• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - Profil Kadar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Serum Berdasarkan Karakteristik Penderita Psoriasis Vulgaris Di RSUP. H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - Profil Kadar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Serum Berdasarkan Karakteristik Penderita Psoriasis Vulgaris Di RSUP. H. Adam Malik Medan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Psoriasis

2.1.1. Definisi dan Sejarah

Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit kronis yang di mediasi

oleh sistem imunitas sel T dan dikarakteristikkan sebagai perubahan pada

pertumbuhan dan diferensiasi epidermis serta akumulasi dari berbagai subpopulsi

leukosit yang berbeda, dengan gambaran berupa plak yang berbatas tegas, merah,

dan menebal disertai sisik yang berwarna putih keperakan.3,4 Faktor predisposisi

yang dapat mencetuskan timbulnya penyakit ini, seperti trauma, infeksi, atau

pengobatan.18-20

Psoriasis adalah sebuah nama yang diberikan oleh seorang dermatologi

asal Vienna, Ferdinand von Hebra pada tahun 1841. Psoriasis berasal dari bahasa

Yunani “ psora” yang artinya gatal. Dahulu penyakit ini sering dikaitkan dengan

penyakit lepra dan dikenal sebagai Willan’s lepra (pada abad ke 18 akhir) oleh

dermatologi asal Inggris, Robert Wilan dan Thomas Bateman. Bentuk klinisnya

yang mirip dengan lepra membuatnya sulit dibedakan dengan lepra dan

menggolongkan penyakit ini sebagai varian dari lepra, sampai pada tahun 1841,

(2)

2.1.2. Epidemiologi

a. Ras

Prevalensi psoriasis adalah luas dan bervariasi bergantung pada

ras, dikatakan berkisar antara 0.1% sampai 11.8% atau 125 juta manusia

di seluruh dunia (National Psoriasis Foundation). Psoriasis terjadi

umumnya pada ras Kaukasia, dengan estimasi kejadian 60 kasus per

100,000 per tahun. Sedangkan pada populasi Eropa Utara dan Skandinavia

adalah sebesar 1.5-3%. Kejadiannya dikatakan umum pada ras Jepang,

namun pada ras Tiongkok, Eskimo, Afrika Barat dan Amerika Utara yang

berkulit gelap tidak terlalu umum ditemukan, sedangkan pada ras Amerika

Utara dan Amerika Selatan (warga asli) serta Aborigin Australia adalah

sangat jarang ditemukan. Sampai saat ini belum ada data yang akurat

mengenai prevalensi penyakit ini di Indonesia, namun insidensi di Asia

sendiri dikatakan cenderung rendah (0.4%).3,4,7

b. Usia

Onset dari psoriasis dapat terjadi pada segala usia, namun rata-rata

usia dikatakan berkisar 15 sampai 30 tahun. Dikatakan bahwa 75% pasien

psoriasis menderita psoriasis sebelum usia 46 tahun. Namun studi lain

mengenai psoriasis mengemukakkan adanya onset yang bersifat bimodal,

dengan puncak pada usia 16-22 tahun dan puncak lainnya adalah usia

57-60 tahun, dan onset yang lebih awal ditemukan pada wanita dibandingkan

(3)

Menurut Henseler et al, terdapat dua tipe psoriasis yang dibedakan

berdasarkan onset usia. Dimana psoriasis tipe I, adalah ketika psoriasis

muncul pada usia sebelum atau pada 40 tahun, dan tipe II, adalah ketika

psoriasis muncul setelah usia 40 tahun Angka kejadian tipe I ini dikatakan

lebih dari 75% dan memiliki gejala yang lebih berat serta kerterlibatan

genetik yang kuat. Dikatakan terdapat hubungan antara Human Leukocyte

Antigen (HLA) antigen kelas I khususnya HLA-Cw6 serta riwayat

keluarga dengan onset penyakit yang dini pada psoriasis tipe I ini.3,4,7

Data prevalensi menemukan penurunan frekuensi psoriasis pada

individu yang tua. Pada studi prevalensi psoriasis di Spanyol dan Inggris,

dikatakan adanya penurunan psoriasis pada usia diatas 70 tahun. Juga

dikatakan pada suatu studi di Norwegia, rata-rata prevalensi menunjukkan

penurunan dengan peningkatan usia mendekati 49 tahun.5

c. Jenis kelamin

Psoriasis mengenai pria dan wanita secara seimbang. Namun

beberapa studi mengatakan bahwa prevalensi psoriasis sedikit lebih tinggi

pada pria dibandingkan wanita. Namun pada pasien usia muda (<20 tahun)

prevalensi adalah lebih besar pada wanita dibandingkan pria, yang

membuktikan adanya onset psoriasis yang lebih awal pada wanita

dibandingkan pria. Penemuan ini merefleksikan adanya interaksi antara

(4)

2.1.3. Etiologi dan Patogenesis

Penyebab pasti dari psoriasis belum diketahui, namun dikatakan adanya

peranan dari genetik, lingkungan maupun respon imun pada penyakit ini. Banyak

penelitian yang mengungkap pentingnya peranan genetik terutama pada psoriasis

tipe I, namun peranan genetik ini dalam patogenesis psoriasis belum dimengerti

sepenuhnya. Psoriasis tipe I dihubungkan dengan HLA-Cw6, B5, B13, B57,

DRB1*0701 dan DR7, sedangkan psoriasis tipe II memiliki hubungan dengan

HLA-Cw2 and B27. Kedua tipe tersebut dibedakan berdasarkan usia dari

penderita. Kerentanan lokus Psoriasis Susceptibility Locus (PSORS) terhadap

psoriasis ditemukan pada beberapa jenis kromosom: : PSORS1 pada 6p21.3,

PSORS2 pada 17q, PSORS3 pada 4q, PSORS4 pada 1q21, PSORS5 pada 3q21,

PSORS6 pada 19p, PSORS7 pada 1p, PSORS8 pada 16q, PSORS9 pada 4q31,

PSORS10 pada 18p11, PSORS11 pada 5q31-q33 dan PSORS12 pada 20q13.

Dimana PSORS1 yang berlokasi 6p21 dalam kompleks HLA merupakan yang

paling utama dan berkorelasi dengan gen HLA-Cw6.21,22

Selain faktor genetik, terdapat pengaruh dari lingkungan terhadap psoriasis

seperti cuaca, sosioekonomi, infeksi, stress mental, penggunaan dari berbagai

jenis obat (lithium, β-blockers, angiotensin-converting enzyme inhibitors, agen

anti malaria, Interferon alfa (IFN-α)), kebiasaan merokok, dan trauma fisik (bedah

insisi dan tattoo) sebagai pencetus kejadian psoriasis yang lebih berat.23

Sedangkan peran protektif dari sinar matahari menjelaskan rendahnya frekuensi

dari psoriasis di negara Afrika, namun hal ini masih membutuhkan penelitian

(5)

polyunsaturated fats dan rendah asam arakidonat berkontribusi dalam

menurunkan prevalensi dari penyakit inflamasi seperti psoriasis.24

Berdasarkan temuan klinis, psoriasis dikarakteristikkan dengan

hiperproliferasi dan gangguan diferensiasi dari keratinosit epidermis, inflitrasi

limfosit dan berbagai perubahan pembuluh darah endotel pada lapisan dermis.

Pengertian mengenai patogenesis molekular psoriasis berdasarkan atas dua

hubungan interaktif “yin/yang relationship” yaitu keseimbangan imunitas bawaan

serta didapat dan faktor-faktor yang diproduksi oleh keratinosit epidermis yang

secara langsung berefek pada sel T dan sel dendritik. 21,25

Peneliti saat ini menganggap psoriasis sebagai penyakit kulit inflamasi

yang dipengaruhi oleh sel T. Onset awal penyakit psoriasis ditandai dengan

teraktivasinya sel dendritik epidermis dan dermis yang akan memproduksi

substansi seperti Tumor Necrosis Factor (TNF-α), dan IL-23 yang akan

mempromosikan perkembangan dari sel T helper (Th)1, dan sel Th17. Sel T ini

akan mensekresikan mediator-mediator yang berkontribusi dalam perubahan

pembuluh darah dan epidermis dari psoriasis. Keterlibatan limfosit T pada

patogenesis psoriasis ini digambarkan dalam tiga bentuk kejadian: aktivasi awal

dari limfosit T, migrasi limfosit T ke dalam kulit, dan berbagai peran dari sitokin

yang dilepaskan dari limfosit T. Selain limfosit T , sitokin dan kemokin juga

memiliki peranan dalam perkembangan dan persistensi lesi. Penelitian dengan

menggunakan mencit severe combined immunodefficient (SCID) pada lesi

psoriasis menemukan infiltrasi didominasi oleh Cluster Differentiation

(6)

proinflamasi seperti interferon-gamma (IFN ɣ) dan IL-17. Sel endotelial, netrofil, sel natural killer T, molekul adhesi (ICAM-1) dikatakan juga berperan.21,22

Elder et al. menyatakan adanya hubungan yang erat antara keratinosit dan

sel pada sistem imunitas sebagai langkah awal dalam patogenesis proriasis. Pada

percobaan mencit transgenik, aktivasi ubiquitous dari faktor transkripsi Nuclear

Factor KappaB (NFkB), yang merupakan inducer poten respon inflamasi,

dianggap berperan dalam perkembangan penyakit kulit yang menyerupai

psoriasis, termasuk akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis dan dilatasi dari

pembuluh darah dermis. Dimana mekanisme ini sangat bergantung pada aktivasi

faktor NFkB di keratinosit dan sel T. Pada psoriasis lapisan dermis dipenuhi

dengan sel sitokin proinflamasi seperti IFN-ɣ, TNF dan IL-17, serta faktor-faktor pertumbuhan seperti Transforming Growth Factor Alpha (TGF- α) yang semakin

memperjelas hubungan antara sel imunitas dan keratinosit dalam patogenesis

psoriasis. Pernyataan tersebut didukung dengan penemuan di awal 1979, yang

menunjukkan bahwa pengobatan yang banyak digunakan pada psoriasis seperti

analog vitamin D, retinoid, siklosporin dan sikrolimus dikatakan memiliki efek

dari anti-inflamasi dan antiproliferasi. Selain itu dikatakan juga bahwa

obat-obatan tersebut memiliki efek dari aktivitas anti-angiogenik yang kemudian

menjadikan proses angiogenesis ini penting dalam patogenesis psoriasis.19,21,26

Lebih lanjut penelitian mengenai pengobatan Efalizumab yang

mentargetkan pada interaksi antar sel T dan sel endotel menunjukkan adanya

interaksi yang kompleks diantara respon imunitas, inflamasi dan angiogenesis.

(7)

angiogenesis sendiri akan mempromosikan serta menjaga proses imunitas dan

inflamasi. Sehingga angiogenesis bukan hanya sebagai ko-faktor namun juga

inducer perkembangan dari psoriasis. Dikatakan mediator pro-angiogenik banyak

ditemukan pada kulit psoriasis, seperti TNF, VEGF, hypoxia inducible Factor

(HIF), IL-8 atau angiopoetin.26

2.1.4. Gambaran Klinis

Gambaran klinis Psoriasis klasik berupa plak merah berbatas tegas dengan

sisik putih pada permukaannya. Ukuran lesi dapat bervariasi dari papul pin point

sampai plak diseluruh tubuh. Psoriasis umumnya muncul secara simetrik, namun

dapat juga unilateral, umumnya pada aspek ekstensor dari ekstremitas, khususnya

siku, lutut, kulit kepala, lumobsakral bawah, bokong, dan kelamin.4

Secara klinis psoriasis muncul sebagai penyakit papuloskuamosa dengan

berbagai jenis morfologi, distribusi, keparahan, dan perjalanan klinis. Terdapat

lima tipe psoriasis yaitu jenis plak (psoriasis vulgaris), gutata, inversa (fleksural),

pustular, dan eritrodermik. Dari kelima tipe tersebut, tipe plak (psoriasis vulgaris)

adalah yang paling sering ditemukan, sekitar 80% dari pasien psoriasis. Juga

dikatakan mungkin ditemukannya kelima tipe psoriasis ini pada waktu yang

bersamaan. Durasi dari psoriasis dikatakan bervariasi dari 1 sampai 13 tahun.27

Terdapat berbagai tipe psoriasis, yaitu lokalisata ataupun menyebar, serta

dapat bervariasi keparahannya dari yang ringan sampai berat, dimana tingkat

keparahan dapat dinilai menggunakan berbagai cara, salah satunya dengan Body

(8)

nyaman untuk digunakan. Namun terdapat variabilitas yang tinggi dan biasanya

terjadi estimasi berlebihan dari luasnya lesi psoriasis yang terlibat. 27-29

2.1.5. Diagnosis

Diagnosis dari psoriasis meliputi pengenalan gejala klinis dari lesi kulit

yang khas serta dikatakan lokasi dapat menjadi pengarah diagnostik pada penyakit

ini. Penanda lain, dapat ditemukan tanda Auspitz (titik-titik perdarahan ketika

sisik dihilangkan, akibat trauma pada kapiler yang berdilatasi), fenomena tetesan

lilin (penggoresan skuama dengan pinggir object glass akan menyebabkan

perubahan warna menjadi lebih putih seperti tetesan lilin, fenomena Koebner

(induksi traumatik psoriasis pada lesi yang bukan psoriasis), umumnya muncul

7-14 hari setelah luka. Fenomena Koebner ini tidak spesifik untuk psoriasis namun

dapat membantu menentukan diagnosis. Pemeriksaan penunjang lainnya yang

dapat menyokong diagnostik psoriasis vulgaris adalah pemeriksaan histopatologi.4

2.1.6. Histopatologi

Secara histologipatologi, psoriasis dikarakteristikkan dengan perubahan

yang khas pada epidermis dan dermis. Penemuan epidermis berupa

hiperploriferasi dan keratinosit yang menyebabkan penebalan epidermis dan

elongasi rete ridges yang membentuk “fingerlike” protusi ke dalam dermis.

Lapisan granular epidermis yang merupakan lokasi diferensiasi keratinosit

dikatakan jelas berkurang ataupun menghilang. Adanya parakeratosis, epidermis

terinfiltrasi oleh netrofil dan limfosit T CD8 yang teraktivasi. Pada dermis, adanya

(9)

pembuluh darah pada papila dermis merupakan tanda histologi yang khas pada

lesi kulit psoriasis.26

2.1.7. Vascular Endotelial Growth Factor (VEGF)

Vascular Endotelial Growth Factor adalah suatu angiogenik poten, yang

dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan merupakan mitogen

spesifik terhadap pembuluh darah sel endotel.30

VEGF pertama kali dideskripsikan oleh Senger et al. pada tahun 1983,

sebagai protein homodimerik 34-42 kDa yang dapat meningkatkan permeabilitas

pembuluh darah di kulit. Dahulu protein ini disebut sebagai vascular permeability

factor (VPF) dan diisolasi dari cairan asitik dan kultur sel supernatan dari sel

guinea-pig hepatocarcinoma. Pada tahun 1989, peneliti lainnya mengidentifikasi

substansi pertumbuhan yang diberi nama VEGF, dimana VEGF ini identik dengan

VPF. Terdapat 7 anggota keluarga VEGF: A, B, C,

VEGF-D, VEGF-E, VEGF-F, dan Placenta Growth Factor (PIGF), yang memiliki

kesamaan struktur (8 residu sistein pada domain homolog VEGF).30

VEGF ini dapat dihasilkan oleh sel endotel, fibroblas, sel otot polos, dan

makrofag. Anggota VEGF memiliki berbagai sifat fisiologi dan biologik dan

bekerja melalaui reseptor tirosin kinase yang spesifik Vascular Endothelial

Growth Factor Reseptor (VEGFR-1, VEGFR-2 dan VEGFR-3).30

2.1.8. Peran VEGF dalam angiogenesis dan hubungannya dengan psoriasis

Angiogenesis adalah pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh

(10)

kondisi patologi terhadap respon langsung akan kebutuhan jaringan, seperti

inflamasi kronis, fibrosis, dan pertumbuhan tumor. Terdapat beberapa inducer

angiogenesis yang telah teridentifikasi, seperti keluarga Fibroblast Growth Factor

(FGF), VEGF, angiogenin, TGF-α, TGF-β, platelet-derived growth factor (PDGF), TNF-α, hepatocyte growth factor, GM-CSF, interleukin, kemokin, dan angiopoietin 1 dan 2. Dikatakan VEGF adalah regulator paling poten untuk

angiogenesis, dan sering ditemukannya ekspresi VEGF pada inflamasi kronis, dan

keganasan.31

Dikatakan bahwa angiogenesis dan inflamasi kronis memiliki hubungan

yang erat, dimana angiogenesis adalah suatu pertanda dari sebagian besar

penyakit inflamasi, termasuk psoriasis dan artritis rheumatoid. Pembuluh darah

angiogenik pada lokasi inflamasi membesar dan hiperpermeabel untuk menjaga

aliran darah dan adanya peningkatan kebutuhan metabolisme dari jaringan.

Beberapa faktor proangiogenik termasuk di dalamnya adalah VEGF dan beberapa

anggota kemokin, yang dikatakan meningkat pada kejadian inflamasi.31

Karakteristik yang ditunjukkan pada penyakit psoriasis semakin

mendukung peranan dari angiogenesis, baik dalam patogenesis penyakit maupun

perkembangan dari penyakit itu sendiri. Dimana terjadi perubahan pada pembuluh

darah di dermis dari lesi psoriasis berupa dilatasi, tortuousity dari kapiler dan

pembentukan HEV, dilatasi dari kapiler ini akan menutrisi kulit yang

(11)

2.2Kerangka Teori

(12)

2.3Kerangka Konsep

Karakteristik penderita

Psoriasis Vulgaris

• Sosiodemografik • Penyakit

Referensi

Dokumen terkait

Angket atau kuesioner kecemasan yang digunakan merupakan adaptasi dari kuesioner milik Kasana (2014) yang menggunakan kuesioner tersebut dengan tujuan untuk

Meminta siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk menjawab pertanyaan atau masalah pada kegiatan Ayo kita Bernalar1. Memantau kegiatan

5 mL dengan nilai 32,6% kadar karet kering dan pada penambahan asam formiat 5. mL dengan 34,71% kadar

4.8 Menyusun teks lisan dan tulis untuk menyatakan dan menanyakan sifat orang, binatang, dan benda, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan yang

Pengaruh Campuran Sari Belimbing Wuluh Dan Asam Format Terhadap Kualitas Sifat Mekanis Karet , Skripsi Mahasiswa.. Medan: Universitas

[r]

Undangan pembuktian kualifikasi nomor Sti.06/ULP/Pokja.MP/028/X/2016 tanggal 08 Oktober 2016 dengan berita acara pembuktian kualifikasi nomor Sti.06/ULP/Pokja.MP/033/X/2016

Judul Makalah : rl'he Effects Of rrhe rrraining Method Of Super Set And Compound Set With Resting Intervals Of 30 And 120 Seconds Between The Sets To&#34;'ards I-Iealth