HUKUM KELEMBAGAAN ADAT DI INDONESIA
Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Hukum Adat Dosen Pengampu Badrut Tamam, S.H.,M.H.
Oleh :
Fahmi Nur Salim NIM. 222102020014 Mohammad Alvan Fahmi NIM. 222102020039
PROGRAM STUDI: HUKUM EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS SYARIAH
OKTOBER 2023
ii
“KATA PENGANTAR”
Puji syukur kehadiran Tuhan yang maha esa atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-nya, tak lupa sholawat serta salam semoga tetap mengalir pada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Karena atas petunjuk dan risalahnya yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang, dengan demikian kami bisa merampungkan pembuatan tugas ini dalam bentuk ataupun isinya yang sangat sederhana.
Pada tugas mata kuliah hukum adat yang membahas tentang hukum kelembagaan. Kami sangat memahami bahwasannya makalah ini kurang dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami menghargai jikalau ada kritik maupun saran dari pembaca untuk perbaikan tugas kami, agar bisa memberi kemanfaatan bagi pembaca dan khususnya bagi kami sebagai pembuat.
Jember, 1 Oktober 2023
Kelompok III
iii
“DAFTAR ISI”
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 1
C. Tujuan ... 2
BAB II PEMBAHASAN ... 3
A.
Pengertian Lembaga Adat... 3B.
Fungsi Lembaga Adat ... 4C.
Kewenangan Lembaga Adat ... 5D.
Tugas dan Kewajiban Lembaga Adat ... 5E.
Pola Penyelesaian Sengketa di Lembaga Adat ... 7F.
Penguatan Lembaga Adat ... 9BAB III PENUTUP ... 13
A. Kesimpulan ... 13
Daftar Pustakan ... 14
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Badan atau Lembaga adat dalam Masyarakat itu sendiri mempunyai fungsi menjadi wadah keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintahan, kemasyarakatan dalam lingkup daerah. Hal ini membuktikan bahwa lembaga adat mempunyai peran sebagai eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Bagaikan sebuah masyarakat yang terlahir oleh sejarah, kedudukan lembaga adat ditengah masyarakat mempunyai cara pendekatannya tersendiri dibandingkan lembaga lainnya.
Demikian juga halnya dalam memecahkan permasalahan sengketa/konflik yang timbul di tengah masyarakat, lembaga adat telah mempunyai cara dan pendekatan tersendiri yang telah mendapatkan pengakuan oIeh pemerintah RI sebagai salah satu altematif dalam penuntasan sengketa/konflik di masyarakat.
Hukum adat dari pandangan hukum, filosofis dan sosiologis telah diterima dan dihormati, keberadaanya dalam usaha menciptakan sistem hukum berkeadilan selaras pada nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, sesuai dengan perkembangan jaman.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu yang dimaksud dengan lembaga adat?
2. Apa saja yang menjadi fungsi, tugas dan kewajiban lembaga adat?
3. Bagaimana cara peneyelesaian sengketa adat?
4. Bagaimana penguatan kelembagaan adat?
2 C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari lembaga adat.
2. Untuk memahami fungsi, tugas dan kewajiban dari lembaga adat.
3. Untuk memahami cara penyeleaian sengketa di lembaga adat.
4. Untuk mengetahui bagaimana penguatan lembaga adat di indonesia.
3
“BAB II”
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lembaga Adat
Badan adat atau dapat juga disebut sebagai Lembaga adat adalah penyatuan dari dua kata yaitu kata lembaga dan kata adat, dalam bahasa inggris kata lembaga diartikan sebagai institution dan kata adat yang diambil dari bahasa arab yang berarti sesuatuhal yang dikerjakan secara berulang-ulang. Ditinjau dari segi istilah, lembaga yakni suatu tatanan organisasi yang tersusun secara tetap atas polapola perbuatan, kontribusi dan hubungan yang terorganisir dan juga menyangkut perseorangan, memiliki kekuasaan yang sah dan sanksi hukum supaya terwujudnya kepentingan-kepentingan sosial dasar.1 Sedangkan adat bisa disimpulkan sebagai kebiasaan yang memciptakan tatanan kehidupan dimasyarakat. Adapun lembaga adat dalam hal ini diartikan sebagai sebuah institusi yang memiliki fungsi sebagai alat pengatur kehidupan masyarakat yang berhubungan dengan kebiasaan sehari- hari yang dikerjakan secara berulang-ulang pada suatu masyarrakat adat.
Menurut Roucek (1995), ia menjelaskan bahwasannya lembaga adat ialah sebuah organisasi kemasyarakatan yang dibuat atau didirikan secara sengaja ataupun secara tidak sengaja hidup dan berkembang di tengah Masyarakat adat disuatu wilayah dengan hak dan kekayaannya sendiri dalam suatu wilayah lingkup hukum adat. Sedangkan dalam Peraturan Mentri Dalam Negri No. 5 Tahun 2007 Tetang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan, Lembaga Adat dijabarkan sebagai suatu Lembaga Kemasyarakatan baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang di dalam sejarah masyarakat atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam hukum adat tersebut, serta berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan dan mengacu pada adat istiadat dan hukum adat yang berlaku.2
1 Badrut Tamam, Pengantar Hukum Adat, (Depok: Pustaka Radja, 2022), 53
2Mizaj Iskandar. Emk Alidar, Otoritas Lembaga Adat dalam Penyelesaian Kasus Khalwat di Aceh, (Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Aceh, 2020), 120
4
Maka dapat jabarkan bahwa lembaga adat adalah suatu lembaga local yang ada di dalam satu lingkup Masyarakat yang dibuat berdasarkan kehendak Masyarakat itu sendiri yang didasarkan pada nilai-nilai budaya, kepercayaan dan kebiasaan adat, dari sebab itu dapat dipastikan dimana ada Masyarakat adat, maka disitu juga ada lembaga adat yang memegang fungsionalis adat, dan dalam hal pemberian namanya tiap-tiap daerah berbeda.
B. Fungsi Lembaga Adat
Lembaga adat memiliki fungsi khusus dibanding dengan lembaga-lembaga lainnya yaitu perihal, mengarahkan, merencanakan, mensinergikan kegiatan pembangunan agar dapat sesuai dengan tatanan nilai adatistiadat dan kebiasaan- kebiasaan yang tumbuh dalam masyarakat agar terciptanya keseimbangan, keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat adat. Dalam hal ini, Lembaga adat memegang fungsi utama diantaranaya;
1. Sebagai sarana penyelesaian permasalahan sosial yang timbul di Masyarakat dimana lembaga adat mengayomi masyarakat dalam penyelesaian delik, sengketa dan permasaslahan lainaya dengan jalur musyawarah.
2. Sebagai mediator atau hakim pendamai ditengah permasalahan yang timbul, Lembaga adat ada untuk menegahi konflik yang ada di dalam masyarakat untuk memberikan penyelesaian masalah secara damai.3 Selain dari pada itu lembaga adatpun mempunyai fungsi lainnay diantaranya diantaranaya;
1. Ikut berperan serta membantu dalam berjalannya pelaksanaan dan kelancaran pembangunan dalam hal kebudayaan, keagamaan, dan sosial kemasyarakatan.
2. Melaksanakan dan menegakkan hukum adatistiadat di lingkungan masyarakat.
3. Memberikan status hukum yang berlaku, kepada segala hal yang menyangkut kepentingan sosial masyarakat
3 Tamam, Pengantar Hukum Adat, 55
5
4. Turut serta dalam pembinaan dan pengemabangan nilai nailai adat guna melestarikan serta mengembangkan kebudayaan di Indonesia secara umum maupun khususnya.4
C. Kewenangan Lembaga Adat
Terkait dengan tugas-tugas yang dilimpahlkan ke lembaga adat mengnai penyelesaian permasalahan dilingkungan masyarakat adat maka dari itu lembaga adat diberi kewenangan guna untuk menunjang dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Guna terlaksanakannya lembaga adat sebagai badan penyelesaian masalah nonlitigasi, lembaga adat diberikan wewenang dalam penyelesaian permasalahan di dalam masyarakat adat yang meliputi;
1. Mewakili kepentingan masyarakat perihal penanganan kepentingan- kepentingan masyarakat adat.
2. Menjaga hak-hak dan harta kekayaan masyarakat adat guna memajukan serta menyejahterakan kualitas hidup bagi masyarakat adat.
3. Menyelesaikan konflik/permasalahan berhubungan dengan perihal adatistiadat dan kebiasaan-kebiasaan adat selama hal tersebut tidak bertentangn dengan undang-undang yang berlaku.
4. Membantu dalam penyelenggaraan acara keagamaan yang dilaksanakan masyarakat adat di tingkat kecamatan, kabupaten atau kota/desa tersebut.
5. Menengahi segala permasalahan-permasalahan yang belum atau tidak bisa diselesaikan pada tingkat desa..
6. Memusyawarahkan berbagai hal mengenai permasalahan-permasalahan adat istiadat dan agama demi kepentingan masyarakat desa.5
D. Tugas dan Kewajiban Lembaga Adat
Salah satu tujuan dibuatnya Lembaga adat ialah untuk memberikan keadilan selaras pada nilai-nilai yang dipatuhi/diyakini oleh Masyarakat. Maka sebab hal tersebut, lembaga adat memiliki tugas dan kewajiban yang harus dijalankan sebagai badan penyelesaian permasalahan adat yang ada di masyarakat, antra lain;
4Tamam, Pengantar Hukum Adat, 55
5 Tamam, Pengantar Hukum Adat, 56
6
1. Sebagai mediator dan fasilitator dalam proses penyelesaian sengketa yang berhubungan dengan adatistiadat dan juga kebiasaan yang terjadi di masyarakat.
2. Melakuka pemberdayaan, pengembangan dan pelestarian terkait dengan adat istiadat atau kebiasaan di masyarakat guna memperluas budaya daerah, karena itu merupakan suatu yang tidak mungkin bisa dipisahkan dari kebudaya nasional.
3. Menjaga ikatan yang demokratis dan harmonis antara tokoh adat dengan apararat pemerintah di berbagai tingkat pemerintahan di wilayah daerah tersebut.
4. Turut membantu berjalannya kelancaran pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunana dan harta kekayaan lembaga dengan didasarkan pada kepentingan Masyarakat hukum adat itu sendiri.
5. Dapat mengayomi kebiasaan dan adat-istiadat di lingkungan masyarakat adat
6. Menjaga kestabilan nasional yang sehat dan dinamis sehingga dapat menjadikan kesempatan yang beasar bagi aparat pemerintahan terutuk pada tingkat desa dalam pelaksanaan pembangunana yang lebih maju serta penguatan Masyarakat yang lebih adil dan demokratis
7. Mempertahankan dan membina adat istiadat, budaya dan ikatan antar tokoh adat dengan pemerintahan setempat
8. Membuat keadaan yang memastikan terpeliharanya kebinikaan di Masyarakat adat guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
9. Meberikan sarana, gagasan dan pendapatnya ke semua pihak baik itu individua tau kelompok pemerintahan terkait dengan permasalahan adat terjadi
10. Menjalankan pustusan-putusan paruma terhadap aturan yang ditetapkan 11. Turut serta dalam penyaluran surat menyurat awig-awig
12. Menyelenggarakn pengarahan mengenai adatb istiadat secara universal.6
6 Tamam, Pengantar Hukum Adat, 57
7
E. Pola Penyelesaian Sengketa Adat di Lembaga Adat
Eksistensi lembaga adat diakuai masyarakat serta menjadi pilihan utama bagi masyarakat dalam membereskan dan menyelesaikan segala permasalahan di masyarakat. Penuntasan masalah melalui lembaga adat dinilai lebih efektif, dikarenakan lembaga adat hidup dan berkembang didasarkan pada nilai-nilai yang telah ada di tengah masyarakat dan telah diterima serta dipatuhi secara turuntemurun. Agar selalu terjaminnya kejelasan hukum, maka penguatan menjadi pengakuan masyarakat melalui perundang-undangan tetap dibutuhkan, lebih-lebih yang terkait dengan hal-hal yang memiliki kaitan dalam aspek kehidupan yang netral seperti halnya dalam bidang-bidang administrasi, Pendidikan ataupun yang lainnya.7
Prosedur penanganan yang dijalankan lembaga adat selalu mementingkan keharmonisan dan kerukunan sosial. Tetap terjaganya kerukunan sosial adalah hal yang begitu dihargai dalam kehidupan desa, dan para pelaku informal memprioritaskan pemulihan ikatan sosial saat adanya permasalah. Musyawarah menjadi pilar utama dalam sebuah persidangan yang dilakukan oleh lembaga peradilan adat, adanya metode musyawarah tersebut bertujuan agar berpegang teguh pada prinsip yang diambil dan bukan karena suatu paksaan dari pihak lain.
Maka dengan adanya hal ini tidak akan ada rasa curiga dan prasangka buruk saat mengambil suatu keputusan. Karena proses musyawarah dilakukan secara terbuka dan transparan.8
Ada beberapa tahapan dalam penyelesaian sengketa yang dilaksanakan oleh lembaga adat, pada tahapan pertama yang dijalankan lembaga adat desa mengenai penyelesaikan sengketa dilakukan setelah adanya laporan/pelaporan dari para pihak atau dari salah satu pihak yang bersengketa kepada kepala adat/desa dengan menelaah kasus tersebut, apakah permasalahan tersebut bisa dituntaskan sendiri atau perlu adanya bantuan dari lembaga adat lainnya. Jika permasalahan tersebut
7 Inosentius Samsul, “Penguatan Lembaga Adat Sebagai Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa”, Jurnal Negara Hukum, vol.5 No.2, 2014, 134-135.
https://doi.org/10.22212/jnh.v5i2.237
8Samsul, “Penguatan Lembaga Adat Sebagai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa”, 135.
8
dianggapnya ringan, maka permasalahan tersebut dapat diselesaikan oleh kepala adat/desaitu sendiri. Namun tetapi jika permasalahan yang diajaukan tersebut termasuk kedalam kategori berat, maka ketua adat/desa tersebut akan mendiskusikannnya terlebih daulu dengan lembaga adat lainnya perihal kasus sengketa tersebut. Pada tahapan selanjutnya kepala adat/desa bersama dengan lembahga adat mendatangi pihak-pihak yang berkonflik secara terpisah dengan tujuan untuk mengetahui dasar permasalahan yang menebabkan konflik diantara kedua pihak. Selain daripadaitu lembaga adat sebagai mediator (hakim pendamai) menanyakan sesediaan kedua belah pihak untuk milih jalur berdamai. Setelah kepala adat/desa dan lembaga adat menyelidiki permasalah yang sedang terjadi, mereka mengajak para pihak untuk bertemu dalam sauatu tempat pertemuan, tapi ada juga kebijakan yang diambil untuk tidak mempertemukan para pihak yang berkonflik secara langsung.9
Dalam setiap penyelesaian suatu sengketa dapat melaluai dua metode, yang pertama yaitu metode litigasi (di persidangan) atau metode nonlitigasi (diluar persidangan) dengan alternatif penyelesaian sengketa dengan perantara lembaga adat. Dan apabila alternatif ini gagal, maka bisa diselesaikan melalui jalan alternatif lain, salah satunya adalah dengan konsultasi yang dibantu oleh mediator, dan apabila seluruh alternatif tersebut dianggap tidak membuahkan hasil maka bisa diselesaikan melalaui jalur terakhir yaitu dengan jalur pengadilan.10
Legalitas penyelesaian kasus pidana melalui pengadilan adat adakalanya berakhir dengan jalur damai, dengan penyelesaian terlebih dahulu dengan dikenainya beberapa sanksi adat yang telah ditentukan. Pada dasarnya lembaga adat juga memiliki wewenang dalam menjatuhkan sanksi adat, dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1644 K/Pid/1988. Disitu dijelaskan bahwa seseorang melakukan perbuatan yang melanggar/bertentangan dengan hukum adat, kepala adat atau pemuka adat dapet menjatuhkan hukuman pidana berupa sanksi adat kepada pelaku pelanggaran, dan orang yang telah dijatuhi saksi adat oleh peradilan
9 Kamarudin, dkk “Model Penyelesaian Konflik di Lembaga Adat”, Jurnal Penelitian
Keagamaan. Vol.21 No.1, 2013, 57. https://doi.org/10.21580/ws.21.1.236
10 Tamam, Pengantar Hukum Adat, 67
9
adat tidak bisa dijatuhi saksi pidana lagi untuk yang keduakalinya oleh persidangan pengadilan negeri. Dalam hal ini sanksi adat dapat dijadikan pidana pokok atau pidana utama oleh hakim dalam memeriksa dan mengadili perbuatan yang menurut hukum adat dianggap sebagai tindak pidana yang tidak ada bandingannya dalam KUHP. Dengan demikian peradilan adat berkedudukan sebagai perpanjangan tangan pemerintah dan menjadi lembaga terdepan dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang dialami oleh masyarakat. 11
F. Penguatan Lembaga Adat
Dalam usaha yang dilakukan oleh masing-masing daerah untuk memperkuat dan mempertahankan peranan lembaga adat yaitu melalui peraturan daerah. Hal ini merupakan wujud perhatian pemerintah daerah dalam rangka mengangkat dan menghidupkan kembali lembaga adat.. Di Indonesia sendiri, tidak banyak daerah sudah membuatnya. Diatara Peraturan Daerah yang bibuat sebagai sarana untuk menguatkan eksistensi lembaga adatnya diataralain;
1. Peraturan Daerah Kabupaten Muara Enim No. 2 Th. 2007 mengenai Lembaga Adat Marga
Di daerah Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan telah membuat penguatan terhadap keberadaan lembaga adatnya secara hukum, yang dilakukan lewat pengesahan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2007 tentang Lembaga Adat. Peraturan ini dibuat didasarkan pada pertimbangan, yang pertama, adalah sebagai usaha dalam perlindungan adat istiadat dan pengakuan esksistensi adanya masyarakat hukum adat serta ekspansi adatistiadat di Kabupaten Muara Enim. Dan juga, dibuat agar dapat memberdayaan adat istiadat yangmana sejatinya adalah aset warisan budaya daerah, oleh sebab itu dibutuhkan suatu wadah atau tempat untuk digunakan dalama hal pemeliharaan dan perluasan adat istiadat dalam masyarakat hukum adatnya, maka dibentuklah Lembaga Adat Marga.
11 Musrizal, dkk, “Penyelesaian Tindak Pidana Ringan Melalui Komunikasi Mediasis
Lembaga Adat”, Jurnal Peuwari: Media kajian Komunikasi Islam, vol.3 No.2, 2020, 86-87.
10.22373/jp.v3i2.8280
10
Dalam Perda tersebut Yang dimaksudkan dengan Marga adalah daerah teritorial kesatuan masyarakat hukum adat yang dimiliki daerah tertentu yang memiliki kesamaan adatistiadat dan hukum adat. Selain itu yang dimaksud Masyarakat Hukum Adat dalam perda tersebut ialah kesatuan masyarakat yang mendiami wilayah tertentu serta memiliki kesamaan pada adat istiadat dan hukum adatnya. Adat sendiri merupakan suatu nilai atau norma, kaidah dan keyakinan masyarakat yang dihayati oleh masyarakat hukum adat sendiri suatu nilai, norma dan kebiasaan yang hidup, berlaku dan berkembang diberlakukan sebagai sebuah aturan yang dipatuhi dan dijaga oleh masyarakat dalam wilayah marga dan jikalau ada yang melanggarnya maka akan dikenakan sanksi sesuai hukum adat yang berlaku.12
2. Peraturan Daerah Khusus Papua No. 20 Th. 2008 mengenai Peradilan Adat di Papua
Salah satu keistimewaan yang diberikan pemerintah untuk Provinsi Papua adalah Otonomi yang diberikan secara khusus bagi Papua sebagai salah satu rangka tujuan untuk menegakkan supremasi hukum, mewujudkan keadilan, penghormatan kepada Hak Asasi Manusia (HAM), bagi masyarakat papua dan sebagai langkah dalam mempercepatan kegiatan pembangunan perekonomi, menaikkan kesejahteraan dan kemajuannya bagi masyarakat Papua, hal ini dilakukan agar provinsi Papua memiliki kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan diprovinsi lain. Suatu hal yang khusus ini bagi Provinsi Papua ialah terdapatnya pelaksanaan pengadilan adat, yang semuanya itu tercantum dalam Pasal 50 ayat (2) dan Pasal 51 ayat (1) sampai dengan ayat (8) UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dan diperkuat lagi dengan adaanya Pasal 18B UUD 1945 Jo Pasal 211 UU No. 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah dan Pasal 89 PP No. 72 Tahun 2005 serta UU No. 16 Tahun 2014 Tentang Desa dan Desa Adat. Sampai saat ini dalam penuntasan masalah adat yang terjadi
12Samsul, “Penguatan Lembaga Adat Sebagai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa”, 138.
11
diantara sesama masyarakat hukum adat, masyarakat adat di Papua tetap terus mempertahankan dan menjalankan, serta tunduk pada pengadilan adatnya.13 3. Peraturan daerah Aceh Nomor 10 Th. 2007 mengenai Tuha Peut Gampong
Gampong sendiri adalah organisasi pemerintahan yang dibuat berdasarkan pada kewilayahan, adat istiadat masyarakat setempat serta mempunyai wewenang dalam hal penyelenggaraan pemerintahan secara mandiri dalam tatanan organisasi pemerintahan Aceh. Gampong mempunyai tatanan aturan, harta kekayaan, dan batas wilayah rakyat dengan susunan pemerintahannya sendiri. Gampong memiliki wewenang dalam memajukan adat-istiadatnya, dengan fungsi pelaksanaan Peradilan Adat sesuai dengan tatanan adat mereka sendiri. Hal ini dikuatkan lagi dengan adanya Qanum Aceh Nomor 10 Tahun 2008 yang dibuat sebagai amanat dari UU No. 11 Tahun 2006 Tmengenai Pemerintahan Aceh yang diberikan kebebasan khusus oleh pemerintah nasional sebagai daerah khusus yang bisa membuat aturan khususnya sendiri.
Ketika ada permasalahan dan peristiwa hukum yang timbul di masyarakat, akan selalu diupayakan penyelesaian persoalannya dengan jalan kekeluargaan atau adat dan memprioritaskan dasar keikhlasan antara sesamanya. Tuha Peut Gampong, dalam melaksanakan kewajiban harus sesuai dengan asas kekeluargaan dimana itu menjadi dasar utama dalam masyarakat aceh.14 Dengan pada hakikatnya lembaga adat berperan dan berfungsi sebagai wadah keikutsertaan Masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan Aceh baik itu pada tingkat Provinsi ataupun Kabupaten/Kota
Pada pelaksanaan penerapan otonomi daerah, idealnya lembaga adat mampu mempunyai kontribusi sebagai bagian dari masyarakat yang ada di daerah tersebut, peranan ini ditafsirkan perihal apa yang mampu dilakukan Lembaga Adat didalam Masyarakat sebagai suatu lembaga kemasyarakatan. Lembaga Adat
13 Samsul, “Penguatan Lembaga Adat Sebagai Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa”, 140.
14 Rahmito Azhari, dkk, “Penguatan Lembaga Adat Tuha Peuh Dalam Penyelesaian Perselisihan Masyarakat Aceh”, Indonesian Jurnal of Criminal Law and Criminology, vol.4 No.1, 2023, 34-44. https://doi.org/10.18196/ijclc.v4i1.17854
12
diposisiskan sebagai wadah bagi organisasi permufakatan/permusyawaratan para pengurus adat, pemuka-pemuka adat atau Masyarakat yang berada di luar tatanan organisasi pemerintah, dengan teteap pada tujuannnya dalam mengayomi dan menjaga ketertiban di lingkungan Masyarakat adat 15
15 Haris Bin Haji, “Peran Lembaga Adat dan Pengaruhnya Terhadap Pelaksanaan Pembangunan di desa Batu Merah Kota ambon”, Jurnal of Government Sicience Studies, vol. 1 No.1, 2022, 11. https://doi.org/10.30598/jgssvol1issue1page09-17
13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga adat ialah sebuah lembaga local yang ada dalam satu lingkup masyarakat adat yang terbuat atas keinginan Masyarakat adat itu sendiri yang didasarkan pada nilai-nilai budaya, kepercayaan dan kebiasaan adat, dari sebab itu dapat dipastikan dimana ada masyarakat adat maka disitu terdapat juga lembaga adat sebagai fungsionalis adat dan pemberian namanya memiliki perbedaan antara satu daerah dengan lainnya Dibentuknya lembaga adat guna memfasilitasi Masyarakat adat dalam hal penyelesaian permasalan.
Lembaga Adat memiliki tugas membangun, melestarikan dan melindungi budaya dan adat istiadat serta menjalin hubungan baik antar tokoh adat dengan Pemerintah Desa agar tetep harmonis. Dalam konteks penyelesaian permasalahan, lembaga adat senantiasa mengutamakan prinsip keharmonisan dan kerukunan sosial. Musyawarah menjadi pilar utama dalam sebuah persidangan yang dilakukan oleh lembaga peradilan adat, Dalam setiap penyelesaian sengketa dapat melaluai dua metode, yang pertama yaitu metode litigasi atau metode nonlitigasi
Turut sertanaya pemerintah dalam penguatan lembaga adat yaitu dengan dibuatnya peraturan daerah yang itu juga adalah salah satu usaha yang dijalankan oleh tiap-tiap daerah untuk menguatkan dan mempertahankan peranan lembaga adatnya.
14 Daftar Pustaka
Buku,
Iskandar, Mizaj dan Emk Alidar, 2020, Otoritas Lembaga Adat dalam Penyelesaian Kasus Khalwat di Aceh, (Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Aceh.
Tamam, Badrut, 2022, Pengantar Hukum Adat, Depok: Pustaka Radja Jurnal,
Azhari, Rahmito, dkk, 2023, “Penguatan Lembaga Adat Tuha Peuh Dalam Penyelesaian Perselisihan Masyarakat Aceh”, Indonesian Jurnal of Criminal Law and Criminology, vol.4 (1) DOI: https://doi.org/10.18196/ijclc.v4i1.17854 (Diakses pada 26 Septemnber 2023)
Haji, Haris Bin, 2022 “Peran Lembaga Adat dan Pengaruhnya Terhadap Pelaksanaan Pembangunan di desa Batu Merah Kota ambon”, Jurnal of Government Sicience Studies, vol. 1 (1). DOI:
https://doi.org/10.30598/jgssvol1issue1page09-17 (Diakses pada 17 Oktober 2023)
Kamarudin, dkk, 2013, “Model Penyelesaian Konflik di Lembaga Adat”, Jurnal
Penelitian Keagamaan. vol.21 (1), DOI:
https://doi.org/10.21580/ws.21.1.236 (Diakses pada 26 September 2023) Musrizal, dkk, 2020, “Penyelesaian Tindak Pidana Ringan Melalui Komunikasi
Mediasis Lembaga Adat”, Jurnal Peuwari: Media kajian Komunikasi Islam, vol.3 (2), 10.22373/jp.v3i2.8280 (Diakses pada 14 Oktober 2023) Samsul, Inosentius, 2014, “Penguatan Lembaga Adat Sebagai Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa”, Jurnal Negara Hukum, vol.5 (2), DOI: https://doi.org/10.22212/jnh.v5i2.237 (Diakses pada 26 September 2023)