• Tidak ada hasil yang ditemukan

(1)i SKRIPSI ANALISIS PENERAPAN PASAL 41 (b) UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN TERHADAP PEMENUHAN NAFKAH ANAK PASCA PERCERAIAN

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "(1)i SKRIPSI ANALISIS PENERAPAN PASAL 41 (b) UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN TERHADAP PEMENUHAN NAFKAH ANAK PASCA PERCERAIAN"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

Kehidupan anak pasca perceraian di kabupaten Babadan, (Skripsi, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Ponorogo, Ponorogo, 2021). Analisis pelaksanaan Pasal 41 (b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sampai dengan terpenuhinya nafkah anak setelah perceraian”. Studi Kasus di Desa Wora, Kecamatan Wera).

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam terhadap praktik pemenuhan nafkah anak pasca perceraian di Desa Wora Kecamatan Wera.

Manfaat Penelitian a. Manfaat Teori

Ruang lingkup dan setting penelitian

Ruang lingkup dan setting penelitian merupakan keterbatasan yang peneliti miliki dalam memperoleh informasi dan data dari subjek yang diteliti, karena dalam melakukan penelitian ini berangkat dari kenyataan bahwa masih banyak keterbatasan dalam hal pengetahuan, ruang dan waktu. . . Oleh karena itu, perlu dilakukan pembatasan ruang lingkup dan fokus penelitian.

Telaah pustaka

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “pemenuhan hak perempuan dan anak akibat putusnya perkawinan akibat perceraian”. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas terletak pada objek penelitian dan tempat penelitian.

Kerangka Teori 1. Pengertian nafkah

Persamaan penelitian yang diusulkan dengan penelitian di atas adalah keduanya perlu menentukan apakah istri dan anak mendapat jaminan nafkah setelah perceraian. Dasar hukum kewajiban memberi nafkah ada pada ayat-ayat Alquran.

جَي ُٰاللّ ُلَع

Nafkah Anak Pasca Perceraian

Dalam konstitusi Indonesia tentang pemberian nafkah setelah perceraian tidak hanya diterapkan dalam fikih tetapi juga dalam keluarga Islam. Begitu juga dalam undang-undang yang mengatur tentang hak memelihara anak setelah berakhirnya perkawinan, yang diatur dalam undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Menurut Fiqh

Pertama, nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah baik selama masa ``iddah'' maupun setelah masa ``iddah'' selesai atau setelah mantan istri menikah lagi. Semua ulama sepakat bahwa ketika dia menceraikan istrinya dan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil, maka pengeluaran atau (pendapatan) anak-anak menjadi tanggung jawab ayah. Lebih lanjut Syekh Athiyah Shaqr menjelaskan, “jika laki-laki tersebut memiliki anak dari wanita yang diceraikan dan wanita tersebut merawat mereka, maka laki-laki tersebut menyediakan makanan untuk anak-anaknya, baik anak tersebut bersamanya atau tidak.”

Sedangkan menurut ulama fikih, disepakati bahwa anak berhak mencari nafkah dari bapaknya dengan ketentuan: 24. Bila Anda memiliki cukup untuk menafkahi mereka atau bila Anda tidak mampu bekerja atau mencari nafkah untuk tempat tinggal. Sekurang-kurangnya anak sudah mampu mencari nafkah atau sudah memiliki pekerjaan tetap, sehingga tidak wajib bagi ayah untuk menafkahi anak.

Hak anak adalah sesuatu yang harus diperoleh setiap anak yang mempunyai manfaat atau harta benda yang diberikan ayahnya kepada anak yang belum dewasa atau tidak mampu bertahan hidup.

Metode Penelitian

  • Pendekatan penelitian
  • Kehadiran Peneliti
  • Sumber Data
  • Prosedur Pengumpulan Data
  • Teknik analisis data
  • Validasi Data
  • Sistematika Pembahasan

Sehingga penulis mengetahui fenomena yang terjadi secara detail dan data yang diperoleh lebih lengkap. Penelitian kualitatif menyatakan bahwa sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.28 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data manusia atau yang disebut informan atau responden, dokumen resmi, baik internal maupun eksternal. Artinya dalam hal ini peneliti memaparkan siapa yang menjadi sumber data untuk mendapatkan data yang valid, termasuk informan yang menjadi objek observasi yaitu masyarakat Desa Wora.

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh sumber pertama atau subjek penelitian.29 Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pelaku perceraian di Desa Wora. Yakni, data diperoleh melalui observasi, dokumentasi dan wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait. Sumber data sekunder adalah data yang berasal dari bahan bacaan seperti buku, majalah, hasil penelitian, surat kabar dan lain-lain yang dapat mendukung data primer.

Dalam penelitian ini adalah untuk memeriksa data tertentu dengan membandingkan data yang diperoleh dengan sumber lain.

Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian

  • Gambaran Umum Desa Wora Kecamatan Wera
  • Kondisi Geografis Desa Wora
  • Kondisi Demograsi Desa Wora
  • Keadaan sosial ekonomi Desa Wora

Desa Wora merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah Yurisdiksi dan Administrasi di Kecamatan Wera Kabupaten Bima, salah satu dari 14 desa yang ada di Kecamatan Wera Kabupaten Bima. Desa Wora didirikan atas prakarsa tokoh agama, tokoh masyarakat atau Sesepuh Desa Wora dan masyarakat desa. Wora secara umum telah membentuk dan mengembangkan Desa Wora, sehingga Desa Wora diresmikan pada tahun 1965.36 Luasnya 578 Ha, terdiri dari 10 RW, 25 RT dan 9 Dusun.

Jarak desa Wora ke ibu kota kecamatan 2 km, jarak dari ibu kota kabupaten Bima 59 km, jarak dari ibu kota provinsi Mataram 630 km. Secara umum jenis penopang sosial ekonomi masyarakat desa Wora berupa usaha dagang terutama warung kecil untuk kebutuhan sehari-hari keluarga. Adapun sektor lain seperti pedagang, warung, toko, merupakan sektor lain bagi masyarakat desa Wora yang jumlahnya merupakan sebagian kecil dari total penduduk desa Wora.

Keberadaan sumber daya alam di Desa Wora Kecamatan Wera Kabupaten Bima sangat melimpah terutama dalam pemanfaatan lahan atau lahan pertanian karena tanah di Desa Wora merupakan lahan yang sangat subur untuk pertanian dan juga berpotensi untuk beternak.

  • Faktor Ekonomi
  • Faktor Tidak Bertanggungjawab Pada Keluarga

Setelah saya menceraikan mantan suami saya, saya tidak pernah menerima atau menerima dukungan materi dari mantan suami saya untuk anak-anak saya.Mengenai pemeliharaan rohani khusus anak saya, memang benar dia memperhatikan anak saya, ketika kami bertemu secara tidak sengaja telah di jalan.” 39. Dari keterangan Sulis di atas dapat dilihat bahwa dalam praktek memenuhi nafkah anak setelah putusan cerai, mantan suami tidak menunaikan nafkah bagi anaknya sesuai dengan ketentuan hukum Islam dan hukum matrimonial. Dalam pemberian nafkah kepada anak saya oleh mantan suami terkadang diberikan karena mantan suami telah menikah lagi dan nafkah yang diberikan tergantung kepada istri.

Faktor ekonomi adalah mantan suami tidak memiliki pekerjaan tetap untuk mendapatkan penghasilan materi tersebut, dan akibatnya tidak akan ada penghasilan yang akan diberikan mantan suami kepada istri untuk menghidupi anak sejak perceraian. Sejak kami berpisah atau berpisah, mantan suami saya mengalihkan semua hak tunjangan anak kepada saya karena dia memaafkan tanggung jawab ini kepada saya. Dan bahkan sejak perceraian, keluarga mantan suami saya dan keluarga saya sendiri tidak baik-baik saja, apalagi memberikan hak hidup kepada anaknya, kami bahkan tidak saling menyapa di jalan, apalagi dengan anak-anak. 50 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ashari dan Ibu Rosmiati di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tidak adanya tanggung jawab dari pihak mantan suami akan mengakibatkan tidak terpenuhinya hak nafkah bagi anak-anaknya. .

Dari hasil wawancara diatas atau pengakuan responden bahwa hampir semua mantan suami tidak pernah memberikan nafkah kepada anaknya.

Praktek Pasal 41(b) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan untuk Pemeliharaan Setelah Menafkahi dalam kaitannya dengan Perkawinan untuk Pemeliharaan Setelah Anak. Dalam penelitian ini tentang pemenuhan nafkah anak pasca perceraian di Desa Wora Kecamatan Wera. Namun yang terjadi di Desa Wora, mengenai pemenuhan nafkah anak setelah perceraian, semua anak dari perkawinan yang sah pergi dengan ibunya dan nafkah semua anak menjadi tanggung jawab ibu.

Dalam pasal 156 huruf d dijelaskan bahwa segala biaya hadhanet anak dan pemeliharaan anak menjadi tanggung jawab ayah sesuai dengan kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak itu dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri (21 tahun). Dari hasil analisis tersebut terlihat adanya kelalaian atau faktor lain dalam pemenuhan nafkah anak pasca perceraian yang tidak sesuai dengan hukum perkawinan. Maka dapat disimpulkan berdasarkan hukum dan Intisari Hukum Islam di atas bahwa Analisis Hukum Islam dan Hukum Perkawinan tentang Pemberlakuan Tunjangan Anak Pasca Putusan Perceraian di Desa Wora Kecamatan Wera.

Pandangan hukum Islam terhadap praktik pemenuhan nafkah anak pasca perceraian di Desa Wora Kecamatan Wera.

Pandangan Hukum Islam Terhadap Praktik Pemenuhan Nafkah Anak Pasca Perceraian Di Desa Wora Kecamatan Wera. Anak Pasca Perceraian Di Desa Wora Kecamatan Wera

Pelaksanaan pembayaran tunjangan anak pasca perceraian di Desa Wora Kecamatan Wera merupakan permasalahan sosial yang muncul di Desa Wora karena hampir semua yang terjadi ada ayah yang tidak bertanggung jawab membayar tunjangan anak pasca perceraian. Realitas di lapangan memang banyak dijumpai kasus-kasus dalam pelaksanaan pemenuhan nafkah anak yang sering terbengkalai, padahal memberikan nafkah merupakan kewajiban orang tua, padahal telah terjadi perceraian orang tuanya. Kemudian jika anak tersebut belum dewasa atau tidak mampu mengurus dirinya sendiri, maka pengasuhan anak tersebut adalah hak ibu, tetapi biaya pemeliharaan atau pemeliharaan anak menjadi tanggung jawab penuh ayah.

Dalam butir d Pasal 156 dijelaskan bahwa semua biaya persekutuan dan nafkah anak ditanggung oleh ayah sesuai dengan kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak cukup umur dan dapat mengurus dirinya sendiri (21 tahun). Isi pasal ini dengan jelas menyatakan bahwa semua biaya hahaha dan tunjangan menjadi tanggung jawab ayah sesuai dengan kemampuannya. Pada dasarnya faktor tidak terpenuhinya kelangsungan hidup anak setelah keputusan cerai disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor ekonomi dan faktor kekurangan.

Pada intinya secara tegas dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 156 bahwa: akibat putusnya perkawinan karena perceraian, maka segala biaya handhana dan nafkah anak ditanggung oleh ayah menurut kemampuannya, pada sekurang-kurangnya sampai anak itu dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri, anak-anaknya adalah kewajiban bapak yaitu biaya untuk kebutuhan pemeliharaan dan pendidikan sesuai dengan keadaan dan kedudukan laki-laki itu, kewajiban mencari nafkah .

Kesimpulan

Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap praktek pemenuhan anak setelah perceraian yang tinggal di desa Wora kecamatan Wera. Setelah perceraian, sang ibu berusaha sekuat tenaga untuk dapat menghidupi sang anak, karena mantan suami tidak memenuhi kewajibannya dan karena keadaan yang mengharuskan sang ibu bekerja penuh waktu untuk menghidupi sang anak. Seorang bidan membantu memenuhi kehidupan seorang anak pasca perceraian dengan membantu biaya pendidikan dan kebutuhan sehari-hari.

Namun Imam Malik berpendapat bahwa hanya anak langsung saja yang wajib menghidupi anak dan cucu tidak termasuk. Dalam proses perceraian, sebaiknya suami istri atau orang tua yang bercerai menyepakati besarnya tunjangan anak yang harus dibayar oleh mantan suami atau ayah. Eni Putri Sari, Memenuhi Nafas Anak Akibat Perceraian di Kecamatan Ulu Talo Kabupaten Seluma, (Disertasi, Program Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri Bengkulu, 2021).

Yusron Ihza Mahendra, Analisis Hukum Perkawinan Tentang Pemenuhan Hak Hidup Bagi Anak Pasca Perceraian di Kecamatan Babadan, (Disertasi, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Ponorogo, Ponorogo, 2021).

Referensi

Dokumen terkait

Saya akan menundukkan wajah bila bertemu dengan sosok yang memiliki tubuh ideal, karena saya malu dengan bentuk tubuh saya4. Saya bercermin beberapa kali