Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 1 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
P U T U S A N
Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan industrial pada tingkat kasasi memutus sebagai berikut dalam perkara antara:
RIA ANA WATI,Warganegara Indonesia, Pekerjaan Karyawati PT Garam (Persero), bertempat tinggal di Biduri Pandan 4/46 Perumnas Kota Baru, Driorejo, Gresik, dalam hal ini memberi kuasa kepada Sahat Maruli Hutapea, S.H., dan kawan-kawan, Para Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum ” Sahat Maruli Hutapea, S.H. & Rekan”, beralamat di Jalan Bendul Merisi Selatan II/16 Surabaya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 26 Mei 2016;
Pemohon Kasasi dahulu Penggugat;
L a w a n
PT GARAM (Persero),berkedudukan Jalan Arief Rachman Hakim Nomor 93 Surabaya, yang diwakili oleh Beny Suharsono selaku Direktur Utama, dalam hal ini memberikan kuasa kepada Edward Hariandja, S.E., dan kawan-kawan, Para Karyawan PT Garam (Persero), beralamat di Jalan Arief Rachman Hakim Nomor 93, Surabaya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 27 Juni 2016;
Termohon Kasasi dahulu Tergugat;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Pemohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah mengajukan gugatan terhadap Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat di depan persidangan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya, pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa Perusahaan Tergugat bernama PT Garam (Persero) yang bergerak dibidang produksi garam konsumsi dan industri;
2. Bahwa pada tanggal 30 April 2015 Penggugat mengajukan lamaran kerja di perusahaan PT Garam (Persero), berdasarkan info lowongan kerja dari koran;
3. Bahwa pada tanggal 04 Mei 2015 Penggugat disuruh datang ke perusahaan
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 2 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
oleh Tergugat untuk interview pertama menghadap Dirut PT Garam (Persero);
4. Bahwa pada tanggal 05 Mei 2015 Penggugat disuruh datang kembali untuk InterviewKedua menghadap Kepala Biro Umum dan Kabag SDM;
5. Bahwa pada tanggal 06 Mei 2015 Penggugat dihubungi oleh Tergugat via Telpon dan saat itu Penggugat dinyatakan diterima bekerja sebagai Karyawati di Perusahaan PT Garam (Persero) milik Tergugat dengan status sebagai Pekerja Kontrak berdasarkan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT) Nomor 41/SP/SDM & Umum/V/2015, tanggal 06 Mei 2015 dan ditempatkan di Divisi Sekretaris Perusahaan (Sekper) yang diberi tugas sebagai Operator dan tugas mengantarkan minuman teh/kopi dan makanan kepada Dirut PT Garam (Persero);
6. Bahwa pada tanggal 07 Mei 2015 setelah shalat Magrib terjadi suatu peristiwa yang tidak terpuji dan perlakuan yang tidak sopan serta perbuatan tidak senonoh (pelecehan seksual) yang telah dilakukan oleh Direktur Utama PT Garam (Persero) yang bernama Usman Perdana Kusuma, bahwa permasalahan diawali saat Dirut PT Garam (Persero) tersebut memanggil Penggugat masuk kedalam ruangannya disuruh membawa lap (kanebo) untuk membersihkan meja Dirut PT Garam (Persero), kemudian Penggugat masuk dan memulai melap meja yang berada di depan tempat duduk Dirut PT Garam (Persero) dan beberapa saat kemudian Dirut PT Garam (Persero) tersebut bertanya kepada Penggugat “Apakah kamu bisa Memijat….?” namun Penggugat tidak menjawabnya dan Penggugat terus sambil melap meja, lalu tidak lama kemudian tiba-tiba Dirut PT Garam (Persero) tersebut memanggil Penggugat untuk mendekat kepadanya dengan berkata “Kamu Kesini “ setelah Penggugat mendekatinya Dirut PT Garam (Persero) tersebut mengangkat kedua kakinya ke atas mejanya dan menyuruh Penggugat untuk memijat kaki beliau;
7. Bahwa selanjutnya Penggugat disuruh untuk memijat kakinya terlebih dahulu lalu tidak berapa lama Penggugat disuruh duduk di bawah dan kaki kanannya berada di paha sebelah kiri Penggugat dan setelah itu beliaunya mulai mengesek-gesekkan kaki kanannya di area kewanitaan Penggugat sedangkan kaki kirinya yang berada di belakang tubuh Penggugat juga di gesek-gesekan ke pantat Penggugat;
8. Bahwa selanjutnya Penggugat disuruh berdiri dan disuruh memijat lagi kakinya yang sebelah kanan di atas meja, sedangkan kaki yang sebelah kiri ada di bawah meja, dan tiba-tiba kaki kirinya naik ke atas meja lalu
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 3 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
mengapit tubuh Penggugat sehingga posisi tubuh Penggugat tepat ditengah-tengah kedua kaki beliau kemudian Penggugat berontak dan berusaha untuk menghindar akan tetapi malah semakin diapit dengan kedua kakinya dan lagi-lagi kaki kirinya digesek-gesekkan ke Pantat Penggugat, dan setelah selesai beliau mengatakan pada Penggugat “Kamu jangan bilang sama siapa - siapa !!!” kata-kata itu berulangkali diucapkan kepada Penggugat dan Penggugat buru-buru keluar dari ruangan tersebut dengan perasaan shock dan merasa telah dilecehkan harga dirinya;
9. Bahwa selanjutnya permasalahan pelecehan seksual ini bukan saja hanya terjadi kepada Penggugat akan tetapi juga terjadi kepada temannya sesama Karyawati KKWT yang bernama Khuryatul Machila yang saat ini masih bekerja di Perusahaan Tergugat karena Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (KKWT) diperpanjang oleh Tergugat selama jangka waktu 1 (satu) tahun;
10. Bahwa selanjutnya saat terjadi peristiwa pelecehan seks kepada 2 (dua) orang Karyawati PKWT tersebut semua Karyawan PT Garam (Persero) mengetahuinya karena keduanya menceritakan kepada masing-masing atasannya langsung (Sekretaris Direksi) sehingga saat itu suasana di dalam perusahaan Tergugat menjadi tidak nyaman atau menjadi tidak tenang;
11. Bahwa selanjutnya peristiwa tersebut diketahui oleh orang tua kedua karyawati tersebut dan atas permintaan Dirut orang tua Penggugat disuruh datang untuk menghadap Dirut tersebut dan besoknya hari Jumat tanggal 08 Mei 2015 kedua orang tua mereka datang menemui Dirut tersebut dan setelah selesai omomg-omomg antara orang tua Penggugat dan Penggugat dan juga orang tua karyawati PKWT yang bernama Khuryatul Machila dengan Dirut PT Garam (Persero), orang tua Penggugat dan orang tua Khuryatul Machila disuruh menanda tangani selembar surat pernyataan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh Kepala Biro Litbang PT Garam (Persero);
12. Bahwa peristiwa pelecehan terhadap Penggugat tersebut akan kami buktikan nantinya dalam persidangan pada waktu Acara Persidangan Pembuktian yaitu berupa testimoni/kesaksian Penggugat secara tertulis yang berjudul kronologi yang terjadi di ruangan Direktur Utama PT Garam (Persero) tertanggal 12 Juli 2015;
13. Bahwa pada tanggal 11 Mei 2015 Penggugat dipindah tugaskan/mutasi ke Divisi Pengadaan, sebagai Staf Pengadaan dan setelah 1 (satu) Minggu Penggugat bertugas di Pengadaan Penggugat baru menandatangani Surat Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu Nomor 41/SP/SDM & Umum/V/2015
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 4 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
tertanggal 06 Mei 2015, dengan jangka waktu kontrak kerja terhitung mulai tanggal 01 Mei 2015 s/d 31 Juli 2015 (3 tiga bulan), dengan menerima upah sebesar Rp1.500.000,00/bulan;
14. Bahwa pada tanggal 07 Agustus 2015 Tergugat telah menerbitkan Surat Nomor 184/SDM & Umum/VIII/2015, Perihal: Pengumuman Perpanjangan Kontrak Kerja yang ditujukan kepada Penggugat yang isinya; Berdasarkan hasil evaluasi kinerja karyawan dalam masa percobaan selama 3 (tiga) bulan di PT Garam (Persero), dengan ini dinyatakan bahwa saudari tidak diperpanjang sebagai karyawati PKWT di PT Garam (Persero), bahwa di dalam perihal surat yang diterbitkan oleh Tergugat tersebut tertulis:
pengumuman perpanjangan kontrak kerja akan tetapi dalam redaksi surat tersebut menyebutkan saudari tidak diperpanjang sebagai PKWT di PT Garam (Persero);
15. Bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh Tergugat terhadap Penggugat, patut diduga ada hubungannya/kaitannya dengan peristiwa pelecehan seksual yang terjadi terhadap Penggugat, sebagaimana yang Penggugat uraikan dalam posita gugatan Penggugat pada Poin 6 (enam) s/d Poin 12 (dua belas) di atas;
16. Bahwa pada tanggal 10 Agustus 2015 Tergugat menerbitkan Surat Keterangan Pengalaman Kerja kepada Penggugat yang menyebutkan bahwa yang bersangkutan telah bekerja di PT Garam (Persero) terhitung mulai tanggal 01 Mei 2015 s/d 31 Juli 2015 sebagai Karyawati PKWT di PT Garam (Persero), dengan masa kerja selama 3 bulan dan diberhentikan dengan hormat sebagai Karyawati PT Garam (Persero), dikarenakan berakhirnya masa kontrak kerja;
17. Bahwa setelah Penggugat bekerja di perusahaan Tergugat hampir 2 (dua) bulan lebih di bagian pengadaan, pihak Tergugat menerbitkan surat edaran kepada para karyawan PKWT, yang berisi akan diadakan psikotes kepada semua karyawan PKWT yang telah diterima bekerja sebanyak 7 (tujuh) orang termasuk Penggugat padahal jangka waktu kontrak PKWT Penggugat tinggal 2 (dua) minggu lagi akan berakhir, yang melaksanakan psikotes dari luar PT Garam (Persero) yang bernama Tanzil dengan maksud untuk mengetahui karyawan PKWT yang akan diperpanjang atau tidak kontrak kerjanya dan dari hasil psikotes tersebut ada sebanyak 4 (empat) orang karyawati yang tidak diperpanjang PKWTnya termasuk Penggugat;
18. Bahwa Tergugat menyatakan Penggugat sebagai karyawan dalam masa percobaan selama 3 (tiga) bulan di PT Garam (Persero), sebagaimana yang
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 5 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
tertulis dalam Surat Tergugat Nomor 184/SDM & Umum/VIII/2015, tanggal 07 Agustus 2015, Perihal Pengumuman Perpanjangan Kontrak Kerja dan dengan adanya syarat masa percobaan kerja selama 3 (tiga) bulan kepada pekerja kontrak status PKWT Penggugat, sehingga Tergugat telah melakukan pelanggaran melanggar Undang Undang Ketenagakerjaan yang berlaku sebagaiamana yang diatur dalam Pasal 58 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, seharusnya Tergugat tidak boleh mensyaratkan adanya Masa Percobaan Kerja terhadap Pekerja Kontrak PKWT, sehingga apabila ada Masa Percobaan Kerja maka Masa Percobaan Kerja tersebut Batal Demi Hukum (Pasal 58 ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003);
19. Bahwa jika dicermati dalam tugas pekerjaan dari Penggugat sebagai staf pengadaan sebagaimana yang diuraikan dalam Surat Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu Nomor 41/SP/SDM & Umum/V/2015 tanggal 06 Mei 2015 pada Pasal 1 (satu) adalah merupakan sifat dan jenis pekerjaannya yang secara terus menerus atau pekerjaan tetap atau tidak akan selesai dalam waktu tertentu, sehingga hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat tidaklah dapat didasarkan kepada Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 59 ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyebutkan; perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap;
20. Bahwa oleh karena hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat tidak memenuhi persyaratan pembuatan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 59 ayat (7) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo.Pasal 15 ayat (4) Kepmenakertrans No: KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT), maaka Pelanggaran terhadap ketentuan Pembuatan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu tersebut mempunyai akibat hukum, Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu Demi Hukum berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT);
21. Bahwa oleh karena Status Hubungan Kerja Penggugat telah berubah dari Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT) menjadi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Oleh karenanya secara Otomatis Status Hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat menjadi Pekerja Tetap di Perusahaan Tergugat PT Garam (Persero);
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 6 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
22. Bahwa berdasarkan Surat Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya Nomor 500/6360/436.6.12/2015, tanggal 01 September 2015, Perihal:
Penjelasan, yang ditujukan kepada Kuasa Hukum Pekerja (Ria Ana Wati) menyatakan bahwa Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentua (PKWT) Nomor 41/SP/SDM & Umum/V/2015, tanggal 06 Mei 2015 a/n. Penggugat tidak pernah didaftarkan/dicatatkan di Instansi Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya, hal ini juga Tergugat telah melanggar Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI Nomor KEP.100/MEN/VI/2004, Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), sebagaimana dalam Pasal 13 yang menyebutkan; PKWT Wajib dicatatkan oleh Pengusaha kepada Instansi yang bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak penandatanganan;
23. Bahwa pada tanggal 07 Agustus 2015 Tergugat telah mengahiri Hubungan Kerja dengan Penggugat dengan menerbitkan Surat Nomor 184/SDM &
Umum/VIII/2015, Perihal: Pengumuman Perpanjangan Kontrak Kerja, yang ditujukan kepada Penggugat menyatakan; Berdasarkan hasil evaluasi kinerja karyawan dalam masa percobaan selama 3 (tiga) bulan di PT Garam (Persero), dengan ini dinyatakan: bahwa Penggugat tidak diperpanjang sebagai Karyawati PKWT di PT Garam (Persero);
24. Bahwa Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 151 ayat (1) menyatakan; Pengusaha, Pekerja/Buruh, Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK dan ayat (2) menyatakan; Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi, tetapi Pemutusan Hubungan Kerja tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib dirundingkan oleh Pengusaha dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh, apabila Pekerja/Buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/buruh serta ayat (3) menyatakan: Dalam hal Perundingan sebagaimana dimaksud ayat (2) benar-benar tidak tidak menghasilkan persetujuan, Pengusaha hanya dapat memutuskan Hubungan Kerja dengan Pekerja/Buruh setelah memperoleh Penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial jo Pasal 170 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan;
menyebutkan PHK yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 ayat (3), sehingga dengan demikian Surat yang diterbitkan oleh Tergugat Nomor 184/SDM & Umum/VIII/2015, tanggal 07 Agustus 2015 batal demi hukum;
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 7 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
25. Bahwa sebenarnya Penggugat tidak ingin mengajukan pemutusan hubungan kerja (PHK), akan tetapi mengingat tindakan Tergugat yang melakukan PHK kepada Penggugat tanpa prosedur, sehingga apabila dipaksakan untuk menjalin hubungan kerja maka tidak akan ada keharmonisan dalam hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat;
26. Bahwa Tergugat telah tidak membayar Upah Penggugat terhitung sejak bulan Agustus 2015, maka berdasarkan Pasal 93 ayat (2) huruf f Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan yang menentukan bahwa ketentuan “not work no pay“ tidak berlaku dan Tergugat Wajib membayar upah kepada Penggugat apabila bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, akan tetapi Tergugat tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun karena/halangan yang seharusnya dapat dihindari;
27. Bahwa pendapat Mahkamah Agung RI dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-IX/2011, tanggal 19 September 2011 yaitu perlu ada penafsiran yang pasti terkait Frasa “belum ditetapkan dalam Pasal 155 ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 agar terdapat kepastian hukum yang adil dalam pelaksanaan dari frasa belum ditetapkan perkara a quo, sehingga para pihak dapat memperoleh jaminan dan kepastian hukum terhadap perolehan hak-hak mereka dalam hal terjadinya Perselisihan Hubungan Industrial. Menurut Mahkamah frasa “belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 harus dimaknai putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap karena Putusan Pengadilan Hubungan Industrial ada yang dapat langsung memperoleh kekuatan hukum tetap pada tingkat pertama oleh Pengadilan Hubungan Industrial yaitu putusan mengenai perselisihan kepentingan, Putusan mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan, serta putusan mengenai perselisihan hak dan PHK yang dimohonkan kasasi harus menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung terlebih dahulu baru memperoleh kekuatan hukum tetap…;
28. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-IX/2011 tanggal 19 September 2011 sebagaimana dimaksud dalam posita gugatan Penggugat Poin 27 di atas, maka Tergugat Wajib membayar Upah Proses kepada Penggugat selama proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Pengadilan, terhitung sejak bulan Februari 2016 sampai dengan adanya Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sebesar nilai upah minimum yang berlaku saat itu di Kota Surabaya;
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 8 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
29. Bahwa terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh Tergugat kepada Penggugat, maka Penggugat telah berupaya untuk melakukan perundingan bipartit kepadaTergugat untuk membicarakan secara musyawarah mufakat tentang permasalahan PHK tersebut yaitu dengan menyampaikan Surat Undangan sebanayak 2 X kepada Tergugat yaitu:
- Surat I Nomor 05/SMH/VIII/2015, tanggal 20 Agustus 2015, Perihal:
Undangan Perundingan Bipartit;
- Surat ke II Nomor 07/SMH/VIII/2015, tanggal 27 Agustus 2015, Perihal:
Undangan Perundingan Bipartit II, akan tetapi Tidak Mendapatkan Tanggapan dari Tergugat;
30. Bahwa Tergugat telah membayar upah kepada Penggugat sejak mulai bulan Mei s/d bulan Juli 2015 sebesar Rp.1.500.000,00/bulan, dan besarnya upah yang diterima oleh Penggugat dari Tergugat masih di bawah upah minimum yang berlaku di Kota Surabaya Tahun 2015 yaitu sebesar Rp2.710.000,00/bulan, maka dengan demikian Tergugat telah membayar Upah kepada Penggugat tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2014, sehingga masih ada kekurangan upah yang seharusnya diterima oleh penggugat dari Tergugat yaitu sebesar Rp2.710.000,00 dikurangi Rp1.500.000,00 = Rp1.210.000,00/bulannya.
Oleh karenanya Tergugat wajib untuk membayar kekurangan upah bulan Mei s/d bulan Juli 2015 (selama 3 bulan) kepada Penggugat yaitu sebesar Rp1.210.000,00 X 3 bulan = Rp3.630.000,00.000,00 (tiga juta enam ratus tiga puluh ribu rupiah);
31. Bahwa berdasarkan Pasal 54 Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT Garam (Persero) Dengan Kesatuan Pekerja Garam (KESPAGA) menyebutkan;
karyawan organik (tetap) atau karyawan non organik status waktu tidak tertentu (PKWTT) yang diputus hubungan kerjanya diberikan uang pisah sebesar 3 (tiga) kali gaji/upah terakhir dan hak-hak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dibayarkan pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja atau pada saat memasuki masa persiapan pensiun. Oleh karena demi hukum status pekerja Penggugat telah berubah dari Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT), menjadi status pekerja perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau pekerja tetap, sebagaimana yang dimaksud pada posita gugatan Penggugat pada poin 20 dan 21. Oleh karenanya Tergugat wajib untuk memberikan hak
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 9 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
Penggugat berupa uang pisah dengan perhitungan sebesar:
Rp2.710.000,00 (UMK Kota Surabaya Tahun 2015) X 3 bulan upah = Rp8.130.000,00 (delapan juta seratus tiga puluh ribu rupiah);
32. Bahwa pada tanggal 14 Januari 2015 Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Surabaya telah menerbitkan Surat Anjuran Nomor 03/PHK/I/2015, yang menganjurkan: Agar Perusahaan PT Garam (Persero) memberikan: Uang Pesangon, Uang Penggantian Hak dan Upah Proses selama Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya kepada Penggugat dengan rincian sebagai berikut:
Uang Pesangon : 2 X 1 X Rp2.710.000,00 = Rp5.420.000,00
Uang Penggantian Hak : 15 % X Rp5.420.000,00 = Rp 813.000,00
Upah Proses sejak bulan
Agustus s/d Desember 2015: 5XRp2.710.000,00 = Rp13.550.000,00 Jumlah: = Rp19.783.000,00 33. Bahwa Anjuran Mediator Disnaker Kota Surabaya, sebagaimana posita
gugatan Penggugat pada poin 32 tersebut di atas telah di terima oleh Penggugat pada tanggal 20 Januari 2016 dan terhadap Anjuran Mediator tersebut Penggugat telah memberikan jawaban dalam surat Penggugat Nomor 02/SHM/I/2016 tanggal 22 Januari 2016, yang menyatakan bahwa terhadap Anjuran Mediator tersebut Penggugat dapat menerima/setuju, dan selanjutnya dari pihak Tergugat juga telah memberikan jawaban terhadap anjuran tersebut dimana Tergugat tidak dapat menerima/menyetujui Anjuran Mediator Hubungan Industrial Disnaker Kota Surabaya tersebut berdasarkan Surat Tergugat Nomor 18/GRM/II/2016 tanggal 01 Februari 2016 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya dimana Penggugat telah menerima Tembusan Surat Tergugat tersebut pada tanggal 02 Februari 2016;
34. Bahwa oleh karena Tergugat telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak berdasarkan hukum dan Penggugat tidak pernah melakukan kesalahan/melanggar PKB PT Garam (Persero) selama bekerja 3 (tiga) bulan. Oleh karenanya Penggugat mengajukan gugatan perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan mendapatkan hak-hak Penggugat yang seharusnya diterima oleh Penggugat yaitu berupa; Uang Pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) huruf a jo Pasal 164 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan,
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 10 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
Uang Penggantian Hak sebesar 15 % dari Uang Pesangon sesuai Pasal 156 ayat (4) huruf b Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Upah Proses, (selama proses di Mediator Disnaker Kota Surabaya), terhitung sejak bulan Agustus 2015 s/d bulan Desember 2015 (selama 5 bulan), Kekurangan Upah yang belum diterima Penggugat terhitung mulai bulan Mei s/d Juli 2015, dan Uang Pisah sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT Garam (Persero) Dengan Kesatuan Pekerja Garam (KESPAGA), yang masing-masing hak-hak Penggugat tersebut diperhitungkan berdasarkan nilai Upah Minimum Kota Surabaya yang berlaku Tahun 2015 sebesar Rp2.710.000,00 serta upah proses selama proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pengadilan sebesar nilai upah minimum yang berlaku saat itu di Kota Surabaya sejak bulan Februari 2016 sampai dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; Dengan rincian masing-masing hak-hak Penggugat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Uang Pesangon sebesar: 2X1XRp.2.710.000,00 = Rp5.420.000,00 2. Uang Penggantian Hak sebesar:15%XRp.5.420.000,00= Rp813.000,00 3. Upah Proses sejak bulan Agustus s/d bulan Desember 2015 sebesar:
5XRp2.710.000,00 = Rp.13.550.000,00
4. Kekurangan Upah yang belum diterima oleh Penggugat dari Tergugat sebesar: 3XRp.1.210.000,00 = Rp3.630.000,00
5. Uang Pisah sesuai dengan PKB PT Garam (Persero) dengan KESPAGA Sebesar: 3 X Rp2.710.000,00 = Rp8.130.000,00
Jumlah: = Rp31.543.000,00
6. Upah Proses selama proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Pengadilan, sebesar nilai UMK yang berlaku di Kota Surabaya, terhitung sejak mulai bulan Februari 2016 sampai dengan Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap;
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Penggugat mohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya agar memberikan putusan sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 11 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
3. Menyatakan Hubungan Kerja antara Penggugat dengan Tergugat dari Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT) Demi Hukum berubah menjadi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau Pekerja Tetap;
4. Menyatakan Surat Nomor 184/SDM & Umum/VIII/2015 tanggal 07 Agustus 2015, Perihal Pengumuman Perpanjangan Kontrak Kerja yang isinya menyatakan tentang adanya syarat masa percobaan dalam KKWT tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum;
5. Menyatakan mensyaratkan adanya masa percobaan dalam hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat pada Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT) adalah batal demi hukum;
6. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus terhitung sejak putusan perkaraa quodibacakan;
7. Menghukum Tergugat untuk membayar Uang Pisah, kepada Penggugat sebesar Rp2.710.000,00 X 3 bulan upah = Rp8.130.000,00 (delapan juta seratus tiga puluh ribu rupiah);
8. Menghukum Tergugat untuk membayar Kekurangan Upah, kepada Penggugat sebesar Rp1.210.000,00 X 3 bulan upah = Rp3.630.000,00 (tiga juta enam ratus tiga puluh ribu rupiah)
9. Menghukum Tergugat untuk membayar Uang Pesangon, Uang Penggantian Hak dan Upah Proses kepada Penggugat selama Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Disnaker Kota Surabaya, dengan rincian sebagai berikut:
Uang Pesangon : 2 X 1 X Rp2.710.000,00 = Rp5.420.000,00
Uang Penggantian Hak : 15%X Rp5.420.000,00 = Rp813.000,00
Upah Proses sejak bulan Agustus s/d Desember 2015:
5XRp2.710.000,00 = Rp13.550.000,00
Jumlah = Rp19.783.000,00
10. Menghukum Tergugat untuk membayar Upah Proses, kepada Penggugat selama proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Pengadilan, terhitung sejak bulan Februari 2016 sampai dengan adanya Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sebesar nilai upah
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 12 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
minimum yang berlaku di Kota Surabaya pada saat putusan pengadilan mempunyai berkekuatan hukum tetap;
11. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul;
Atau: Jika Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini perpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya telah memberikan putusan Nomor 29/G/2016/PHI.Sby tanggal 17 Mei 2016 yang amarnya sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat karena berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Nomor 41/SP/SDM & UMUM/V/2015, 6 Mei 2015, terhitung sejak tanggal 31 Juli 2015;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat secara tunai dan sekaligus kekurangan upah Penggugat selama 3 bulan terhitung sejak tanggal 1 Mei 2015 sampai dengan tanggal 31 Juli 2015, dengan perhitungan dan perincian: Rp.2.710.000,00 - Rp.1.500.000,00 = Rp.1.210.000,00 X 3 bulan = Rp.3.630.000,00 (tiga juta enam ratus tiga puluh ribu rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;
5. Membebankan biaya perkara dalam perkara ini kepada Negara;
Menimbang, bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya tersebut telah diucapkan dengan hadirnya Kuasa Penggugat pada tanggal 17 Mei 2016, terhadap putusan tersebut, Penggugat melalui kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 26 Mei 2016 mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 30 Mei 2016, sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 47/Kas/2016/PHI.Sby. Jo Nomor 29/G/2016/PHI.Sby. yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya, permohonan tersebut disertai dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 10 Juni 2016;
Bahwa memori kasasi telah disampaikan kepada Tergugat pada tanggal 17 Juni 2016, kemudian Tergugat mengajukan kontra memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 30 Juni 2016;
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 13 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta keberatan- keberatannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, sehingga permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya adalah:
I. Keberatan Pertama
Bahwa atas Putusan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Pada PN. Surabaya tersebut, Pemohon Kasasi tidak sependapat dan sangat keberatan serta menolaknya dengan tegas, oleh karena Pemohon Kasasi berpendirian bahwa Putusan Perngadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Surabaya telah salah/keliru dalam menerapkan hukum serta memutus perkaraa quokarena telah bertentangan dengan hukum;
Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Surabaya Telah salah dan keliru dalam memberikan pertimbangan hukum pada halaman 25 alinea 1 dan alinea 2, yang menyatakan sebagai berikut:
(Hal. 25 alinea 1) Menimbang, bahwa berdasarkan Putusan MK Nomor 7/PUU-XII/2014 pada pokoknya, pekerja/buruh dapat meminta Pengesahan Nota Pemeriksaan ke Pengadilan Negeri setempat dengan syarat: a.Telah dilakukan Bipartit dan gagal atau salah satu menolak; b.
Telah dilakukan pemeriksaan;
(Hal. 25 alinea 2) Menimbang, bahwa dalam perkaraa quo terhadap PKWT Nomor 41/SP/SDM & Umum/V/2015, tanggal 06 Mei 2015 ditentukan fakta persidangan bahwa atas PKWT tersebut belum ada Pengesahan Nota Pengawasan dari Instansi yang bertanggung jawab dibidang Ketenagakerjaan ke Pengadilan Negeri setempat. Dengan demikian Majelis Hakim berkesimpulan alasan Pemutusan Hubungan Kerja oleh Tergugat terhadap Penggugat tidak bertentangan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Nomor 41/SP/SDM & Umum/V/2015, tanggal 06 Mei 2015 dan Ketentuan Ketenagakerjaan yang berlaku;
Bahwa atas pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada PN. Surabaya, sebagaimanna tersebut pada Angka I (satu romawi) di atas, Pemohon Kasasi tidak sependapat atau sangat berkeberatan dan menolaknya dengan tegas oleh karena Pemohon Kasasi berpendirian bahwa pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 14 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya telah salah/keliru dan tidak berdasarkan hukum didalam menerapkan hukum serta bertentangan dengan hukum dengan alasan-alasan dan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa terhadap pertimbangan halaman 25 alinea 1 dan alinea 2 yang pada pokoknya menyatakan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 7/PUU-XII/2014 terhadap Frasa “demi hukum ” dalam Pasal 59 ayat (7) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan syarat wajib dilakukan Pemeriksaan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan atas permintaan Pekerja/Buruh dan meminta Pengesahan Nota Pemeriksaan tersebut ke pengadilan negeri setempat, adalah bertentangan dengan hukum karena putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 7/PUU-XII/2014 tidak dapat berlaku surut, terhadap perkaraa quo, Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 7/PUU-XII/2014, diputus pada Hari Rabu, tanggal 04 November 2015, sedangkan hubungan kerja antara Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Nomor 41/SP/SDM & Umum/V/2015, tertanggal 06 Mei 2015 telah berakhir pada tanggal 31 Juli 2015 (vide Bukti P-1 dan Bukti T-1);
2. Bahwa atas pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya terkait dengan kasus Frasa
“demi hukum” dalam Pasal 59 ayat (7) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003, khususnya pada syarat; “Telah dilakukan Pemeriksaan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan berdasarkan Peraturan perundang-undangan”, dari Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Kota Surabaya menyatakan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan tidak boleh/tidak dapat memberikan nota pemeriksaan kepada pekerja/buruh karena alasan nota pemeriksaan tersebut adalah sebagai dokumen rahasia, sebagaimana dalam Suratnya Nomor 500/4997/436.6.12/2016, tanggal 07 Juni 2016, Perihal: Penjelasan Nota Pemeriksaan (Copy Terlampir dalam Memori Kasasi) yang ditujukan kepada Kantor Hukum M. Tambunan, S.H. & Rekan yang juga menjadi salah satu dari Tim Kuasa Hukum dalam perkara a quo, dalam penjelasan surat tersebut menyebutkan; bahwa Pemberian Nota Pemeriksaan/Nota Penetapan dari Pegawai Pengawas sampai sekarang belum ada Petunjuk Pelaksanaan/Petunjuk Teknis dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI dan apabila kasus tentang frasa “demi hukum” dalam
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 15 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
Pasal 59 ayat (7)dan Pasal 64, 65, 66, makapara pihak dapat menempuh dengan cara penyelesaian Perselisihan sesuai mekanisme Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004.
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas oleh karenanya Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 7/PUU-XII/2014 tersebut, tidak berlaku atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat terhadap perkara a quo atau terhadap perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) Nomor 41/SP/SDM &
Umum/V/2015, tanggal 06 Mei 2015, untuk itu Putusan Majelis Hakim PHI pada PN. Sby Nomor 23/G/2016/PHI.Sby demi hukum haruslah dibatalkan oleh Majelis Mahkamah Agung RI.
II. Keberatan Kedua
Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya memberikan pertimbangan hukum pada Halaman 24 alinea 3 dan 4, Halaman 25 alinea 3, 4 dan 5 dan Halaman 26 alinea 3 yang menyatakan sebagai berikut:
(Hal. 24 alinea 3) Menimbang, bahwa jika dalam PKWT tersebut melanggar Ketentuan Ketenagakerjaan yang berlaku, tentunya pelanggaran tersebut dilakukan oleh kedua belah pihak, Penggugat dan Tergugat, sehingga resikonya Penggugat dan Tergugat tanggung bersama;
(Hal. 24 alinea 4.) Menimbang, bahwa ketidak puasan terhadap isi PKWT tersebut seharusnya dilakukan pada saat PKWT tersebut masih berlaku bukan setelah PKWT tersebut berakhir dimana kedua belah pihak telah melakukan prestasinya masing-masing;
(Hal. 25 alinea 3) Menimbang, bahwa berkaitan jawaban atas pertanyaan angka (3) Majelis Hakim berpendapat berdasarkan Bukti P-4 dan berdasarkan Pasal 151 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Jo. Pasal 3 Jo. Pasal 4 Jo. Pasal 14 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004, prosedur Pemutusan Hubungan Kerja sudah sesuai dengan Peraturan Ketenagakerjaan yang berlaku;
(Hal. 25 alinea 4.) Menimbang, bahwa terhadap petitum angka (2) Majelis Hakim berpendapat sebagaimana pertimbangan dalam Jawaban angka (2) tersebut di atas bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Nomor 41/SP/SDM & Umum/V/2015, tanggal 06 Mei 2015 antara Penggugat dan Tergugat (lihat Bukti P-1 sama dengan Bukti T-1) Tidak bertentangan dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan. Majelis Hakim berkesimpulan petitum angka (2) Tidak beralasan hukum dan ditolak;
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 16 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
(Hal. 25 alinea 5.) Menimbang, bahwa terhadap petitum angka (3) , angka (4), angka (5), angka (6), angka (7) Majelis Hakim, berpendapat oleh karena PKWT antara Penggugat dan Tergugat tidak bertentangan dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana tersebut pada petitum angka (2) di atas dan sesuai dengan posita gugatan Penggugat pada angka (30) bahwa Tergugat telah membayar segala hak-hak Penggugat akibat dari berakhirnya PKWT tersebut, maka dengan demikian tidak ada kewajiban Tergugat untuk membayar hak-hak Penggugat sebagai akibat dari berakhirnya PKWT tersebut. Majelis Hakim berkesimpulan petitum angka (3), angka (4), angka (5), angka (6), angka (7) tidak beralasan hukum dan ditolak;
(Hal. 26 alinea 3.) Menimbang, bahwa terhadap petitum angka (9) dan angka (10) Majelis Hakim berpendapat sebagaimana pertimbangan pada petitum angka (3), angka (4), angka (5), angka (6) dan angka (7), maka petitum angka (9) dan angka (10) tidak perlu dipertimbangkan lagi dan Majelis Hakim berkesimpulan petitum angka (9) dan angka (10) tidak beralasan hukum dan ditolak;
Bahwa terhadap Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Pada PN. Surabaya, sebagaimana tersebut pada Angka II (Keberatan Kedua) di atas, Pemohon Kasasi berkeberatan dan menolaknya dengan tegas, karena Pemohon Kasasi berpendirian bahwa Majelis Hakim telah salah/keliru dan tidak berdasarkan hukum dalam melaksanakan hukum serta memutus perkara a quo, oleh karena 2 (dua) hal yang utama tentang syarat untuk sahnya suatu perjanjian/kontrak yang wajib dipenuhi yaitu sebagai berikut:
A. Asas kebebasan berkontrak yaitu sebagai salah satu syarat subjektif dari sahnya suatu perjanjian (kontrak), sebagai berikut:
1. Bahwa syarat atau dasar dari Perjanjian telah diatur secara tegas di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang kemudian diadopsi dalamlex specialy dengan Pasal 52 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, dimana salah satu syarat objektif yang penting adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak atau yang kemudian terkenal dengan Azas Kebebasan Berkontrak, sebagaimana ditekankan secara khusus di dalam Pasal 1338 KUH Perdata;
2. Bahwa asas kebebasan berkontrak sebagaimana tertuang dalam Pasal 1338 KUH Perdata, esensinya adalah dalam membuat
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 17 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
perjanjian harus dijamin adanya kehendak yang bebas (free will) dan suasana yang bebas pula, yang kemudian tercermin dengan pernyataan kata sepakat, sebagai dasar dalam membuat perjanjian itu, maka sebenarnya tidak ada seorangpun terikat pada kontrak sepanjang tidak dilakukan atas dasar kehendak/pilihan dan suasana yang bebas tersebut;
3. Bahwa asas kebebasan kontrak yang dimaksud di atas, sebenarnya tidaklah kebebasan yang tanpa batasan sama sekali, kebebasan berkontrak tersebut sebetulnya dalam pengertian dan konteks dimana para pihak yang posisi tawar yang berimbang, jika posisi tawar para pihak pembuat perjanjian tidak setara atau berimbang, maka pihak yang posisi tawarnya lebih tinggi selalu memiliki peluang untuk mendiktekan/memaksakan kemauannya kepada pihak lawannya yang lebih lemah posisinya;
4. Bahwa kebebasan berkontrak atau kehendak bebas dalam perjanjian yang terwujud dengan kata sepakat tadi, dapat tercederai atau bahkan hilang dengan adanya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya cacat kehendak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1321 KUH Perdata, yaitu adanya kekhilapan, adanya paksaan dan penipuan, sehingga dapat menyebabkan tidak sempurnanya kata sepakat, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya cacat kehendak sebagaimana diatur dalam pasal tersebut, dinamakan faktor cacat kehendak yang klasik;
5. Bahwa seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan hukum perdata, secara sederhana dapat Pemohon Kasasi sampaikan, bahwa dalam praktek peradilan yang kemudian telah tercermin di dalam Yurisprudensi, dikenal pula jenis faktor penyebab cacat kehendak yaitu yang disebut dengan istilah penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandingheden) atau dikenal pula dengan istilah undue influence, penyalah gunaan keadaan inilah yang rentan terjadi pada perjanjian dengan kedudukan ekonomi dan kejiwaan dari pihak yang tidak setara atau tidak seimbang. Doktrin penyalahgunaan keadaan dikembangkan guna memastikan bahwa berbagai keunggulan dari satu pihak baik secara ekonomi maupun psykologis tersebut, terhadap pihak lainnya tidak disalah gunakan atau digunakan secara sewenang-wenang;
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 18 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
6. Bahwa oleh karena penyalahgunaan keadaan merupakan faktor tambahan dalam faktor-faktor penyebab terjadinya cacat kehendak, maka penyalahgunaan keadaan akhirnya juga menjadi faktor yang menyebabkan tercederainya atas kebebassan berkontrak, yang tercermin dari kata sepakat tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan perjanjian tidak mempunyai kekuatan hukum dan dapat dibatalkan, karena perjanjian dibuat bertentangan dengan nilai-nilai moralitas yang baik, yaitu karena penyalahgunaan keadaan dapat mengakibatkan pihak lawan tidak dapat mengambil keputusan dengan bebas atau merdeka;
7. Bahwa atas dasar hal tersebut di atas, maka jika di dalam persidangan dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian terjadi faktor yang dapat menyebabkan cacat kehendak yaitu berupa penyalahgunaan keadaan, maka hakim dapat membatalkan perjanjian tersebut, guna melindungi pihak yang lemah, agar tidak menanggung kerugian yang lebih besar lagi dan justru demi tegaknya asas kebebasan berkontrak tersebut, sebagaimana tertuang dalam salah satu Yurisprudensi yaitu yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3431 K/Pdt/1985, tanggal 04 Maret 1987;
B. Asas kausa yaitu ketentuan normatif yang mengatur tentang isi/materi dari perjanjian/kontrak tersebut, terkait dengan asas kausa tersebut adalah salah satu asas objektif dari suatu perjanjian/kontrak, yang pada intinya mengatur bahwa isi dari perjanjian tidaklah boleh bertentangan, khususnya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahwa berdasarkan hal-hal sebagaimana yang diuraikan oleh Pemohon Kasasi pada huruf A (poin 1 s/d 7) dan Huruf B tersebut di atas, mnaka dengan demikian jelas Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya telah salah/keliru dalam menerapkan hukum. Oleh karenanya demi untuk kepastian hukum terhadap Putusan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada PN. Surabaya Nomor 29/G/2016/PHI.Sby, haruslah dibatalkan.
Dan selanjutnya mohon dengan hormat kepada yang terhormat Bpk. Ketua Mahkamah Agung RICq. Majelis Hakim Agung dan Hakim Ad-hoc pada Mahkammah Agung RI yang memeriksa dan mengadili perkara a quo, berkenan kiranya mempertimbangkan dalil-dalil yang
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 19 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
terurai dalam Memori Kasasi Pemohon Kasasi ini dan mengabulkan Permohonan Kasasi yang dimohonkan oleh Pemohon Kasasi dengan alaan-alasan sebagai berikut:
1. Bahwa asas-asas dalam suatu perjanjian termasuk asas kebebasan berkontrak, dalam pelaksanaannya tidaklah bebas tanpa batasan- batasan, namun yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggung jawab, ada peran negara dalam rangka melaksanakan fungsinya, yaitu sebagai pembuat public policy, yang mana di dalamnya termasuk membatasi asas kebebasan berkontrak tersebut dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan;
2. Bahwa kemudian khusus berkaitan dengan isi dari perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang berkenaan dengan jenis dan sifat dari pekerjaannya, telah diatur secara jelas dan rinci di dalam Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan jo Kepmenaker RI Nomor KEP.
100/MEN/VI/2004, tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, khususnya Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1), maka berdasarkan bukti (VideBukti P-1 dan Bukti T-1) dapat diketahui bahwa pekerjaan Pemohon Kasasi adalah sebagai staf pengadaan, pada bagian pengadaan dimana menurut ketentuan tersebut di atas, jenis dan sifat pekerjaan dari Pemohon Kasasi tersebut tidaklah termasuk jenis pekerjaan yang dapat dimasukkan dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), karena pekerjaan dari Pemohon Kasasi intinya bukanlah merupakan pekerjaan yang bersifat sementara atau pekerjaan yang sekali selesai, bukan pekerjaan yang tergantung pada musim tertentu atau cuaca tertentu dan bukan pekerjaan pembuat produk baru yang masih dalam masa percobaan ataupun masih dalam penjajakan;
3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (7) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, telah tegas menyebutkan bahwa PKWT yang tidak memenuhi Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau pekerja tetap;
4. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (2) dan (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan yang
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 20 dari 24 Hal. Putusan Nomor 845 K/Pdt.Sus-PHI/2016
menyatakan di dalam ayat (2), bahwa perjanjian yang bertentangan dengan dasar kesepakatan dan kecakapan, maka perjanjian kerja tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan dalam ayat (3) menyatakan, bahwa Perjanjian Kerja yang bertentangan dengan adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka perjanjian kerja tersebut batal demi hukum;
5. Bahwa PKWT antara Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi telah terjadi indikasi penyalahgunaan keadaan, dengan dibuktikan dengan keberadaan gugatan dari Pemohon Kasasi atas PKWT tersebut, sebagaimana yang telah dipertimbangkan Majelis Hakim sebelumnya, dan disisi lain dalam PKWT tersebut juga bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku yaitu bertentangan dengan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Kepmenaker RI Nomor 100/MEN/VI/2004, Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, khususnya dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1). Oleh karenanya PKWT Nomor 41/SP/SDM &
Umum/V/2015, tanggal 05 Mei 2015 antara Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi haruslah dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum;
6. Bahwa oleh karena PKWT Nomor 41/SP/SDM & Umum/V/2015 tertanggal 06 Mei 2015 antara Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum, maka secara hukum hubungan kerja antara Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi otomatis berubah menjadi hubungan kerja dalam status/bentuk PKWTT atau menjadi pekerja tetap dari Termohon Kasasi sejak terjadinya hubungan kerja tersebut (tanggal 27 Mei 2015);
7. Bahwa oleh karena Pemohon Kasasi demi hukum telah menjadi Pekerja dengan status PKWTT atau Pekerja Tetap dan dalam Pemutusan Hubungan Kerja ini tidak ada bukti yang menunjukkan Pemohon Kasasi telah melakukan pelanggaran ketentuan dalam hubungan kerja, maka atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh Termohon Kasasi kepada Pemohon Kasasi dengan alasan dikualifikasikan sebagai pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan efisiensi yaitu dalam bentuk pengurangan tenaga
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20