Oleh karena itu, semiotika Al-Qur’an dapat menjadi salah satu cabang dari bidang penerapan semiotika, karena di dalamnya terkandung tanda-tanda yang mempunyai makna. Semiotika Al-Qur'an dapat diartikan sebagai cabang semiotika yang mempelajari tanda-tanda yang ada di dalam Al-Qur'an, termasuk kalimat, kata atau huruf serta keseluruhan struktur yang ada di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh keberadaan Al-Qur’an merupakan rangkaian tanda-tanda yang mempunyai makna.
Alhamdulillah, disertasi berjudul “Pelecehan Seksual dalam Al-Quran (Analisis Semiotika QS. Yu>suf ayat 22-25)” berhasil diselesaikan.
Latar Belakang Masalah
Kedua tokoh tersebut di atas berupaya menggunakan teori semiotika untuk membaca kembali teks Al-Qur'an sebagai ekspresi tertulis. Selain menerapkan teori, mereka juga menawarkan metode membaca Al-Qur'an dari sudut pandang semiotik. Dalam pandangan mereka, banyak sistem tanda dalam bahasa yang digunakan Al-Qur'an sebagai alat untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada manusia melalui perantaraan Nabi Muhammad SAW.
Ini bermakna al-Quran adalah dunia tanda, maka untuk mencari makna dan makna7, sistem tanda dalam bahasa al-Quran perlu diterokai dan dipelajari di dalamnya. Justeru, untuk mencari konsep tersembunyi di sebalik sistem tanda dalam bahasa al-Quran, seseorang itu perlu mencari dan meneliti corak hubungan antara tanda dan tanda yang sedia ada. Apabila kita amati, al-Quran berfungsi sebagai wahyu sebagai alat untuk menyampaikan risalah Allah swt.
Hal inilah yang membuat penulis tertarik pada pemilihan semantik Al-Qur'an yang mempunyai cakupan makna dan komunikasi. Diantaranya adalah untuk menarik perhatian masyarakat atau masyarakat di dalam atau di luar negara Arab terhadap pesan-pesan dalam Al-Qur'an yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, penulis memilih kisah Nabi Yu>suf dalam Al-Qur'an surat Yu>suf ayat 22-25 sebagai objek bahan penelitian.
Rumusan Masalah
Sedangkan objek formalnya adalah analisis semiotika terhadap kisah Nabi Yu>suf dalam ayat tersebut dan pesan-pesan yang terkandung dalam ayat tersebut.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tinjauan Pustaka
Meski Mustansir Mir tidak menyebutkan pendekatan yang digunakannya dalam menganalisis kisah Yusuf dalam artikel “Kisah Al-Qur'an Yusuf: Plot, Tema dan Tokoh”10, ia tampaknya mencoba menerapkan analisis struktural. pendekatan dengan penekanan pada penulisan berupa analisis alur, tema dan penokohan tokoh yang ada. Nasichun menulis “Qis}s}ah Yu>suf fi al-Qur'a>n: Dira>sa>h Tah}li>liyyah Tarki>biyyah Sardiyyah li Greimas”, yang hanya membahas aspek analisis struktural saja, namun tidak dilengkapi dengan pembahasan masalah smiotika al-Quran11. Achmad Tohe malah membahasnya dengan judul Al-Ruwah al-Muna>miyyah fi Surah Yu>duf: Dira>sa>h Tah}li>liyyah Lugha>wiyyah Sikulujiyyah12, dengan hanya menceritakan kisah kajian Nabi Yu>duf dari aspek bahasa dan psikologi.
Nasichun, “Qis}s}ah Yu>suf fi al-Qur'a>n: Dira>sa>h Tah}li>liyyah Tarki>biyyah Sardiyyah li Greimas”, Skripsi Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001. 12 Achmad Tohe, “Al-Ruwah al-Muna>miyyah fi Surah Yu>suf: Dira>sa>h Tah}li>liyyah Lugha>wiyyah Sikulujiyyah”, Skripsi Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1997. Setelah mengasuh tinjauan pustaka Dalam berbagai penelitian, buku dan tulisan di atas, penulis menekankan bahwa pembahasan perkembangan semiotika Al-Qur’an sebagai analisis kekerasan seksual terhadap anak dengan objek materi penelitian adalah kisah Nabi Yu. .>suf dalam QS.
Oleh karena itu, yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pengembangan semiotika Al-Qur'an, penerapannya pada kisah Nabi Yu>suf dalam QS.
Kerangka Teori
Dalam konteks Al-Qur’an, apa pun yang dapat dijadikan penanda adalah bahasa Al-Qur’an itu sendiri, sedangkan yang ditandakan adalah konsep atau makna dibalik bahasa tersebut. Demikian pula bahasa sebagai media cerita dalam Al-Quran juga diposisikan sebagai sistem tanda tingkat pertama. Kisah-kisah dalam Al-Qur'an juga merupakan suatu sistem tanda yang mempunyai konvensi khusus tersendiri, yaitu konvensi-konvensi yang terdapat dalam Al-Qur'an itu sendiri.
Konvensi ini terbentuk bukan hanya karena konvensi-konvensi yang ada di dalam Al-Qu’an itu sendiri, namun juga karena Al-Qur’an erat kaitannya dengan teks-teks di luarnya. Oleh karena itu, masih ada sistem tanda lain yang berada di atas sistem tanda yang ada dalam kisah-kisah dalam Al-Qur’an, yang biasa disebut dengan sistem semiotika tingkat kedua. Jika demikian, maka dapat disimpulkan bahwa makna yang terkandung dalam kisah-kisah Al-Qur’an masih mempunyai, mempunyai dan memegang makna-makna lain di atas makna yang pertama.
Selain itu, kajian semiotik terhadap Al-Qur’an tidak selalu sebatas pencarian makna, karena Al-Qur’an sebagai wahyu mempunyai pesan-pesan lain yang ingin disampaikan kepada manusia. Dengan demikian, semiotika Al-Qur’an tidak berhenti hanya pada menganalisis hubungan sistem tanda dalam Al-Qur’an, namun juga berusaha semaksimal mungkin mengungkap pesan-pesan yang tersimpan di dalamnya. Catatan penting yang perlu diperhatikan mengenai pembacaan Al-Qur'an secara hermeneutik atau retrospektif, yaitu pembacaan terhadap konvensi-konvensi yang terdapat dalam Al-Qur'an itu sendiri dan aspek luar yang berkaitan erat dengan Al-Qur'an.
Metode Penelitian
- Jenis Penelitian
- Sumber Data
- Objek dan Pendekatan Penelitian
- Teknik Pengumpulan Data
- Tahap Analisis Data
- Metode Analisis
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotika, seperti semiotika makna Saussurean dan semiotika komunikasi Piercean, dibantu dengan pendekatan intertekstual. Prinsip dasar pendekatan ini adalah bahwa setiap teks yang ada tidak dapat dipisahkan dari teks-teks lain yang ada di sekitarnya. Ayat Yu>suf 22-25 secara sederhana dapat diartikan tidak terpisahkan dari teks ayat-ayat di sekitarnya, baik yang berkaitan dengan teks dalam narasi batin maupun hubungan tekstual yang lebih luas dalam konteks kisah Nabi Yu> suf dalam QS.
Yu>suf ayat 22-25 dengan nash di luarnya, seperti contoh kondisi budaya ketika ayat tersebut diturunkan, asbab nuzul atau bahkan kitab tafsir, sejauh mana hal tersebut ada dan berkaitan satu sama lain. Setelah data terkumpul, peneliti memetakan data tersebut kemudian memilahnya untuk mengambil data yang diperlukan. Analisis data dilakukan sejak awal pengumpulan data dengan cara menyusun urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan dilanjutkan dengan menafsirkan data yang diperoleh.
Selain itu dilakukan reduksi dan pemilihan data utama sesuai prioritas dan fokus masalah penelitian. Data yang telah direduksi kemudian ditampilkan kembali dalam bentuk kategorisasi yang disertai klasifikasi. Selanjutnya dalam menentukan hubungan antara satu kategori dengan kategori lainnya, penulis melakukan metode analisis dan interpretasi yang sesuai dengan peta penelitian, yang dibatasi oleh rumusan masalah dan tujuan penelitian.
Sistematika Pembahasan
Kesimpulan
Upaya menundukkan Ju>sufi juga terlihat pada klausa ue ghallakat al-abwa>b dan ue q>alat haita lak. Kedua klausa ini merupakan nada emosi yang diungkapkan untuk mengirimkan isyarat dan mengkomunikasikan pesan syahwat secara langsung kepada Ju>sufi. Tanda-tanda hammet bihi> , hamma biha> dan lau la> an ra'a> burha>na rabbih merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan artinya menunjukkan bahwa Yu>suf masih mempunyai kesadaran penuh akan kebesaran Tuhannya, sehingga ia tetap mampu mengendalikan hasrat seksual yang dirasakannya, hal ini didukung dengan kalimat ma'azallah (Aku berlindung kepada Allah) di akhir ayat.
Kesadaran akan kebesaran Allah inilah yang akhirnya menyebabkan Yu>suf segera berpaling dari Imra'a>h al-Azi>z, sehingga keduanya berlari dengan murung menuju pintu, bercampur dengan kalimat qaddat qami > s}ahu> duburku yang artinya adanya pemaksaan yang disengaja oleh Imra'a>h al-Azi>z terhadap Yu>suf untuk menuruti keinginannya melakukan zina berupa Yu>suf tidak boleh keluar dari batasan tersebut. situasi yang mendukung terjadinya perzinahan, maka secara reflek ia menarik-narik baju Yu>suf hingga robek di bagian belakang. Keberadaan al-Azi>z di depan pintu merupakan tanda yang menunjukkan bahwa pintu tersebut sebenarnya adalah pintu yang biasa digunakan untuk keluar masuknya orang. Ketika Imra'a>h al-Azi>z melihat suaminya di depan pintu, dia mengadu kepada suaminya dengan alasan bahwa dia tidak bersalah dan ada orang yang akan melakukan su>' (perbuatan tidak senonoh yang berujung pada pemaksaan dalam skandal kekerasan seksual. ) melawan dia.
Keluhan ini justru mengancam sekaligus memberikan hikmah kepada Yusuf tentang penolakannya untuk berzina, makna lainnya adalah untuk menyelamatkan Yusuf dari hukuman terberat yang akan diterimanya, sekaligus sebagai bentuk Zali> terkesiap. cinta untuknya. Di bawah ini penjelasan mengenai ideologi atau pesan tersembunyi yang terkandung dalam cerita tersebut. Pertama, Sabar, teks cerita ini tidak menampilkan adanya protes atau keluhan para Ju>sufi terhadap cobaan apapun.
Saran
Al-Alu>si>, Abi> al-Fadl Syiha>buddi>n al-Sayyid Mahmu>d. Membaca Bahaya: Pelecehan Seksual, Harapan dan Perlindungan Diri, dalam Marianne Hester (ed.) "Kekerasan perempuan dan kekuasaan laki-laki: aktivisme, penelitian dan praktik feminis". Qis}s}ah Yu>suf fi al-Qur'a>n: Dira>h Tah}li>liyyah Tarki>biyyah Sardiyyah li Greimas, skripsi pada Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001.
Dynamics of a stressful encounter: Cognitive appraisal, coping, and encounter outcome” i Journal of Personal and Social Psychology. Al-Su>yu>ti, Al-Ima>n Jalalu>ddin Abdurrahama>n bin Abi> Bakr. Al-Ruwah al-Muna>miyyah fi Surah Yu>suf: Dira>sa>h Tah}li>liyyah Lugha>wiyyah Sikulujiyyah, afhandling ved Adab UIN-fakultetet Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1997.
Al-Wa>hidi>, Abu> Hasan 'Ali bin Ahmad bin Muhammad bin 'Ali. Peran Konteks, Budaya, dan Ideologi dalam Semiotika” dalam Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest, Semua tentang semiotika. Kisah Nabi Musa dan Samiri dalam Al-Qur'an (Studi Banding Tafsir Al-Alusi dan Sayyid Qutb) TESIS.