SISTEM PEMILU UNTUK MEMILIH
ANGGOTA PARLEMEN (DPR, DPD, dan DPRD)
Rabu, 14 Juli 2021
Titi Anggraini
twitter: @titianggraini, ig: @tanggraini
FB Page: Titi Anggraini, YouTube: Titi Anggraini [email protected], http://perludem.org/
”A good electoral system can give you a glimpse of Heaven, but a bad electoral system can give you a quick trip to Hell”
(Andrew Reynolds 2014)
ASAS
TUJUAN
LANGSUNG UMUM BEBAS
RAHASIA JUJUR
PROSES
HASIL
1) Mempermudah pemilih dalam memberikan suara.
2) Menyederhanakan jadwal penyelenggaraan.
3) Menghemat keuangan negara.
4) Menyeimbangkan beban penyelenggara.
1) Meningkatkan partisipasi politik.
2) Menciptakan sistem presidensial yang efektif.
3) Menyederhanakan sistem kepartaian DPR/DPRD (mengurangi fragmentasi politik di parlemen).
4) Memperkuat dan mendemokrasikan partai.
ADIL BERKALA
Apa itu sistem pemilu?
Pilihan terhadap jenis/varian sistem pemilu adalah keputusan paling penting dalam sistem politik demokrasi.
Lembaga-lembaga politik membentuk aturan main bagaimana demokrasi dipraktikan, dan sering dikemukakan bahwa lembaga politik yang paling gampang dimanipulasi, untuk tujuan baik atau buruk, adalah sistem pemilu (Reynolds et.al 2005)
Pada tingkatan yang paling dasar, sistem pemilu mengonversi perolehan suara dalam sebuah pemilihan umum menjadi kursi-kursi yang
dimenangkan oleh partai dan kandidat.
Tiga variabel kunci sistem pemilu:
• Pilihan terhadap jenis sistem pemilu.
• Struktur surat suara (electoral balloting structure).
• Daerah pemilihan dan formula penghitungan perolehan kursi.
Sistem Pemilu
Sistem Pemerintahan Sistem
Kepartaian
Representasi Politik
• Maurice Duverger (1954) yang kemudian dikenal dengan “Duverger laws”:
• Efek mekanis sistem pemilu berpengaruh terhadap sistem kepartaian;
• Efek psikologis sistem pemilu berpengaruh terhadap perilaku pemilih.
• Benjamin Reilly (2006): Pilihan sistem pemilu dipengaruhi oleh situasi struktur sosial
masyarakat/kebutuhan representasi politik
• Jones 1995; Samus 2002; Jeffrey Cason (2006):
reformasi elektoral/perubahan sistem pemilu dipengaruhi oleh kebutuhan efektivitas dan stabilitas pemerintahan.
Relasi Sistem Pemilu
Hal yang penting diperhatikan
dalam memilih Sistem Pemilu:
Andrew
Reynolds, 2001
• Memperhatikan representasi (keterwakilan).
• Membuat pemilu mudah digunakan dan bermakna.
• Memungkinkan perdamaian.
• Memfasilitasi pemerintahan yang efektif dan stabil.
• Pemerintah yang terpilih akuntabel.
• Pemilih mampu mengawasi wakil terpilih.
• Mendorong partai politik bekerja lebih baik
• Mempromosikan kontrol/check and balances oleh legislatif/parlemen.
• Mampu membuat proses pemilu berkesinambungan
• Memperhatikan standar internasional.
7 Variabel Teknis Utama Sistem Pemilu
Besaran Daerah Pemilihan Metode Pencalonan
Metode Pemberian Suara
Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold) Formula Perolehan Kursi Partai
Penetapan Calon Terpilih Jadwal [dlm sistem presidensial]
Sumber: Electoral Systems Design; IDEA International Handbook, 2005
Sistem Pemilu
• Sistem pluralitas/mayoritas – Sistem pluralitas/mayoritas didasarkan pada prinsip bahwa kandidat-kandidat atau partai dengan sebuah pluralitas suara (yakni, lebih banyak dari yang lain) atau sebuah mayoritas suara (yakni, 50 persen plus satu— sebuah mayoritas mutlak) dinyatakan sebagai (para) pemenang. Sistem semacam ini bisa menggunakan daerah pemilihan dengan satu wakil—misalnya, First Past The Post, Alternative Vote atau Sistem Dua Putaran—atau daerah pemilihan berwakil majemuk— misalnya, Block Vote dan Party Block Vote.
• Representasi Proporsional (PR) – Sebuah keluarga sistem elektoral yang didasarkan pada prinsip konversi seluruh suara partai atau kelompok menjadi kursi secara proporsional dalam sebuah badan terpilih. Misalnya, sebuah partai yang memperoleh 30 persen suara akan mendapatkan sekitar 30 persen kursi. Semua sistem PR menghendaki penggunaan daerah pemilihan berwakil majemuk. Ada dua macam sistem PR utama: Daftar PR dan Single Transferable Vote (STV).
Contine
nt Mixed
Plurality /Majorit
y PR
Not applicab
le
In transitio
n Other
Countrie s research
ed
Africa 9
(16.4%)
24 (43.6%)
17 (30.9%)
2 (3.6%)
1 (1.8%)
2
(3.6%) 55
America s
3 (6.7%)
22 (48.9%)
20 (44.4%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
0
(0.0%) 45
Asia 10
(20.8%)
20 (41.7%)
12 (25.0%)
4 (8.3%)
1 (2.1%)
1
(2.1%) 48
Europe 9
(17.6%)
6 (11.8%)
34 (66.7%)
1 (2.0%)
0 (0.0%)
1
(2.0%) 51
Oceania 1
(5.6%)
13 (72.2%)
1 (5.6%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
3
(16.7%) 18
Total 32 85 84 7 2 7 217
Sebaran Varian Penggunaan Sistem Pemilu Dunia
https://www.idea.int/data-tools/question-view/130357
Dasar Hukum Pengaturan Sistem Pemilu Legislatif
UUD NRI Tahun 1945
UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum – beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi
Peraturan KPU
Pemilu dalam UUD NRI Tahun 1945
BAB VIIB*** PEMILIHAN UMUM Pasal 22E
• (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.***
• (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.***
• (3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.***
• (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.***
• (5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.***
• (6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.***
Besaran Alokasi Kursi Per-Daerah Pemilihan
• Besaran alokasi kursi per-daerah pemilihan menentukan varian/jenis sistem pemilu.
• Besaran alokasi kursi berpengaruh terhadap pola representasi bahkan kedekatan antara pemilih dengan partai politik
• Besaran alokasi kursi mempengaruhi tingkat kompetisi antar partai politik
”Semakin sedikit besaran alokasi kursi semakin tinggi tingkat kompetisi antar partai politik”
• Besaran alokasi kursi berpengaruh terhadap pembentukan sistem kepartaian
Single member district (kursi yang diperebutkan di dapil hanya satu)
Multi member's district(kursi yang diperebutkan di dapil lebih
dari satu, 2 kursi dst)
Sistem Pemilu Pluralitas/Mayoritas
Sistem Pemilu Proportional Representation
Sistem Pemilu Campuran Sistem Dua Partai
Sistem Multipartai
Sistem Multipartai
DAPIL KECIL DAPIL
SEDANG DAPIL BESAR
2 – 5 KURSI
6 – 10 KURSI
11 + KURSI
SISTEM KEPARTAIAN
MULTIPARTAI EKSTRIM
> 5 PARTAI RELEVAN MULTRIPARTAI
SEDERHANA 3-5 PARTAI RELEVAN
RELASI MULTI MEMBERS DISTRICT DENGAN MULTI PARTY SYSTEM
Besaran Daerah Pemilihan Pileg Indonesia (District Magnitude)
• Total 575 kursi DPR yang diperebutkan dan tersebar di 80 daerah pemilihan (dapil).
• 136 kursi DPD yang diperebutkan tersebar di 34 Provinsi/dapil (Pasal 22C Ayat (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah
seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat).
• Kursi DPRD beragam sesuai dengan jumlah penduduk.
• 3 – 10 kursi untuk Pemilu DPR (minimal 3, paling banyak 10 kursi di setiap dapil).
• 3 – 12 kursi untuk untuk Pemilu DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
• 4 kursi untuk DPD RI di setiap dapil (provinsi).
Sumber: UU No. 7 Tahun 2017
Metode Pencalonan
Pengertian metode pencalonan:
“Bagaimana peserta pemilu menyiapkan daftar calonnya?”
Sistem pemilu dan pengaruhnya terhadap metode pencalonan Proposional Vs Plurlitas/Mayoritas
Metode pencalonan dalam dua isu utama:
• Intra party democracy
• Affirmative action pencalonan perempuan (Indonesia
menganut kebijakan afirmasi pencalonan perempuan: daftar caleg DPR dan DPRD memuat keterwakilan perempuan
paling sedikit 30%. Penempatan caleg, setiap tiga caleg memuat paling sedikit 1 caleg perempuan).
Metode Pemberian Suara
Sistem pemilu dan penentuan jenis metode pemberian suara (partai/
kandidat/preferensial)
Konsekuensi dari jenis metode pemberian suara
• Pola persaingan;
• Kemudahan pemilih dan perilaku pemilih;
• Model representasi;
• Pelembagaan partai dan sistem kepartaian.
Studi Kasus: wacana perubahan metode pemberian suara di Indonesia, dari Proporsional Daftar Terbuka (OLPR) menjadi Proporsional Daftar Tertutup (CLPR).
Metode Pemberian Suara
• Pemilu Kepala Daerah/Pemilu Presiden pemilih memilih tanda gambar/nama/nomor urut
pasangan calon di surat suara;
• Pemilu legisalatif dengan sistem proposional daftar terbuka pemilih memilih logo partai politik/nama calon/nomor urut calon;
• Jika sistem pemilu berubah menjadi sistem proposional tertutup atau daftar partai maka pemilih memilih logo/nomor urut partai saja.
1999 CLPR
2004 Semi OLPR
2009 OLPR
2014 OLPR
2019
OLPR
CLPR: Antara Kohesivitas, Pelembagaan, & Oligarki
• Dampak penggunaan CLPR (Aspinal 2019):
• Menempatkan elit partai pada posisi strategis yang memiliki otoritas dan control penuh terhadap posisi daftar calon berbasis nomor urut;
• Party centric competition: setiap kandidat memiliki kesamaan irama untuk meningkatkan perolehan suara partai;
• Programmatic politics kandidat mengkampanyekan program/platform partai politik
• Lesson learned Pemilu 1999:
• Muncul pandangan partai politik tidak responsif, out of touch, dan korup;
• CLPR dianggap sebagai sumber persoalan yang mereduksi peran pemilih untuk menentukan wakilnya secara langsung (candidate based);
• Kandidat terpilih sebagian besar adalah elit/pimpinan partai dan beberapa kandidat yang memiliki modal finansial untuk membayar posisi tertitinggi dalam nomor urut daftar caleg;
• ”Party dictatorship” & ”Party oligarchy”
Chapter Six Edward Aspinall: Lesson’s From A Neighbor: The Negative Consequences of Indonesia’s Shift to The Open List, pg.93-108
OLPR: Dari Berbasis Partai ke Individual
• OLPR membangun dua arena persaingan
• Intra-party: sesama caleg di partai yang sama sebagai “rival” bukan “running mates”.
• Inter-party: antara institusi partai dan antar individual kandidat
• Koordinasi antar caleg satu partai sangat lemah terkecuali antar caleg pada level pemilu yang berbeda untuk bekrjasama (dikenal sistem tandem DPR & DPRD)
• Strutktur pemenangan berbasis jaringan personal
• elit partai mentransformasi struktur partai sebagai jaringan pemenangan personal.
• Distributive politics berbasis
klientelisme yang non-programatic (Aspinall 2013) Chapter Six Edward Aspinall: Lesson’s From A Neighbor: The Negative
Consequences of Indonesia’s Shift to The Open List, pg.93-108
Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold)
Pengertian ambang batas parlemen: tingkat minimum perolehan suara yang dibutuhkan suatu partai untuk mendapatkan representasi/kursi.
Konsekuensi pemberlakuan ambang batas parlemen:
• Proporsionalitas hasil pemilu
• Sistem Kepartaian
Merancang besaran ambang batas parlemen: antara idealitas dan
kepentingan politis
Ambang Batas Parlemen: Penyederhanaan Sistem Kepartaian atau Disproporsionalitas Hasil Pemilu?
Formula Penghitungan Suara (Electoral Formula)
& Penepatan Calon Terpilih
Pluralitas/Mayoritas
Mayoritas sederhana (pluralitas) The winner takes all
Absolute majority (mayoritas absolut)
i.e over 50 percent
Proportional Representation
Quota
(largest reminders)
Divisor (highest average)
• Varian model formula penghitungan suara berdasarkan jenis sistem pemilu
• Konsekuensi pilihan formula penghitungan suara terhadap sistem kepartaian &
proporsionalitas hasil
Pluralitas/Mayoritas Proporsional
Michael Gallagher, Compering Proportional Representation Electoral System, p.470
Formula Penghitungan 2019 Divisor Sainte Lague
Pasal 415 ayat (2) UU 7 Tahun 2017: Dalam hal penghihrngan perolehan kursi DPR, suara sah setiap partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413 ayat (1) dibagi dengan bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3; 5; 7; dan
seterusnya.
Contoh Konversi Suara dengan Formula Saint Lague (Dapil dengan 7 kursi)
PARTAI /1 /3 /5 /7 /9 /11 /13 KURSI (*)
Partai A (53.000)
53,000 (1)
17,666 (4)
10,600
(5) 7,571 5,888 4,818 4,076 3
Partai B (24.000)
24,000 (2)
8,000
(6) 4,800 3,428 2,666 2,181 1,846 2
Partai C (23.000)
23,000 (3)
7,666
(7) 4,600 3,285 2,555 2,090 1,769 2
Latar Belakang Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019
Putusan MK No 14/PUU-XI/2013
Mendorong Efektivitas Sistem
Presidensial
Original Intent Pembahasan Amandemen UUD
1945
Efektivitas dan Efisiensi
Penyelenggaraan Pemilu
“Untuk Pemilu 2019 dan seterusnya penyelenggaraan pemilu dilakukan secara serentak (pemilu lima kotak)”
Putusan MK 55/PUU-XVII/2019
1. Perdebatan para pengubah UUD 1945 atau original intent ketika amandemen;
2. Penguatan sistem presidensil di Indonesia; dan
3. Menelusuri makna pemilihan umum serentak dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013
3 Hal yang mendasari Putusan MK No. 55/PUU-
XVII/2019
Putusan MK 55/PUU-XVII/2019
Pemilu serentak 5 kotak bukan pilihan satu-satunya
Hal ini dapat dilihat pada pertimbangan MK di paragraph [3.15.1]
halaman 316:
“……bahwa melacak perdebatan selama perubahan UUD 1945, terdapat banyak pandangan dan perdebatan perihal keserentakan pemilihan
umum. Dalam hal ini, adalah benar penyelenggaraan Pemilu Serentak Lima Kotak menjadi salah satu gagasan yang muncul dari pengubah UUD 1945. Namun gagasan tersebut bukanlah satu-satunya yang berkembang ketika perubahan UUD 1945.
Konstruksi Penting tentang Desain Pemilu Serentak
Putusan MK 55/PUU-XVII/2019
6 Model Pemilu serentak yang Konstitusional
1. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD;
2. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota;
3. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, anggota DPRD, Gubernur, dan Bupati/Walikota;
4. Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/Walikota;
5. Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD Provinsi dan memilih gubernur; dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Bupati dan Walikota;
6. Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden.
CIRI UTAMA SISTEM PEMILU
Pluralitas/ Mayoritas
• Daerah pemilihan umumnya Single Member (satu dapil, satu kursi yang diperebutkan).
• Pencalonan dapat dilakukan oleh partai dan oleh perorangan.
• Pemberian suara umumnya untuk kandidat.
• Formula keterpilihan:
➢Pluralitas(suara pemenang lebih kecil dibanding total yang kalah)
➢Mayoritas(suara pemenang lebih besar dibanding gabungan suara yang kalah)
• Tidak terdapat Parliamentary Threshold formal
Proporsional
• Daerah Pemilihan: Multi Member.
• Pencalonan dilakukan oleh partai politik.
• Pemberian suara bisa umumnya untuk partai politik dan/atau kandidat.
• Formula keterpilihan berdasarkan proporsi berimbang (metode
penghitungan)
• Ada Ambang Batas Parlemen
(Parliamentary Threshold) formal
KELEBIHAN
Mayoritas/Pluralitas
1. Dapat membatasi jumlah partai politik.
2. Membentuk pemerintahan yang kuat karena meraih suara mayoritas.
3. Membentuk oposisi yang kuat.
4. Menciptakan hubungan yang kuat antara wakil dan
konstituen.
5. Sederhana, mudah dipahami 6. Mudah dihitung.
Proporsional
1. Lebih mewakili keragaman kelompok masyarakat,
termasuk minoritas).
2. Cukup akurat
menerjemahkan proporsi perolehan suara dengan kursi.
3. Sedikit suara terbuang (tidak dihitung).
4. Menciptakan sistem multipartai untuk
mengakomodasi keragaman politik di masyarakat.
KELEMAHAN
Mayoritas/Pluralitas
• Banyak suara terbuang sehingga partai kecil tidak terwakili.
• Sulitnya kelompok minorotas dan perempuan untuk terpilih.
• Kursi yang dimenangkan tidak proporsional dengan perolehan suara.
• Rawan terhadap manipulasi
pembentukan daerah pemilihan (gerrymandering cases).
Proporsional
• Hubungan antara wakil dan konstituen cenderung lemah.
• Dominasi partai politik.
• Sulit membentuk pemerintahan yang efektif dan stabil (tidak ada partai mayoritas di parlemen).
• Proporsional dengan model terbuka lebih sulit dipahami, tidak sederhana dalam
penghitungan suara.
Sistem Pemilu Indonesia (Pileg, Pilpres, Pilkada)
• Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota: Open List Proportional Representation (OLPR) atau Sistem Pemilu Proporsional dengan daftar terbuka (UU No. 7 Tahun 2017).
• Pemilu Anggota DPD: Single Non-Transferable Vote (SNTV), Distrik Berwakil Banyak (UU No. 7 Tahun 2017).
• Pemilu Presiden dan Wakil Presiden: Majority Run Off 50% + 1, Two Round System (Sistem Pemilu Mayoritas dengan dua putaran). UU 7 Tahun 2017.
• Pilkada DKI Jakarta: Majority Run Off 50% + 1, Two Round System (Sistem Pemilu Mayoritas dengan dua putaran).
• Pilkada seluruh Indonesia: Pluralitas, Suara Terbanyak, First Past the Post,
Winner Takes All.
VARIAN SISTEM PEMILU MAYORITARIAN – diolah oleh Ahsanul Minan
SISTEM JUMLAH KURSI DI
DAPIL CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN FIRST PAST THE POST
(FPTFP)
1 KURSI 1 PEMILIH = 1 SUARA PLURALITAS (SUARA TERBANYAK)
TWO ROUND SYSTEM 1 KURSI 1 PEMILIH = 1 SUARA MAYORITAS (50%+1) JIKA TIDAK ADA, DILAKUKAN PUTARAN 2
ALTERNATIVE VOTE 1 KURSI PEMILIH BISA MEMILIH LEBIH DARI SATU CALON DENGAN MERANGKING (PREFERENTIAL VOTE)
CALON DENGAN JUMLAH PILIHAN RANGKING 1 YANG TERENDAH, TERSINGKIR DARI PERHITUNGAN SUARA. LALU, IA KEMBALI DIUJI UNTUK PILIHAN RANGKING 2-NYA, YANG JIKA KEMUDIAN TERENDAH MENJADI TERSINGKIR.
PARTY BLOCK VOTE 1 KURSI • PARTAI BOLEH
MENCALONKAN LEBIH DARI 1 CALEG
• PEMILIH HANYA PUNYA SATU SUARA
SUARA TERBANYAK
BLOCK VOTE LEBIH DARI SATU KURSI
• PEMILIH PUNYA HAK SUARA SEJUMLAH KURSI
• PEMILIH BEBAS MEMILIH CALEG LINTAS PARTAI
SUARA TERBANYAK BV BIASA DIGUNAKAN DI NEGARA DENGAN PARTAI POLITIK YANG LEMAH
VARIAN SISTEM PEMILU PROPORSIONAL - – diolah oleh Ahsanul Minan
SISTEM JUMLAH KURSI DI DAPIL CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN LIST PROPORTIONAL LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH HANYA PUNYA SATU
SUARA
PARTAI MEMPEROLEH KURSI SECARA PROPORSIONAL DENGAN
PEROLEHAN SUARA
TERDAPAT MODEL:
• OPEN-LIST
• CLOSE-LIST SINGLE TRANSFERABLE
VOTE
LEBIH DARI SATU KURSI • PEMILIH PUNYA LEBIH DARI SATU SUARA
• PEMILIH BISA MERANGKING
(PREFERENTIAL VOTE)
DENGAN MENGGUNAKAN KUOTA SUARA CALON YANG MELEBIHI KUOTA, SISANYA BISA
DIBERIKAN KE CALON LAIN
VARIAN SISTEM PEMILU CAMPURAN – diolah oleh Ahsanul Minan
SISTEM JUMLAH KURSI DI DAPIL CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG (CALON TERPILIH) KETERANGAN MIXED MEMBER
PROPORTIONAL
• SATU KURSI PER- DAPIL
• KURSI
“KOMPENSASI”
PEMILIH BISA PUNYA DUA SUARA
SUARA TERBANYAK ADA SEJUMLAH KURSI YANG DIALOKASIKAN KE PARTAI YANG PEROLEHAN KURSINYA KURANG PROPORSIONAL PARAREL VOTE DUA JENIS KURSI:
• KURSI YANG DIBAGI BERDASARKAN SISTEM
MAYORITARIAN
• KURSI YANG DIBAGI BERDASARKAN SISTEM
PROPORSIONAL
• PEMILIH PUNYA LEBIH DARI SATU SUARA
• SUARA TERBANYAK
• PEMBAGIAN SECARA PROPORSIONAL
KOMPONEN PROPORSIONAL TIDAK MENGKOMPENSASIKAN SISA SUARA BAGI DISTRIK YANG MENGGUNAKAN MAYORITAS/PLURALITAS
VARIAN SISTEM PEMILU LAINNYA – diolah oleh Ahsanul Minan
SISTEM JUMLAH KURSI DI DAPIL CARA MEMBERIKAN SUARA CARA HITUNG
(CALON TERPILIH) KETERANGAN SINGLE NON-
TRANSFERABLE VOTE
LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH HANYA PUNYA SATU SUARA (DIBERIKAN KEPADA CALON)
SUARA TERBANYAK CONTOH: DISTRIK DENGAN 4 WAKIL, KANDIDAT DENGAN 20% SUARA DIJAMIN MEMENANGKAN KURSI. SEBUAH PARTAI DENGAN 50% SUARA DAPAT BERHARAP
MEMENANGKAN 2 KURSI DI DISTRIK DENGAN 4 WAKIL. JIKA TIAP KANDIDAT
MENGUMPULKAN 25% SUARA, MEREKA MASUK SEBAGAI WAKIL DISTRIK. JIKA, SATU KANDIDAT MENGUMPULKAN 40% SUARA DAN KANDIDAT LAIN 10%, KANDIDAT KEDUA
KEMUNGKINAN TIDAK TERPILIH. JIKA PARTAI MENCANTUMKAN 3 KANDIDAT, BAHAYA
“VOTE-SPLITTING” AKAN TERJADI DAN PARTAI CUMA MEMPEROLEH 2 KURSI SAJA
LIMITED VOTE LEBIH DARI SATU KURSI PEMILIH PUNYA LEBIH DARI SATU SUARA
SUARA TERBANYAK
BORDA COUNT BISA SATU KURSI ATAU LEBIH
PEMILIH MERANGKING SUARA TERBANYAK DENGAN SISTEM RANGKING
HANYA DITERAPKAN DI NAURU