• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PEMILU UNTUK MEMILIH ANGGOTA PARLEMEN (DPR, DPD, dan DPRD)

N/A
N/A
Wahlulia Amri

Academic year: 2024

Membagikan "SISTEM PEMILU UNTUK MEMILIH ANGGOTA PARLEMEN (DPR, DPD, dan DPRD) "

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PEMILU UNTUK MEMILIH

ANGGOTA PARLEMEN (DPR, DPD, dan DPRD)

Rabu, 14 Juli 2021

Titi Anggraini

twitter: @titianggraini, ig: @tanggraini

FB Page: Titi Anggraini, YouTube: Titi Anggraini [email protected], http://perludem.org/

(2)
(3)
(4)

”A good electoral system can give you a glimpse of Heaven, but a bad electoral system can give you a quick trip to Hell”

(Andrew Reynolds 2014)

(5)

ASAS

TUJUAN

LANGSUNG UMUM BEBAS

RAHASIA JUJUR

PROSES

HASIL

1) Mempermudah pemilih dalam memberikan suara.

2) Menyederhanakan jadwal penyelenggaraan.

3) Menghemat keuangan negara.

4) Menyeimbangkan beban penyelenggara.

1) Meningkatkan partisipasi politik.

2) Menciptakan sistem presidensial yang efektif.

3) Menyederhanakan sistem kepartaian DPR/DPRD (mengurangi fragmentasi politik di parlemen).

4) Memperkuat dan mendemokrasikan partai.

ADIL BERKALA

(6)

Apa itu sistem pemilu?

Pilihan terhadap jenis/varian sistem pemilu adalah keputusan paling penting dalam sistem politik demokrasi.

Lembaga-lembaga politik membentuk aturan main bagaimana demokrasi dipraktikan, dan sering dikemukakan bahwa lembaga politik yang paling gampang dimanipulasi, untuk tujuan baik atau buruk, adalah sistem pemilu (Reynolds et.al 2005)

Pada tingkatan yang paling dasar, sistem pemilu mengonversi perolehan suara dalam sebuah pemilihan umum menjadi kursi-kursi yang

dimenangkan oleh partai dan kandidat.

Tiga variabel kunci sistem pemilu:

Pilihan terhadap jenis sistem pemilu.

Struktur surat suara (electoral balloting structure).

Daerah pemilihan dan formula penghitungan perolehan kursi.

(7)

Sistem Pemilu

Sistem Pemerintahan Sistem

Kepartaian

Representasi Politik

• Maurice Duverger (1954) yang kemudian dikenal dengan “Duverger laws”:

• Efek mekanis sistem pemilu berpengaruh terhadap sistem kepartaian;

• Efek psikologis sistem pemilu berpengaruh terhadap perilaku pemilih.

• Benjamin Reilly (2006): Pilihan sistem pemilu dipengaruhi oleh situasi struktur sosial

masyarakat/kebutuhan representasi politik

• Jones 1995; Samus 2002; Jeffrey Cason (2006):

reformasi elektoral/perubahan sistem pemilu dipengaruhi oleh kebutuhan efektivitas dan stabilitas pemerintahan.

Relasi Sistem Pemilu

(8)

Hal yang penting diperhatikan

dalam memilih Sistem Pemilu:

Andrew

Reynolds, 2001

• Memperhatikan representasi (keterwakilan).

• Membuat pemilu mudah digunakan dan bermakna.

• Memungkinkan perdamaian.

• Memfasilitasi pemerintahan yang efektif dan stabil.

• Pemerintah yang terpilih akuntabel.

• Pemilih mampu mengawasi wakil terpilih.

• Mendorong partai politik bekerja lebih baik

• Mempromosikan kontrol/check and balances oleh legislatif/parlemen.

• Mampu membuat proses pemilu berkesinambungan

• Memperhatikan standar internasional.

(9)

7 Variabel Teknis Utama Sistem Pemilu

Besaran Daerah Pemilihan Metode Pencalonan

Metode Pemberian Suara

Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) Formula Perolehan Kursi Partai

Penetapan Calon Terpilih Jadwal [dlm sistem presidensial]

(10)

Sumber: Electoral Systems Design; IDEA International Handbook, 2005

(11)

Sistem Pemilu

Sistem pluralitas/mayoritas – Sistem pluralitas/mayoritas didasarkan pada prinsip bahwa kandidat-kandidat atau partai dengan sebuah pluralitas suara (yakni, lebih banyak dari yang lain) atau sebuah mayoritas suara (yakni, 50 persen plus satu— sebuah mayoritas mutlak) dinyatakan sebagai (para) pemenang. Sistem semacam ini bisa menggunakan daerah pemilihan dengan satu wakil—misalnya, First Past The Post, Alternative Vote atau Sistem Dua Putaran—atau daerah pemilihan berwakil majemuk— misalnya, Block Vote dan Party Block Vote.

Representasi Proporsional (PR) – Sebuah keluarga sistem elektoral yang didasarkan pada prinsip konversi seluruh suara partai atau kelompok menjadi kursi secara proporsional dalam sebuah badan terpilih. Misalnya, sebuah partai yang memperoleh 30 persen suara akan mendapatkan sekitar 30 persen kursi. Semua sistem PR menghendaki penggunaan daerah pemilihan berwakil majemuk. Ada dua macam sistem PR utama: Daftar PR dan Single Transferable Vote (STV).

(12)

Contine

nt Mixed

Plurality /Majorit

y PR

Not applicab

le

In transitio

n Other

Countrie s research

ed

Africa 9

(16.4%)

24 (43.6%)

17 (30.9%)

2 (3.6%)

1 (1.8%)

2

(3.6%) 55

America s

3 (6.7%)

22 (48.9%)

20 (44.4%)

0 (0.0%)

0 (0.0%)

0

(0.0%) 45

Asia 10

(20.8%)

20 (41.7%)

12 (25.0%)

4 (8.3%)

1 (2.1%)

1

(2.1%) 48

Europe 9

(17.6%)

6 (11.8%)

34 (66.7%)

1 (2.0%)

0 (0.0%)

1

(2.0%) 51

Oceania 1

(5.6%)

13 (72.2%)

1 (5.6%)

0 (0.0%)

0 (0.0%)

3

(16.7%) 18

Total 32 85 84 7 2 7 217

Sebaran Varian Penggunaan Sistem Pemilu Dunia

https://www.idea.int/data-tools/question-view/130357

(13)

Dasar Hukum Pengaturan Sistem Pemilu Legislatif

UUD NRI Tahun 1945

UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum – beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi

Peraturan KPU

(14)

Pemilu dalam UUD NRI Tahun 1945

BAB VIIB*** PEMILIHAN UMUM Pasal 22E

• (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.***

• (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.***

• (3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.***

• (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.***

• (5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.***

• (6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.***

(15)

Besaran Alokasi Kursi Per-Daerah Pemilihan

Besaran alokasi kursi per-daerah pemilihan menentukan varian/jenis sistem pemilu.

Besaran alokasi kursi berpengaruh terhadap pola representasi bahkan kedekatan antara pemilih dengan partai politik

Besaran alokasi kursi mempengaruhi tingkat kompetisi antar partai politik

”Semakin sedikit besaran alokasi kursi semakin tinggi tingkat kompetisi antar partai politik”

Besaran alokasi kursi berpengaruh terhadap pembentukan sistem kepartaian

Single member district (kursi yang diperebutkan di dapil hanya satu)

Multi member's district(kursi yang diperebutkan di dapil lebih

dari satu, 2 kursi dst)

Sistem Pemilu Pluralitas/Mayoritas

Sistem Pemilu Proportional Representation

Sistem Pemilu Campuran Sistem Dua Partai

Sistem Multipartai

Sistem Multipartai

(16)

DAPIL KECIL DAPIL

SEDANG DAPIL BESAR

2 – 5 KURSI

6 – 10 KURSI

11 + KURSI

SISTEM KEPARTAIAN

MULTIPARTAI EKSTRIM

> 5 PARTAI RELEVAN MULTRIPARTAI

SEDERHANA 3-5 PARTAI RELEVAN

RELASI MULTI MEMBERS DISTRICT DENGAN MULTI PARTY SYSTEM

(17)

Besaran Daerah Pemilihan Pileg Indonesia (District Magnitude)

• Total 575 kursi DPR yang diperebutkan dan tersebar di 80 daerah pemilihan (dapil).

• 136 kursi DPD yang diperebutkan tersebar di 34 Provinsi/dapil (Pasal 22C Ayat (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah

seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat).

• Kursi DPRD beragam sesuai dengan jumlah penduduk.

3 – 10 kursi untuk Pemilu DPR (minimal 3, paling banyak 10 kursi di setiap dapil).

3 – 12 kursi untuk untuk Pemilu DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.

4 kursi untuk DPD RI di setiap dapil (provinsi).

Sumber: UU No. 7 Tahun 2017

(18)

Metode Pencalonan

Pengertian metode pencalonan:

“Bagaimana peserta pemilu menyiapkan daftar calonnya?”

Sistem pemilu dan pengaruhnya terhadap metode pencalonan Proposional Vs Plurlitas/Mayoritas

Metode pencalonan dalam dua isu utama:

Intra party democracy

Affirmative action pencalonan perempuan (Indonesia

menganut kebijakan afirmasi pencalonan perempuan: daftar caleg DPR dan DPRD memuat keterwakilan perempuan

paling sedikit 30%. Penempatan caleg, setiap tiga caleg memuat paling sedikit 1 caleg perempuan).

(19)

Metode Pemberian Suara

Sistem pemilu dan penentuan jenis metode pemberian suara (partai/

kandidat/preferensial)

Konsekuensi dari jenis metode pemberian suara

• Pola persaingan;

• Kemudahan pemilih dan perilaku pemilih;

• Model representasi;

• Pelembagaan partai dan sistem kepartaian.

Studi Kasus: wacana perubahan metode pemberian suara di Indonesia, dari Proporsional Daftar Terbuka (OLPR) menjadi Proporsional Daftar Tertutup (CLPR).

(20)

Metode Pemberian Suara

• Pemilu Kepala Daerah/Pemilu Presiden pemilih memilih tanda gambar/nama/nomor urut

pasangan calon di surat suara;

• Pemilu legisalatif dengan sistem proposional daftar terbuka pemilih memilih logo partai politik/nama calon/nomor urut calon;

• Jika sistem pemilu berubah menjadi sistem proposional tertutup atau daftar partai maka pemilih memilih logo/nomor urut partai saja.

1999 CLPR

2004 Semi OLPR

2009 OLPR

2014 OLPR

2019

OLPR

(21)
(22)
(23)
(24)

CLPR: Antara Kohesivitas, Pelembagaan, & Oligarki

• Dampak penggunaan CLPR (Aspinal 2019):

Menempatkan elit partai pada posisi strategis yang memiliki otoritas dan control penuh terhadap posisi daftar calon berbasis nomor urut;

Party centric competition: setiap kandidat memiliki kesamaan irama untuk meningkatkan perolehan suara partai;

Programmatic politics kandidat mengkampanyekan program/platform partai politik

• Lesson learned Pemilu 1999:

Muncul pandangan partai politik tidak responsif, out of touch, dan korup;

CLPR dianggap sebagai sumber persoalan yang mereduksi peran pemilih untuk menentukan wakilnya secara langsung (candidate based);

Kandidat terpilih sebagian besar adalah elit/pimpinan partai dan beberapa kandidat yang memiliki modal finansial untuk membayar posisi tertitinggi dalam nomor urut daftar caleg;

”Party dictatorship” & ”Party oligarchy”

Chapter Six Edward Aspinall: Lesson’s From A Neighbor: The Negative Consequences of Indonesia’s Shift to The Open List, pg.93-108

(25)

OLPR: Dari Berbasis Partai ke Individual

• OLPR membangun dua arena persaingan

Intra-party: sesama caleg di partai yang sama sebagai “rival” bukan “running mates”.

Inter-party: antara institusi partai dan antar individual kandidat

• Koordinasi antar caleg satu partai sangat lemah terkecuali antar caleg pada level pemilu yang berbeda untuk bekrjasama (dikenal sistem tandem DPR & DPRD)

• Strutktur pemenangan berbasis jaringan personal

• elit partai mentransformasi struktur partai sebagai jaringan pemenangan personal.

• Distributive politics berbasis

klientelisme yang non-programatic (Aspinall 2013) Chapter Six Edward Aspinall: Lesson’s From A Neighbor: The Negative

Consequences of Indonesia’s Shift to The Open List, pg.93-108

(26)

Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold)

Pengertian ambang batas parlemen: tingkat minimum perolehan suara yang dibutuhkan suatu partai untuk mendapatkan representasi/kursi.

Konsekuensi pemberlakuan ambang batas parlemen:

• Proporsionalitas hasil pemilu

• Sistem Kepartaian

Merancang besaran ambang batas parlemen: antara idealitas dan

kepentingan politis

(27)

Ambang Batas Parlemen: Penyederhanaan Sistem Kepartaian atau Disproporsionalitas Hasil Pemilu?

(28)

Formula Penghitungan Suara (Electoral Formula)

& Penepatan Calon Terpilih

Pluralitas/Mayoritas

Mayoritas sederhana (pluralitas) The winner takes all

Absolute majority (mayoritas absolut)

i.e over 50 percent

Proportional Representation

Quota

(largest reminders)

Divisor (highest average)

Varian model formula penghitungan suara berdasarkan jenis sistem pemilu

Konsekuensi pilihan formula penghitungan suara terhadap sistem kepartaian &

proporsionalitas hasil

(29)

 Pluralitas/Mayoritas  Proporsional

(30)

Michael Gallagher, Compering Proportional Representation Electoral System, p.470

(31)

Formula Penghitungan 2019 Divisor Sainte Lague

Pasal 415 ayat (2) UU 7 Tahun 2017: Dalam hal penghihrngan perolehan kursi DPR, suara sah setiap partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413 ayat (1) dibagi dengan bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3; 5; 7; dan

seterusnya.

(32)

Contoh Konversi Suara dengan Formula Saint Lague (Dapil dengan 7 kursi)

PARTAI /1 /3 /5 /7 /9 /11 /13 KURSI (*)

Partai A (53.000)

53,000 (1)

17,666 (4)

10,600

(5) 7,571 5,888 4,818 4,076 3

Partai B (24.000)

24,000 (2)

8,000

(6) 4,800 3,428 2,666 2,181 1,846 2

Partai C (23.000)

23,000 (3)

7,666

(7) 4,600 3,285 2,555 2,090 1,769 2

(33)

Latar Belakang Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019

Putusan MK No 14/PUU-XI/2013

Mendorong Efektivitas Sistem

Presidensial

Original Intent Pembahasan Amandemen UUD

1945

Efektivitas dan Efisiensi

Penyelenggaraan Pemilu

“Untuk Pemilu 2019 dan seterusnya penyelenggaraan pemilu dilakukan secara serentak (pemilu lima kotak)”

(34)

Putusan MK 55/PUU-XVII/2019

1. Perdebatan para pengubah UUD 1945 atau original intent ketika amandemen;

2. Penguatan sistem presidensil di Indonesia; dan

3. Menelusuri makna pemilihan umum serentak dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013

3 Hal yang mendasari Putusan MK No. 55/PUU-

XVII/2019

(35)

Putusan MK 55/PUU-XVII/2019

Pemilu serentak 5 kotak bukan pilihan satu-satunya

Hal ini dapat dilihat pada pertimbangan MK di paragraph [3.15.1]

halaman 316:

“……bahwa melacak perdebatan selama perubahan UUD 1945, terdapat banyak pandangan dan perdebatan perihal keserentakan pemilihan

umum. Dalam hal ini, adalah benar penyelenggaraan Pemilu Serentak Lima Kotak menjadi salah satu gagasan yang muncul dari pengubah UUD 1945. Namun gagasan tersebut bukanlah satu-satunya yang berkembang ketika perubahan UUD 1945.

Konstruksi Penting tentang Desain Pemilu Serentak

(36)

Putusan MK 55/PUU-XVII/2019

6 Model Pemilu serentak yang Konstitusional

1. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD;

2. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota;

3. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, anggota DPRD, Gubernur, dan Bupati/Walikota;

4. Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/Walikota;

5. Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD Provinsi dan memilih gubernur; dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Bupati dan Walikota;

6. Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden.

(37)

CIRI UTAMA SISTEM PEMILU

Pluralitas/ Mayoritas

Daerah pemilihan umumnya Single Member (satu dapil, satu kursi yang diperebutkan).

Pencalonan dapat dilakukan oleh partai dan oleh perorangan.

Pemberian suara umumnya untuk kandidat.

Formula keterpilihan:

Pluralitas(suara pemenang lebih kecil dibanding total yang kalah)

Mayoritas(suara pemenang lebih besar dibanding gabungan suara yang kalah)

Tidak terdapat Parliamentary Threshold formal

Proporsional

Daerah Pemilihan: Multi Member.

Pencalonan dilakukan oleh partai politik.

Pemberian suara bisa umumnya untuk partai politik dan/atau kandidat.

Formula keterpilihan berdasarkan proporsi berimbang (metode

penghitungan)

Ada Ambang Batas Parlemen

(Parliamentary Threshold) formal

(38)

KELEBIHAN

Mayoritas/Pluralitas

1. Dapat membatasi jumlah partai politik.

2. Membentuk pemerintahan yang kuat karena meraih suara mayoritas.

3. Membentuk oposisi yang kuat.

4. Menciptakan hubungan yang kuat antara wakil dan

konstituen.

5. Sederhana, mudah dipahami 6. Mudah dihitung.

Proporsional

1. Lebih mewakili keragaman kelompok masyarakat,

termasuk minoritas).

2. Cukup akurat

menerjemahkan proporsi perolehan suara dengan kursi.

3. Sedikit suara terbuang (tidak dihitung).

4. Menciptakan sistem multipartai untuk

mengakomodasi keragaman politik di masyarakat.

(39)

KELEMAHAN

Mayoritas/Pluralitas

Banyak suara terbuang sehingga partai kecil tidak terwakili.

Sulitnya kelompok minorotas dan perempuan untuk terpilih.

Kursi yang dimenangkan tidak proporsional dengan perolehan suara.

Rawan terhadap manipulasi

pembentukan daerah pemilihan (gerrymandering cases).

Proporsional

Hubungan antara wakil dan konstituen cenderung lemah.

Dominasi partai politik.

Sulit membentuk pemerintahan yang efektif dan stabil (tidak ada partai mayoritas di parlemen).

Proporsional dengan model terbuka lebih sulit dipahami, tidak sederhana dalam

penghitungan suara.

(40)

Sistem Pemilu Indonesia (Pileg, Pilpres, Pilkada)

• Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota: Open List Proportional Representation (OLPR) atau Sistem Pemilu Proporsional dengan daftar terbuka (UU No. 7 Tahun 2017).

• Pemilu Anggota DPD: Single Non-Transferable Vote (SNTV), Distrik Berwakil Banyak (UU No. 7 Tahun 2017).

• Pemilu Presiden dan Wakil Presiden: Majority Run Off 50% + 1, Two Round System (Sistem Pemilu Mayoritas dengan dua putaran). UU 7 Tahun 2017.

• Pilkada DKI Jakarta: Majority Run Off 50% + 1, Two Round System (Sistem Pemilu Mayoritas dengan dua putaran).

• Pilkada seluruh Indonesia: Pluralitas, Suara Terbanyak, First Past the Post,

Winner Takes All.

(41)

VARIAN SISTEM PEMILU MAYORITARIAN – diolah oleh Ahsanul Minan

SISTEM JUMLAH KURSI DI

DAPIL CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN FIRST PAST THE POST

(FPTFP)

1 KURSI 1 PEMILIH = 1 SUARA PLURALITAS (SUARA TERBANYAK)

TWO ROUND SYSTEM 1 KURSI 1 PEMILIH = 1 SUARA MAYORITAS (50%+1) JIKA TIDAK ADA, DILAKUKAN PUTARAN 2

ALTERNATIVE VOTE 1 KURSI PEMILIH BISA MEMILIH LEBIH DARI SATU CALON DENGAN MERANGKING (PREFERENTIAL VOTE)

CALON DENGAN JUMLAH PILIHAN RANGKING 1 YANG TERENDAH, TERSINGKIR DARI PERHITUNGAN SUARA. LALU, IA KEMBALI DIUJI UNTUK PILIHAN RANGKING 2-NYA, YANG JIKA KEMUDIAN TERENDAH MENJADI TERSINGKIR.

PARTY BLOCK VOTE 1 KURSI PARTAI BOLEH

MENCALONKAN LEBIH DARI 1 CALEG

PEMILIH HANYA PUNYA SATU SUARA

SUARA TERBANYAK

BLOCK VOTE LEBIH DARI SATU KURSI

PEMILIH PUNYA HAK SUARA SEJUMLAH KURSI

PEMILIH BEBAS MEMILIH CALEG LINTAS PARTAI

SUARA TERBANYAK BV BIASA DIGUNAKAN DI NEGARA DENGAN PARTAI POLITIK YANG LEMAH

(42)

VARIAN SISTEM PEMILU PROPORSIONAL - – diolah oleh Ahsanul Minan

SISTEM JUMLAH KURSI DI DAPIL CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN LIST PROPORTIONAL LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH HANYA PUNYA SATU

SUARA

PARTAI MEMPEROLEH KURSI SECARA PROPORSIONAL DENGAN

PEROLEHAN SUARA

TERDAPAT MODEL:

OPEN-LIST

CLOSE-LIST SINGLE TRANSFERABLE

VOTE

LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH PUNYA LEBIH DARI SATU SUARA

PEMILIH BISA MERANGKING

(PREFERENTIAL VOTE)

DENGAN MENGGUNAKAN KUOTA SUARA CALON YANG MELEBIHI KUOTA, SISANYA BISA

DIBERIKAN KE CALON LAIN

(43)

VARIAN SISTEM PEMILU CAMPURAN – diolah oleh Ahsanul Minan

SISTEM JUMLAH KURSI DI DAPIL CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN MIXED MEMBER

PROPORTIONAL

SATU KURSI PER- DAPIL

KURSI

“KOMPENSASI”

PEMILIH BISA PUNYA DUA SUARA

SUARA TERBANYAK ADA SEJUMLAH KURSI YANG DIALOKASIKAN KE PARTAI YANG PEROLEHAN KURSINYA KURANG PROPORSIONAL PARAREL VOTE DUA JENIS KURSI:

KURSI YANG DIBAGI BERDASARKAN SISTEM

MAYORITARIAN

KURSI YANG DIBAGI BERDASARKAN SISTEM

PROPORSIONAL

PEMILIH PUNYA LEBIH DARI SATU SUARA

SUARA TERBANYAK

PEMBAGIAN SECARA PROPORSIONAL

KOMPONEN PROPORSIONAL TIDAK MENGKOMPENSASIKAN SISA SUARA BAGI DISTRIK YANG MENGGUNAKAN MAYORITAS/PLURALITAS

(44)

VARIAN SISTEM PEMILU LAINNYA – diolah oleh Ahsanul Minan

SISTEM JUMLAH KURSI DI DAPIL CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG

(CALON TERPILIH) KETERANGAN SINGLE NON-

TRANSFERABLE VOTE

LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH HANYA PUNYA SATU SUARA (DIBERIKAN KEPADA CALON)

SUARA TERBANYAK CONTOH: DISTRIK DENGAN 4 WAKIL, KANDIDAT DENGAN 20% SUARA DIJAMIN MEMENANGKAN KURSI. SEBUAH PARTAI DENGAN 50% SUARA DAPAT BERHARAP

MEMENANGKAN 2 KURSI DI DISTRIK DENGAN 4 WAKIL. JIKA TIAP KANDIDAT

MENGUMPULKAN 25% SUARA, MEREKA MASUK SEBAGAI WAKIL DISTRIK. JIKA, SATU KANDIDAT MENGUMPULKAN 40% SUARA DAN KANDIDAT LAIN 10%, KANDIDAT KEDUA

KEMUNGKINAN TIDAK TERPILIH. JIKA PARTAI MENCANTUMKAN 3 KANDIDAT, BAHAYA

“VOTE-SPLITTING” AKAN TERJADI DAN PARTAI CUMA MEMPEROLEH 2 KURSI SAJA

LIMITED VOTE LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH PUNYA LEBIH DARI SATU SUARA

SUARA TERBANYAK

BORDA COUNT BISA SATU KURSI ATAU LEBIH

PEMILIH MERANGKING SUARA TERBANYAK DENGAN SISTEM RANGKING

HANYA DITERAPKAN DI NAURU

(45)

Terima Kasih

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun penyelenggaraan penuntutan atas perkara pidana pemilu pada dasarnya menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana / KUHAP (lex generalis) namun dalam UU Pemilu

Masalah dalam penanganan tindak pidana pemilu dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 dibandingkan dengan KUHP terdapat kekhususan (tidak ada padanannya dalam

10 Tahun 2008 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga sebagai konskuensinya adalah penentuan calon terpilih anggota DPR tidak lagi menggunakan nomor urut dalam daftar

Peserta Partai politik Perseorangan Pasangan calon Partai politik Pasangan calon Ambang batas peserta pemilu Model liga partai politik: lingkup nasional, lingkup

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Sistem Kaderisasi dan Penetapan Calon Anggota Legislatif dalam Pemilu adalah cara yang dilakukan oleh Partai Gololongan

Untuk mengetahui fungsi pengawasan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kota Pekanbaru dalam melaksanakan tugas pengawasan pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014

Pengaturan hukum mengenai tindak pidana pemilu terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Dari hasil kesimpulan penelitian Rekrutmen Calon Anggota Legislatif untuk DPRD Provinsi Jawa Tengah Pada Pemilu 2014 (Studi di DPD Partai Gokar Jawa Tengah)