REFERAT
Gambaran USG dan CT-SCAN pada KET
Disusun oleh:
Bilandi Hakim Estu Mukti (406221005)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI RUMAH SAKIT HUSADA
PERIODE 18 SEPTEMBER 2023 – 21 OKTOBER 2023 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Referat:
Gambaran USG dan CT-SCAN pada KET
Disususn Oleh:
Bilandi Hakim Estu Mukti (406221005)
Sebagai salah satu syarat pada Kepaniteraan Klinis Ilmu Radiologi di Rumah Sakit Husada Jakarta Periode 18 September 2023 – 21 Oktober 2023
Jakarta, 4 Oktober 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah S.W.T, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Gambaran USG dan CT-SCAN pada KET” . Referat ini merupakan prasyarat dalam kepaniteraan klinis Ilmu Kulit dan Kelamin di Rumah Husada Periode 18 September 2023 – 21 Oktober 2023.
Penulis juga menyadari, bahwa referat ini dapat diselesaikan dengan
bantuan dan masukan berbagai pihak, maka dari itu pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Lisa Irawati, Sp.Rad selaku pembimbing kepaniteraan klinis Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Husada sekaligus sebagai pembimbing penulisan referat ini. Penulis juga
berterimakasih atas dukungan orang tua, kakak dan teman selama proses menyusun referat ini.
Penulis berharap, referat ini dapat bermanfaat bagi para
pengembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan, dan Penulis memohon maaf apabila dalam referat ini ada kesalahan atau penulisan yang kurang berkenan dan sangat berharap akan adanya kritik dan saran bagi referat ini. Atas perhatian yang telah diberikan, penulis mengucapkan terimakasih.
Jakarta, 4 Oktober 2023
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik merpakan salah satu masalah yang cukup mengkhawatirkan pada wanita usia subur. Kehamilan ektopik sendiri merupakan kesalahan fisiologis dimana hasil konsepsi berada diluar rahim yang dimana akan menyebabkan kematian pada janin. Kehamilan ektopik sendiri dapat menyebabkan abortus dan juga ruptur tuba pada penderita.
Kehamilan ektopik menjadi penyebab utama kematian yang berhubungan dengan kehamilan dalam trimester pertama kehamilan di Amerika Serikat. Dengan terjadinya keadaan sakit yang tiba-tiba akibat kehamilan ektopik, masa depan kemampuan wanita untuk hamil kembali dapat terpengaruh menjadi buruk. Menurut WHO Kehamilan ektopik terganggu (KET) merupakan penyebab 1 dari 200 (5-6%) mortalitas di negara maju , angka kejadian KET di Indonesia diperkirakan tidak jauh berbeda dengan negara maju.
Kehamilan ektopik pertama kali diungkapkan pada abad ke-11, dan, sampai pertengahan abad ke-18, biasanya berakibat fatal. John Bard melaporkan satu
intervensi bedah yang berlangsung sukses untuk mengobati sebuah kehamilan ektopik di New York pada tahun 1759. Angka keselamatan pada awal abad ke-19 sangat kecil, satu laporan mengatakan hanya 5 dari 30 yang dapat selamat dari operasi abdominal. Menariknya, angka keselamatan pasien yang tidak diobati 1 dari 3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi oleh spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus.1,2,3,4,5,11,12
Sedangkan Kehamilan Ektopik Terganggu ialah kehamilan ektopik yang mengalami
abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba.
Berdasarkan tempat implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan:4
Tuba Fallopii
Uterus (diluar endometrium kavum uterus)
Ovarium
Intraligamenter
Abdominal
Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus
Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering terjadi di Tuba ( 97% ), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di isthmus, dan 17 % di fimbriae. Sisa 3 % berlokasi di uterus, ovarium, abdominal, dan intraligamenter, dimana sekitar 2-2,5% muncul di kornua uterus.1,2,3,5,6
2.2 Epidemiologi
Insiden dari kehamilan ektopik digambarkan dalam berbagai macam cara pada beberapa literature. Denominator yang paling umum digunakan adalah jumlah konsepsi yang dikenali, yang mana digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 konsepsi. Denominator lainnya adalah jumlah wanita dalam usia produktif, yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 10.000 wanita dalam rentang usia 14-44 tahun, dan jumlah total kelahiran yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran.
Akan sangat baik bila dapat menghitung insiden kehamilan ektopik per 1000 total konsepsi. Namun, bagaimanapun juga, sejak abortus spontaneous dan banyak abortus yang direncanakan tidak dilaporkan, denominator itu selalu lebih kecil dibandingkan dengan angka yang sebenarnya, dan juga sejak kehamilan ektopik asimptomatis yang tidak diketahui sehingga tidak dilaporkan. Hal ini mengakibatkan insiden kehamilan ektopik per 1000 total konsepsi yang sebenarnya tidak akan dapat diukur secara tepat. Jumlah insiden yang dilaporkan di literature, bagaimanapun juga, merupakan perkiraan yang baik dan, sejak metodologi yang digunakan sama , maka dapat dibandingkan secara tepat.7
Pada perkembangan terbaru, di Inggris Raya, kehamilan ektopik masih merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama. Hampir 32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya di Inggris Raya. Di Amerika Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada tahun1992 menjadi 35.382 pada tahun 1999. Di Norwegia, diperkirakan angka kejadian ini menurun seiring dengan menurunnya angka kejadian Pelvic Inflammatory Disease (PID).8
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan menderita kehamilan ektopik atau 0,02%. (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan.13
2.3 Etiologi
Penyebab utama kehamilan ektopik belum diketahui dengan pasti. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan pembuahan didalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan kedalam uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.1,2,6
Resiko terjadinya kehamilan ektopik ini meningkat dengan adanya beberapa faktor, termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, operasi pada tuba, infeksi pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES), penggunaan IUD, dan fertilisasi in vitro pada penyakit tuba. Faktor-faktor ini mungkin berbagi mekanisme umum yang dapat berupa mekanisme anatomis, fungsional, atau keduanya. Pastinya, sangat sulit untuk menilai penyebab dari implantasi ektopik dengan tidak adanya alat pendeteksi kelainan tuba.
Normalnya, seperti disebut diatas, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan berjalan kedalam tuba ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba fallopii selama proses ini meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik.6,9
Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.
Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau kehamilan ovarial yang mengalami rupture dan mudigah masuk di antara 2 lapisan
ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk seksio sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba, walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen.3
Terdapat beberapa faktor terjadinya kehamilan ektopik antara lain:
1. Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi yang terjadi pada tuba sehingga lumen pada tuba menyempit atau buntu. Keadaan rahim hipoplasia dan tuba yang berkelok juga dapat menyebabkan kehamilan ektopik, dimana silia tuba tidak bekerja dengan baik. Adanya endometriosis tuba, tumor pada tuba dan mioma uteri juga dapat merubah patensi dari tuba
2. Faktor abnormalitas zigot
Apabila zigot tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar. Hal tersebut dapat membuat zigot tersendat saat perjalanan melalui tuba.
3. Faktor ovarium
Terjadi kehamilan ektopik apabila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral.
4. Faktor hormonal
Akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat menyebabkan gerakan tuba melambat.
5. Faktor Lain
Faktor usia, riwayat merokok dan pemakaian IUD yang dimana dapat menyebabkan perdangan yang timbul di endometrium dan endosalping.
2.4 Patofisiologi
Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang paling umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian berturut-turut adalah isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah intersisial tuba (2%), dan seperti yang disebut pada bagian diatas, kehamilan ektopik non tuba sangat jarang.1,2,7. Kehamilan pada daerah intersisial sering berhubungan dengan kesakitan yang berat, karena baru mengeluarkan gejala yang muncul lebih lama dari tipe yang lain, dan sulit di diagnosis, dan biasanya menghasilkan perdarahan yang sangat banyak bila terjadi rupture.7
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan
intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis.
Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10 minggu.2 Kemungkinan itu antara lain :2,10
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales kea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan
pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping.
3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan rupture pada saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar korionik gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina.
Gambar 3 : Ruptur tuba
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.
2.5 Gambaran Klinik
Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dengan penggunaan tes hormonal awal dan sonografi vagina, sekarang dimungkinkan untuk menegakkan diagnosis dari kehamilan ektopik sebelum keluar gejala. Namun, bila umur gestasi sudah meningkat dan perdarahan intraperitoneal muncul karena keluarnya dari dari fimbriae atau ruptur, maka dapat timbul gejala. Bila memang terjadi kehamilan ektopik namun belum muncul gejala, maka kita sebut kehamilan ektopik belum terganggu.
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen, amenore, dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama. Namun sayangnya, hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang menampilkan gejala-gejala tersebut secara khas. Pasien yang lain mungkin muncul gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa kehamilan awal termasuk mual, lelah, nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan riwayat disparenu baru-baru ini. Sedangkan gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, seperti tersebut diatas, dapat berbeda- beda, dari yang khas sampai tidak khas sehingga sukar untuk mendiagnosisnya.1,2,4,5,7
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda vital dan pemeriksaan abdomen dan pelvik. Hipotensi dan takikardi yang dapat terjadi akibat perdarahan banyak akibat ruptur tuba tidak dapat memperkirakan adanya kehamilan ektopik walau tanda itu menunjukkan perlunya resusitasi segera, bahkan faktanya kedua hal tersebut lebih khas pada komplikasi kehamilan intrauterin. Lebih jauh lagi, tanda vital yang normal tidak dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Pada pemeriksaan dalam, dapat teraba kavum douglas yang menonjol dan terdapat nyeri gerakan serviks.
Adanya tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri lateral atau bilateral abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan kehamilan ektopik dan
merupakan temuan yang bermakna. Disisi yang lain, ketidakadaan tanda dan gejala ini tidak menyingkirkan kehamilan ektopik. Terabanya massa adneksa juga tidak dapat memperkirakan kehamilan ektopik secara tepat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dart dkk., massa adneksa hanya muncul kurang dari 10% pada pasien yang di diagnosis dengan kehamilan ektopik. Satu yang harus diingat juga adalah pemeriksaan pelvik benar-benar normal pada kira-kira 10% pasien dengan kehamilan ektopik.2,5
Kesimpulannya, beberapa riwayat dan penemuan pemeriksaan fisik meningkatkan kecurigaan terhadap kehamilan ektopik. Untuk itu, bagaimanapun juga, tidak ada kombinasi penemuan yang boleh dianggap oleh seorang dokter di ruang gawat darurat yang menyimpulkan adanya kehamilan ektopik berdasarkan penemuan klinik saja.5
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Diluar dari kemajuan teknologi sekarang ini, kehamilan ektopik sering salah terdiagnosis pada saat kunjungan pertama pasien tentang keluhannya. Diagnosis awal diperlukan untuk perawatan yang maksimal terhadap ketahanan tuba dan mencegah potensi terjadinya perdarahan intraperitoneal. Atrash dkk. Menemukan bahwa perdarahan menjadi penyebab terbesar (88%) kematian pada kasus kehamilan ektopik.
Pada saat ini, yang merupakan batu acuan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik adalah Transvaginal Ultrasonography dan pemeriksaan kadar hCG serial.
Transvaginal Ultrasonography sekarang ini telah menggantikan posisi Laparaskopi karena lebih menguntungkan.8,9
Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis kehamilan ektopik adalah berikut ini :
1. Kuldosentesis
2. Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan dengan melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun, dengan adanya hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi penyulit dari laparaskopi.
3. Human chorionic gonadotropin
Wanita dengan kehamilan ektopik menunjukan adanya kadar hCG dalam serum, walaupun 85% diantaranya lebih rendah dibandingkan dengan kadar hCG pada kehamilan normal. Uji hCG tunggal kuantitatif tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik karena tanggal pasti dari ovulasi dan konsepsi terjadi tidak diketahui pada banyak wanita.
4. Ultrasonography (USG)
Perkembangan alat dengan transduser transvaginal dengan frekuensi 5.0 sampai 7.0 MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis pada awal kehamilan dibandingkan transabdominal. Dengan alat ini biasanya mungkin bisa untuk mengidentifikasi kantong gestasi intrauterine saat kadar hCG mencapai 1500 mIU/ml dan selalu bila kadar hCG sudah mencapai 2000 mIU/ml pada sekitar 5 atau 6 minggu setelah haid terakhir. Karena kombinasi kehamilan intrauterine dan ekstrauterin hampir merupakan kejadian yang jarang, maka penemuan kantong gestasi intrauterine hampir selalu dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik.
Kriteria diagnosis USG dengan menggunakkan transduser transvagina untuk kehamilan ektopik termasuk : adanya komplek atau massa kistik adneksa atau terlihatnya embrio di adneksa dapat dideteksi, dan/atau tidak adanya kantong gestasi dimana diketahui bahwa usia gestasi sudah lebih dari 38 hari, dan/atau kadar hCG diatas ambang tertentu, biasanya antara 1500 dan 2500 mIU/ml.
5. CT-SCAN
Diagnosis utama pada kehamilan ektopik ditetapkan melalui USG, namun pada beberapa kasus CT-SCAN dapat dilakukan pada saat emergecy dan biasanya tidak diketahui bahwa pasien dalam keadaan hamil.
Hong Pham dan Eugene C. Lin dalam sajian kasusnya menemukan beberapa kasus kehamilan ektopik yang ditemukan melalui CT-SCAN.
2.7 Tatalaksana
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala resiko apabila terjadi rupture harus dioperasi.2,8,6,10
Terapi farmakologi dapat diberikan apabila dapat mendiagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan obat-obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah beserta segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi tuba, dan biaya yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa hiperosmolar, urea, zat sitotoksik ( misl: methotrexate dan actinomycin ), prostaglandin, dan mifeproston (RU486).
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara bedah laparatomi, sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan bedah.
Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya salpingotomi ) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi.
Pada banyak kasus, pasien-pasien ini membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja salpingotomi dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sepilian, Vicken; Ellen W. Ectopic Pregnancy.
www.emedicine.com/health/topic3212.html
2. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2005.hal 323- 338.
3. Wiknjosastro, Hanifa. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi. Ilmu Kandungan edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta.2005.hal 250-260.
4. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
2000.hal 198-210.
5. Della-Guistina, David; Mark Denny. Ectopic Pregnancy. Emergency Medicine Clinics of North America. Volume 21 number 3. W.B Saunders Company. August 2003.
6. Attar, Erkut. Endocrinology of Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology Clinics. Volume 31 number 4. W.B Saunders Company.
December 2004.
7. Stenchever. Ectopic Pregnancy. Comprehensive Gynecology, 4th ed.
Mosby Inc. 2001.
8. Sowter, Martin; Cindy Farquhar. Ectopic Pregnancy: an update. Current Opinion in Obstetrics and Gynecology. 2004, 16:289-293.
9. Lemus, Julio. Ectopic Pregnancy:an update. Current Opinion in Obstetrics and Gynecology. 2000, 12:359-376.
10. Cunnuingham, FG et. Al. Reproductive Succes and Failure. Williams Obstetrics, 21st ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange.
Connecticut. 2006.
11. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Kehamilan Ektopik. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Jakarta.2002.
12. Standar Tatalaksana Medis Rumah Sakit fatmawati. Kehamilan ektopik Terganggu.Jakarta.2002
13. Depkes RI, 2007. Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu. Jakarta
LAMPIRAN Foto USG KET
Terdapat “ring of fire sign”
Kehamilan ektopik pada tuba
Foto CT-SCAN KET
Rupture ectopic pregnancy