• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal Tesis Dhafina Almas (4623102001)

N/A
N/A
Ishaq Salma

Academic year: 2025

Membagikan "Proposal Tesis Dhafina Almas (4623102001)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

i

PROPOSAL

ALIH FUNGSI LAHAN PADA SERTIPIKAT REDISTRIBUSI TANAH DALAM PERSPEKTIF PENYELENGGARAAN

PEMANFAATAN RUANG (STUDI KASUS DI DESA BORISALLO, KECAMATAN PARANGLOE,

KABUPATEN GOWA)

Diajukan Oleh:

DHAFINA ALMAS NIM: 4623102001

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

SEPTEMBER 2024

(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul : Alih Fungsi Lahan Pada Sertipikat Redistribusi Tanah Dalam Perspektif Penyelenggaraan Pemanfaatan Ruang (Studi Kasus Di Desa Borisallo, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa)

2. Nama Mahasiswa : Dhafina Almas

3. NIM : 4623102001

4. Program Studi : Pascasarjana Perencanaan Wilayah dan Kota

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Andi Muhibuddin, M.P. Dr. Ir. Syafri, S.T., M.Si NIDN : 09 2908 6702 NIDN : 09 1501 6704

Mengetahui:

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Pascasarjana Perencanaan Wilayah dan Kota

Prof. Dr. Ir. Andi Muhibuddin, M.P. Dr. Ir. Syafri, S.T., M.Si NIDN : 09 2908 6702 NIDN : 09 1501 6704

(3)

iii DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Lingkup Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP ... 10

A. Redistribusi Tanah ... 10

1. Tujuan Redistribusi Tanah ... 10

2. Sasaran Redistribusi Tanah ... 11

3. Peralihan Sertipikat Redistribusi Tanah ... 13

4. Tahapan Pelaksanaan Redistribusi Tanah ... 14

5. Kewajiban Subjek Reforma Agraria ... 15

B. Penyelenggaraan Pemanfaatan Ruang ... 16

C. Alih Fungsi Lahan Pertanian ... 17

D. Penelitian Terdahulu ... 22

E. Kerangka Konseptual ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Desain Penelitian ... 27

B. Lokasi Penelitian dan Jadwal Penelitian ... 27

C. Fokus dan Deskripsi Fokus ... 30

D. Instrumen Penelitian... 32

E. Jenis dan Sumber Data ... 32

F. Teknik Pengumpulan Data ... 34

G. Teknik Analisa Data ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(4)

1 A. Latar Belakang

Perkembangan jaman saat ini menghadapi berbagai tantangan termasuk diantaranya pada bidang agraria yaitu seperti konflik agrarian dan sengketa tanah.

Konflik agraria biasanya disebabkan dari kurang tepatnya hukum dan kebijakan pengaturan status penguasaan tanah dan cara perolehan ha katas tanahnya, kemudian penyebab selanjutnya adalah kelambanan dan ketidakadilan dalam proses penyelesaian sengketa tanah yang memicu timbulnya konflik pertanahan.

Hal tersebut menyebabkan dampak yang merugikan banyak pihak terutama masyarakat. Reforma Agraria hadir untuk mempersempit ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah yang kemudian memberikan harapan baru untuk perubahan dan pemerataan sosial ekonomi masyarakat secara menyeluruh.

Reforma agrarian mengatasi berbagai persoalan umum di bidang agraria, sosial, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan yaitu ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T); sengketa dan konflik agrarian; alih fungsi lahan pertanian yang massif; turunnya kualitas lingkungan hidup; kemiskinan dan pengangguran serta kesenjangan sosial.

Reforma agraria bentuknya ada tiga, yaitu legalisasi aset, redistribusi tanah dan perhutanan sosial. Dalam bentuknya reforma agraria yang ditargetkan akan dilaksanakan seluas 9 juta hektar sebagaimana Lampiran Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, dalam skemanya legalisasi aset 4,5 juta hektar yang meliputi legalisasi terhadap tanah-tanah transmigrasi yang belum bersertipikat yaitu seluas

(5)

2

600.000 hektar dan legalisasi terhadap tanah-tanah yang sudah berada dalam penguasaan masyarakat seluas 3,9 juta hektar. Untuk redistribusi tanah seluas 4,5 juta hektar, meliputi Hak Guna Usaha Habis, tanah terlantar dan tanah Negara lainnya seluas 400.000 hektar dan tanah-tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan seluas 4,1 juta hektar.

Tujuan redistribusi tanah ialah memperbaiki kondisi sosial-ekonomi rakyat dengan cara membagikan lahan secara adil dan merata kepada warga negara.

Dengan begitu, ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia diharapkan bisa berkurang. Dalam pengertiannya, redistribusi tanah adalah pembagian lahan- lahan, yang dikuasai oleh negara dan telah ditegaskan menjadi obyek landreform, kepada para petani penggarap yang memenuhi syarat ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961. Pelaksanaan program redistribusi tanah terdiri atas beberapa tahapan yaitu persiapan dan perencanaan, penyuluhan kepada masyarakat di lokasi yang telah ditetapkan, inventarisasi dan identifikasi objek dan subjek, pengukuran dan pemetaan yang dilakukan oleh para petugas ukur terhadap tanah yang telah diinventarisasi sesuai dengan kaidah yang berlaku, panitia pertimbangan landreform di kabupaten setempat akan melakukan penelitian lapangan yang kemudian dilanjutkan dengan sidang PPL (Panitia Pertimbangan Landreform) untuk membahas usulan penetapan objek dan subjek redistribusi, penetapan objek oleh Kakanwil BPN setempat dan subjek redistribusi tanah oleh Bupati setempat, surat keputusan Redistribusi Tanah diterbitkan Kepala Kantor Pertanahan setempat, pembukuan.

Pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria menjelaskan Mengenai Kewajiban Dan Larangan

(6)

Penerima Tanah Objek Reforma Agraria pada Bab VI pasal Pasal 24 bahwa Subjek Reforma Agraria wajib menggunakan, mengusahakan dan memanfaatkan sendiri tanahnya; dan menaati ketentuan penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai sifat dan tujuan pemberian hak serta rencana tata ruang. Pada pasal 25 dijelaskan bahwa Subjek Reforma Agraria dilarang menelantarkan TORA. Subjek Reforma Agraria dalam mengalihkan hak atas TORA atau mengalihfungsikan TORA wajib mendapatkan izin Menteri melalui kepala kantor pertanahan setempat. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2023 Tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria menjelaskan dalam pasal 22 bahwa Subjek Reforma Agraria dilarang menelantarkan TORA. Kemudian dalam hal Subjek Reforma Agraria mengalihkan hak atas TORA atau mengalihfungsikan TORA wajib mendapatkan izin menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan melalui kepala kantor wilayah badan pertanahan setempat.

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Dan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang menjelaskan bahwa Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RTR. Pada Pasal 2 disebutkan bahwa seluruh kegiatan Pemanfaatan Ruang harus terlebih dahulu memiliki KKPR. Sebelum tanah yang bersangkutan dibebaskan oleh pemegang KKPR semua hak atau kepentingan pihak lain yang sudah ada hak atas tanah yang bersangkutan tidak berkurang dan tetap diakui haknya, termasuk kewenangan yang menurut hukum

(7)

4

dipunyai oleh pemegang hak atas tanah untuk memperoleh tanda bukti hak (sertipikat), dan kewenangan untuk menggunakan dan memanfaatkan tanahnya bagi keperluan pribadi atau usahanya sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku, serta kewenangan untuk mengalihkannya kepada pihak lain.

Suatu kegiatan usaha yang dilakukan perlu dilandasi dengan adanya izin dari pemerintah setempat. Izin yang diperlukan pada kegiatan industri pemecah batu ini diantaranya berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Register Perusahaan (NRP), Nomor Induk Berusaha (NIB), Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Terkait hal perizinan, pelaku usaha bias berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Gowa, seperti salah satunya dengan pengurusan PKKKPR terlebih dahulu. Penerbitan PKKPR perlu melengkapi terlebih dahulu dengan Pertimbangan Teknis Pertanahan (PTP) dari Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa.

PTP merupakan dokumen yang dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam penentuan keputusan KKPR. Penerbitan PTP di dasari dengan penilaian lokasi permohonan, penggunaan tanah eksisting, penguasaan lahan, kemampuan tanah, kesesuaian dengan rencana tata ruang, kesesuaian dan ketersediaan tanah.

Kantor Pertanahan akan menyusun analisis terkait kesesuaian lokasi yang dimohonkan dengan jenis kegiatan yang dimohonkan dan kemudian hasil tersebut yang akan dijadikan bahan pertimbangan dalam rapat Forum Penataan Ruang (FPR) untuk menerbitkan KKPR.

(8)

Terdapat permohonan Persetujuan Kesesuasian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) di Kabupaten Gowa yang direncanakan untuk kegiatan industri pemecah batu dengan kode KBLI 23963 – Industri barang dari batu untuk keperluan rumah tangga, pajangan dan bahan bangunan. Permohonan tersebut terletak di Desa Borisallo, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan seluas 30.470 m2. Lokasi permohonan memang berada di antara kegiatan industri pemecah batu lainnya disana, sehingga sudah banyak terjadi alih fungsi lahan di sekitar lokasi tersebut dari yang semula merupakan tanah pertanian menjadi kegiatan industri pemecah batu. Lokasi ini juga dekat dengan Sungai Jeneberang yang merupakan sungai tersbesar di Kabupaten Gowa. Sungai ini memiliki potensi batuan yang dapat dimanfaatkan sebagai industri.

Dasar penentuan kesesuaian tata ruang pada lokasi dimaksud mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gowa dimana pada lokasi tersebut diperuntukkan sebagai Kawasan Budidaya Perkebunan seluas (± 25.704 m2 / 84%) dan Kawasan Budidaya Pertanian Lahan Basah seluas (± 4.755 m2 / 16%). Pada peraturan tersebut menjelaskan bahwa ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian, kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang berupa kegiatan pertanian pangan beririgasi teknis dan kegiatan pertanian tanaman pangan lainnya, kegiatan perkebunan, pembangunan prasarana dan sarana penunjang pertanian, kegiatan pariwisata, kegiatan penelitian dan perumahan kepadatan rendah.

Dasar penguasaan lahan pada lokasi yang dimaksud adalah 2 (dua) sertipikat redistribusi tanah yang diperuntukkan sebagai kebun. Kepemilikan

(9)

6

sertipikat tersebut masih atas nama perorangan, dan hingga saat diajukannya permohonan tersebut, belum ada ijin peralihan hak dari Kepala Kantor Pertanahan untuk melakukan peralihan hak dari pemilik di sertipikat kepada pihak pelaku usaha. Pelaku usaha sudah melakukan kegiatan jual beli tanpa melakukan pengurusan izin peralihan haknya, sedangkan sertipikat redistribusi tanah harus memiliki izin dari Kepala Kantor Pertanahan untuk melakukan peralihan hak dan peralihan fungsi lahannya. Peralihan hak pada sertipikat redistribusi tanah dapat dilakukan apabila tata ruang pada lokasi yang dimaksud memungkinkan untuk terjadinya fungsi lahan. Hal tersebut tidak sesuai dengan permohonan tersebut karena pada lokasi dimaksud, berdasarkan RTRW Kabupaten Gowa masih diperuntukkan sebagai kawasan budidaya pertanian sedangkan rencana kegiatannya sebagai industri pemecah batu. Selain adanya alih fungsi lahan pertanian pada sertipikat redistribusi tanah menjadi industri pemecah batu, pada penelitian ini akan mencari tahu jenis kegiatan lain yang mungkin terjadi di Desa Borisallo. Permasalahan ini merupakan yang pertama terjadi di Provinisi Sulawesi Selatan sehingga penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian apabila terdapat permohonan yang sama kedepannya baik di Kabupaten Gowa maupun di daerah lainnya.

Faktor penentu yang mempengaruhi keputusan petani mengalihkan sertipikat tanah hasil program retribusi adalah Jenis Kelamin laki-laki, Tingkat Kemiskinan dan Pengaruh Pihak luar, sedangkan empat faktor lainnya yakni pendidikan, umur, jumlah bidang tanah yang dimiliki dan kerjasama dengan kelompok tani tidak berpengaruh terhadap keputusan petani untuk mengalihkan sertipikat kepada pihak lain (Umu, 2016). Pada penelitian sebelum-sebelumnya

(10)

hanya meneliti faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan dan belum mengkaitkan dengan penyelenggaraan pemanfaatan ruang. Pada penelitian ini memiliki perbedaan yaitu karena terdapat permasalahan pengalihan fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah yang pertama kali terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan yang dilakukan melalui proses pengajuan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, sehingga penelitian ini akan meneliti terjadinya alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah dalam perspektif penyelenggaraan pemanfaatan ruang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian tesis ini adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah?

2. Bagaimana penyelenggaraan pemanfaatan ruang di Desa Borisallo terkait terjadinya penyelenggaraan alih fungsi lahan pertanian?

3. Kebijakan-kebijakan apa saja yang mengatur pengelolaan lahan sertipikat reditribusi tanah dan dapat dijadikan strategi penyelesaian permasalahan pengalihfungsian lahan tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:

(11)

8

1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah di Desa Borisallo, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa.

2. Untuk menganalisis alih fungsi lahan dari perspektif penyelenggaraan pemanfaatan ruang.

3. Untuk menganalisis bentuk strategi yang dapat mengendalikan alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, dalam ilmu pengetahuan khususnya di bidang Perencanaan Wilayah dan Kota, bagi pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan, bagi masyarakat, dan bagi peneliti sendiri.

1. Bidang Akademik, dapat menambahkan alternatif strategi penyelesaian permasalahan alih fungsi lahan pertanian.

2. Masyarakat, dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan dan tidak dengan mudah mengalihfungsikan lahan.

3. Pemerintah, masukan terhadap kebijakan pemerintah terkait larangan alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan terutama terkait perizinan pemanfaatan lahan.

4. Peneliti, berguna untuk menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan Perencaaan Wilayah dan Kota dalam kaitannya alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah.

(12)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian untuk memperoleh hasil dan kesimpulan yang mendalam maka dilakukan pembatasan ruang lingkup penelitian. Adapun pembahasannya akan dibatasi dalam beberapa hal sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilakukan di Desa Borisallo, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa.

2. Penelitian ini berfokus untuk mengidentifikasi alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah di Desa Borisallo dalam perspektif penyelenggaraan pemanfaatan ruang.

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah dan mengidentifikasi strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam perspektif penyelenggaraan pemanfaatan ruang.

(13)

10

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. Redistribusi Tanah

Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan perangkat hukum yang tertulis lengkap dan jelas, yang dilakukan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuannya. Pada pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi” Bumi dan air dan kekayaan lain yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Sehubungan dengan hal-hal tersebut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dalam pasal 2 ayat (1,2,3,4), ayat (1) memberikan wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi dari rung angkasa tersebut. Ayat (2) digunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Ayat (3) wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara tersebut. Ayat (4) hak menguasai pada negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swasta dan masyarakat-masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuanketentuan peraturan pemerintah.

1. Tujuan Redistribusi Tanah

Adapun tujuan dari pelaksanaan Redistribusi Tanah Objek Landreform adalah sebagai berikut:

(14)

a. Untuk menertibkan kedudukan hukum dari pada tanah-tanah yang dikerjakan atau di usahakan baik oleh para petani, Badan usaha, perusahaan-perusahaan maupun oleh pemerintah itu sendiri sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan keadilan kemanusiaan dan sosial ekonomi

b. Membantu para petani penggarap atau buruh tani untuk mendapatkan Hak Milik Atas Tanah dan Tanda Bukti Hak yang berupa Sertifikat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya

c. Tujuan utama dari Redistribusi Tanah Objek Landreform adalah untuk memperbaiki keadaan sosial petani dengan cara mengadakan pembagian tanah yang adil dan merata atas sumber kehidupan masyarakat petani berupa tanah melalui pemberian Hak Milik Atas Tanah pertanian, sehingga diharapkan dengan pembagian tanah tersebut dapat dicapai kesejahteraan yang adil dan merata

d. Pemantapan stabilitas dinamis penguasaan dan penggunaan Tanah Objek Landreform.

2. Sasaran Redistribusi Tanah

Adapun sasaran dari redistribusi tanah yaitu membagi-bagikan kembali (Redisribusi) Tanah Objek Landreform, selanjutnya diberikan Hak Milik, yang kesemuanya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dana taraf hidup petani penggarap Tanah Objek Landreform dengan harapan terwujudnya kepastian hukum dan kepastian Hak Atas Tanah bagi penerima redistribusi. Objek pada pelaksanaan kegiatan Redistribusi Tanah Objek Landreform adalah tanah-tanah yang berasal dari kelebihan batas maksimum dan tanah absentee serta tanah

(15)

12

swapraja dan tanah bekas swapraja yang beralih kepada negara dan tanah-tanah lain yang langsung dikuasai oleh negara.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961, tanah yang akan diredistribusikan adalah sebagai berikut:

a. Tanah yang merupakan kelebihan dan batas maksimum sebagaimana dalam Undang-Undang No. 56 Tahun 1960.

b. Tanah yang dikuasai secara absentee.

c. Tanah swapraja dan tanah negara bekas swapraja.

d. Tanah negara lainnya.

Di dalam redistribusi tanah kepada petani, prioritas pertama akan diberikan kepada para penggarap yang mengerjakan tanah tersebut dan buruh tani tetap dari bekas pemilik tanah itu. Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 menentukan tanah-tanah landreform akan dibagikan dengan hak milik pada para petani yang bersangkutan menurut prioritas sebagai berikut:

a. Penggarap yang mengerjakan tanah yang bersangkutan.

b. Buruh tani tetap pada bekas pemilik, yang mengerjakan tanah yang bersangkutan pada bekas pemilik yang mengerjakan tanah yang bersangkutan.

c. Pekerja tetap pada bekas pemilik tanah yang bersangkutan.

d. Penggarap yang belum sampai 3 tahun mengerjakan tanah hak milik.

e. Penggarap yang mengerjakan tanah hak milik.

f. Penggarap tanah-tanah yang oleh pemerintah diberi peruntukkan lain berdasarkan pasal 4 ayat 2 dan 3.

g. Penggarap yang tanah garapannya kurang dari 0,5 ha.

h. Pemilik yang luas tanahnya kurang dari 0,5 ha.

(16)

i. Petani atau buruh tani Iainnya.

3. Peralihan Sertipikat Redistribusi Tanah

Pasal 20 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa: “Hak Milik (HM) dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”. Hal ini dapat dimaknai bahwa HM dapat beralih karena pewarisan (tanpa suatu perbuatan hukum) dan dapat juga dialihkan (dengan perbuatan hukum), misalnya dengan jual beli, hibah, penukaran, pemberian dengan wasiat, dan lain-lain. Berbeda dengan HM untuk tanah hasil redistribusi, bahwa pemegang hak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan tanahnya dalam jangka waktu yang ditentukan kecuali memperoleh ijin dari Kepala Kantor Pertanahan. Hal ini dimaksudkan agar petani dapat memanfaatkan tanahnya secara produktif dan menikmati hasil pertanian yang diusahakannya.

Larangan peralihan hak atas tanah hasil redistribusi ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian (PP 224 Tahun 1961).

Selain itu, larangan peralihan juga dinyatakan dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Redistribusi Tanah Obyek Landreform (TOL) Tahun 2014, yaitu dalam Surat Keputusan (SK) Pemberian Hak Milik yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan, wajib mencantumkan catatan adanya ijin peralihan hak atas tanah untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun, baik sebagian atau seluruhnya yang selanjutnya ditegaskan dalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah hasil redistribusi. Meskipun secara jelas telah ditetapkan larangan peralihan hak atas tanah hasil redistribusi, namun kenyataannya masih ada beberapa orang penerima

(17)

14

tanah hasil redistribusi yang mengalihkan tanahnya dengan cara menjual kepada pihak lain.

4. Tahapan Pelaksanaan Redistribusi Tanah

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2023 Tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria, Pelaksanaan Redistribusi Tanah dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. sosialisasi dan penyuluhan oleh kantor pertanahan/kantor wilayah badan pertanahan

b. nasional di lokasi objek Redistribusi Tanah;

c. inventarisasi dan identifikasi subjek dan objek Redistribusi Tanah oleh kantor pertanahan/kantor wilayah badan pertanahan nasional setelah ada penetapan objek Reforma Agraria;

d. pengukuran dan pemetaan bidang tanah oleh kantor pertanahan/kantor wilayah badan pertanahan nasional;

e. penetapan objek Redistribusi Tanah oleh kantor pertanahan/kantor wilayah badan pertanahan nasional berdasarkan berita acara sidang gugus tugas Reforma Agraria kabupaten/ kota;

f. penetapan subjek Redistribusi TORA oleh bupati/wali kota berdasarkan berita acara sidang gugus tugas Reforma Agraria kabupate n I kota;

g. pemberian Hak Atas Tanah atau penerbitan surat keputusan Redistribusi Tanah oleh kantor

h. pertanahan; dan

i. penerbitan sertipikat dan pembukuan Hak Atas Tanah oleh kantor pertanahan.

(18)

5. Kewajiban Subjek Reforma Agraria

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2023 Tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria pada pasal 21 dijelaskan bahwa Subjek Reforma Agraria harus:

a. menggunakan, mengusahakan dan memanfaatkan sendiri tanahnya;

b. menaati ketentuan penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai sifat dan tujuan pemberian hak serta rencana tata

c. memelihara kesuburan dan produktivitas tanah;

d. melindungi dan melestarikan sumber daya di atas tanah; dan e. menggunakan tanah sesuai dengan kemampuan tanah.

Pada Pasal 22 dijelaskan bahwa:

(1) Subjek Reforma Agraria dilarang menelantarkan TORA.

(2) Dalam hal Subjek Reforma Agraria:

a. mengalihkan hak atas TORA; atau

b. mengalihfungsikan TORA, wajib mendapatkan izin menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan melalui kepala kantor wilayah badan pertanahan setempat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan hak atau pengalihfungsian TORA diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.

Pada Pasal 23 menjelaskan bahwa:

1) Keharusan dan larangan dicantumkan dalam surat keputusan pemberian hak, buku tanah dan sertipikat Hak Atas Tanah yang diberikan kepada Subjek Reforma Agraria.

(19)

16

2) Subjek Reforma Agraria menyatakan kesanggupan memenuhi keharusan dan/atau larangan dengan surat pernyataan yang menjadi pertimbangan dalam surat keputusan pemberian hak atas TORA.

B. Penyelenggaraan Pemanfaatan Ruang

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang menerangkan bahwa Penataan Ruang adalah suatu sistem proses Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan Penataan Ruang. Pada pembahasan ini akan menekankan pada Pelaksanaan Penataan Ruang yang merupakan upaya pertcapaian tujuan Penataan Ruang melalui pelaksanaan Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Pembahasan ini akan di fokuskan pada Pemanfaatan Ruang yang merupakan upaya untuk mewujudkan Struktur Ruang dan Pola Ruang sesuai dengan RTR melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) terdiri atas KKPR untuk kegiatan berusaha, KKPR untuk kegiatan non berusaha dan KKPR untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional.

Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan pelaksanaan sinkronisasi program Pemanfaatan Ruang. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan revisi RTR. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan

(20)

Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha dilaksanakan melalui OSS dengan tahapan:

a. pendaftaran;

b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap RTR, RZ KSNT, dan RZ KAW; dan

c. penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Penyelenggaraan Penataan Ruang dimaksudkan untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan yang termanifestasi dalam penyusunan Rencana Tata Ruang, pemaduserasian antara Struktur Ruang dan Pola Ruang, penyelarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungan, perwujudan keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah, serta penciptaan kondisi peraturan perundang- undangan bidang Penataan Ruang yang mendukung iklim investasi dan kemudahan berusaha. Pengaturan mengenai Penyelenggaraan Penataan Ruang didasarkan pada pertimbangan kondisi keragaman geografis, sosial budaya, potensi sumber daya alam, dan peluang pengembangan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang, antara lain, dipengaruhi oleh salah satunya adalah penurunan kualitas permukiman dan lingkungan hidup, peningkatan alih fungsi lahan yang tidak terkendali, dan peningkatan kesenjangan antar dan di dalam wilayah.

C. Alih Fungsi Lahan Pertanian

Lahan merupakan suatu ruang yang dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya dengan penggunaan dan pemanfaatan yang beraneka ragam. Semakin

(21)

18

berpotensinya suatu lahan untuk dimanfaatkan maka nilai lahan tersebut akan meningkat. Pemanfaatan lahan yang memiliki nilai lahan tinggi biasanya berhubungan dengan pemanfaatan lahan yang berfungsi mendukung kebutuhan masyarakat seperti kebutuhan akan tempat tinggal, tempat usaha hingga kebutuhan akan hiburan. Beberapa hal tadi yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap terjadinya alih fungsi lahan karena banyaknya manusia maka ruang untuk beraktivitas juga harus cukup sedangkan lahan yang ada tidak pernah bertambah. Berikut ini merupakan beberapa pendapat para ahli terkait faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian:

Tabel 2.1

Teori Alih Fungsi Lahan

NO AHLI TEORI

1 Kustiawan (1997) Alih fungsi lahan sangat erat kaitannya dengan permintaan dan penawaran lahan yang tidak seimbang, dimana penawaran terbatas sedangkan permintaan tak terbatas.

2 Barlowe (1978) Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran lahan adalah karateristik fisik alamiah, faktor ekonomi, faktor teknologi, dan faktor kelembagaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan lahan adalah populasi penduduk, perkembangan teknologi, kebiasaan dan tradisi, pendidikan dan kebudayaan, pendapatan dan pengeluaran, selera dan tujuan, serta perubahan sikap dan nilai-nilai yang disebabkan oleh perkembangan usia.

(22)

3 Sumaryanto dan Tahlim (2005)

Pola konversi lahan dapat ditinjau dalam beberapa aspek:

1. Pertama, alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Lazimnya motif tindakan ada tiga, yaitu:

(1) untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, (2) dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui

alih usaha,

(3) kombinasi dari (1) dan (2) seperti pembangunan rumah sekaligus dijadikan tempat usaha. Pola alih fungsi lahan ini terjadi di sembarang tempat, kecil- kecil, dan tersebar. Dampak alih fungsi lahan dengan pola ini terhadap eksistensi lahan sawah sekitarnya baru signifikan untuk jangka waktu lama.

2. Alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan lahan.

Pemilik menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non pertanian atau kepada makelar. Alih fungsi lahan melalui cara ini terjadi dalam hamparan yang luas, terkonsentrasi, dan umumnya berkorelasi positif dengan proses urbanisasi (pengkotaan).

Dampak alih fungsi lahan terhadap eksistensi lahan sawah sekitarnya berlangsung cepat dan nyata.

4 Furi (2007) Alih fungsi lahan mengubah status kepemilikan lahan dan penguasaan lahan menjadi implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat dan menjadi indikator kesejahteraan masyarakat desa. Terbatasnya akses untuk menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas manfaat lahan yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga terjadi pergeseran kesempatan kerja ke sektor non-pertanian (sektor informal).

(23)

20

5 Pakpahan dkk.

(1993)

Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi dibedakan menjadi dua:

1. faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah yaitu faktor yang tidak langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan konversi. Di tingkat wilayah, alih fungsi lahan sawah secara tidak langsung dipengaruhi oleh perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan penduduk, arus urbanisasi, dan konsistensi implementasi rencana tata ruang. Sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi, pertumbuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman, dan sebaran lahan sawah. Pengaruh langsung dipengaruhi oleh pengaruh tidak langsung, seperti pertumbuhan penduduk akan menyebabkan pertumbuhan pemukiman, perubahan struktur ekonomi ke arah industri dan jasa akan meningkatkan kebutuhan pembangunan sarana transportasi dan lahan untuk industri, serta peningkatan arus urbanisasi akan meningkatkan tekanan penduduk atas lahan dipinggiran kota.

2. faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat petani yaitu faktor yang langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan alih fungsi yaitu kondisi sosial ekonomi petani seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan kemampuan ekonomi secara keseluruhan serta pajak tanah, harga tanah dan lokasi tanah.

(24)

6 Winoto (2005) Faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian antara lain:

1. Faktor Kependudukan. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan.

2. Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor nonpertanian dibandingkan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk bertani disebabkan oleh tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi.

Selain itu karena faktor kebutuhan keluarga petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha atau keperluan keluarga lainnya.

3. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimum skala ekonomi usaha yang menguntungkan.

4. Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang memperhatikan jangka panjang dan kepentingan nasional secara keseluruhan. Hal ini antara lain tercermin dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang cenderung mendorong konversi tanah pertanian untuk penggunaan tanah nonpertanian. 19 5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan

hukum (Law Enforcement) dari peraturan-peraturan yang ada.

7 Kustiawan (1997) Faktor yang berpengaruh terhadap proses alih fungsi lahan pertanian sawah, yaitu:

1. Faktor Eksternal adalah faktor-faktor dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi yang mendorong alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian,

2. Faktor-faktor Internal adalah kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan yang mendorong lepasnya kepemilikan lahan,

3. Faktor Kebijaksanaan Pemerintah

8 Utomo (1992) Secara umum masalah alih fungsi dalam penggunaan lahan terjadi antara lain karena pola pemanfaatan lahan masih sektoral, delineasi antar kawasan belum jelas, kriteria kawasan belum jelas, koordinasi pemanfaatan ruang masih lemah, dan pelaksanaan UUPA (Undangundang Pokok Agraria) masih lemah dan penegakan hukum yang masih lemah.

Sumber: Analisis Penyusun, 2024

(25)

22

D. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil dari kajian teori di atas, beberapa aspek yang dapat dijadikan variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No Tujuan Literatur Sumber Variabel Sumber Variabel Penelitian

1 Menganalisis faktor- faktor yang

menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah di Desa Borisallo

Alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan/pemanfaatan non

pertanian seperti pembangunan sektor perumahan, industri, jasa, infrastruktur dan kegiatan ekonomi lainnya telah memicu terjadinya alih fungsi lahan pertanian secara besar-besaran dan tidak terkendali

Triansyah,

Wahyu.2020.Alih Fungsi Lahan Sawah Tanah Redistribusi yang Diberikan

Pemerintah.Qawanin Jurnal Ilmu Hukum.

Universitas Muslim Indonesia

Sosialisasi ke Masyarakat

Lokasi Sawah yang di alih fungsikan

Pengendalian alih fungsi lahan persawahan

Sosialisasi ke Masyarakat

Lokasi Sawah yang di alih fungsikan

Jumlah bidang tanah yang dimiliki

Tingkat Kemiskinan

Faktor penentu yang mempengaruhi keputusan petani mengalihkan

sertipikat tanah hasil program retribusi adalah Jenis Kelamin laki-laki, Tingkat Kemiskinan dan Pengaruh Pihak luar, sedangkan empat faktor lainnya yakni pendidikan, umur, jumlah bidang tanah yang dimiliki dan kerjasama dengan kelompok tani tidak berpengaruh terhadap keputusan petani untuk

Unu, m. Ibnudin.2016.

Faktor Penentu Pengalihan Sertipikat Tanah Hasil Program Redistribusi.

Sosiohumaniora. Institut Pertanian Bogor

 Jenis Kelamin laki-laki

 Tingkat Kemiskinan

 Pengaruh Pihak luar

 Pendidikan

 Umur

 Jumlah bidang tanah yang dimiliki

(26)

No Tujuan Literatur Sumber Variabel Sumber Variabel Penelitian mengalihkan sertipikat kepada pihak

lain.

2 Menganalisis alih fungsi lahan dari perspektif penyelenggaraan pemanfaatan ruang

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: 1) Dinamika masyarakat Desa Borisallo dapat diketahui dari kondisi ekonomi masyarakat, sejak adanya perusahaan tambang di Desa Borisallo dapat dikatakan sangat berubah drastis, dan dengan adanya perusahaan tambang telah membuka peluang kerja yang lebar bagi warga di sekitar lokasi pertambangan. 2) Aktivitas

pertambangan yang tidak dikelolah dengan baik mengakibatkan berbagi kerusakan lingkungan seperti

kerusakan tanah, air, hutan, laut, selain itu juga memiliki dampak terhadap manusia seperti kerusakan lingkungan, dampak terhadap sosial dan

kemasyarakatan, dan masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh proses penambangan dan

penggunaannya. Adapun dampak positifnya adalah: a) Sumber devisa negara. b) Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). c) Menampung tenaga kerja.

Syam, Lukman.2016.

Dinamika Masyarakat Pertambangan (Studi Kasus Pada Warga Desa Borisallo Kecamatam Parangloe Kabupaten Gowa). UIN Alauddin Makassar

Dinamika Masyarakat Pertambangan dari Aspek Ekonomi dan Pekerjaan Masyarakat Pertambangan

Dampak yang

Ditimbulkan Aktivitas Pertambangan

Terhadap Masyarakat Borisallo

Dampak terjadinya alih fungsi lahan pertanian

Peran pemerintah desa dalam pengendalian alih fungsi lahan

(27)

24

No Tujuan Literatur Sumber Variabel Sumber Variabel Penelitian

(1) Terjadi perubahan penggunaan lahan di Desa Lonjoboko akibat adanya aktivitas pertambangan batuan adapun faktor – faktor yang sangat berpengaruh yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan tersebut yaitu faktor fisik eksternal dan faktor ekonomi;

(2) Strategi penataan Kawasan yang dapat dilakukan di kawasan

pertambangan batuan Desa Lanjoko adalah melakukan pengembangan kawasan industri pada peruntukan yang telah ditetapkan, pemanfaatan sumber daya alam dengan

memperhatikan lingkungan, penyerapan tenaga kerja lokal sehingga dapat mengurangi pengangguran, pengelolaan limbah industri sehingga tidak memberi dampak lingkungan, peningkatan sarana-prasarana untuk menunjang kegiatan industri, mengadakan kemitraan antara sektor publik dan swasta dalam pengembangan industri, mengadakan pelatihan untuk tenaga kerja lokal, pengendalian jumlah penduduk (migrasi dan angkatan

Makmur,

Mardiullah.2017.Pengaruh Pertambangan Batuan Terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Di Desa Lonjoboko Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa. UIN Alauddin Makassar

perubahan penggunaan lahan

faktor fisik kota

faktor fisik eksternal

faktor social

faktor ekonomi

(28)

No Tujuan Literatur Sumber Variabel Sumber Variabel Penelitian kerja), dan peningkatan peran aspirasi

sebagai media peningkatan informasi mengenai pemasaran produk.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peran pemerintah desa cukup baik dalam pengelolaan pertambangan rakyat melalui mekanisme

rekomendasi dan pembinaan. Cara ini merupakan suatu upaya untuk

mengurangi penambangan ilegal di Desa Borisallo yang semakin hari semakin banyak karena kurangnya lapangan kerja baru. Kebijakan lain yang telah diterapkan oleh pemerintah desa Borisallo dalam mengurangi dampak buruk bagi lingkungan yang disebabkan oleh masyarakat itu sendiri yaitu dengan memberlakukan

kebijakan retribusi untuk pemeliharaan jalan.

Rahim, Abdul. Usman, Jaelan. Handam.

2012.Peran Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan Pertambangan Rakyat Di Desa Borisallo Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.Otoritas

Peran pemerintah desa dalam pengelolaan pertambangan rakyat yang ada di Desa Borisallo

3 Menganalisis bentuk strategi yang dapat mengendalikan alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah

Mengalihfungsikan TORA, wajib mendapatkan izin menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang pertanahan melalui kepala kantor wilayah badan pertanahan setempat

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2023 Tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria Pasal 22

Persyaratan untuk mendapatkan izin kepala kantor pertanahan

Persyaratan izin alih fungsi lahan dari Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten Gowa

Sumber: Analisis Penyusun, 2024

(29)

26 E. Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Sumber: Analisis Penyusun, 2024

Redistribusi tanah adalah pembagian lahan-lahan, kepada para petani penggarap yang memenuhi syarat PP Nomor 224 Tahun 1961.

Desa Borisallo merupakan desa yang telah menerima program Pensertipikatan Redistribusi Tanah selama empat tahun dengan total 1.950 bidang dengan

peruntukkan sawah dan kebun.

Berdasarkan permohonan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha industri pemecah batu di Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa dengan bukti kepemilikan hak berupa sertipikat redistribusi tanah dianggap tidak sesuai karena pada dasarnya sertipikat redistribusi tanah diterbitkan pada kawasan yang

memang di peruntukkan untuk pertanian seperti sawah dan kebun saja.

Analisis faktor penyebab alih fungsi lahan

Analisis strategi penyelesaian alihfungsi Mengkaji penyebab dan strategi penyelesaian alih

fungsi pada sertipikat redistribusi tanah

Analisis strategi bagi pelaku usaha yang melakukan alih fungsi pada sertipikat redistribusi tanah

Strategi dan arahan bagi pelaku usaha yang melakukan alih fungsi sertipikat redistribusi tanah

(30)

1

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian atau jenis penelitian menjelaskan mengenai piliha metode yang akan digunakan dalam penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Alasan penentuan penggunaan metode kualitatif pada penelitian ini adalah karena dalam menganalisis faktor yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah serta strategi pengendalian alih fungsi lahan tersebut membutuhkan pendapat para ahli yang memang memiliki kewenangan dalam memberikan saran dan masukan untuk mengendalikan alih fungsi lahan pada penelitian ini.

B. Lokasi Penelitian dan Jadwal Penelitian

Lokasi di dalam penelitian ini adalah Desa Borisallo, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa yang telah mendapat kegiatan Pensertipikatan Redistribusi tanah selama empat tahun. Luas wilyah Desa Borisallo adalah 40,70 Km2. Adapun secara administratif wilayah studi dibatasi sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Maros

Sebelah Barat : Kelurahan/Desa Lanna, Belapunranga & Belabori Sebelah Selatan : Kecamatan Manuju

Sebelah Timur : Desa Bontokassi

Desa Borisallo memiliki dua Dusun yaitu Dusun Bontojai yang memiliki jumlah warga sebanyak 447 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah keseluruhan warga Dusun Bontojai yaitu 1924. Dusun yang kedua yaitu Dusun Pakulompo

(31)

2 dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 241 dengan total warga Dusun Pakulompo yaitu 1142 orang. Dengan demikian jumlah Kepala Keluarga (KK) Desa Borisallo yaitu 688 dan warga keseluruhan yaitu 3066 orang.

Desa Borisallo dipilih menjadi lokasi penelitian karena telah mendapat program pensertipikatan Redistribusi Tanah selama empat tahun berturut-turut sehingga sudah banyak bidang yang terdaftar haknya. Selain banyaknya bidang tanah yang terdaftar dalam program pensertipikatan Redistribusi Tanah, banyak juga pengembang usaha yang tertarik untuk berinvestasi di Desa Borisallo karena kawasan tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan terutama untuk kegiatan industri batu. Berikut merupakan data jumlah bidang bersertipikat pada Desa Borisallo:

Tabel 3.1

Jumlah Bidang Sertipikat Redistribusi Tanah di Desa Borisallo Tahun Program Pensertipikatan

Redistribusi Tanah Jumlah bidang bersertipikat

2019 1.000

2020 500

2021 250

2022 200

Jumlah Sertipikat Redistibusi Tanah di Desa Borisallo

1.950 bidang Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa, 2023

(32)

3 Gambar 3.1 Peta Citra Desa Borisallo

Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa, 2024 dan Google Earth, 2023 (diolah)

(33)

4 Penelitian ini dilakukan di Desa Borisallo, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa yang berlangsung mulai dari bulan Oktober tahun 2024 dan diharapkan selesai sebelum akhir tahun 2024.

C. Fokus dan Deskripsi Fokus

Fokus pada penelitian ini akan menjelaskan variabel yang telah ditentukan berdasarkan hasil kajian teori yang telah dilakukan dan menentukan indikator serta parameter yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

Variabel Indikator Parameter

Sosialisasi ke Masyarakat

Efektivitas sosialisasi kegiatan

Tingkat pemahaman

masyarakat tentang kebijakan sertipikat redistribusi tanah Lokasi Sawah yang di

alih fungsikan

Potensi lokasi untuk di alih fungsikan

Daya dukung lahan pada lokasi penelitian

Jumlah bidang tanah yang dimiliki

Jumlah tanah yang dimiliki dan total luas yang dikuasai

Jumlah bidang tanah lain yang dimiliki masyarakat penerima sertipikat redistribusi tanah Tingkat Kemiskinan Tingkat kemiskinan pemilik

sertipikat redistribusi tanah

Tingkat kemiskinan pemilik sertipikat redistribusi tanah yang menyebabkan terjadinya peralihan hak atas tanah Dampak terjadinya

alih fungsi lahan pertanian

Dampak negatif dan positif alih fungsi lahan

Dampak negatif dan positif alih fungsi lahan bagi masyarakat dan pemerintah desa

Peran pemerintah desa dalam pengendalian alih fungsi lahan

Efektivitas pengendalian pemerintah desa

Tingkat pelanggaran pemanfaatan ruang di desa

Persyaratan izin alih fungsi lahan dari Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten Gowa

Syarat pengalihfungsian lahan yang diizinkan

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemilik lahan yang akan mengalihfungsikan lahan pada sertipikat redistribusi tanah

Sumber: Analisis Penyusun, 2024

(34)

5 Menurut (Sugiyono, 2014:81) teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel terdiri dari 2 (dua) macam yaitu probability sampling dan non probability sampling. Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling. Non probability sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama pada responden untuk dipilih menjadi sampel. Teknik non probability sampling yang dipilih dalam penentuan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling. Penggunaan purposive sampling dalam penelitian ini didasarkan pada tujuan yang diteliti adalah alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah. Purposive sampling adalah metodologi pengambilan sampel secara acak dimana kelompok sampel yang ditargetkan memiliki atribut-atribut tertentu. Metode ini dapat digunakan pada banyak populasi, tetapi lebih efektif dengan ukuran sampel yang lebih kecil dan populasi yang lebih homogen. Pengambilan sampel bermanfaat karena peneliti dapat meneliti semua data. Pada penelitian ini, sampel yang diambil yaitu pertama Kepala Desa Borisallo yang di anggap mampu menjelaskan faktor-faktor terjadinya alih fungsi lahan pertanian di Desa Borisallo, yang kedua adalah Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa yang dianggap dapat menjelaskan mengenai kebijakan terkait sertipikat redistribusi tanah dan yang terakhir adalah Ketua Forum Penataan Ruang Kabupaten Gowa yang dianggap dapat menjelaskan mengenai kebijakan penyelenggaraan pemanfaatan ruang terkait alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Gowa.

(35)

6 D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sehingga instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Peneliti akan melakukan pengamatan, wawancara dengan para narasumber, mendengarkan pejelasan yang diberikan serta mengambil dan mengumpulkan data penelitian yang telah dijelaskan. Batasan dalam penelitian ini yaitu alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah di Desa Borisallo dan mengamati melalui perspektif penyelenggaraan pemanfaatan ruang pada lokasi penelitian.

E. Jenis dan Sumber Data

Sebelum melakukan penelitian, peneliti perlu membuat rancangan mengenai data-data yang dibutuhkan atau yang biasa disebut dengan tabel kebutuhan data. Hal ini untuk memberikan kemudahan bagi peneliti pada saat melakukan penelitian dan juga dapat menjadi acuan peneliti dalam pengambilan data di lapangan. Kebutuhan data dapat disajikan dengan menggunakan tabel kebutuhan data yang terdiri dari sasaran, variabel, nama data, tahun, jenis data, teknik pengumpulan, dan sumber. Untuk lebih jelasnya mengenai kebutuhan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

(36)

7 Tabel IV.1

Tabel Kebutuhan Data

No Sasaran Variabel Indikator Tahun Jenis

Data

Bentuk Data

Teknik

Pengumpulan Sumber 1 Menganalisis

faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pada sertipikat

redistribusi tanah di Desa Borisallo

Sosialisasi ke

Masyarakat

Efektivitas sosialisasi kegiatan

Terbaru Primer Deskripsi Wawancara Kepala Desa Borisallo Lokasi Sawah yang di

alih fungsikan

Potensi lokasi untuk di alih fungsikan

Terbaru Primer Deskripsi Wawancara Kepala Desa Borisallo Jumlah bidang tanah

yang dimiliki

Jumlah tanah yang dimiliki dan total luas yang dikuasai

Terbaru Primer Deskripsi Wawancara Kepala Desa Borisallo Tingkat Kemiskinan Tingkat kemiskinan pemilik

tanah

Terbaru Primer Deskripsi Wawancara Kepala Desa Borisallo 2 Menganalisis alih

fungsi lahan dari perspektif

penyelenggaraan pemanfaatan ruang

Dampak terjadinya alih fungsi lahan pertanian

Dampak negatif dan positif alih fungsi lahan

Terbaru Primer Deskripsi Wawancara Kepala Desa Borisallo Peran pemerintah desa

dalam pengendalian alih fungsi lahan

Efektivitas pengendalian pemerintah desa

Terbaru Primer Deskripsi Wawancara Kepala Desa Borisallo

3 Menganalisis bentuk strategi yang dapat mengendalikan alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah

Persyaratan izin alih fungsi lahan dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa

Syarat pengalihfungsian lahan yang diizinkan

Terbaru Primer Deskripsi Wawancara Kepala Kantor Pertanahan dan jajaran

Sumber: Analisis Penyusun, 2024

(37)

8 F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk mendapatkan data.

Berdasarkan sumbernya, teknik pengumpulan data dibagi menjadi dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, sedangkan sumber sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Pada penelitian ini menggunakan pengumpulan data primer dan data sekunder.

1. Teknik Pengambilan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah metode pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dari narasumber maupun pengamatan kepada peneliti.

Cara pengumpulan data untuk mendapatkan data primer pada penelitian ini dengan cara observasi (pengamatan) dan wawancara.

a. Observasi

Observasi digunakan untuk melihat secara langsung kondisi di lapangan.

Observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi terstruktur. Menurut Sugiyono (2014:145) observasi terstruktur digunakan pada suatu penelitian dimana peneliti sudah mengetahui obyek yang akan diamati, kapan, dan dimana tempat obyek tersebut akan diamati. Adapun obyek yang akan diamati pada penelitian ini meliputi penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan lahan, kesesuaian tata ruang dan alih fungsi lahan di Desa Borisallo. Observasi lapangan dilakukan dengan cara

(38)

9 mendokumentasikan kondisi-kondisi eksisting dari obyek yang terdapat di lapangan. Obyek tersebut diharapkan dapat menjawab sasaran pertama pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah.

b. Wawancara

Wawancara digunakan untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari responden. Wawancara dapat dilakukan dengan secara struktur maupun tidak terstruktur. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka merupakan wawancara yang bebas tidak menggunakan pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2014:140). Wawancara tidak terstrukur digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam dari responden. Penentuan narasumber dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan teknik purposive sampling dimana peneliti dapat mewawancarai beberapa narasumber, yang memiliki kewenangan dan wawasan yang luas terkait topik penelitian ini. Wawancara pada penelitian ini dilakukan kepada Kepala Desa Borisallo dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gowa selaku pelaksana kegiatan Pertimbangan Teknis Pertanahan yang kemudian dapat merekomendasikan peneliti terkait narasumber lainnya yang juga dianggap mengerti dan memahami terkait alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah di Desa Borisallo. Hasil wawancara tersebut diharapkan dapat menjawab sasaran kedua yaitu mengidentifikasi bentuk

(39)

10 strategi yang dapat mengendalikan alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data dalam bentuk angka, gambar dan arsip yang berupa laporan dalam penelitian. Pada penelitian ini dokumentasi yang akan dikumpulkan yaitu gambar terjadinya alih fungsi lahan pada lokasi penelitian, data pengalihfungsian sertipikat redistribusi tanah dan peta tematik dalam penelitian ini.

2. Teknik Pengambilan Data Sekunder

Teknik pegambilan data sekunder adalah metode pengumpulan data yang dilakukan secara tidak langsung melalui telaah dokumen (Sugiyono, 2014:225).

Telaah dokumen dapat digunakan peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi untuk penguat data observasi dan wawancara dalam memeriksa data, membuat interpretasi dan penarikan kesimpulan. Dokumen dapat berupa surat- surat, laporan, peraturan, foto, biografi dan data lainnya yang tersimpan. Pada penelitian ini, telaah dokumen dilakukan untuk mendapatkan data berupa data penguasaan dan kepemilikan berupa sertipikat redistribusi tanah, rencana tata ruang wilayah Kabupaten Gowa serta peraturan-peraturan terkait alih fungsi lahan sertipikat redistribusi tanah.

G. Teknik Analisa Data

Data-data yang sudah diperoleh dari proses pemgumpulan data selanjutnya akan dilakukan analisis sesuai dengan kebutuhan data penelitian. Pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif merupakan

(40)

11 analisis yang mendiskripsikan data-data yang diperoleh baik dari telaah dokumen maupun survei instansi dan lapangan. Sementara proses analisis data menggunakan model Miles dan Huberman. Proses analisis data ini terdiri dari 3 (tiga) alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion drawing / verification (penarikan kesimpulan / verifikasi) (Sugiyono, 2014:246).

Gambar 4.1 Komponen-Komponen Analisis Data: Model Interaktif Sumber: Model Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2014

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, oleh karena itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data untuk merangkum, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2014:247). Tahap reduksi data yang dilakukan peneliti adalah menelaah secara keseluruhan data yang dihimpun dari lapangan mengenai faktor-faktor dan kebijakan-kebijakan alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah.

b. Data Display (Penyajian Data)

Data yang sudah direduksi, maka tahap selanjutnya adalah penyajian data.

Penyajian data dilakukan dengan cara menyampaikan informasi berupa teks yang bersifat naratif. Selain itu juga dapat disajikan dalam bentuk grafik,

(41)

12 matrik, network (jejaring kerja) dan chart (Sugiyono, 2014:249). Penyajian data dalam penelitian ini terkait dengan penanganan alih fungsi lahan pada sertipikat redistribusi tanah.

c. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Kegiatan analisis ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan dapat berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat pada tahap pengumpulan data. Jika kesimpulan awal sudah didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan teori yang ada, maka dibuat kerangka konseptual untuk menjelaskan, mengungkapkan dan menentukan persepsi keterkaitan antara variabel- variabel yang

Penyusunan skala penelitian ditentukan berdasarkan indikator dari variabel yang telah dikemukakan dalam teori. Pada penelitian ini digunakan dua skala, yaitu skala

Berdasarkan prosedur tersebut di atas, struktur pembahasan dalam deskripsi teoretik meliputi: (1) Mengidentifikasi dan mengkaji teori-teori dan hasil penelitian yang relevan

Landasan teori berisi: (1) teori yang berisi deskripsi, analisis dan sintesis, pemikiran mutakhir tentang berbagai isu yang relevan dengan masalah yang diteliti, (2)

Landasan teori berisi: (1) teori yang berisi deskripsi, analisis dan sintesis, pemikiran mutakhir tentang berbagai isu yang relevan dengan masalah yang diteliti, (2)

Hanya saja, jika di dalam subbab kajian teori terdapat banyak hal yang bisa dijadikan indikator, maka di definisi operasional adalah indikator-indikator yang telah dipilih

Kerangka Pemikiran menjelaskan teori yang relevan dengan masalah penelitian, kemudian diturunkan kedalam konsep-konsep/variabel-variabel yang hendak diteliti. dalam

Deskripsi Variabel Kinerja Pegawai pada Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2020 Berdasarkan data tabel tersebut di atas menjelaskan bahwa indikator yang sangat dominan