• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revisi Laporan Kelompok 2 Praktikum PTA Prot B

N/A
N/A
Annisa Jenly

Academic year: 2024

Membagikan "Revisi Laporan Kelompok 2 Praktikum PTA Prot B"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PESTISIDA DAN TEKNIK APLIKASI

OLEH :

KELOMPOK : 2 (DUA)

KELAS : PROTEKSI B

DOSEN PENGAMPU : 1. Dr. Ir. ARNETI, MS

2. Dr. HALIATUR RAHMA, S.Si, MP

ASISTEN : 1. YOLITA (2010251003)

2. SITI NUR IRFANI (2110251004)

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2024

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT berkat rahmatnya kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum Pestisida dan Teknik Aplikasi ini. Kami harap laporan akhir ini dapat digunakan dengan sebaik-baikya dan memberikan dampak positif bagi yang lainnya.

Dalam proses pembuatan dan penyusunan laporan akhir ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu maaf jika masih banyak kekurangan dalam pembuatannya.

Untuk itu kami sangat berterima kasih jika ada saran dan masukan untuk menjadikan laporan akhir ini lebih sempurna.

Semoga Laporan Akhir Praktikum ini dapat memberikan kontribusi positif dan menjadi inspirasi untuk pengembangan lebih lanjut, serta dapat mempengaruhi pembaca nantinya. Akhir kata kami menyampaikan permohonan maaf jika terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan laporan akhir ini.

Padang, 25 Mei 2024

Kelompok 2

(3)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Praktikum ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

A. Pengenalan Bentuk Pestisida dan Beberapa Bentuk Formulasi... 4

B. Pembuatan Formulasi Insektisida Nabati ... 6

C. Aplikasi Formulasi Insektisida Nabati ... 8

D. Pengenalan Alat-Alat Aplikasi Pestisida ... 9

E. Aplikasi Beberapa Formulasi Fungisida Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium ... 12

F. Kalibrasi ... 14

BAB III. METODOLOGI PRAKTIKUM ... 15

A. Waktu dan Tempat ... 15

B. Alat dan Bahan... 15

C. Cara Kerja ... 16

a. Pengenalan Bentuk Pestisida dan Beberapa Bentuk Formulasi ... 16

b. Pembuatan Formulasi Insektisida Nabati ... 16

c. Aplikasi Formulasi Insektisida Nabati ... 16

d. Pengenalan Alat-Alat Aplikasi Pestisida ... 17

e. Aplikasi Beberapa Formulasi Fungisida Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium... 18

f. Kalibrasi ... 18

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

A. Hasil ... 19

(4)

iv

B. Pembahasan ... 35

a. Pengenalan Bentuk Pestisida dan Beberapa Bentuk Formulasi Fungisida ... 35

b. Pembuatan Formulasi Insektisida Nabati ... 37

c. Aplikasi Formulasi Insektisida Nabati ... 39

d. Pengenalan Alat-Alat Aplikasi Pestisida ... 41

e. Aplikasi Beberapa Formulasi Fungisida Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium ... 44

f. Kalibrasi ... 46

BAB V. PENUTUP ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN ... 55

(5)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengenalan Bentuk Pestisida dan Beberapa Bentuk Formulasi Pestisida 19

2. Pengamatan Bentuk Formulasi Pestisida ... 26

3. Hasil Pembuatan Insektisida Nabati ... 27

4. Aplikasi Formulasi Insektisida Nabati ... 28

5. Pengenalan Alat-Alat Pestisida ... 28

6. Hasil Pengamatan Aplikasi Formulasi Fungisida WP Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium ... 30

7. Hasil Pengamatan Aplikasi Formulasi Fungisida Dithane M-45 80 WP Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium ... 31

8. Hasil Pengamatan Aplikasi Formulasi Fungisida EC Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium ... 32

9. Hasil Pengamatan Aplikasi Formulasi Fungisida ES Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium ... 33

10. Hasil Pengamatan Formulasi Kontrol ... 34

11. Hasil Kalibrasi ... 35

12. Hasil Perhitungan Kalibrasi ... 35

(6)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Logbook ... 55 2. Dokumentasi Praktikum ... 62 3. Tabel Pembagian Tugas ... 70

(7)

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pestisida adalah racun yang sangat berbahaya bagi manusia sehingga faktor keamanan pemakaian pestisida perlu mendapat prioritas. Idealnya pestisida dapat membunuh serangga pembawa penyakit dan hama pada tanaman, tetapi tidak beracun bagi manusia dan makhluk hidup lainnya yang bukan merupakan target. Pestisida merupakan bahan yang beracun sehingga sangat berbahaya apabila tidak dikelola dengan baik dan benar terutama petani yang dalam kegiatannya langsung berhubungan dengan pestisida (Agustina, 2018).

Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu yang merugikan manusia. Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan di bidang kesehatan (bidang permukiman dan rumah tangga) dan terutama dibidang pertanian (pengelolaan tanaman). Pajanan pestisida di tempat kerja dapat mengenai para pekerja yang terlibat dalam pembuatan, formulasi, dan penggunaan pestisida (Lu, 2014).

Pestisida merupakan bahan yang beracun sehingga sangat berbahaya apabila tidak dikelola dengan baik dan benar terutama petani yang dalam kegiatannya langsung berhubungan dengan pestisida. Tubuh yang sudah terpapar oleh pestisida berdampak pada komponen yang ada dalam tubuh manusia, salah satunya adalah darah. Pestisida dapat menimbulkan abnormalitas pada profil darah karena pestisida dapat mengganggu organ-organ pembentuk sel-sel darah proses pembentukan sel-sel darah dan juga sistem. (Agustina, 2018).

Pestisida telah digunakan secara luas untuk meningkatkan produksi pertanian, perkebunan dan pemberantasan vektor penyakit. Penggunaan pestisida untuk keperluan diatas terutama sintetik telah menimbulkan dilema. Pestisida sintetik di satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan produksi pangan untuk menunjang kebutuhan yang semakin meningkat dan untuk meningkatkan derajat kesehatan. Tetapi disisi lain telah diketahui penggunaannya juga berdampak negatif pada manusia, hewan, mikroba dan lingkungan (Priyanto, 2015).

(8)

2

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.

107/Permentan/SR.140/9/2014 tentang pengawasan pestisida, disebutkan bahwa pestisida meliputi semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang berperan dalam: a. membasmi atau mencegah hama dan penyakit perusak tanaman dan hasil pertanian; b. memusnahkan rerumputan; c. mematikan dan mencegah pertumbuhan daun yang tidak diinginkan; d. mengontrol atau merangsang pertumbuhan tanaman selain pupuk; e. menbinasakan hama-hama luar pada hewan ternak dan piaraan; f. mencegah atau mematikan berbagai hama air; g. memusnahkan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan/atau h. membasmi atau mencegah berbagai binatang yang menimbulkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air (Lita, 2022).

Berdasarkan organisme sasarannya pestisida digolongkan sebagai berikut: 1.

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. Bahan aktif yang tergkandung di dalamnya antara lain, organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid. 2.Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan. 3.Bakterisida adalah bahan yang mengandung senyawa yang bisa membunuh bakteri. 4.Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing. 5.Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-laba. 6.Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat.

7.Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di tambak (Djojosumarto ,2014).

Dalam konsep pengendalian hama terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama namun lebih dititik beratkan untuk mengendalikan hama sehingga berada di bawah ambang kendali. Cara menggunakan pestisida yang baik dan benar, meliputi Tepat jenis dan mutu, Menggunakan pestisida

(9)

3

yang terdaftar atau diijinkan, Efektif terhadap jasad sasaran, daya racun rendah, mudah terurai, selektif , Wadahnya asli dan masih baik, dengan memperhatikan label yang lengkap, Masih berlaku atau tidak kadaluarsa dan Pestisida kontak atau racun kontak (lambung) tidak sesuai untuk hama yang berada dalam jaringan tanaman. Untuk hama yang berada dalam jaringan tanaman (penggerek batang padi dapat dikendalikan secara efektif menggunakan jenis insektisida sistemik). Serta Tepat waktu. ( Lita, 2022).

Sebagian besar cara penggunaan pestisida oleh petani adalah dengan cara penyemprotan. Saat penyemprotan merupakan keadaan dimana petani sangat mungkin terpapar bahan kimia yang terdapat dalam pestisida yang digunakan. Bahaya yang dapat terjadi saat penyemprotan tersebut dapat mengakibatkan gangguan yang dapat mengakibatkan penyakit (Rahmawati dan Martiana, 2014).

Semakin rendah kadar enzim kolinesterase dalam darah, maka semakin terdeteksi bahwa petani tersebut mengalami keracunan akibat penggunaan pestisida. Penurunan aktivitas enzim tersebut dapat mengakibatkan terganggunya sistem saraf, keracunan, hingga kematian (Rahmawati dan Martiana, 2014).

B. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum Pestisida dan Teknik Aplikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagian-bagian pada label pestisida dan bentuk formulasinya.

2. Untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan beberapa formulasi insektisida nabati.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh aplikasi beberapa formulasi Insektisida Nabati pada Spodoptera frugiperda

4. Untuk mengetahui dan mengenal peralatan aplikasi pestisida

5. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh aplikasi beberapa formulasi fungisida untuk mengendalikan jamur fusarium.

6. Untuk mengetahui teknik kalibrasi sebelum melakukan aplikasi pestisida dilapangan.

(10)

4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengenalan Bentuk Pestisida dan Beberapa Bentuk Formulasi

Pestisida sampai sekarang ini telah digunakan secara luas untuk meningkatkan produksi pertanian, perkebunan dan pemberantasan vektor penyakit. Penggunaan pestisida saat ini sangat diperlukan dan dibutuhkan untuk keperluan akan untuk meningkatkan produktifitas tanaman yang mampu memberikan hasil yang lebih cepat diatas terutama sintetik telah menimbulkan dilema. Pestisida sintetik di satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan produksi pangan untuk menunjang kebutuhan yang semakin meningkat dan untuk meningkatkan derajat kesehatan. Tetapi disisi lain telah diketahui penggunaannya juga berdampak negatif pada manusia, hewan, mikroba dan lingkungan (Priyanto, 2015).

Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu yang merugikan manusia. Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan di bidang kesehatan (bidang permukiman dan rumah tangga) dan terutama dibidang pertanian (pengelolaan tanaman) (Dapartemen Pertanian, 2012). Pajanan pestisida di tempat kerja dapat mengenai para pekerja yang terlibat dalam pembuatan, formulasi, dan penggunaan pestisida. Biasanya pestisida masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas dan absorpsi kulit, tetapi sejumlah kecil dapat memasuki saluran gastrointesttinal (GI) karena menggunakan tangan atau peralatan yang tercemar. Jenis keracunana ini akan lebih mungkin terjadi apabila menggunakan pestisida yang menyebabkan keracunan akut (Lu, 2014).

Penggunaan pestisida dengan dosis besar dan dilakukan secara terus menerus pada setiap musim tanam akan menimbulkan beberapa kerugian, antara lain residu pestisida akan terakumulasi pada produk-produk pertanian dan perairan, pencemaran pada lingkungan pertanian, penurunan produktivitas, keracunan pada hewan, keracunan pada manusia yang berdampak buruk terhadap kesehatannya. Sebagian besar cara penggunaan pestisida oleh petani adalah dengan cara penyemprotan. Saat penyemprotan merupakan keadaan dimana petani sangat mungkin terpapar bahan kimia yang terdapat dalam pestisida yang digunakan (Kurniasih et al., 2013).

(11)

5

Bahan penting yang ada didalam pestisida yang bekerja aktif terhadap hama sasaran disebut bahan aktif. Pada pembuatan pestisida dipabrik bahan aktif tersebut tidak dibuat secara murni (100%) tetapi bercampur sedikit dengan bahan lainnya.

Produk jadi yang merupakan campuran fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan yang tidak aktif disebut formulasi. Formulasi menentukan bagaimana pestisida dengan bentuk, komposisi, dosis, frekuensi serta jasad sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut dapat digunakan secara efektif. Selain itu, formulasi pestisida juga menentukan aspek keamanan penggunaan pestisida dibuat dan diedarkan dalam banyak macam formulasi, sebagai berikut: (Djojosumarto, 2014).

Formulasi Padat a. Wettable Powder (WP) merupakan sediaan bentuk tepung dengan kadar bahan aktif yang cukup relatif tinggi (50-80%), jika dicampur dengan air akan membentuk suatu suspense. b. Soluble Powder (SP), merupakan formulasi berbentuk tepung yang jika dicampurkan dengan air akan membentuk larutan homogen. c. Butiran, merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi bahan aktif rendah (2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7-1 mm. d. Water Dispersible Granule (WG atau WDG), berbentuk butiran formulasi WDG harus diencerkan terlebih dahulu dengan ai. e. Soluble Granule (SG), jika dicampur dengan air SG akan membentuk larutan sempurna. f. Tepung Hembus, merupakan sediaan siap pakai berbentuk tepung dengan konsentrasi bahan aktif rendah (2%) (Rahmawati dan Martiana, 2014).

Formulasi Cair a. Emulsifiable Concentrate (EC), jika dicampur dengan air akan membentuk suatu seperti emulsi (butiran benda cair yang melayang-layang dalam media cair lainnya). Bersama formulasi WP, formulasi EC merupakan formulasi klasik yang paling banyak digunakan untuk saat ini. b. Water Soluble Concentrate (WCS), merupakan formulasi yang mirip dengan EC, jika dicampur air tidak akan membentuk emulsi, melainkan akan membentuk suatu larutan homogen. Formulasi ini digunakan dengan cara disemprotkan pada tanaman. c. Aquaeous Solution (AS), merupakan pekatan yang bisa dilarutkan dnegan air. Umumnya pestisida yang memiliki kelarutan tinggi dalam air. d. Soluble Liquid (SL), merupakan pekatan cair, jika dicampur air pekatan cair ini akan membentuk larutan. (Kurniasih et al., 2013).

(12)

6 B. Pembuatan Formulasi Insektisida Nabati

Insektisida nabati merupakan bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang bisa digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Insektisida nabati ini bisa berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh, dan bentuk lainnya. Secara umum, insektisida nabati diartikan sebagai suatu insektisida yang bahan dasarnya dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas. Karena terbuat dari bahan alami atau nabati, maka jenis insektisida ini bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam, sehingga tak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan, karena residu (sisa-sisa zat) mudah hilang (Syakir, 2011).

Menurut Setiawati, (2008) dalam Kusumati (2022) dalam proses pembuatan pestisida nabati dari beberapa hal yang harus diperhatikan begitu juga pada saat aplikasinya langsung pada tanaman, sehingga pestisida nabati yang diaplikasikan pada tanaman menjadi tepat sasaran, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan dan aplikasi pestisida nabati adalah: 1. Pilih tanaman/bagian tanaman yang sehat (bebas dari OPT) 2. Apabila pestisida akan disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama, jangan disimpan dalam tempat yang terbuat dari plastik. 3. Apabila bahan pestisida tersebut akan digunakan pastikan bahan tersebut tidak berjamur 4. Jika akan menggunakan biji tanaman, pastikan bahwa biji tersebut benar-benar kering 5. Jangan menyemprot berlawanan dengan arah angina 6. Jangan menyemprot ketika turun hujan.

Insektisida nabati merupakan salah satu teknik pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi penggunaan insektisida kimia yang memiliki dampak negatif apabila penggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan pengendalian hama terpadu (PHT). Sirih hutan (Piper aduncum L.) merupakan tanaman famili Piperaceae yang daunnya memiliki potensi sebagai sumber pestisida nabati yang efektif. Bernard et al.

(1995) cit Syahroni dan Prijono (2013), melaporkan bahwa dilapiol merupakan senyawa aktif utama yang bersifat insektisida dari ekstrak etanol daun sirih hutan.

Menurut Irawan et al. (2018), senyawa dilapiol bekerja sebagai racun perut melalui saluran pencernaan makanan pada tubuh serangga dan mengganggu sistem metabolisme sehingga serangga akan mengalami kematian. Daun sirih hutan juga

(13)

7

memiliki senyawa piperamidin yang bekerja sebagai racun kontak. Menurut Harahap dan Rakhmadiah (2016), senyawa-senyawa seperti heksana, sianida, saponin, tanin, flavonoid, steroid, alkaloid dan minyak atsiri yang terkandung dalam daun sirih hutan juga dapat berfungsi sebagai pestisida nabati.

Tumbuhan sirih hutan tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi.

Tumbuhan sirih hutan diklasifikasikan dalam Divisio Spermathopyta, Subdivisio Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Famili Piperacea, Genus Piper, Spesies Aduncum. Tumbuhan ini dapat tumbuh subur di Indonesia dan mudah dikembangbiakkan secara vegetatif (stek) dan generatif (biji). Oleh sebab itu P.

aduncum banyak terdapat di sekitar lahan petani dan tumbuh secara liar sehingga potensial apabila dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai insektisida nabati.

Berdasarkan laporan Bernard et al., (1995) dalam Syahroni dan Prijono (2013) bahwa perlakuan dengan ekstrak etanol daun sirih hutan pada konsentrasi 0,4% dalam pakan buatan dapat mematikan larva penggerek batang jagung Ostrinia nubilalis sampai 100%.

Daun tanaman sirih hutan juga banyak digunakan sebagai obat tradisional yaitu sebagai obat luka deuretik, dan antiinflamasi karena besifat anti jamur dan bakteri.

Informasi aktivitas tumbuhan P. aduncum juga sudah dilaporkan antara lain;

menghambat aktivitas enzim sitokrom P450 dalam sediaan mikrosom dari sel-sel saluran pencernaan larva penggerek batang jagung O. nubialis dan mematikan 92%

serangga uji larva nyamuk Aedes antropalpus dengan kandungan senyawa dilapiol 74- 88% pada konsentrasi 0,1 ppm Bernard et al., (1995) cit Syahroni dan Prijono (2013).

Fissabilillah dan Rustam (2020), melaporkan bahwa perlakuan konsentrasi ekstrak tepung daun sirih hutan menggunakan pelarut air sebanyak 75 g.l -1 mampu membunuh larva S. frugiperda dengan mortalitas total sebesar 80%. Menurut Dadang dan Prijono (2008) dalam Ningsih et al. (2017), menyatakan bahwa insektisida nabati dikatakan efektif apabila mampu mematikan ≥ 80% populasi hama dengan pelarut air pada konsentrasi yang tidak lebih dari 10% dan pelarut organik tidak lebih dari 1%

(14)

8 C. Aplikasi Formulasi Insektisida Nabati

Hama Spodoptera frugiperda mulai menyerang pada fase vegetatif hingga fase generatif tanaman. Gejala serangan hama S. frugiperda ini adalah munculnya serbuk yang menyerupai serbuk gergaji pada tanaman jagung yang berwarna kecoklatan. S.

frugiperda harus dikendalikan untuk menyelamatkan produksi tanaman jagung (FAO dan CABI, 2019).

Selama ini usaha pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani masih bertumpu pada penggunaan pestisida sintetis. Penggunaan pestisida sintetis menyebabkan rendahnya mutu produk karena tercemar oleh residu pestisida.

Penggunaan insektisida kimia secara terus menerus atau kurang bijaksana mampu menyebabkan resistensi, matinya musuh alami dan resurgensi. Alternatif pengendalian yang tepat untuk mengatasi permasalahan dalam mengendalikan hama S. frugiperda masih banyak ditawarkan kepada petani, salah satunya adalah pengendalian hama dengan menggunakan insektisida nabati. Bahan insektisida nabati mudah didapatkan serta mudah digunakan oleh petani (Wibawa, 2015).

Sirih hutan (Piper aduncum L.) merupakan spesies tumbuhan yang termasuk ke dalam famili Piperaceae yang daunnya memiliki potensi sebagai sumber pestisida nabati. Menurut penelitian Mahera et al. (2015) bahwa senyawa aktif yang terkandung pada tumbuhan Piperceae termasuk ke dalam golongan piperamida seperti piperin, piperisida, piperlongumin dan guininsin. Senyawa tersebut masuk ke dalam tubuh serangga sebagai racun kontak dan bekerja sebagai racun saraf sehingga mengganggu aliran impuls saraf pada akson saraf seperti cara kerja insektisida piretroid (Irawan et al., 2018).

Hasil penelitian Darmayanti (2014) melaporkan bahwa aplikasi ekstrak daun sirih hutan pada perlakuan 100 g.l-1 air mampu mengendalikan hama ulat grayak (Spodoptera litura F.) dengan mortalitas larva mencapai 85%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih hutan efektif dalam mengendalikan hama Spodoptera litura L. insektisida nabati dikatakan efektif apabila mampu mematikan serangga hama sama atau lebih dari 80% populasi hama dengan pelarut organik pada konsentrasi yang tidak melebihi dari 1% dan untuk ekstrak air tidak lebih dari 10%.

(15)

9 D. Pengenalan Alat-Alat Aplikasi Pestisida

Banyaknya hama yang menyerang tanaman budidaya menimbulkan kerugian secara ekonomik bagi petani. Pengendalian hama yang paling praktis adalah menggunakan pestisida. Pestisida terbuat dari bahan-bahan kimia yang dapat membunuh hama yang menyerang tanaman budidaya. Akan tetapi, penggunaan pestisida seharusnya dilakukan sebagai tindakan atau langkah akhir dalam pengendalian hama. Jika pestisida digunakan sebagai langkah awal, maka akan terjadi ketidakseimbangan ekosistem dan ekologi disekitarnya. Hal tersebut akan menyebabkan outbreak, yaitu peledakan populasi hama (Padri, 2019).

Aplikasi pestisida pada suatu areal tanaman yang luas, tentunya dibutuhkan suatu alat yang mampu menyebarkan pestisida keseluruh areal pertanaman. Alat-alat pengaplikasian pestisida pun berbeda-beda sesuai dengan jenis formulasi dan kebutuhan. Beberapa macam alat aplikasi pestisida, misalnya mist blower, swing fog, soil injector dan lain-lain. Alat-alat tersebut memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Alat pengendalian untuk aplikasi pestisida bertujuan untuk menghasilkan butiran-butiran cairan atau percikan-percikan yang berasal dari cairan yang ditempatkan di dalam salah satu bagian dari alat tersebut. Alat aplikasi pestisida yang efisien dapat menjamin penyebaran bahan yang rata pada sasaran tanpa pemborosan. Selain itu, pekerjaan dapat dilakukan dengan cepat dan dengan jumlah tenaga kerja minimal (Pracaya, 2018).

Contoh dari alat-alat pestisida yaitu sprayer adalah alat atau mesin yang berfungsi untuk memecah cairan, larutan atau suspensi menjadi butiran-butiran cairan (droplets) atau spray. Sprayer merupakan alat aplikator pestisida yang sangat diperlukan dalam rangka pemberantasan, pengendalian hama & penyakit tumbuhan. Sprayer juga diartikan sebagai alat atau aplikator pestisida yang sangat diperlukan dalam rangka pemberantasan atau pengendalian hama dan penyakit tumbuhan. Sprayer merupakan alat aplikator pestisida yang sangat diperlukan dalam rangka pemberantasan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Evaluasi penggunaan knapsack spraver dibutuhkan agar sprayer yang digunakan oleh memberantas hama dan penyakit akan berhasil petani. Kinerja sprayer sangat ditentukan oleh kesesuaian dan ukuran droplet

(16)

10

aplikasi yang dapat dikeluarkan dalam satuan waktu tertentu sehingga sesuai dengan ketentuan penggunaan oleh dosis pestisida yang akan disemprotkan. (Cahyono, 2014).

Semi-Automatic Sprayer memiliki prinsip kerja alat dengan memecah cairan menjadi butiran partikel halus yang menyerupai kabut. Dengan bentuk dan ukuran yang halus ini maka pemakaian pestisida akan efektif dan merata ke seluruh permukaan daun atau tajuk tanaman. Untuk memperoleh butiran halus, biasanya dilakukan dengan menggunakan proses pembentukan partikel dengan menggunakan tekanan (hydraulic atomization), yakni tekanan dalam tabung khusus dipompa sehingga mempunyai tekanan yang tinggi, dan akhirnya mengalir melalui selang karet menuju ke alat pengabut bersama dengan cairan. Cairan dengan tekanan tinggi dan mengalir melalui celah yang sempit dari alat pengabut, sehingga cairan akan pecah menjadi partikel- partikel yang sangat halus (Widianto, 2014).

Jenis sprayer yang menggunakan tenaga penggerak tangan dimana tekanan diberikan dengan pemompaan sebelum penyemprotan dilakukan merupakan alat penyemprot jenis Automatic sprayer. Prinsip kerja alat penyemprot ini adalah memecah cairan menjadi butiran partikel halus yang menyerupai kabut. Dengan bentuk dan ukuran yang halus ini maka pemakaian pestisida akan efektif dan merata ke seluruh permukaan daun atau tajuk tanaman. Untuk memperoleh butiran halus, biasanya dilakukan dengan menggunakan proses pembentukan partikel dengan menggunakan tekanan, yakni cairan di dalam tangki dipompa sehingga mempunyai tekanan yang tinggi, dan akhirnya mengalir melalui selang karet menuju ke alat pengabut. Cairan dengan tekanan tinggi dan mengalir melalui celah yang sempit dari alat pengabut, sehingga cairan akan pecah menjadi partikel-partikel yang sangat halus (Novizan, 2015).

Blower sprayer memiliki prinsip kerja alat yaitu menggunakan mesin sebagai tenaga penggerak pompanya yang berfungsi untuk mengeluarkan larutan dalam tangki.

Cara penggunaan motor sprayer bervariasi tergantung jenis dan mereknya, antra lain digendong di punggung, ditarik dengan kendaraan, diletakan di atas tanah, dibawa pesawat terbang, dan sebagainya. Mekanisme kerja: Pestisida dicampur dengan air hingga terbentuk larutan. Kemudian larutan pestisida tersebut dimasukkan dalam

(17)

11

tabung. Kemudian disemprotkan ke tanaman. Pestisida yang keluar berupa uap atau embun (Mujim, 2019).

Mist blower memiliki prinsip kerja alat dengan menghembuskan cairan seperti pestisida menjadi butir-butir kecil (droplet) oleh bantuan tenaga angin yang kuat dari blower, sehingga dapat dikatakan bahwa mesin itu adalah mesin penyemprot dengan sistem tekanan angin. Karena dapat menghembuskan cairan yang lebih sedikit dan lebih efektif, maka dapat menghemat tenaga kerja dan efesiensi pemberantasan hama yang lebih besar. Kelebihan alat ini adalah lebih praktis karena mesin lebih karena dapan menembus gulma di semak-semak yang dalam. Sedangkan kekurangan dari alat ini adalah harganya yang mahal serta alat lebih berat (Endah, 2015).

Micron Ulva merupakan alat semprot pestisida yang sangat efektif dan efisien dalam mengendalikan Organisme pengganggu Tanaman. Alat tersebut di beri nama ULVA+. Dengan teknologi CDA (controller Droplet Applicator) maka alat ini mampu menyemprot pestisida dengan volume semprot berkisar antara 20 s.d 40 ltr/ha. ULVA+

yang bertenaga baterei juga sangat ringan dengan bobot kosong hanya 1.6 kg sehingga akan memudahkan petani dalam mengaplikasikan pestisida. Karena hanya membutuhkan volume larutan yang sedikit maka penggunaan ULVA+ juga akan mempercepat proses penyemprotan menjadi hanya 2 s.d 3 jam/ha di bandingkan dengan alat semprot biasa yang mencapai 5 s.d 6 jam/ha. Beberapa keunggulan yang di tawarkan oleh alat semprot ULVA+ ini antara lain; Hemat air sampai dengan 80%, Hemat pestisida (bahan) sampai dengan 40%, Hemat waktu dan biaya tenaga kerja sampai dengan 50%, dan Ringan bahkan mudah digunakan oleh wanita (Widianto, 2014).

Soil injector adalah alat untuk aplikasi pestisida yang disuntikkan ke dalam tanah.

Prinsip kerja alat ini adalah diinjeksikan secara langsung ke dalam tanah, bisa digunakan untuk pestisida dengan formulasi EC. Alat ini bekerja seperti halnya jarum suntik, namun yang menjadi objek bidikan adalah tanah yang terkena hama yang terdapat dalam tanah. Kelebihan alat ini yaitu dapat secara langsung membunuh organisme pengganggu yang berada dalam tanah. Sedangkan kekurangannya yaitu dapat membunuh mikroorganisme tanah lainnya yang bermanfaat (Pracaya, 2018).

(18)

12

E. Aplikasi Beberapa Formulasi Fungisida Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium

Layu Fusarium adalah penyakit yang sangat penting bahkan dapat merugikan secara ekonomi. Teknik pengendalian yang paling banyak diterapkan untuk mengendalikan penyakit layu Fusarium adalah aplikasi fungisida sintetis. Akan tetapi penggunaan fungisida sintetis secara terus-menerus dapat Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan pertumbuhan dan perkembangan Fusarium yaitu dengan menggunakan senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan. Daun sirsak mengandung senyawa tanin, flavonoid dan fenol yang dapat bersifat sebagai anti jamur (Fadhilah et al., 2014)

Patogen Fusarium mempunyai variasi spesies yang tinggi, yaitu sekitar 100 jenis dan menyebabkan kerusakan secara luas dalam waktu singkat dengan intensitas serangan mencapai 35%. Jamur Fusarium ini adalah salah satu jenis patogen tular tanah yang mematikan Namun, kebiasaan petani dalam pengendaliannya masih menggunakan pestisida kimia sebagai pengendalian utama yang menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Dilaporkan bahwa penggunaan pestisida/fungisida berlebih selain tidak efisien juga dapat menimbulkan berbagai masalah serius seperti akumulasi residu pestisida, patogen menjadi resisten, epidemi penyakit, terbunuhnya musuh alami dan pencemaran lingkungan (Khaeruni dan Gusnawaty, 2016)

Fungisida adalah senyawa kimia beracun untuk memberantas dan mencegah perkembangan fungi atau jamur. Penggunaan fungisida adalah termasuk dalam pengendalian secara kimia Fungisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian yang dilakukan dalam budidaya. Fungisida biasanya digunakan untuk menekan pertumbuhan jamur baik yang disemprotkan maupun dengan perlakuan benih. Selain itu, beberapa jenis fungisida dilaporkan dapat digunakan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Penyakit layu Fusarium merupakan penyakit yang dapat menyebabkan matinya tanaman dan gagal panen/puso, selain itu penularan penyakit berlangsung cepat terutama pada lahan yang bertopografi lereng karena penyebab penyakit ditularkan melalui aliran air, penyakit ini disebabkan oleh jamur dalam genus Fusarium. Rendahnya produktivitas disebabkan banyak faktor seperti kondisi cuaca

(19)

13

yang kurang mendukung, kekurangan air, pemupukan tidak sesuai dosis dan adanya gangguan dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Alfizar et al., 2015)

Penyakit disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici merupakan patogen yang habitatnya dalam tanah dan menular melalui aliran air, terikut pada alat pertanian dan menginfeksi melalui luka akar. Jamur Fusarium sp. mampu bertahan hidup dalam tanah dan bila tidak tersedia inang dan kondisi lingkungan tanah kurang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan maka jamur mampu membentuk alat pertahanan diri yaitu klamidospora yang memungkinkan mampu bertahan lama dalam tanah. Kemampuan fungisida alami dan sintetis untuk menghambat Fusarium menunjukkan adanya senyawa antijamur yang efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur patogen penyebab layu Fusarium pada tanaman menghasilkan siderofor sebagai senyawa atau metabolit anti patogen. Siderofor merupakan senyawa pengkhelat Fe3+

yang dihasilkan mikroba untuk mengikat unsur mikro besi yang ada di lingkungan perakaran sehingga unsur ini tidak tersedia bagi perkembangan mikroba patogen Fungisida mankozeb termasuk ke dalam golongan fungisida kontak (Rahayuniati dan Mugiastuti, 2019).

Usaha pengendalian telah banyak dilakukan oleh petani dengan cara penyiraman dengan pestisida sintetis tetapi belum memberikan hasil yang memuaskan dan mahal biayanya, dalam praktek budidaya tanaman dengan masukan senyawa kimia berenersi tinggi seperti pupuk, pestisida dan senyawa kimia lainnya secara terus menerus dan dosis tinggi terbukti menimbulkan permasalahan yang semakin komplek. Selanjutnya penggunaan pestisida kimia dalam intensifikasi pertanian telah mendapat kritik dari konsumen produk pertanian, mereka menghendaki bahan makanan aman dikonsumsi dan memenuhi kebutuhan gizi, serta tidak tercemarinya lingkungan hidup dengan residu bahan kimia yang bersifat racun dan berbahaya. perlakuan jenis fungisida nabati daun nimba yang terbanyak dijumpai dikarenakan senyawa yang dikandung daun nimba seperti azadirachtin, salanin dan nimbin bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen Fusarium oxysporum. hal itu, Novizan (2016), menyatakan bahwa daun nimba mengandung azadirachtin yang mampu menghambat perkecambahan spora dan konidium jamur. (Mukarlina et.al. 2020)

(20)

14 F. Kalibrasi

Kalibrasi merupakan hal yang harus dilakukan ketika seorang akan melakukan pengendalian terhadap OPT menggunakan alat semprot. Karena pada setiap alat semprot memiliki perbedaan volume yang keluar. Selain itu faktor manusia juga dapat menyebabkan perubahan tersebut. Alat semprot yang menyebabkan perubahan adalah dari nozel, yang kemudian akan menyebabkan volume curah yang keluar, dan nozel menyebabkan perbedaan lebar gawang. Faktor dari manusia (penyemprot) yang menyebabkan perubahan adalah kecepatan jalan, karena setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, kemudian lebar gawang dan tekanan. Oleh karena itu kalibrasi diperlukan karena pertimbangan hal tersebut, dengan kalibrasi maka akan didapatkan volume air per hektar (Darmawan dan Titik, 2016).

Kalibrasi peralatan penyemprotan, seperti handsprayer adalah langkah mendasar dalam memastikan aplikasi pestisida yang akurat. Proses ini dilakukan untuk menentukan laju aliran dan jumlah pestisida yang tepat pada target. Kalibrasi peralatan penyemprotan melibatkan pengisian tangki dengan air, menyemprotkan area target, mengukur volume yang digunakan, dan menyesuaikan nosel atau pompa (Brown et al., 2020). Penentuan dosis pestisida yang tepat sangat penting untuk mencapai pengelolaan organisme penggangu tanaman (OPT) yang efisien.

Pemberian pestisida cair pada tanaman menggunakan alat penyemprot (sprayer).

Sprayer berfungsi untuk memecah cairan atau larutan menjadi butiranbutiran dan mendistribusikannya secara merata ke permukaan tanaman yang dilindungi (Yuwana, 2014). Penyemprotan sprayer tidak hanya dipengaruhi oleh debit penyeprotan dari nosel, namun dari banyak faktor seperti distribusi aliran/pola semprotan, arah penyemprotan, pengaruh udara, dan dinamika droplet (Zhai et al., 2015). Faktor Yang Mempengaruhi Kalibrasi Sprayer Ada hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan kalibrasi: Knapsack harus dalam kondisi bersih dan terpelihara dengan baik. Gunakan air biasa untuk mengkalibrasi sprayer, Ketepatan kalibrasi tergantung pada apakah dapat menggunakan pompa untuk menghasilkan tekanan yang konstan secara terus- menerus, dan berjalan dengan kecepatan yang tetap secara terus menerus (Brown, 2020).

(21)

15

BAB III. METODOLOGI PRAKTIKUM A. Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan dari Bulan Maret – Mei 2024. Kegiatan praktikum ini dilaksanakan setiap hari Selasa pada jam 09.20 hingga 11.00 WIB di Laboratorium Bioekologi Serangga,Departemen Proteksi Tanaman, Fakuktas Pertanian, Universitas Andalas.

B. Alat dan Bahan

Pada praktikum pengenalan label pestisida dan beberapa bentuk formulasi pestisida. Alat yang digunakan adalah labu ukur, batang pengaduk, alat tulis dan kamera. Sedangkan bahan yang digunakan berupa 26 jenis pestisida dengan formulasi yang berbeda-beda dan air.

Pada praktikum pembuatan beberapa formulasi insektisida nabati. Alat yang digunakan adalah pipet tetes, timbangan, wadah plastik, plastik, batu, batang pengaduk, labu rotary, rotary shaker, sendok, labu ukut, spatula, dan gelas piala. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ekstrak sirih hutan (Piper aduncum), metanol, air, kaolin, aseton, dan tween.

Pada praktikum aplikasi formulasi insektisida nabati. Alat yang digunakan adalah yang digunakan adalah cawan petri, kulkas, kuas, pinset, alat tulis, gunting, labu ukur, dan kamera. Sedangkan bahan yang digunakan adalah daun tanaman jagung, air, larva ulat grayak Spodoptera frugiperda dan insektisida nabati formulasi EC.

Pada praktikum pengenalan alat-alat aplikasi pestisida adalah Knapsack sprayer (semi automatic sprayer), knapsack sprayer (automatic sprayer), handsprayer, soil injector, micron ulva, emposan tikus, dan mist blower sprayer.

Pada praktikum aplikasi beberapa formulasi fungisida untuk mengendalikan jamur fusarium. Alat yang digunakan adalah cawan petri, spatula, cock borrer, timbangan analitik, bunsen, sarung tangan, dan botol semprot. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ekstrak daun sirih hutan (Piper aduncum) formulasi WP, media PDA, isolat dari Fusarium fujikuroi, dan alkohol.

(22)

16

Pada praktikum kalibrasi. Alat yang digunakan adalah tali rafia, sarung tangan, masker, sarung tangan latex, meteran, penggaris, beaker glass, stopwatch, ember, dan knapsack sprayer. Sedangkan bahan yang digunakan adalah air

C. Cara Kerja

a. Pengenalan Bentuk Pestisida dan Beberapa Bentuk Formulasi

Disiapkan alat tulis, dan kamera Hp. Kemudian pestisida yang ada di lihat merk dagangnya, jenisnya, bentuk fisik dan formulasinya, bahan aktifnya, komposisi serta hama sasaran yang terdapat pada label pestisida. Setelah itu dicatat pada buku

b. Pembuatan Formulasi Insektisida Nabati

Pada pembuatan insektisida nabati formulasi EC. Ekstrak sirih hutan 5 ml ditambahkan dengan 17,5 ml metanol lalu diaduk. Setelah itu ditambahkan agristik/tween 7,5 ml lalu diaduk dan didapatkan hasil 25 ml EC

Pada pembuatan insektisida nabati formulasi WP. Dituang 10 ml ekstrak sirih hutan ke dalam labu ukur. Lalu dituang kedalam gelas piala. Ditambahkan tween 5 ml.

Setelah itu dituang kedalam gelas piala lalu ditambahkan kaolin sebanyak 17,5 gram.

Kemudian ditambahkan aseton secukupnya dan diaduk kembali hingga homogen. Lalu dituang kedalam labu rotary dengan suhu 40°C. Setelah itu dirotary 30-45 menit.

Didiamkan selama 1 jam dan dikikis hingga jadilah formulasi WP

Pada pembuatan insektisida nabati formulasi ekstrak sederhana. Ditimbang 300 gr daun sirih hutan, lalu ditumbuk dan direndam dengan air 1 liter dan didiamkan selama 24 jam. Lalu disaring.

c. Aplikasi Formulasi Insektisida Nabati

Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan terlebih dahulu, lalu dibersihkan cawan petri dengan tissue. Kemudian dipotong daun jagung dengan ukuran 3×3 cm dan dibersihkan dengan air lalu dikering anginkan. Disiapkan cawan petri yang dilapisi tissue, lalu disiapkan insektisida nabati formulasi EC pada cawan petri dan direndam daun jagung kurang lebih selama 1 menit lalu dikering anginkan. Kemudian dimasukkan larva ulat grayak instar 2 ke cawan petri yang dilapisi tissue dengan masing-masing petri berjumlah 5 ekor. Setelah itu dimasukkan daun ke dalam petri dan diamati selama 7 hari berapa jumlah larva yang tersisa dan luasan daun yang dimakan.

(23)

17 d. Pengenalan Alat-Alat Aplikasi Pestisida

Pada knapsack sprayer (semi automatic sprayer), pestisida dimasukkan kedalam tangki dan dilarutkan dengan air. Kemudian dipompa tabung dengan gagang pompa untuk tekanan pada tabung. Maka nozzle akan menyemprotkan larutan pestisida akibat adanya tekanan dalam tabung

Pada knapsack sprayer (automatic sprayer), pestisida dimasukkan dalam tabung dan dicampurkan dengan air. Ditarik turunkan pump untuk mencampurkan pestisida dengan air. Diatur tombol pemutar untuk mengatur besar kecilnya bukaan nozzle.

Diarahkan nozzle pada sasaran, maka cairan pestisida akan keluar dari nozzle karena adanya tekanan dari dalam tabung

Pada hand sprayer, pestisida dimasukkan kedalam tabung dan dicampurkan dengan air. Ditarik turunkan pump untuk mencampurkan pestisida dan air. Diatur tombol pemutar untuk mengatur besar kecilnya bukaan nozzle. Lalu diarahkan nozzle pada sasaran, cairan pestisida akan keluar dari nozzle karena adanya tekanan dari dalam tabung.

Pada soil injector, pestisida dimasukkan kedalam tabung dan dicampurkan dengan air. Selanjutnya dimasukkan mulut injeksi kedalam tanah. Lalu ditekan tombol pompa, cairan pestisida akan keluar kedalam tanah melalui mulut injeksi.

Pada micron ulva, diaplikasikan langsung tanpa melalui pengenceran. Alat ini untuk aplikasi pestisida dengan konsentrasi tinggi. Diputar tombol sloth kemudian otomatis spray head holding electric akan menyemprotkan pestisida dari insecticide bottle dengan cara memutar

Pada emposan tikus, pestisida dimasukkan ke dalam tabung. Pemutar pada alat diputar sekuat mungkin agar pestisida dapat masuk keliang tikus. Lubang emposan diarahkan ke lubang tikus. Kemudian pemutar ditarik. Selanjutnya akan keluar seperti asap fogging

Pada mist blower sprayer, pestisida dicampur dengan air sehingga terbentuk larutan. Selanjutnya larutan pestisida tersebut dimasukam kedalam tabung. Lalu disemprotkan pada sasaran

(24)

18

e. Aplikasi Beberapa Formulasi Fungisida Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan terlebih dahulu. Kemudian dilakukan sterilisasi pada alat yang akan digunakan dan meja kerja praktikum. Lalu ditimbang 1 gram WP untuk 1 petri. Petri yang digunakan digaris secara vertikal dan horizontal serta diberi label. Setelah itu disterilkan menggunakan bunsen. Dituang media PDA ke dalam petri sampai menutupi permukaan. Kemudian dituangkan WP yang sudah ditimbang dan diaduk menggunakan spatula. Kemudian didinginkan sampai mengeras. Lalu dimasukkan jamur Fusarium kedalam petri dengan meletakkannya pada bagian tengah. Setelah itu cawan petri diwrapping dan diamati sampai kontrol memenuhi petridish.

f. Kalibrasi

Pada pengukuran kecepatan Curah Nozel Dimasukkan air ke dalam sprayer yang telah disediakan, lalu dipompa atau ditekan kemudian dilakukan penyemprotan ke dalam ember selama 60 detik, kemudian diukur banyaknya air yang dikeluarkan dengan menggunakan gelas ukur, diulangi sebanyak tiga kali dan dihitung kecepatan curah nozel per menit.

Pada pengukuran lebar gawang, dimasukkan air ke dalam sprayer yang telah disediakan, dilakukan penyemprotan dengan ketinggian nozel 60 cm dari permukaan tanah, diukur lebar penyemprotan dari air yang keluar dari nozel, diulangi sebanyak tiga kali dan dihitung berapa lebar gawang per meter.

Pada pengukuran kecepatan jalan, dilakukan penyemprotan sambil berjalan secara teratur sejauh 10 meter, kemudian dihitung waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak 10 meter dengan menggunakan stopwatch, dan diulangi sebanyak tiga kali dan dihitung berapa kecepatan jalan/menit.

(25)

19

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Tabel 1. Pengenalan Bentuk Pestisida dan Beberapa Bentuk Formulasi Pestisida

No. Gambar Keterangan

1

Merek Dagang : Douput Lannate 25WP Jenis : Insektisida

Nama dan kadar B.A : Metomil 25%

Isi : 100 gr

OPT Sasaran : Ulat grayak, penggerek buah Ket. Peringatan : Ada

2.

Merek Dagang : Douput Lannate 40 SP Jenis : Insektisida

Nama dan kadar B.A : Metomil 40%

Isi : 100 gr

OPT Sasaran : Ulat grayak exigua, kutu daun Ket. Peringatan : Ada

3. Merek Dagang : Mipcinta 50 WP

Jenis : Insektisida Nama dan kadar B.A : Isocorp 50%

Isi : 500 gr

OPT Sasaran : Belalang, pengisap daun, lalat Bibit, wereng coklat, wereng Hijau, kutu putih

Ket. Peringatan : Ada

(26)

20

No. Gambar Keterangan

4. Merek Dagang : Basmilang 486 SL

Jenis : Herbisida

Nama dan kadar B.A : Isopril, lamina glifosat 486 g/l Isi : 240 ml

OPT Sasaran : Gulma Ket. Peringatan : Ada

5. Merek Dagang : Turmadan 328 SL

Jenis : Herbisida

Nama dan kadar B.A : Diklorida 328 g/l Isi : 500 gr

OPT Sasaran : Ageratum conyzoides Borreria alata

Mikania micrantha Ket. Peringatan : Ada

6. Merek Dagang : Samite 135 EC

Jenis : Insektisida Nama dan kadar B.A : Viridaben Isi : 100 ml

OPT Sasaran : Hemitar sonemuslatus, Tetranychus

Ket. Peringatan : Ada

7. Merek Dagang : Gempur 480 SL

Jenis : Herbisida

Nama dan kadar B.A : Isopril, lamina glyfosat 480 g/l Isi : 1 L

OPT Sasaran : Gulma berdaun lebar Ket. Peringatan : Ada

(27)

21

No. Gambar Keterangan

8. Merek Dagang : Manzate 82 WP

Jenis : Fungisida Nama dan kadar B.A : Mankozeb 82%

Isi : 500 g

OPT Sasaran : Cercospora capsici Alternaria porri Plasmophora viticola Ket. Peringatan : Ada

9. Merek Dagang : Ripcord 50 EC

Jenis : Insektisida Nama dan kadar B.A : sipermetrin 5o g/l Isi : 100 ml

OPT Sasaran : Hama cabai, kakao, kubis Ket. Peringatan : Ada

10. Merek Dagang : Bestox 50 EC Jenis : Insektisida

Nama dan kadar B.A : Alfa sipermetrin 50 g/l Isi : 80 ml

OPT Sasaran : ulat grayak, trips, lalat buah Ket. Peringatan : Ada

11. Merek Dagang : Kovinplus 80 P Jenis : Rodentisida Nama dan kadar B.A : Seng fosfida 80 % Isi : 15 gr

OPT Sasaran : Tikus sawah Ket. Peringatan : Ada

(28)

22

No. Gambar Keterangan

12.

Merek Dagang : Zhavitron 20 WP Jenis : Herbisida

Nama dan kadar B.A : Metil metsulfuron 20 % Isi : 5 gr

OPT Sasaran : Gulma Ket. Peringatan : Ada

13. Merek Dagang : Basgent 55 SC Jenis : Insektisida Nama dan kadar B.A : Fipronil 55 g/l Isi : 50 ml

OPT Sasaran : Trips Ket. Peringatan : Ada 14.

Merek Dagang : Brangas 490 SL Jenis : Herbisida

Nama dan kadar B.A : Isopril amina glifosat 490 g/l Isi : 250 ml

OPT Sasaran : Gulma Ket. Peringatan : Ada 15.

Merek Dagang : Antracol 70 WP Jenis : Fungisida

Nama dan kadar B.A : Propineb 70 % Isi : 250 gr

OPT Sasaran : Jamur Cercospora Ket. Peringatan : Ada

(29)

23

No. Gambar Keterangan

16. Merek Dagang : Gramoxone Jenis : Herbisida

Nama dan kadar B.A : Parakuat diklorida Isi : 250 ml

OPT Sasaran : Gulma Ket. Peringatan : Ada

17. Merek Dagang : Roundup herbicide Jenis : Herbisida

Nama dan kadar B.A : IPA glifosat 200 g/l Isi : 200 ml

OPT Sasaran : Gulma Ket. Peringatan : Ada

18. Merek Dagang : Phaspat 80 SP Jenis : Insektisida Nama dan kadar B.A : Asefat 80 % Isi : 100 gr

OPT Sasaran : Ulat grayak, kutu daun Ket. Peringatan : Ada

19.

Merek Dagang : Cupcide 77 WP Jenis : Fungisida

Nama dan kadar B.A : Tembaga hidroksida 77%

Isi : 100 gr

OPT Sasaran : Cercespora capsici Phytophtora palmivora Oidium tingitanium Ket. Peringatan : Ada

(30)

24

No. Gambar Keterangan

20. Merek Dagang : Marshal 200 EC Jenis : Insektisida

Nama dan kadar B.A : Karbosulfan 200 g/l Isi : 100 ml

OPT Sasaran : Insektisida Ket. Peringatan : Ada

21. Merek Dagang : Decis 25 EC Jenis : Insektisida Nama dan kadar B.A : Deltametrin 25g/l Isi : 50 ml

OPT Sasaran : Hama bawang merah, belimbing,

jagung Ket. Peringatan : Ada

22. Merek Dagang : Petrokum 0,005 BB Jenis : Rodentisida

Nama dan kadar B.A : Brodifakum 0,005 % Isi : 100 gr

OPT Sasaran : Tikus Ket. Peringatan : Ada

23. Merek Dagang : Ghoxone 138 SL Jenis : Herbisida

Nama dan kadar B.A : Parakuat Diklorida 138 g/l Isi : 250 ml

OPT Sasaran : gulma berdaun lebar, gulma golongan rumput danAgeratum conyzoides

Ket. Peringatan : Ada

(31)

25

No. Gambar Keterangan

24. Merek Dagang : Dithane M-45 80 WP Jenis : Fungisida

Nama dan kadar B.A : Mancozeb 80%

Isi : 500 gr

OPT Sasaran : Cercospora capsici Phytophora infestans Alternaria porri Ket. Peringatan : Ada

25. Merek Dagang : Klensect 200 EC Jenis : Insektisida Nama dan kadar B.A : Permetrin 200 g/l Isi : 100 ml

OPT Sasaran : serangga Ket. Peringatan : Ada

26. Merek Dagang : Curaterr 3 gr Jenis : Insektisida Nama dan kadar B.A : Karbofuran 3 % Isi : 2 kg

OPT Sasaran : Hama (Wereng) Ket. Peringatan : Ada

27. Merek Dagang : Nordox 56 WP Jenis : Bakterisida

Nama dan kadar B.A : Tembaga oksida 56 % Isi : 100 gr

OPT Sasaran : Phytophora palmivora Hemileia vastatrix Xanthomonas campestris Ket. Peringatan : Ada

(32)

26 Tabel 2. Pengamatan Bentuk Formulasi Pestisida

No. Bentuk Formulasi Pengamatan Hasil

0 Jam sebelum dilarutkan

½ jam setelah dilarutkan

1. EC Tepung Membentuk

emulsi/seperti cairan susu

2. WP Tepung Membentuk

suspensi (mengendap)

3. SP Tepung Membentuk

solution/larutan sejati

(33)

27 Tabel 3. Hasil Pembuatan Insektisida Nabati

No. Gambar Keterangan

1.

Hasil Pembuatan Insektisida nabati (EC)

2.

Hasil Pembuatan Insektisida nabati (WP)

3.

Hasil Pembuatan Insektisida nabati (Ektraks Sederhana)

Tabel 4. Aplikasi Formulasi Insektisida Nabati

Perlakuan Hari/Tanggal/Bulan (Jumlah Ulat yang Mati) Sabtu

30/03

Minggu 31/03

Senin 01/04

Selasa 02/04

Rabu 03/04

Kamis 04/04

Jumat 05/04

EC I 3 2 0 0 0 0 0

EC II 1 2 0 1 0 0 0

Kontrol I 3 0 1 0 0 0 0

Kontrol II 3 1 0 0 0 0 0

(34)

28 Tabel 5. Pengenalan Alat-alat Pestisida

No. Nama alat Gambar Prinsip Kerja

1. Knapsack sprayer (Semi

automatic sprayer)

Memecah cairan menjadi butiran partikel halus yang menyerupai kabut

2. Knapsack sprayer (Automatic

sprayer)

Memecah cairan menjadi butiran partikel halus yang menyerupai kabut

3. Hand sprayer Larutan dikeluarkan dari

tangki akibat adanya tekanan udara melalui tenaga pompa yang dihasilkan oleh gerakan tangan penyemprot

4. Soil Injector Diinjeksikan secara

langsung ke dalam tanah, bisa digunakan untuk pestisida dengan formulasi EC

(35)

29

No. Nama alat Gambar Prinsip Kerja

5. Micron Ulva Memiliki komponen

utama berupa piringan atau cetakan yang berputar

6. Emposan Tikus Memecah cairan menjadi

butiran partikel halus yang menyerupai kabut

7. Mist Blower sprayer

Menghembuskan cairan seperti pestisida menjadi butir-butir kecil (droplet) oleh bantuan tenaga angina yang kuat dari blower, sehingga dapat dikatakan mesin penyemprot dengan sistem tekanan angin.

(36)

30

Tabel 6. Hasil Pengamatan Aplikasi Formulasi Fungisida WP Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium

No. Pengamatan Hasil Perhitungan Pengukuran

Kontrol

1. 5 cm

2. 3,5 cm

3. 7 cm

(37)

31

Tabel 7. Hasil Pengamatan Aplikasi Formulasi Fungisida Dithane M-45 80 WP Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium

Tabel 8. Hasil Pengamatan Aplikasi Formulasi Fungisida EC Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium

(38)

32

Tabel 9. Hasil Pengamatan Aplikasi Formulasi Fungisida ES Untuk Mengendalikan Jamur Fusarium

(39)

33

Tabel 10. Hasil Pengamatan Aplikasi Formulasi Kontrol

(40)

34 Tabel 11. Hasil Kalibrasi

Ulangan Lebar gawang Curah Nozzle Kecepatan jalan

1 116 cm 200 ml 14 s

2 123 cm 200 ml 15,89 s

3 127 cm 200 ml 14,30 s

Rata-rata 122 cm 200 ml 14,73 s

Tabel 12. Hasil Perhitungan Kalibrasi

No. Pengamatan Perhitungan

1. Kecepatan Curah Nozzle C = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒

𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢

0,2 l/0,5 menit 0,4 l/menit 2. Kecepatan jalan

K = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘

𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢

10 0,24

41,67 m/menit

3. Volume Aplikasi

V = 10.000 . 𝑐 𝐺.𝑘

10.000 . 0,4 1,22 . 41,6

4000 50,752

80 l/ha

(41)

35 B. Pembahasan

a. Pengenalan Bentuk Pestisida dan Beberapa Bentuk Formulasi Fungisida Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan maka didapatkan hasil bahwa pada praktikum ini dapat diketahui pestisida adalah zat atau campuran zat yang bertujuan untuk mencegah, membunuh, atau mengendalikan hama tertentu, termasuk vektor penyakit bagi manusia dan hewan, spesies tanaman atau hewan yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan kerusakan selama produksi, penyimpanan, transportasi, atau pemasaran bahan pertanian. Dalam konsep pengendalian hama terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama namun lebih dititik beratkan untuk mengendalikan hama sehingga berada di bawah ambang kendali (Nasution, 2022).

Pestisida dapat digolongkan menjadi beberapa kriteria dengan berdasarkan fungsi dari asal kata. Menurut Kementrian Pertanian (2019), ditinjau dari jenis organisme yang menjadi target ataupun sasaran penggunaan pestisida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain yaitu akarisida untuk membunuh tungau, algasida untuk membunuh alga atau ganggang laut, bakterisida untuk menekan pertumbuhan bakteri alvesida untuk memberantas burung, fungisida untuk menekan pertumbuhan jamur, herbisida untuk memberantas gulam, insektisida untuk memberantas serangga, molsuskisida untuk membunuh moluska, nematisida untuk membunuh nematoda, ovisida untuk merusak dan membunuh telur, pedukulisida untuk membunuh ikan, predisida, rodentisida untuk memberantas tikus, dan larvasida. Pada praktikum ini ada beberapa contoh-contoh pestisida yang diperkenalkan yaitu bakterisida, fungisida, herbisida, insektisida dan rodentisida. Bakterisida, yang diambil dari bahasa bacterium (bahasa latin). Penggunaannya bertujuan membunuh bakteri, contohnya adalah Nordox 56 WP. Fungisida yang diambil dari kata fungus sedangkan darikata Yunani spongos yang artinya adalah jamur. Penggunaannya bertujuan membunuh jamur atau cendawan.

Contohnya adalah Dithane M-45 80 WP, Cupcide 77 WP, Antracol 70 WP, Manzate 82 WP. Herbisida yang berasal dari kata herba, artinya setahun yang ditujukan untuk membunuh gulma. Contohnya adalah Basmilang 486 SL, Turmadan 328 SL, Gempur 480 SL, Zhavitron 20 WP, Brangas 490 SL, Gramoxone, Roundup herbicide, Ghoxone

(42)

36

138 SL. Insektisida yang berasal dari kata insectum, artinya keratin segmen tubuh.

Contohnya adalah Curaterr 3 gr, Klensect 200 EC, Decis 25 EC, Marshal 200 EC, Phaspat 80 SP, Basgent 55 SC, Bestox 50 EC, Ripcord 50 EC, Samite 135 EC, Mipcinta 50 WP, Douput Lannate 40 SP dan Douput Lannate 25 WP. Rodentisida, berasal dari kata rodere dan diartikan pengerat. Pemakaiannya bertujuan membunuh binatang pengerat, contohnya adalah Kovinplus 80 P, Petrokum 0,005 BB.

Adapun pengamatan bentuk formulasi pestisida yaitu formulasi EC,WP, SP didapatkan hasil bahwa pada percobaan pembuatan formulasi EC pada pengamatan 0 jam sebelum dilarutkan berbentuk tepung setelah setengah jam dilarutkan formulasi EC membentuk emulsi dan seperti cairan susu, pada percobaan pembuatan formulasi WP pada pengamatan 0 jam sebelum dilarutkan berbentuk tepung dan setelah setengah jam dilarutkan formulasi WP membentuk suspensi atau endapan, sedangkan pada percobaan pembuatan formulasi SP pada pengamatan 0 jam sebelum dilarutkan berbentuk tepung setelah setengah jam dilarutkan formulasi SP membentuk solution atau larutan sejati. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan pada jurnal perlindungan tanaman yang menyatakan bahwa solution atau larutan adalah suatu larutan dihasilkan bila suatu benda dilarutkan dalam cairan. Komponen pembentuk larutan tidak bisa dipisahkan secara mekanis. Setelah larutan terbentuk dengan cara diaduk, komponennya tidak akan memisah, tidak perlu pengadukan lagi agar tetap menjadi larutan. Suspension atau Suspensi merupakan campuran yang mudah dipisahkan, di dalamnya terdapat partikel padat yang menyebar dalam cairan. Partikel padat tersebut tidak bisa terlarut, sehingga perlu pengadukan yang terus-menerus supaya partikel itu menyebar merata dalam cairan. Formulasi suspension biasanya terlihat keruh atau buram. Dan Emulsion atau Emulsi yaitu terjadi jika suatu cairan yang berbentuk droplet atau butiran terdispersi atau menyebar dalam larutan lainnya. Tidak perlu pengadukan yang terlalu lama supaya emulsi tidak memisah. Pestisida berbentuk emulsi, bahan aktifnya di larutkan dulu dengan pelarut berbasis minyak, kemudian ditambah dengan pengemulsi, sehingga ketika dicampur dengan air untuk disemprotkan akan terbentuk emulsi. Formulasi emulsion biasanya terlihat seperti cairan susu.

(43)

37 b. Pembuatan Formulasi Insektisida Nabati

Berdasarkan praktikum Pembuatan Formulasi Insektisida Nabati yang telah dilaksanakan maka didapatkan hasil bahwa Penggunakan insektisida nabati merupakan salah satu cara pengendalian hama yang ramah lingkungan. Insektisida golongan tersebut memiliki beberapa kelebihan seperti mudah terurai di alam, relatif aman terhadap organisme bukan sasaran, komponen ekstrak dapat bersifat sinergis, resistensi hama tidak cepat terjadi, dapat dipadukan dengan komponen pengendalian hama terpadu lainnya. Beberapa formulasi yang diggunakan untuk menekan populasi hama terkhususnya serangga pada praktikum ini yaitu formulasi EC, WP dan ekstrak sederhana.

Pada pembuatan formulasi EC bahan yang digunakan yaitu 5 gr ekstrak sirih hutan, metanol sebanyak 17,5 ml, dan agristik 2,5 ml, semua bahan diaduk dan dimasukkan ke dalam labu ukur sebanyak 5 ml serta ditambahkan 25 ml aquades. Menurut Fishel (2019) formulasi EC adalah Formulasi konsentrat yang dapat diemulsikan biasanya mengandung bahan aktif cair, satu atau lebih pelarut berbahan dasar minyak bumi, hal ini yang memberikan bau yang kuat pada formulasi EC, dan bahan yang dikenal sebagai pengemulsi yang memungkinkan formulasi dicampur dengan air untuk membentuk emulsi. Ketika dicampur dengan air, warnanya menjadi seperti susu.

Kebanyakan EC mengandung antara 25% dan 75% (2-8 pon) bahan aktif per galon. EC adalah salah satu formulasi yang paling serbaguna. Formulasi ini digunakan untuk melawan hama pertanian, tanaman hias dan rumput, kehutanan, struktural, pengolahan makanan, peternakan, dan kesehatan masyarakat. Formulasi EC dapat beradaptasi dengan berbagai jenis peralatan aplikasi termasuk penyemprot portabel, penyemprot hidrolik, penyemprot tanah bervolume rendah, penyemprot kabut, dan penyemprot pesawat bervolume rendah.

Pada pembuatan formulasi WP bahan yang digunakan yaitu 10 ml ekstrak sirih hutan, 5 ml tween 80 %, kaolin 17,5 gr, serta aseton secukupnya kemudian dirotary selama 30-45 menit. Menurut Fishel (2019) wettable powder atau WP adalah formulasi kering yang digiling halus sehingga terlihat seperti debu. Biasanya harus dicampur dengan air untuk diaplikasikan sebagai semprotan. Namun, beberapa produk dapat

(44)

38

digunakan sebagai debu atau bubuk yang dapat dibasahi, pilihan cara pengaplikasiannya diserahkan kepada aplikator. Wettable powder mengandung 5%- 95% bahan aktif menurut beratnya, biasanya 50% atau lebih. Partikelnya tidak larut dalam air. Wettable powder adalah salah satu formulasi pestisida yang paling banyak digunakan. Bahan ini dapat digunakan untuk sebagian besar masalah hama pada pertanian dan dapat diaplikasikan menggunakan sebagian besar jenis peralatan penyemprot. Wettable powder mempunyai aktivitas residu yang sangat baik.

Adapun keuntungan dari penggunaan formulasi WP adalah Mudah disimpan, diangkut, dan ditangani. Lebih kecil kemungkinannya dibandingkan EC dan pestisida berbahan dasar minyak bumi lainnya untuk menyebabkan kerusakan yang tidak diinginkan pada tanaman, hewan, dan permukaan yang diolah. Mudah diukur dan dicampur. Lebih sedikit penyerapan pada kulit dan mata dibandingkan EC dan formulasi cair lainnya. Adapun kerugian yang ditimbulkan adalah Bahaya terhirup bagi aplikator saat mengukur dan mencampur bubuk pekat. Memerlukan pengadukan yang baik dan konstan (biasanya mekanis) di dalam tangki penyemprot atau akan cepat hilang jika pengaduk dimatikan (Fishel, 2019).

Pada pembuatan ekstrak sederhana (ES) bahan yang digunakan adalah 300 gr daun sirih hutan yang ditumbuk atau dihaluskan untuk 1 liter air dan disaring agar siap untuk di aplikasikan. Sirih hutan merupakan tanaman yang daunnya memiliki potensi sebagai sumber pestisida nabati. Tanaman ini tergolong kedalam famili Piperaceae. Daunnya tumbuhan ini mengandung senyawa antimikroba. Senyawa aktif yang terdapat pada tumbuhan Piperaceae termasuk dalam golongan piperamidin seperti piperin, piperisida, piperlonguminin dan guininsin. Piperamidin bersifat sebagai racun saraf dengan mengganggu aliran impuls saraf pada akson saraf seperti cara kerja insektisida piretroid. Daun sirih huta n juga mengandung senyawa-senyawa seperti heksana, sianida, saponin, tanin, flafonoid, steroid, alkanoid dan minyak atsiri yang diduga dapat berfungsi sebagai pestisida nabati. Beberapa hasil penelitian tentang sirih hutan menunjukkan bahwa tanaman sirih hutan dengan Konsentrasi ekstrak daun sirih hutan 100 g/l air mampu mengendalikan ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada tanaman kedelai mencapai 85% (Darmayanti, 2014).

(45)

39 c. Aplikasi Formulasi Insektisida Nabati

Pada praktikum Aplikasi Formulasi Insektisida Nabati didapatkan hasil bahwa pada pengamatan hari pertama dapat dilihat pada perlakuan formulasi EC 1 terdapat 3 larva yang mati, pada perlakuan EC 2 terdapat 1 larva yang mati, pada kontrol 1 terdapat 3 larva yang mati dan kontrol 2 terdapat 3 larva yang mati. Pada pengamatan hari kedua pada formulasi EC 1 terdapat 2 larva yang mati dan formulasi EC 2 terdapat 2 larva yang mati, pada kontrol 1 tidak ada larva yang mati dan pada kontrol 2 terdapat 1 larva yang mati. Pada pengamatan hari ketiga terdapat 1 larva yang mati pada kontrol 1. Pada pengamatan hari ke empat terdapat 1 larva yang mati pada perlakuan formulasi EC 2. Pada pengamatan hari kelima semua larva pada perlakuan EC dan kontrol telah mati.

Berdasarkan data yang telah didapatkan tersebut maka dapat diketahui bahwa percobaan pengaplikasian insektisida nabati formulasi EC pada praktikum ini efektif digunakan untuk mengendalikan atau menekan populasi larva dari hama ulat grayak (Spodoptera frugiperda). Hal tersebut karena dari pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil bahwa larva yang diberikan perlakuan memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan larva sebagai kontrol. Akan tetapi terjadi kesalahan pada bagian kontrol, dimana larva yang dijadikan sebagai kontrol juga ikut mati hanya dalam waktu beberapa hari padahal tidak diberikan formulasi apapun. Hal tersebut kemungkinan pertama dikarenakan kondisi lingkungan tersebut kurang cocok pagi ulat grayak. Suhu harian mencapai 32℃ suhu ini cocok untuk perkembangan hama ulat grayak. Menurut Septian et al., (2021) menyatakan suhu 31,7℃. cocok untuk masa pertumbuhan bagi hama ulat grayak. pada saat melakukan penelitian dan terdapat suhu yang sesuai dengam pertumbuhan maka dapat mempengaruhi populasi ulat grayak (S.

frugiperda), karena proses perkembangannya berlangsung begitu cepat. Kedua fase larva yang digunakan dalam percobaan bukan larva instar 2 melainkan larva yang lebih besar seperti larva instar 3.

Kemungkinan ketiga adalah daun tanaman jagung yang diberikan sebagai pakan kurang disukai oleh larva tersebut sehingga menyebabkan kematian pada larva dan terakhir kemungkinan pakan yang diberikan terlalu sedikit sehingga larva yang lebih

(46)

40

kuat atau lebih besar kemudian akan memangsa larva yang paling lemah. Hal ini dikarenakan ulat grayak ini tergolong ulat yang rakus, selalu makan pada tanaman jagung di sepanjang waktu siang dan malam tidak berhenti, hingga tanaman yang diserangnya habis dan bahkan apabila makanannya sudah habis maka ulat ini akan bersifat kanibal, yakni memakan sesamanya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Septian et al., (2021) dimana pada penelitian yang telah dilakukan tersebut didapatkan hasil bahwa ulat grayak mempunyai sifat kanibalisasi sehingganya ulat ketika didapat pada satu tanaman jagung hanya terdapat 1 ekor ulat saja dan sifat kanibal ini dimiliki oleh ulat instar 2 dan 3, dan pada minggu ke-6 juga terjadi penurunan populasi dikarenakan adanya kekurangan makanan bagi ulat grayak.

terdapatnya populasi hama pada tanaman jagung biasanya di karenakan perbedaan dari pertumbuhan tanaman, artinya hama akan semakin bertambah banyak bila kondisi daun tanaman berada pada usia muda.

Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Maharani et al,(2019) bahwa hama ini menyerang titik tumbuh tanaman yang bisa mengakibatkan kegagalan pembetukan pucuk atau daun muda tanaman. Larva S. frugiperda mempunyai kemampuan makan yang tinggi. Larva akan masuk ke dalam bagian tanaman kemudian aktif makan disana, sehingga ketika populasi masih sedikit akan sulit untuk dideteksi.

Formulasi EC adalah Formulasi konsentrat yang dapat diemulsikan biasanya mengandung bahan aktif cair, satu atau lebih pelarut berbahan dasar minyak bumi, hal ini yang memberikan bau yang kuat pada formulasi EC, dan bahan yang dikenal sebagai pengemulsi yang memungkinkan formulasi dicampur dengan air untuk membentuk emulsi. Ketika dicampur dengan air, warnanya menjadi seperti susu.Formulasi EC adalah formulasi paling banyak digunakan karena memiliki keunggulan diantaranya mudah dalam penanganan, transportasi dan penyimpanan, tidak memerlukan pengadukan dalam waktu lama dan residu yang dihasilkan lebih sedikit. Formulasi EC merupakan formulasi yang paling stabil. Aplikasi sistem EC ini dengan melarutkan formulasi dalam air dengan pembentukan emulsi minyak dalam air.

Pembentukan emulsi EC dalam air masih dalam bentuk droplet dengan ukuran 4.64- 6.25 μm (Maharani et al.,2019) .

Gambar

Tabel 1. Pengenalan Bentuk Pestisida dan Beberapa Bentuk Formulasi Pestisida
Tabel 4. Aplikasi Formulasi Insektisida Nabati
Tabel 6. Hasil Pengamatan Aplikasi Formulasi Fungisida WP Untuk Mengendalikan  Jamur Fusarium
Tabel 7. Hasil Pengamatan Aplikasi Formulasi Fungisida Dithane M-45 80 WP Untuk  Mengendalikan Jamur Fusarium
+6

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus dapat diketahui bahwa menggunakan metode Relaksasi dapat meningkatkan kecerdasan Emosi anak

Dari data hasil evaluasi siklus II berdasarkan pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus II dari 15 anak yang mengikuti kegiatan didapatkan hasil rata-rata

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus dapat diketahui bahwa menggunakan bermain stick angka dapat meningkatkan kemampuan berhitung

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus dapat diketahui bahwa menggunakan metode bermain peran dapat meningkatkan kecerdasan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus dapat diketahui bahwa menggunakan permainan kereta bernomor dapat meningkatkan kemampuan

Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat diketahui bahwa pada ikan nilem dengan perlakuan puasa memiliki aktivitas enzim protease yang lebih kecil dibandingkan ikan

Berdasarkan hasil dari kegiatan pengumpulan data serta informasi yang telah di- laksanakan melalui kegiatan observasi, wawancara, dan dokumentasi yang dilaksanakan di Taman

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dibuat beberapa kesimpulan bahwa residu pestisida organofosfat pada bayam hijau dan merah didapatkan angka signifikansi