Resistensi Herbisida
Kelompok 1 :
• Alisye Hehanussa (202182002)
• Ferlita Lipogena (202182011)
• Desmiara Simanjuntak (202182028)
• Rusydah Ama Rumata (202182025)
• Nurmila Manur (202182017)
• Amon Manik (202182014)
• Zein Faizah Derlen (202182020)
• Ardian Rumbowo (2021820
• Stevania F. Touwe (202182029)
Reporter: XXX / Date: 202X.08.08
pendahuluan
Menurut Windarti (2014), Herbisida merupakan salah satu bahan kimia yang sering digunakan oleh para petani untuk mematikan tanaman pengganggu. Kata herbisida berasala dari kata “herba”
yang berarti gulma dan “sida” yang berarti membunuh, jika disatukan menjadi herbisida, berarti zat herbisida ialah zat kimiawi yang dapat mematikan gulma.
Tjitrosoedirdjo et al., (1984) menjelaskan pengendalian dengan menggunakan herbisida memiliki beberapa keuntungan yaitu penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit, lebih mudah, dan cepat dalam pelaksanaan pengendaliannya. Namun, pengendalian gulma menggunakan herbisida secara terus menerus dapat mengakibatkan gulma menjadi toleran pada suatu herbisida bahkan menjadi resisten (Moenandir, 1993).
Definisi
Resisten herbisida adalah suatu kemampuan yang diturunkan pada suatu spesies gulma untuk bertahan hidup dan berreproduksi setelah diaplikasikan dosis tertentu dari suatu herbisida yang sudah mampu membunuh spesies dari gulma tersebut (Vencill et al, 2012).
Meningkatnya resistensi herbisida merupakan suatu proses evolusi, sebagai hasil penggunaan terus-menerus dari suatu herbisida, populasi gulma perlahan-lahan berubah mulai dari komposisi gen sehingga menyebabkan resistensi dari suatu jenis gulma meningkat dan dapat beradaptasi dengan jenis herbisida yang diberikan (Jasieniuk et al, 1996 dalam Yulivi et al, 2014).
Herbisida yang digunakan beberapa kali selama musim tanam atau yang memiliki kemampuan meresidu tanah dalam jangka waktu yang panjang
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi perkembangan resistensi
Herbisida yang hanya bekerja pada satu lokasi target tertentu
Penggunaan herbisida secara kontinyu di lokasi yang sama pada tanaman yang sama maupun pada tanaman yang berbeda
(Baumann, 2004).
Mekanisme Terjadinya Resistensi Herbisida
Adanya mutasi yang menyebabkan lokasi target resistensi berubah atau mengurangi kemampuan herbisida untuk mengikat lokasi target.
Peningkatan metabolisme adalah peningkatan kemampuan tanaman mendegradasi herbisida sebelum membunuh tanaman.
Penurunan absorpsi dan /atau translokasi dapat menyebabkan terhambatnya laju herbisida ke lokasi target sehingga memungkinkan tanaman menjadi resisten.
Sequestrasi herbisida ke dinding sel atau ke dalam vakuola mengurangi konsentrasi herbisida dalam menjangkau lokasi target dan mengakibatkan terjadinya resistensi
Amplifikasi gen meningkatkan produksi enzim target sehingga menyebabkan herbisida
membutuhkan konsentrasi lebih tinggi untuk menghambat enzim target dan menyebabkan kematian pada tumbuhan (Foresman dan Glasglow, 2008).
Menurut Jansen (2014) dampak resistensi gulma terhadap herbisida sangat besar bagi para pengguna pestisida terutama petani, industri penghasil herbisida, pemerintah, dan masyarakat, secara ekonomi dan sosial.
• Petani harus mengeluarkan lebih banyak biaya pengendalian dan resistensi herbisida berkurangnya produktivitas tanaman sehingga dapat mengurangi pendapatan petani.
• Sasaran pemerintah terhadap produktivitas pertanian dan keamanan pangan tidak tercapai.
• Industri herbisida dapat mengalami kerugian karena panjualan berkurang.
• Masyarakat merasakan dampaknya karena penurunan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, peningkatan harga produk pertanian, serta
peningkatan resiko bahaya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
Strategi Pengelolaan Resistensi Herbisida
Menurut Antralina et al, (2015), dua strategi efektif dalam pengendalian secara kimiawi adalah dengan melakukan rotasi herbisida dan adanya pencampuran penggunaan
herbisida.
Rotasi herbisida dengan cara kerja yang berbeda dapat secara segnifikan menunda evolusi resisten gulma.
• Pengeplikasian herbisida campuran dapat mencegah munculnya
permasalahan resistensi pada populasi gulma.
Enter Title
Click here to add content of the text, and briefly explain your point of view.
STUDI KASUS
RESISTENSI Eleusine indica TERHADAP GLIFOSAT PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN BATU BARAKesimpulan dari jurnal tersebut menyatakan bahwa populasi E. Indica resisten terhadap glifosat pada dosis rekomendasi 720 g ha-1 dan tidak ada populasi yang sensitif-glifosat.
Hal ini disebabkan glifosat yang sering digunakan pada kebun kelapa sawit di kabupaten batu bara, mengakibatkan E. indica mengalami perubahan enzim EPSPS sehingga sulit untuk dikendalikan.
Populasi resisten glifosat ini disebabkan tingginya akumulasi asam shikimat pada jaringan kloroplas E. Indica. Tingginya akumulasi asam shikimat pada populasi resisten glifosat ini disebabkan oleh perubahan target site (enzim 5-enolphyruvyl-shikimate-3-phosphate synthase/EPSPS).
Glifosat menghambat enzim EPSPS, mengakibatkan berkurangnya produksi asam amino dan metabolit sekunder sehingga menhambat pertumbuhan gulma. Kemudian mengganggu fiksasi jalur karbon dan biokimia secara keseluruhan. Gejala kerusakan yang ditimbulkan tergolong lambat dan berkelanjutan ke seluruh jaringan gulma. Daun gulma mengakibatkan klorosisi dari 5 sampai 10 hari setelah aplikasi glifosat kemudian mengalami nekrosis sebelum gulma mati.
Hal ini sesuai dengan literatur Monaco et al. (2002) menyatakan bahwa terjadi peningkatan shikimat di jaringan kloroplas disebabkan glisofat. Akumulasi shikimat disebabkan oleh glifosat menghambat enzim 5-enolphyruvylshikimate-3-phosphate synthase (EPSPS). EPSPS adalah enzim dalam jaliur biosintesisi asam amino aromatik yang mengubah shikimate-3-phosphate (S-3-P) menjadi enolpyruvyl-shikimate-3-phosphate (EPSP) dan akhirnya mengarah pada produksi asam amino, fenilalanin dan tirosin, serta triptofan. Shikimate-3- phosphate (S-3-P) tidak dapat dikonversi menjadi EPSP dikarenakan S-3-P tidak stabil, maka cepat dikonversi menjadi shikimat yang lebih stabil dan terakumulasi.
THANK YOU
T H A N K S