan ini saya menyatakan bersedia mengikuti program penelitian yang diselenggarakan oleh Meuthia Imtaqilah Paratin dengan judul “Perbedaan Pengaruh Latihan Jalan Tandem Dengan Latihan Balance Strategy Terhadap Keseimbangan Lansia”, saya setuju tanpa paksaan dari pihak manapun, untuk kiranya menjadi pegangan bagi peneliti dari pihak yang berkepentingan terkait dengan penelitian ini.
Surakarta,... 2025
Peneliti,
(Meuthia Imtaqilah Paratin)
Subjek penelitian
(...) LAMPIRAN 2
Umur :
Alamat :
Setelah mendapat penejelasan dari peneliti tentang penelitian “Perbedaan Pengaruh Latihan Jalan Tandem Dengan Latihan Balance Strategy Terhadap Keseimbangan Lansia” yang dilakukan oleh MEUTHIA IMTAQILAH PARATIN dan petunjuk pelaksanaan pengukuran pengukuran, maka dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Bersedia menjadi pengukur saat pengmbilan data penelitian.
2. Bersedia memenuhi peraturan yang telah disepakati antara peneliti dan pengukur.
3. Bersedia bertanya pada peneliti apabila ada hal – hal yang belum dimengerti tentang pelaksanaan pengukuran.
4. Bersedia melakukan pengukuran sesuai waktu yang disepakati.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manpun.
Peneliti,
(Meuthia Imtaqilah Paratin)
Pengukur
(...) LAMPIRAN 3
LEMBAR PEMERIKSAAN
Alamat :
No.Telp :
Posyandu :
Tensi :
1. Dalam beberapa waktu terakhir, apakah Saudara pernah mengalami jatuh yang masih menyebabkan bengkak, nyeri, atau ketidaknyamanan saat bergerak?
2. Apakah Saudara pernah mengalami atau memiliki riwayat penyakit yang bisa mengganggu keseimbangan?
Vertigo (...)
Parkinson (...)
Pemeriksaan TUG Test : Tanggal pengukuran pre test : Tanggal pengukuran post test :
Tes tug Hasil (detik)
Pre test Post test
Surakarta,...2025
LAMPIRAN 4
Peneliti
(...)
Subjek Penelitian
(...)
Deskripsi
Timed Up and Go Test (TUGT) merupakan tes sederhana yang digunakan untuk menilai keseimbangan. Pengukuran keseimbangan menggunakan TUGT dilakukan pada saat (pre- test) dan setelah pemberia