TUGAS RESUME
MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGELOLAAN SAMPAH PERTEMUAN KETIGABELAS
PENGGUNAAN INCINERATOR UNTUK MENGELOLA LIMBAH MEDIS PADA DI DENPASAR
Oleh:
STEVEN ALBERT CHRISTIAN POHAN NPM : 20034010070
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM SURABAYA
2022
ABSTRAK :
Salah satu metode untuk mengolah limbah beracun pada rumah sakit adalah dengan
menggunakan unit pengolahan yang bernama incinerator. Incinerator membakar limbah medis padat rumah sakit pada suhu tinggi. Namun tidak semua rumah sakit menggunakan incinerator, terkadang beberapa rumah sakit contohnya yang berlokasi di Bali mengirimkan limbah B3-nya ke pulau Jawa untuk diolah lebih lanjut. Hal ini tentu menyebabkan pembengkakan biaya yang begitu besar hanya untuk pengolahan sampah. Pembahasan kali ini akan meliputi pengelolaan limbah di RSUD Wangaya , langkah-langkah pembangunan incinerator, unjuk kerja incinerator dan analisis ekonomi
PENDAHULUAN :
Sebagai institusi pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat, rumah sakit berperan penting untuk menjaga lingkungan di sekitar rumah sakit agar tidak mengalami pencemaran. Rumah sakit harus mengelola limbahnya dengan benar, salah satu contoh mengolah limbah B3 padat yaitu dengan menggunakan unit incinerator. Incenerator merupakan sebuah alat pemusnah sampah dengan cara membakar sampah yang masuk pada suhu yang tinggi. Secara sistematis pengolahan tersebut merupakan pengolahan yang paling efektif digunakan untuk mengolah limbah B3 rumah sakit namun dalam penerapannya sendiri banyak yang belum memenuhi persyaratan baik secara administrasi dan teknik sehingga mengganggu lingkungan sekitar.
Kondisi pengolahan limbah medis di Indonesia akhir-akhir ini mengalami permasalahan dengan banyaknya masalah pembuangan limbah medis padat yang tidak pada tempatnya atau bisa dikatakan dilakukan secara ilegal, hal ini dapat membahayakan kesehatan pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Penumpukan sampah medis di fasilitas pelayanan kesehatan ini juga disebabkan karena faktor pengelola limbah medis tidak berjalan dengan baik.
PENGELOLAAN LIMBAH B3 RUMAH SAKIT :
Metode pengolahan limbah medis padat di unit pelayanan kesehatan di Indonesia dpat dilakukan secara thermal dan penguburan untuk limbah tertentu, ditempat yang memenuhi persyaratan.
Untuk pengolahan secara thermal biasanya menggunakan unit autoclave, gelombang mikro, iradiasi frekuensi dan juga incinerator. Penggunaan unit unit thermal (kecuali incinerator) itu sendiri harus memenuhi standar dimana ada uji validasi dan tidak bisa digunakan untuk limbah patologis, bahan kimia kadaluwarsa, radioaktif, farmasi, dan sitokis. Dari metode tersebut yang aling bisa untuk mengolah hampir semua limbah. Berbeda halnya untuk unit incinerator, unit ini hapir bisa untuk mengolah semua limbah B3 namun unit ini juga memiliki keterbatasan yaitu tidak dapat mengolah limbah seperti limbah radioaktif. Hasil dari sisa pembakaran incinerator yang berupa abu bisa dibuang ke tempat penimbunan akhir atau secerud landfill.
Untuk bisa melakukan operasional pada unit incinerator di rumah sakit harus memenuhi
beberapa persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. Contoh persyaratan administrasi antara lain memiliki izin lingkungan, akta pendirian perusahaan, izin lokasi, Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP)/Izin Usaha Tetap (IUT)/Izin Usaha Industri (IUI), Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), Izin penyimpanan limbah B3, Izin pembuangan limbah cair. Lalu untuk peryaratan teknis pengoperasian incinerator sendiri adalah sebagai berikut
1. Efisiensi pembakaran sekurang-kurangnya 99,5%
2. Suhu ruang bakar utama sekurang-kurangnya 800oC
3. Suhu paling rendah 1000oC di ruang bakar dua dengan waktu tinggal singkat 2 detik 4. Memiliki alat pengendali pencemaran udara berupa wet scrubber atau sejenisnya 5. Ketinggian cerobong paling rendah 14 meter
6. Cerobong dilengkapi lubang pengecekan emisi 7. Emisi atau gas buang memenuhi standar
Berikut ini adalah proses yang terjadi pada unit incinerator
Gambar 1. Proses pada Incinerator
Seperti yang dijelaskan pada point nomor 4 diatas bahwa incinerator harus dilengkapi dengan wet scrubber yang berfungsi untuk memisahkan partikel debu yang ada gas buang incinerator dengan menggunakan air. Cara kerja dari wet scrubber incinerator yaitu udara kotor yang keluar dari dalam ruang bakar incinerator mengalir ke lubang gas, lubang gas ini di atasnya dipasang sprinkler (pembuat spray air) sehingga gas buang yang melewati percikan air menjadi bersih dan siap untuk dilepaskan ke udara bebas, lalu untuk air yang bercampur dengan debu tadi akan dialirkan ke IPAL untuk diolah lebih lanjut.
Gambar 2. Prinsip kerja Wet Scrubber
Berdasarkan dari syarat-syarat yang telah ditentukan berikut ini adalah spesifikasi incinerator yang digunakan oleh RSUD Wangaya Denpasar.
Gambar 3. Spesifikasi Incinerator
Dari table tersebut bisa dilihat bahwa incinerator yang berada pada RSUD Wangaya telah memenuhi syarat teknis untuk pemasangan incinerator. Selanjutnya adalah melakukan analisa pada incinerator apakah emisi gas buang yang dikeluarkan sesuai dengan baku mutu yang dipersyaratkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Berdasarkan hasil uji emisi yang dilakukan badan independen didapatkan data emisi gas buang yang dihasilkan oleh incinerator tersebut, selanjutnya dari data yang didapatkan dibandingkan dengan baku mutu emisi yang disarankan sesuai standar Indonesia. Berikut adalah tabel perbandingan emisi gas buang dengan baku mutu emisi gas buang standar Indonesia.
Gambar 4. Hasil perbandingan emisi
Dari data yang telah didapat bahwa emisi yang dibuang oleh incinerator lebih kecil dibandingkan dengan baku mutu sesuai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sehingga aman terhadap lingkungan terutama lingkungan sekitar rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Dinas Kesehatan Provinsi Bali,“Profil Kesehatan Provinsi Bali 2017”. Bali. 2018.
[2] K. Kardono, “Environmental Performance Test Of Hazard Waste Incinerator In Indonesia”. 2016 [3] Purningsih, Dewi, “Hanya 93 rumah sakit di indonesia yang memiliki ijin operasional insinerator”.
Jakarta : Greeners 2018
[4] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 12 Tahun 1994 “Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun”. Jakarta. 1994