Pengalaman mengesankan dalam proses pembelajaran kreatif
Dyah Tri Palupi
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY
Kreativitas terbukti memberikan sumbangsih yang sangat berpengaruh dalam mensejahterakan bangsa dan negara. Ada banyak contoh bangsa dan negara yang menjadi sejahtera dari hasil kreativitasnya bukan dari hasil kekayaan alamnya.
Mereka sejahtera walaupun tidak memiliki sumber daya alam melimpah. Sebaliknya, ada banyak negara dengan sumber daya alam melimpah tetapi kehidupan bangsanya jauh dari sejahtera. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas adalah keterampilan yang dapat dipelajari atau dilatih, misalnya studi dari Ferrari (2009). Oleh karena itu untuk membangkitkan kreativitas siswa tidak cukup hanya mengandalkan materi pembelajaran saja. Dukungan proses pembelajaran mutlak diperlukan. Sehingga perlu dirumuskan proses pembelajaran yang mendukung pembentukan kreativitas pada diri siswa. Penelitian Dyers dkk (2011) telah menunjukkan bahwa kreativitas adalah keterampilan yang dibentuk oleh sejumlah keterampilan lain. Membentuk kreativitas pada diri siswa, dapat dilakukan dengan melatih mereka agar menguasai keterampilan-keterampilan pembentuk kreativitas. Keterampilan pembentuk kreativitas yang menonjol pengaruhnya menurut hasil penelitian Dyers dkk adalah:
keterampilan mengamati (observing),
keterampilan menanya (questioning),
keterampilan mencoba (experimenting),
keterampilan berjejaring (networking), dan
keterampilan mencari keterkaitan (associating).
Kolb (1984) merumuskan pentingnya memberikan pengalaman berkesan kepada siswa terkait pembelajarannya sehingga pengalaman tersebut terus membekas dalam dirinya sepanjang hayat. Dengan demikian yang diingat oleh siswa tentang masa sekolahnya adalah pembelajaran yang di sampaikan oleh guru, bukan mengingat dari sifat, fisik, pakaian, perilaku dari gurunya. Pada saat reuni mereka membicarakan kesan pembelajaran bukan “ngrasani” guru. Kolb (1984) telah menyusun proses pembelajaran yang dapat mencapai tujuan tersebut yang diistilahkannya dengan experiential learning process sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1. Proses ini mencakup kegiatan-kegiatan:
reflective observation (observing)
abstract conceptualization (thinking)
concrete experimentation (experimenting)
concrete experience (feeling)
Gambar 1. Experiential learning process [Kolb, 1984]
Perpaduan dua penelitian ini dapat dipakai untuk merumuskan proses pembelajaran yang berujung pada pembentukan keterampilan siswa. Proses melatih elemen- elemen keterampilan pembentuk kreativitas menurut Dyers (2011) dipadukan menjadi siklus proses pembelajaran dengan mengikuti pola Kolb (1984), yaitu proses pembelajaran yang:
melatih anak untuk jeli dalam mengamati,
melatih anak untuk kritis menanya,
melatih anak untuk aktif dan berani mencoba,
melatih anak untuk mencari keterkaitan (menalar), serta
melatih anak untuk mengomunikasikan hasil yang diperoleh dengan jelas, logis, dan sistematis.
Proses ini dilakukan secara kolaboratif/bekerjasama dengan sesama siswa. Dalam hal ini keterampilan bersosialisasi/berjejaring diwujudkan dalam bentuk dua keterampilan, yaitu keterampilan mengomunikasikan dan keterampilan bekerjasama, karena pada dasarnya jejaring terbentuk melalui komunikasi dan kolaborasi. Dengan demikian proses pembelajaran kreativitas dalam suatu siklus adalah seperti diberikan pada Gambar 2 dan disebut dengan ‘Proses 5M’. Bila diperhatikan seksama, ‘Proses 5M’ adalah sama dengan pendekatan saintifik yang sangat umum dipergunakan oleh para ilmuwan sejak Ibn Haytham (Al Hazen) sampai sekarang dengan berbagai variasinya dalam melakukan penelitian dan menghasilkan karya- karya ilmiah mereka (English Wikipedia tentang Scientific Methods). Melalui Proses 5M diharapkan akan memberikan pengalaman berkesan sekaligus kreativitas karena proses ini merupakan perpaduan dari hasil penilitian Kolb dan Dyers dkk
Gambar 2 Proses 5M dalam pendekatan saintifik dipadukan dengan ajaran Ki Hajar Dewantara Untuk memastikan bahwa proses pembelajaran kreatif ini dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran, setiap pembelajaran pada buku tematik terpadu disusun dengan mengacu pada pendekatan ini. Tentunya tidak semua pembelajaran mencakup 5M secara lengkap. Beberapa pembelajaran hanya mencakup 3M atau 4M saja. Dalam kasus ini, guru diharapkan berinisiatif untuk melengkapinya sendiri menjadi 5M apabila dirasa perlu (tidak harus!).
Disarikan dari buku: Cara Mudah Memahami Kurikulum (2016) oleh Dyah Tri Palupi