Di dalam UUD 1945, pasal 1 ayat (3) dikatakan ”Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Oleh sebab Negara Indonesia berlandaskan hukum, maka lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 27 ayat (1) bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecua linya. Ayat (2) mengatakan, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan d an penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.1 Penjelasan pasal-pasal tersebut terjabarkan di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tenta ng Ketenagakerjaan, merupakan dasar hukum utama dalam dunia ketena gakerjaan yang jika dilihat dari hirarkinya, berada dibawah UUD 1945.
Undang-undang ketenagakerjaan mengatur tentang landasaan, asas, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan, kesempatan dan perlakuan yang sama dalam hal ketenagakerjaan. Pada pasal 1 ayat (1) dikatakan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Ayat (2), Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.2
1Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945”.
2Undang-Undang Ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003
1
Pasal ini secara inplisit mengisyaratkan bahwa pembangunan ketenagakerjaan haruslah dilandasi dengan asas demokrasi, asas adil dan merata. Oleh sebab itu pembangunan ketenagakerjaan harus melibatkan pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling menguntungkan.3
Perjanjian kerja merupakan awal lahirnya hubungan hukum antara perusahaan dengan pekerja/buruh. Kesepakatan menimbulkan akibat hukum dimana terjadi suatu perjanjian kerja. Perjanjian kerja adalah perjanjian yang muncul sebagai akibat dari perjanjian antara pengusaha dan karyawan yang memuat ikatan kerja yang mengikat bagi para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Hubungan para pihak dalam suatu perjanjian kerja mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban. Perjanjian tersebut secara “deyure” telah mengikat para pihak dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.4
Perjanjian kerja pada suatu perusahaan dapat ketahui sejak pelamar diterima untuk bekerja sebagai pekerja tetap atau tidak tetap pekerja waktu tertentu atau pekerja waktu tidak tertentu.5 Kedua jenis perjanjian ini berdasarkan pada lamanya (tenure) sesorang bekerja kepada pengusaha, dengan adanya batasan waktu tertentu dan tanpa batasan waktu tertentu.
3Devi Rahayu, Buku Ajar: Hukum Ketenagakerjaan. Scopindo Media Pustaka, Surabaya 2019, h.11
4Ahmad Jaya Kusuma and Edith Ratna M S, “Kedudukan Hukum Pekerja PKWT Yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan” 13, no. 82, 2015, h. 193–208.
5Ahmad Rizki Sridadi, Pedoman Perjanjian Kerja Bersama, Empat Dua Media, Jatim 2016, h. 18
Perubahan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjadi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada bab IV, terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang terkait dengan perjanjian kerja waktu tertentu yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendapat penolakan dari banyak pekerja sebab terdapat beberapa perubahan ketentuan mengenai perjanjian kerja waktu tertentu yang dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan dalam implementasinya. Salah satunya adalah terkait perubahan ketentuan jangka waktu untuk dapat dilakukan perjanjian kerja waktu tertentu yang lamanya di tentukan oleh perjanjian kerja dan tidak diatur mengenai batas maksimalnya dalam undang-undang.6
Berdasarkan perjanjian kerja yang telah dituangkan dalam Undang- Undang pasal 56 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah memberikan perlindungan hukum bagi pekerja paruh waktu tersebut Dalam pelaksanaan perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) telah terjadi pelanggaran hukum terhadap pemenuhan hak-hak pekerja yang biasa disebut dengan pekerja kontrak.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitan tentang pekerja paruh waktu (part time) waktu menurut Undang-Undang Cipta kerja nomor 11 tahun 2020 dengan judul :
“Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dengan Perjanjian Kerja Paruh
6Dewa Gede Giri Santosa, “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pasca Undang-Undang Cipta Kerja: Implementasi Dan Permasalahannya,” Jurnal Ilmu Hukum 17, no. 2 (2021): h.178–91.
Waktu di Alfamidi Abepura Kota Jayapura berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, tentang Cipta Kerja”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja dengan Perjanjian Paruh Waktu di Alfamidi di Kota Jayapura berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan hak- hak dan kewajiban pekerja di Alfamidi di Kota Jayapura berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja dengan perjanjian kerja paruh waktu di Alfamidi di Kota Jayapura.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja paruh waktu Alfamidi di Kota Jayapura.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman tentang konsep hukum terutama konsep hukum tentang perjanjian Kerja bagi perkerja dan juga dapat menambah ilmu pengetahuan pada bidang Hukum Perdata.
2. Manfaat Praktis.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi instansi terkait, khususnya kepada pemilik perusahaan pemerintah maupun pribadi dalam rangka upaya penegakkan hukum yang berhubungan dengan hak-hak pakerja.
E. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Distrik Abepura dan Distrik Heram Kota Jayapura, karena tempat penelitian dekat dengan domisili peneliti dan mengingat keterbatasan waktu dan biaya penelitian.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dari Penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma, yaitu mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin atau ajaran.7 Penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma sebagai pusat kajiannya, atau sistem
7Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum, Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2006, h.34.
norma dalam arti yang sederhana yaitu kaidah atau aturan.8 Sedangkan, penelitian yuridis empiris adalah penelitian pada data sekunder akan dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat.9
Penelitian ini tidak memberikan justifikasi hukum seperti halnya penelitian hukum normatif, tetapi hanya memaparkan fakta-fakta secara sistematis yang terjadi.10 Penggunaan kedua jenis penelitian ini guna mendapatkan bahan hukum atau data sekunder untuk melihat ketentuan menurut sistem norma atau aturan, kemudian dilanjutkan dengan penelitian lapangan guna memperoleh data primer atau untuk melihat peristiwa nyata di masyarakat yaitu bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja dengan perjanjian kerja paruh waktu di Alfamidi Lingkaran Abepura dan Alfamidi Padang Bulan.
3. Sumber Data a. Data Primer :
Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara terhadap Informan dengan mengajukan terdahulu pertanyaan-pertanyaan yang merupakan pedoman wawancara tetapi juga melakukan pertanyaan-pertanyaan sesuai topik permasalahan saat wawancara dilakukan.
8Ibid., h.36
9Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta 1986, h. 52
10Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, h.53
b. Data Sekunder :
Data Sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yaitu tentang perlindungan hukum terhadap pekerja dengan perjanjian kerja paruh waktu di Alfamidi Lingkaran Abepura dan Alfamidi Padang Bulan. Untuk menjawab permasalahan utama penelitian ini, bahan hukum diambil dari bahan kepustakaan yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
c. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat kepada masyarakat atau lebih dikenal dengan perundang-undangan. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945;
2) KUHperdata
3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;
4) Undang-Undang Ciptakerja Nomor 11 Tahun 2020 5) Undang-Undang ketenagakerjaan.
6) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 7) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021
d. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, jurnal, artikel, laporan hasil penelitian, rancangan undang-undang, dan pendapat pakar hukum. Bahan hukum sekuder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari buku-buku, jurnal, artikel serta berita elektronik yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pekerja dengan perjanjian kerja paruh waktu.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan berbagai literatur yang ada, pengamatan serta wawancara dilokasi dengan informan. Studi kepustakaan berlangsung terus hingga penelitian lapangan sampai pada tahapan analisis data. Hal ini dilakukan untuk menambah konsep/teori guna mempertajam analisis data dalam memperoleh dan mencapai pembahasan-pembahasan yang lebih bermakna.
5. Teknik Analisa Data.
Teknik analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas.
Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh Informan data dianalisis yang selanjutnya akan ditarik kesimpulan dengan menggunakan
metode berpikir dedukatif, yaitu suatu pola berpikir yang berdasarkan pada hal-hal yang bersifat umum, kemudian ditarik suatu kesimpulan.
A. Tinjauan Umum Perlindungan Hukum
1. Perlindungan Hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Perlindungan hukum adalah perlindungan sebagai hal atau perbuatan yang melindungi. Sedangkan hukum sendiri memiliki arti peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Merujuk dari definisi tersebut, perlindungan hukum adalah upaya melindungi yang dilakukan oleh pemerintah atau penguasa dengan peraturan yang ada.
2. Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli.
Satjipto Raharjo mendefenisikan bahwa, perlindungan hukum adalah suatu tindakan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain, dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati hak-haknya.
Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah upaya melindungi masyarakat dari tindakan penguasa yang sewenang-wenang, bukan supremasi hukum yang menciptakan ketertiban dan kedamaian di mana manusia dapat menikmati harkat dan martabatnya sebagai manusia. 11
Menurut Kansil, perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman
11Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Surakarta; Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004, h.3
10
baik secara fisik maupun pikiran dari gangguan maupun dari berbagai ancaman dari pihak manapun.
Perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon merupakan perlindungan akan harkat serta martabat, dan pengakuan mengenai hakhak asasi manusia dari sebuah subjek hukum yang sesuai dengan hukum.
Berkaitan dengan tenaga kerja, maka perlindungan hukum memiliki arti bahwa hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pekerja paruh waktu dari suatu hal yang berakibat adanya pengabaian hak-hak pekerja paruh waktu12
Menurut Muktie, A. Fadjar perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, yang dimaksud yaitu hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan diberikan oleh hukum, terkait dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya terhadap sesama manusia serta lingkungannya.13 Perlindungan yang diberikan hukum meliputi adanya hak dan kewajiban dalam hal ini manusia sebagai subyek hukum, serta interaksi dengan sesama manusia dan lingkungannya. sebagai subyek hukum manusia mempunyai hak dan juga kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.
3. Alfamidi
Alfamidi adalah salah satu jaringan ritel modern di Indonesia yang dikelola oleh PT Midi Utama Indonesia Tbk. Alfamidi beroperasi dalam
12Philipus M. Hadjon, Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia, Surabaya : PT.Bina Ilmu, 1987, h 1-2.
13http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/ diunduh pada 21 Juli 2017, jam 09.31 WIB
bentuk toko swalayan yang menyediakan berbagai kebutuhan sehari-hari, mulai dari produk makanan, minuman, kebutuhan rumah tangga, hingga produk segar seperti buah dan sayur. Konsep toko Alfamidi berada di antara minimarket dan supermarket, dengan luas area penjualan yang umumnya lebih besar dibandingkan minimarket seperti Alfamart, namun lebih kecil dari supermarket pada umumnya. Hal ini memungkinkan Alfamidi untuk menawarkan ragam produk yang lebih lengkap, termasuk produk segar, dibandingkan minimarket biasa.
Alfamidi hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat urban yang menginginkan kemudahan berbelanja dengan lokasi yang mudah dijangkau, harga yang terjangkau, serta pelayanan yang cepat dan efisien. Selain itu, Alfamidi juga sering menjadi tempat kerja bagi banyak tenaga kerja, baik sebagai pekerja tetap maupun paruh waktu, sehingga menjadi objek penting dalam kajian perlindungan hukum ketenagakerjaan, khususnya terkait perjanjian kerja paruh waktu di lingkungan ritel modern.
B. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum terhadap Pekerja dengan Perjanjian Paruh Waktu.
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang dilindungi seperti subyek- subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Bentuk-bentuk perlindungan hukum sebagai berikut 14 : 1. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan hukum Preventif adalah Suatu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban. Tujuan dari Perlindungan hukum preventif adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum sebelum terjadi. Bentuk perlindungan ini biasanya terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan bertujuan untuk memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban. salah satu contoh adalah undang-undang tentang yang mengatur tata kelola perusahaan asuransi untuk mencegah krisis keuangan, atau regulasi yang mengatur standar solvabilitas dan transparansi keuangan.
Salah satu contoh perlindungan hukum terhadap pekerja adalah pekerja paruh waktu, yang diatur dalam Peraturan Pekerja Paruh Waktu (Pencegahan Perlakuan Kurang Menguntungkan). Peraturan ini melarang pemberi kerja untuk memperlakukan pekerja paruh waktu lebih buruk daripada pekerja
14Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Magister Ilmu Hukum program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, h.14
penuh waktu yang sebanding, termasuk dalam hal gaji, cuti tahunan, dan kesempatan pelatihan.
2. Perlindungan Hukum Represif.
Perlindungan Hukum Represif adalah perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.15 Perlindungan hukum represif dilakukan dalam bentuk sanksi atau tindakan hukum yang diberikan setelah terjadi pelanggaran atau sengketa. Sanksi tersebut bisa berupa denda, penjara, ganti rugi, atau tindakan hukum lainnya. Sanksi yang diberikan dalam bentuk hukuman atau tindakan yang diberikan sebagai akibat dari suatu penggaran, salah satunya adalah pelanggarn pidana atu pelanggaran perdata seperti wan prestasi. Denda, hukuman penjara, atau hukuman lainnya yang diberikan kepada pelaku tindak pidana. sedangkan Ganti rugi: Pembayaran ganti rugi kepada pihak yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum dari pelanggaran hukum.yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
3. Perlindungan Hukum Substantif.
Perlindungan Hukum Substantif adalah bentuk perlindungan hukum yang mencakup norma-norma hukum yang mengatur hak dan kewajiban individu atau kelompok dalam masyarakat. Contohnya adalah undang- undang yang melindungi hak asasi manusia, hak atas kekayaan intelektual, dan perlindungan konsumen.
15Musrihah, Perlindungan Hukum Pengusaha Kecil, Grafindo, Jakarta, 2000, h.30
4. Perlindungan Hukum Prosedural.
Perlindungan Hukum Prosedural berkaitan dengan prosedur yang harus diikuti dalam penegakan hukum. Misalnya, hak untuk mendapatkan peradilan yang adil, hak untuk didampingi pengacara, dan prosedur pengajuan banding.
Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan negara hukum.16
Perlindungan hukum bertujuan untuk mencari keadilan. Keadilan dibentuk oleh pemikiran yang benar, dilakukan secara adil dan jujur serta bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Rasa keadilan dan hukum harus ditegakkan berdasarkan hukum positif untuk menegakkan keadilan dalam hukum sesuai dengan realita di masyarakat yang menghendaki tercapainya masyarakat yang aman dan damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita hukum (Rechtidee) di dalam negara hukum (Rechtsstaat), dan bukan negara kekuasaan (Machtsstaat).
16Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, 1987, h.19
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, dan penegakan hukum harus memperhatikan 3 unsur yang disampaikan oleh Gustav Radbruch dalam bukunya yang berjudul “einführung in die rechtswissenschaften”. Pertama adalah Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), kedua adalah Keadilan (Gerechtigkeit) ketiga adalah Kemanfaatan (Zweckmassigkeit).
a. Kepastian Hukum (Rechtssicherkeit),
Pada Dasarnya, asas yang keberadaannya dimaknai sebagai suatu keadaan dimana telah pastinya hukum karena adanya kekuatan yang konkret bagi hukum yang bersangkutan. Keberadaan asas kepastian hukum merupakan sebuah bentuk perlindungan bagi yustisiabel (pencari keadilan) terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.17 Pernyataan tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Van Apeldoorn bahwa kepastian hukum memiliki dua segi, yaitu dapat ditentukannya hukum dalam hal yang konkret dan keamanan hukum.
18
b. Keadilan
Keadilan pertama-tama harus dipahami sebagai suatu sifat atau kualitas pribadi. Konsep ini merujuk pada keadilan subjektif, yang disebut sebagai keadilan sekunder. Artinya, keadilan tidak hanya tercermin dalam
17Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti:
Bandung, 1993, h.2
18L.J. van Apeldoonr, Pengantar Ilmu Hukum (In Leiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht), diterjemahkan Oetarid Sadino, Balai Pustaka, Jakarta 2015, h.19
peraturan hukum, tetapi juga menjadi bagian integral dari pendirian, sikap, pandangan, dan keyakinan seseorang. Keadilan subjektif menggambarkan komitmen individu terhadap terwujudnya keadilan objektif, yang menjadi keadilan primer.
Radbruch menyebutkan bahwa sumber utama keadilan berasal dari hukum positif dan cita hukum (rechtsidee). Pandangan ini menegaskan bahwa keadilan tidak dapat dipisahkan dari kerangka hukum yang berlaku dan pandangan filosofis yang menjadi landasan pembentukan hukum tersebut. Oleh karena itu, hukum yang adil harus mencerminkan nilai-nilai yang diakui oleh masyarakat dan memiliki dasar filosofis yang kokoh.
Pemikiran ini membagi keadilan menjadi dua bentuk, yaitu keadilan distributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif membahas alokasi sumber daya dan keuntungan secara adil dalam masyarakat, sementara keadilan komutatif berkaitan dengan keseimbangan dalam pertukaran dan transaksi antar individu.
c. Kemanfaatan (Zweckmassigkeit).
Kemanfaatan yang diartikan sebagai tujuan hukum yang harus ditujukan pada sesuatu yang berfaedah atau memiliki manfaat. Hukum pada hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan bagi orang banyak. Bahwa negara dan hukum diciptakan untuk manfaat sejati yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.
Oleh sebab itu hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan melalui
penegakkan hukum. Penegakkan hukum menghendaki kepastian hukum, kepastian hukum merupakan perlindungan. Hukum adalah untuk manusia maka pelaksanaan hukum harus memberi manfaat, kegunaan bagi masyarakat dan jangan sampai hukum yang dilaksanakan dapat menimbulkan keresahan di dalam masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang mendapat perlakuan baik dan benar akan mewujudkan keadaan yang tentram. Hukum dapat melindungi hak dan kewajiban setiap individu dalam kenyataan yang senyatanya, dengan perlindungan hukum yang kokoh akan terwujud tujuan hukum secara umum yaitu ketertiban, keamanan, ketentraman, kesejahteraan, kedamaian, kebenaran dan keadilan.
5. Pengertian Pekerja Dengan Perjanjian Kerja Paruh Waktu.
Undang-undang nomor 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh pada pasal 1 angka 6 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pasal 1 ayat 3 memiliki kesamaan defenisi tentang p ekerja/buruh bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.19
Pada Undang-Undang 12 tahun 1948 tentang Undang-Undang Kerja pada pasal 10 berbunyi : Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu.20
19Undang-undang nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat
20Undang-undang nomor 12 tahun 1948, tentang Undang-Undang Kerja
Menurut Eeng Ahman dan Epi Indriani pekerja/buruh adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika ada permintaan kerja. Sedangkan Pengertian pekerja/buruh menurut Payaman Siamanjuntak dalam bukunya berjudul “Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia”, adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.21
a. Perjanjian Kerja.
Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda adalah Arbeidsoverenkoms, yang mengandung beberapa pengertian. Pasal 1601a KUHPerdata memberikan pengertian bahwa, “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak ke-1 (satu)/buruh atau pekerja mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain (si majikan) untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.22
Pada dasarnya suatu perjanjian, lahir dari kesepakatan dua pihak atau lebih yang saling mengikatkan diri.23 Dari dasar tersebut diatur bahwa kesepakatan yang dibuat oleh pihak-pihak tersebut akan sah apabila memenuhi syarat-syarat yaitu adanya suatu kesepakatan, pihak yang terlibat cakap atau dapat melakukan perbuatan hukum, ada objek yang diperjanjikan, serta objek yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
21Sendjun H Manululang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia: PT Rineka Citra, Jakarta 1998, h. 3
22KUHPerdata, Pasal 1601a
23Pasal 1320 Kuhperdata
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian bahwa, “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”.24 Endah Pujiastuti memberikan pengertian perjanjian kerja, adalah suatu bentuk persetujuan antara pengusaha dengan pekerja/buruh, sehingga perjanjian kerja tidak ditarik kembali dan atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak”.25
Imam Soepomo berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah “ suatu perjanjian kerja dimana pihak kesatu (buruh), mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dari pihak kedua yakni majikan, dan majikan mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah”.26
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan terdapat 2 macam perjanjian kerja yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). PKWT terbatas hanya untuk pekerjaan tertentu saja yang jenis kegiatannya akan selesai dalam waktu sementara atau tidak terlalu lama dan maksimal 3 tahun, atau
24Sentosa Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-Undang Republik Indonesia Tentang Ketenagakerjaan, CV. Nuasa Aulia, Bandung, 2005, h. 17.
25Endah Pujiastuti, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, University Press, Semarang 2015, h.21.
26Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2014, h.
62.
bersifat musiman, atau yang berhubungan dengan produk baru.
Pelaksanaan PKWT diatur dalam Kepmenakertrans No.100 Th. 2004 27 b. Pengertian Perjanjian Kerja Paruh Waktu/Part Time
Perjanjian kerja paruh waktu (part time) adalah kesepakatan tertulis antara pekerja dan perusahaan yang mengatur persyaratan, hak, dan kewajiban dalam hubungan kerja dengan jadwal kerja yang lebih fleksibel.
Dalam perjanjian ini, terdapat kesepakatan jumlah jam kerja yang lebih sedikit daripada pekerja penuh waktu, biasanya kurang dari 40 jam per minggu. Perjanjian ini juga mencakup hal-hal seperti standar gaji part time, tunjangan, dan hak-hak lain yang relevan dengan pekerjaan paruh waktu.
Selain Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pengaturan mengenai perlindungan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu, termasuk pekerja paruh waktu, juga diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja. Permenaker ini memperjelas hak dan kewajiban pekerja PKWT dan pekerja paruh waktu, termasuk kewajiban pemberi kerja untuk membuat perjanjian kerja secara tertulis serta memberikan perlindungan terkait upah, jaminan sosial, dan hak-hak lainnya kepada pekerja. Permenaker
27Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. KEP.100/MEN/VI/2004 Tahun 2004
Nomor 16 Tahun 2024 menjadi dasar hukum penting dalam perlindungan pekerja paruh waktu di Indonesia dan memperkuat posisi pekerja dalam hubungan kerja yang bersifat tidak tetap.28
Pekerja paruh waktu dapat memiliki hak yang sama dengan pekerja penuh waktu, seperti cuti tahunan, jaminan sosial, dan akses ke fasilitas perusahaan.
Namun, tergantung pada peraturan yang berlaku di suatu perusahaan karena biasanya ada perbedaan dalam hak dan kewajiban yang diberikan kepada pekerja paruh waktu. Pekerja berhak untuk bekerja sesuai dengan perjanjian kerja perusahaan yang terdapat jumlah jam kerja yang harus dijalankan.
6. Fungsi Perjanjian Kerja Paruh Waktu :
Perjanjian kerja paruh waktu memiliki beberapa fungsi yang penting dalam hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan. Perjanjian ini memberikan kejelasan dan kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai hak-hak yang terkait dengan pekerjaan paruh waktu. Dengan adanya perjanjian tersebut, baik pekerja maupun perusahaan memiliki pedoman yang jelas tentang apa yang diharapkan. Hal ini juga disampaikan oleh Moh.
Fathoni dalam penelitiannya yang berjudul Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Yang Terikat Dalam Perjanjian Kerja Paruh Waktu bahwa, upah pekerja paruh waktu didasarkan pada kehadiran dan dihitung secara
28Republik Indonesia. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja.
proporsional dengan mengacu pada upah pekerja waktu penuh yang sebanding.29
Selain itu, fungsi lain dari perjanjian kerja paruh waktu adalah melindungi hak-hak pekerja. Perjanjian ini memastikan bahwa pekerja paruh waktu memiliki hak yang sama dengan pekerja penuh waktu dan perlindungan lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, mereka dapat memastikan bahwa tidak mendapatkan perlakukan yang berbeda hanya karena mereka bekerja dengan jadwal yang lebih fleksibel.
Perjanjian kerja paruh waktu juga bertujuan untuk memastikan bahwa pekerja memahami peraturan-peraturan yang berlaku dan bahwa pekerjaan tersebut sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak.
Selain itu, dengan adanya perjanjian maka dapat membantu mencegah terjadinya masalah di kemudian hari, seperti sengketa gaji, jam kerja, dan cuti yang tidak sesuai dengan kesepakatan.
UU Cipta kerja pada Pasal 81 ayat 13 menjelaskan bahwa , “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin”.
Undang- undang ketenagakerjaan pada pasal Pasal 54 UU Ketenagakerjaan dikatakan perjanjian kerja setidaknya harus memuat beberapa seperti di bawah ini:
a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja
29Moh. Fathoni, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Yang Terikat Dalam Perjanjian Kerja Paruh Waktu, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2017, h.3
c. Jabatan atau jenis pekerjaan d. Tempat pekerjaan
e. Besarnya upah dan cara pembayarannya
f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat
i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja
C. Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Paruh Waktu.
Faktor-faktor yang menjadi penghabat dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap Tenaga kerja paruh waktu adalah :
1. Faktor Hukum
Faktor hukum merupakan salah satu aspek terhambatnya/ tidaknya penegakan hukum. Beberapa hal yang menjadi penyebab tidak terlaksananya penegakan hukum adalah jika dilihat dari faktor hukum yaitu seperti asas-asas dan undang-undang yang tidak diimplementasikan, belum ada peraturan pelaksanakaan yang menjadi acuan/rujukan untuk menerapkan undang- undang dan ketidak jelasan penafsiran kata dalam undang- undang sehingga dapat mengakibatkan ketidaksepahaman dalam penafsiran dan penerapan hukum tersebut.
2. Faktor Penegak Hukum
Penegak hukum mencakup istilah yang luas namun bisa disimpulkan b ahwa penegak hukum merupakan seseorang yang secara langsung maupun ti dak langsung tergolong penegak hukum. Penegak hukum memiliki status sosial dan peranan. Status sosial merupakan posisi tertentu yang ada d i dalam masyarakat dari tinggi hingga rendah. Dengan adanya status sosial m aka seseorang memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban khusus di Indones ia penegak hukum termasuk kedalam kalangan yang menjadi panutan sehin gga seharusnya memiliki kemampuan tertentu yang berguna untuk m elindungi masyarakat. Seorang penegak hukum harus dapat berkomunikasi d an menjalankan peranan yang dapat diterima oleh masyarakat. Dengan begit u penegak hukum dapat memperkenalkan norma-norma atau kaidah hukum baru yang dapat dipahami oleh masyarakat. Terdapat beberapa hambatan ya ng mungkin dijumpai pada penerapan yang seharusnya dilakukan oleh pene gak hukum. Hambatan tersebut adalah:
a. Keterbatasan untuk menempatkan diri.
b. Tingkat aspirasi yang relatif rendah.
c. Keinginan yang terbatas untuk memikirkan masa depan sehingga sulit untuk membuat suatu proyeksi.
d. Tidak dapat menahan keinginan terutama untuk memuaskan kebutuhan material.
e. Memiliki daya inovatif yang kurang.
3. Faktor Sarana dan Fasilitas.
Sarana dan fasilitas merupakan faktor penting yang dapat menunjang keberhasilan penegakan hukum. Jika sarana dan fasilitas memadai, maka kemungkinan penegakan hukum juga dapat berlangsung dengan baik. Sarana dan fasilitas tersebut antara lain mencakup sumber daya yang terampil, organisasi yang baik, keuangan yang cukup, peralatan yang memadai, dan lain sebagainya.
A. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dengan Perjanjian Kerja Paruh Waktu Di Alfamidi Kota Jayapura.
1. Perlindungan Hukum Prefensif
Perlindungan hukum preventif, merupakan bentuk perlindungan oleh pemerintah kepada rakyat yang bertujuan mencegah sebelum terjadinya pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan- batasan dalam melakukan suatu kewajiban.
Undang-undang nomor 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat atau buruh telah memberikan perlindungan tersebut pada pasal pasal 1 angka 6 bahwa pekerja/buruh adalah orang yang bekerja dengan menerima upah dan imbalan dalam bentuk lain.
Pengertian ini pun terdapat juga pada pasal 1 (ayat 3) undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa pekerja adalah orang yang bekerja dengan menerima imbalan (upah). Sedangkan pengertian pekerja paruh waktu adalah seorang yang bekerja dengan jam kerja dibawah standar penuh waktu, yang kurang dari 35 jam per- minggu, seperti yang dijelaskan pada pasal 77 (ayat 1) bahwa setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Selanjutnya pada (ayat 2) bahwa waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
26
minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. (3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
Pasal 78 undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat : a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. (2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
Dalam penjelasan pada Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan, pasal 16 (ayat 1) dikatakan bahwa penetapan upah per-jam hanya dapat diperuntukkan bagi pekerja atau buruh yang bekerja secara paruh waktu. Oleh karena itu, hak-hak para pekerja, untuk mendapatkan upah yang layak, dihitung secara proporsional sesuai dengan jam kerja (upah perjam, harian, atau bulanan dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Taahun 2024 ini menegaskan bahwa setiap pekerja, termasuk pekerja dengan perjanjian kerja paruh waktu, berhak
mendapatkan upah paling sedikit sebesar upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat. Dengan demikian, perusahaan seperti Alfamidi wajib mematuhi ketentuan upah minimum yang berlaku di Kota Jayapura sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak pekerja.
Berdasarkan data terbaru yang berlaku tahun 2024, Pemerintah Provinsi Papua telah menetapkan Upah Minimum Kota Jayapura melalui keputusan gubernur sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024.
Besaran upah minimum ini menjadi standar bagi seluruh perusahaan di Kota Jayapura, termasuk sektor ritel seperti Alfamidi, dalam menentukan upah pekerja mereka, baik pekerja tetap maupun paruh waktu. Kepatuhan terhadap upah minimum ini tidak hanya merupakan kewajiban hukum tetapi juga bagian dari perlindungan hukum substantif bagi pekerja, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya.
Setiap pelanggaran terhadap pembayaran upah minimum dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
a. Ketepatan jam masuk kerja karyawan di Toko Alfamidi Abepura sesuai kesepakatan Perjanjian Kerja.
Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan karyawan Toko Alfamidi yang bernama Levi, di tanggal 29 April Pukul 18.32 bahwa karyawan tokoh masuk mulai Pukul 06.00.WIT sedangkan perhitungan jam kerja dimulai pukul 07.00.WIT, berdasarkan sudut pandang hukum empiris, menunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap waktu kerja sesuai ketentuan dan pasal 77 ayat (2) tentang waktu kerja huruf a bahwa harus ada persetujuan pekerjaatau buruh yang bersangkutan.
Selain itu ketentuan pasal 78 huruf a, telah terjadi pelanggaran hak karyawan bahwa karyawan bekerja melebihi waktu kerja yang telah ditetapkan oleh undang-undang, karyawan masuk kerja sebelum ketentuan jam kerja dimana karyawan masuk kerja pada jam 06.00 WIT, tetapi penentuan jam kerja dihitung saat karyawan mulai melayani konsumen pada jam 07.00.WIT. Hal ini berdampak pada penerimaan upah atau gaji yang hanya dihitung 7 jam per hari.
Kelebihan jam kerja itu tidak dihitung sebagai kelebihan jam kerja atau tidak dimasukan sebagai jam lembur. Jika ada karyawan yang terlambat masuk kerja maka akan mendapat teguran, jika sudah sampai teguran tersebut tiga kali, yaitu SP1, SP2, SP3, maka akan dikenakan sanksi namun jika terja pelanggaran indisipliner maka langsung diperikan surat pemberhentian tanpa ada surat peringatan sewbab karyawan yang bersangkutan telah menunjukkan kinerja yang kurang baik.
Sesuai SOP perusahaan karena telah terjadi kesepakatan antara karyawan dan perusahaan.
Saat ditanya tentang penerapan jam kerja, dikatakan sudah sesuai dengan undang-undang Ketenagakerjaan, terdapat jawaban dari informan bahwa karyawan suda bekerja sesuai dengan jam kerja yang tetapkan yaitu kurang dari 7 jam dalam sehari dan 35 jam per mingggu.
Namun ketika dihitung jam kerja sesuai pengakuan informan, terdapat kelebihan jam kerja karena pekerja masuk mulai dari jam 06.00.WIT., sehingga terdapat selisi waktu kerja. Menurut undang-undang, pekerja bekerja mulai dari jam 07.00.WIT sampai dengan Jam 14.00 WIT, namun kenyataannya karyawan masuk jam enam pagi. Selisih jam kerja, satu jam dari ketentuan undang-undang, yang artinya jika diakumulasi maka selama lima hari, pekerja telah kehilangan 5 jam per minggu, kerugian waktu pekerja dan kehilangan insentif berupa gaji atau upah.
Undang-undang nomor 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh pada pasal 1 angka 6 telah mendefenisi secara jelas tentang status pekerja atau buruh, bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah dan imbalan dalam bentuk lain. Defenisi yang sama juga terdapat pada pasal 1 ayat 3 pada undang-undang nomor 13 tahun 2002 tentang ketenagakerjaan. Dengan demikian pengertian tentang pekerja adalah orang yang bekerja dengan menerima imbalan (upah).
Pengertian ini berlaku juga pada pekerja yang bekerja secara paruh waktu di Alfamidi Kota Jayapura dengan melakukan kesepakatan dalam bentuk perjanjian kerja dimana para pihak baik pemilik perusahaan Alfamidi maupun pekerja mengikatkan diri dalam perjanjian yang telah disepakati tersebut untuk melindungi hak-hak dari kedua belah pihak. Perlindungan inilah yang disebut perlindungan Preventif sebab keduanya mengikatkan diri dalam suatu perjanjian berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yaitu antara karyawan dan pihak perusahaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan pada pasal 16 ayat (1) memberikan defenisi tentang pekrja dengan perjanjian paruh waktu bahwa pekerja paruh waktu adalah mereka yang bekerja kurang dari 7 jam dalam 1 hari dan kurang dari 35 jam dalam 1 minggu, penjelasan ini mengandung pengertian bahwa pekerja atau buruh bekerja dengan jam kerja yang lebih sedikit dari pekerta penuh waktu. Oleh karena itu hak-hak para pekerja untuk mendapatkan upah yang layak, dihitung secara proporsional sesuai jam kerja (upah per jam, harian, atau bulanan) dan tidak boleh lebih rendah dari formula upah minimum yang berlaku.
Jika dilihat dari penjelasan di atas dan sesuai dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan pekerja dengan perjanjian kerja paruh waktu diketahui bahwa pekerja harus taat terhadap kesepakatan yang telah disepakati, dimana ketentuan kerja dengan waktu kerja sudah
harus dipatuhi sesuai waktu kerja tersebut. Kesepakatan atas suatu perjanjian merupakan suatu perikatan yang perlu dijalankan oleh pekerja itu sendiri untuk menghindari adanya wanprestasi atas kesepakatan tersebut.
Karyawan Toko Alfamidi di Kota Jayapura harus menjalankan kewajibannya sesuai kesepakatan yang dibuat, sebab di dalam menjalankan kewajibannya melekat pula hak-hak yang akan diperoleh baik berupa, upah atau gaji atau dalam bentuk lainnya yang telah disepakati seperti ketepatan jam masuk kerja karyawan di toko alfamidi Padang Bulan sesuai kesepakatan perjanjian kerja. Pertanyaan seputar waktu kerja, karyawan masuk kerja sesuai dengan waktu/jam kerja yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut sehingga hitungan masuk kerja adalah jam 06.00 WIT, namun untuk pelayanan konsumen jam buka pelayanan adalah jam setengah tujuh atau jam tujuh ( 07.00.WIT), dan waktu tersebut tidak termasuk dalam kategori jam masuk kerja bagi karyawan Toko Alfamidi. Jika dilihat dari masuk kerja karyawan Toko Alfamidi terdapat kelebihan jam kerja yang telah dijalankan oleh para karyawan. Jika dikaitkan dengan perlindungan hukum prefentif, maka seharusnya kesepakatan dalam perjanjian kerja tersebut harus juga disertakan kelebihan jam kerja yang akan dijalankan atau dilaksanakan oleh karyawan Alfamid sehingga perlindungan tersebut bisa dirasakan oleh para karyawan Toko Alfamidi.
. 2. Perlindungan Hukum Represif.
Dalam perlindungan hukum Represif terhadap pekerja dengan paruh waktu di Toko Alfamidi Kota Jayapura atau karyawan Toko Alfamidi, maka untuk menegakkan sebuah kesepakatan atas perjanjian yang dibuat dikeluarkan standar yang disebut Standar Operasional Prosedur (SOP) agar pekerja tidak melakukan pelanggaran- pelanggaran terhadap perjanjian yang telah disepakati. Seorang karyawan jika terlambat masuk kerja sesuai dengan kesepakatan yang sudah dibuat akan mendapat teguran, jika sudah sampai tiga kali maka dikenakan sanksi SP1 sesuai SOPnya. Penerapan jam kerja sudah sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan dan kesepakatan yang telah dibuat dalam bentuk perjanjian kerja dan ditandatangani oleh pekerja atau karyawan.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa karyawan di Toko Alfamidi telah bekerja sesuai dengan jam kerja yang ditetapkan yaitu kurang dari 7 jam dalam sehari dan 35 jam per mingggu. Namun jika dihitung dari jam masuk kerja yaitu jam 06.00 WIT karyawan Toko Alfamidi bekerja mulai dari jam 06.00 WIT sampai dengan jam 14.00 WIT, itu untuk teman-teman yang masuk pada shift pagi. tetapi untuk yang masuk pada shift siang, dimulai dari jam 15.00 sampai jam 22.00.
Jika karyawan Toko yang datang terlambat akan diberikan Surat Peringatan kepada yang bersangkutan dengan sistem tiga tahap. SP
1,SP 2 dan SP3, jika masih saja terjadi pelanggaran maka akan diberi pemutusan hubungan kerja (diresign).
3. Perlindungan Hukum Substantif.
Perlindungan Hukum Substantif merupakan sebuah bentuk perlindungan hukum mencakup norma-norma hukum yang mengatur hak dan kewajiban individu atau kelompok dalam masyarakat. Pekerja dengan perjanjian kerja paruh waktu di Toko Alfamidi, sebagai manusia juga memiliki hak-hak dasar yang harus dilindungi oleh hukum sebagaimna pada manusia umumnya, harus juga terjangkau oleh hukum, dimana hukum berpihak pada hak-hak karyawan tersebut. untuk mengaetahui apakah hukum juga melindungi hak-hak karyawan di Toko Alfamidi di Kota Jayapura. Berkaitan dengan perlindungan hukum subtantif yang mencakup norma-norma hukum yang mengatur hak karyawan dapat diketahui bahwa selain gaji karyawan yang sudah ditentukan berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) Kota Jayapura, karyawan atau pegawai Toko Alfamidi juga memberikan insentif seperi uang lembur atau dalan bentuk imbalan lainnya seperti yang dijelaskan oleh informan bahwa ada dua sistem pemberian sistem insentif atau sistem lembur. Pertama Sistem insentif atau sistem lembur hanya dianggap sebagai jam lembur atau hari lembur ketika atau disaat hari-hari penting atau hari dimana ada tanggal merah kalender namun tidak termasuk hari minggu. Insentif hanya diberikan saat hari-hari besar keagamaan seperti, Hari Lebaran, Hari Natal, Hari Paskah atau hari besar keagamaan, lainnya dan tahun baru, itu yang
dikategorikan sebagai jam lembur atau hari lembur dan diberikan insentif atau uang lembur.
Sedangkan ada sistem lembur yang dihitung bukan pada hari-hari besar keagamaan. Insentif atau lembur diluar hari besar biasanya dihitung dan dimasukkan dalam sistem penambahan hari libur kerja.
Selain gaji yang diterima Karyawan Toko Alfamidi, karyawan juga mendapatkan perlindungan kesehatan dengan diikutkan dalam peserta BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, jam kerja yang sesuai pekerjaan yang perusahaan tentukan, tunjangan lauk pauk dan THR.
Perlindungan Hukum Substantif pada karyawan Toko Alfamdid yang merupakan pekerja dengan perjanjian kerja paruh waktu, merupakan amanat undang-undang ketenagakerjaan dimana hak-hak karyawan harus diperhatikan oleh perusahaan agar pekerja mendapat haknya sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja dan peraturan perundang-undangan, terutama waktu kerja yang melebih waktu yang ditentukan oleh perusahaan seperti h ak untuk mendapatkan Insentif atas kelebihan waktu kerja (lembur).
Dalam sistem lembur karyawan, ketika peneliti mewawancarai karyawan Toko Afamidi, perusahaan memiliki dua sistem lembur yaitu pada hari-hari penting. Namun ada tanggal merah yang tidak dihitung sebagai hari libur oleh perusahan atau Toko Alfamidi. Tanggal merah bukan berati hari Minggu masuk sebagai waktu lembur, namun hari dan waktu lembur hanya pada hari raya atau hari-hari besar keagamaan seperti Idul Fitri, Natal, Tahun Baru dan Paskah dianggap lembur dan masuk
dalam perhitungan insentif. Apabila karyawan bekerja dalam dua hari kerja maka akan mendapat insentif atau uang lembur sebesar RP.
1.000.000,- .
Jika dilihat dari undang-undang ketenagakerjaan, pasal 78 huruf b.
Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu namun pengakuan dari informan (karyawan Toko Alfamidi), waktu kerja lembur tidak sesuai dengn ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya dikatakan pada pasal 78 ayat (2) bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
Tanggal merah lainnya, yang dihitung sebagai hari lembur, dimasukan dalam perhitungan sistem penambahan hari libur kerja karyawan dan bukan berupa uang.
Hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap responden Karyawan alfamidi tentang pembayaran gaji karyawan, dijelaskan bahwa sudah sesuai dengan Standar UMR Kota Jayapura juga mendapatkan pemberian BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, jam kerja yang sesuai pekerjaan yang perusahaan tentukan, tunjangan lauk pauk dan THR.
4. Perlindungan Hukum Prosedural.
Perlindungan Hukum Prosedural berkaitan dengan prosedur yang harus diikuti dalam penegakan hukum, seperti hak cuti karyawan di Toko Alfamidi Kota Jayapura.
Hak cuti karyawan oleh perusahaan ketika ditanya kepada karyawan Toko Alfamidi, dijelaskan bahwa cuti diberikan jika masa kerja karyawan sudah mencapai satu tahun kerja, dan berapa lama hari cuti, tergantung pada kinerja karyawan apakah karyawan pernah mangkir dan tidak masuk kerja dengan alasan tidak jelas, sebab dalam sistem akan terbaca kehadirannya berapa kali seorang karyawan melakukan pelanggaran disiplin. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan pada pasal 79 ayat (1), yaitu pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh dan huruf c bahwa cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus, dan pada pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Di dalam sistem, terlihat absensi untuk mendapatkan hak cuti, sebab kehadiran dihitung dari absensi masuk dan absensi pulang yang menggunakan absensi digital fingger bukan absensi manual berupa tulisan tangan. Karyawan Toko Alfamidi mengungkapkan hak cuti diberikan juga oleh perusahan dan ada beberapa ketenuan atau syarat sesuai perjanjian kerja yang sudah disepakati bahwa Karyawan Toko Alfamidi mendapatkan hak cuti apabila karyawan telah mencapai sekurang- kurangnya satu tahun masa kerja namun masa kerja satu tahun tidak menjadi jaminan atau sertamerta diberikan oleh perusahan, sebab masih
dipertimbangkan hal- hal lain seperti Kinerja yang ditunjukkan oleh karyawan. Prestasi kerja karyawan akan dilihat seperti kinerja yaitu jam masuk kerja, apaka seorang karyawan selama satu tahun terjadi kelalainan seperti tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas atau mangkir dari pekerjaanya, tergantung pada hal-hal tersebut. Sebab Sistem Monitoring kinerja karywan dengan sistem Absensi Cap Jari ( Digital Fingger) Jam masuk dan jam pulang kerja untuk mendapatkan cutinya itu berapa tahun sekali. Sistem kehadiran karyawan dikirim ke pusat, sehingga ketika untuk mendapatkan claim hak cuti karyawan tersebut harus berdasarkan rekomdasi dari pusat untuk mendapatkan hak cuti tersebut sebab Perusahan/Toko Alfamidi tidak menggunakan absensi manual .
2. Faktor-Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Paruh Waktu Alfamidi Di Kota Jayapura.
a. Faktor Hukum
Faktor hukum merupakan salah satu aspek terhambat-tidaknya penegakan hukum. Yang menjadi penyebab tidak terlaksananya penegakan hukum adalah asas-asas hukum dan undang-undang yang tidak diimplementasikan, belum ada peraturan pelaksanaan yang menjadi acuan/rujukan untuk menerapkan undang-undang, juga terdapat ketidak jelasan penafsiran kata dalam undang-undang sehingga dapat mengakibatkan ketidaksepahaman dalam penafsiran dan penerapan hukum tersebut.
Dalam dunia kerja, ada berbagai hambatan dalam perlindungan hukum terhadap pekerja paruh waktu seperti pada karyawan paruh waktu di Alfamidi Padang Bulan.
Sesuai kesepakatan dalam perjanjian kerja, semua kerugian yang timbul akibat kelalaian karyawan, maka kerugiannya ditanggung oleh karyawan, seperti kehilangan barang yang ada di gudang atau di toko ketika dicek, terdapat barang yang kurang, atau ada barang yang hilang, barang kadaluwasa, atau juga jika konsumen atau karyawan yang mengambil barang tanpa sepengatuhan atasan dan ada konsumen yang tidak membayar, maka sesuai ketentuan perusahan, karyawan harus bertanggung jawab atas barang yang hilang, barang yang telah kadaluarsa atau brang yang tidak dibayar oleh pengunjung, sebab dianggap karyawan lalai dalam mengontrol situasi yang ada dalam toko Alfamidi yang mengalami kerugian. Tanggung jawab ini menjadi tanggung jawab karyawan untuk menggnti barang yang hilang dalam bentuk uang atau pemotongan gaji karyawan.
Perlindungan Hukum terhadap Hak Karyawan jika terjadi kehilangan barang, barang kadaluarsa dan kurangnya pembayaran oleh konsumen. Perlindungan hukum seperti ini kejadian-kejadian yang telah dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa tidak ada sama sekali perlindungan hukum terhadap hak-hak karyawan tersebut. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa karyawan tidak bisa melakukan pembelaan diri atas kejadian- kejadian diluar kemampuan karyawan.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap karyawan jika terjadi kehilangan barang, dijelaskan informan bahwa sesuai kesepakatan dalam perjanjian kerja, semua kerugian yang timbul akibat kelalaian karyawan, maka kerugiannya ditanggung karyawan, seperti kehilangan barang, barang kadaluarsa atau juga jika harga yang telah masuk ke sistem pembayaran namun uang konsumen kurang dari jumlah pembayaran maka kerugian tersebut ditanggung oleh karyawan yang harus membayarnya sesuai fitur yang ada dalam sistem komputer.
b. Faktor Penegak Hukum
Penegak hukum adalah individu atau lembaga yang memiliki kewenangan, tugas dan tanggung jawab untuk menegakan hukum, menjaga ketertiban serta memastikan keadilan berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penegak hukum bertugas memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum dapat diproses dan diselesaikan secara adil dan transparan.
Penegak hukum juga terdapat dan dilaksanakan di toko Alfamidi Kota Jayapura, dimana setiap permasalahan dan kekerasan yang timbul akan diselesaikan oleh penegak hukum.
Penegak hukum adalah individu atau lembaga yang memiliki kewenangan, tugas dan tanggung jawab untuk menegakan hukum, menjaga ketertiban serta memastikan keadilan berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penegak hukum bertugas
memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum dapat diproses dan diselesaikan secara adil dan transparan.
Penegakan hukum juga dilaksanakan di toko Alfamidi Kota Jayapura, dimana setiap permasalahan dan kekerasan yang timbul akan diselesaikan dengan penegak hukum. Jika terjadi kesalah-pahaman antara konsumen/pengunjung toko dengan melakukan tindakan kekerasan terhadap karyawan seperti tindakan pemukulan atau pengniayaan maka penyelesainnya dapat dilakukan secara kekeluargaan atau dilaporkan ke pihak keaman, karyawan yang menjadi dilihat dari tingkat kekerasan yang terjadi, atau tergantung juga dari karyawan yang menjadi korban tidak kekerasan. Sebab menurut aturan tokoh karyawan tidak dibenarkan untuk melakukan balasan jika terjadi perselisian antara pengunjung toko atau konsumen dengan karyawan. Karyawan dianjurkan untuk menyampaikan permohonan maaf kepada konsumen atau pengunjuk, sebab jika terjadi kekerasan, akan terpantau oleh atau melalui CCTV, sehingga mejadi alasan bagi dilakukan laporan polisi. Namun prosedur laporan dilakukan dengan beberapa tahap, pertama karyawan melaporkan kepada ataannya, kemudian atasan yaitu kepala toko, dari kepala toko sebagai atasan karyawan melanjutkan laporan tersebut ke atasan di atasnya melapor ke Korordinasi Wilayah KORWIL dan Korordinasi Wilayah membuat laporan ke pihak kepoisian. Dari Hasil wawancara terdapat kerjasama antara Toko Alfamidi dan aparat keamanannya.
c. Faktor Sarana dan Fasilitas.
Sarana dan fasilitas merupakan faktor penting yang dapat menunjang keberhasilan penegakan hukum. Jika sarana dan fasilitas memadai, maka kemungkinan penegakan hukum juga dapat berlangsung dengan baik. Sarana dan fasilitas tersebut antara lain mencakup sumber daya yang terampil, organisasi yang baik, keuangan yang cukup, peralatan yang memadai, dan lain sebagainya.
Faktor sarana dan fasilitas merujuk pada semua sumber daya, infrastruktur, dan dukungan yang diperlukan dalam mendukung suatu kegiatan atau proses. Dalam konteks ini, penegakan hukum dan perlindungan hak-hak pekerja. komponen utama adalah sumber daya manusia, organisasi, keuangan, peralatan dan teknologi. hal tersebut menjadi penting untuk memastikan bahwa pekerja mendapatkan perlindungan yang layak dan hak-haknya terpenuhi seperti pada aspek organisasi. Faktor penting dalam menunjang keberhasilan penegakan hukum adalah sarana dan fasilitas yang memadai, mencakup sumber daya yang terampil seperti organisasi yang baik :
1. Organisasi Serikat Pekerja sebagai Pengawasan Internal Organisasi.
Organisasi ini dapat menjadi sarana kontrol kepada perusahaan/Toko Alfamidi menyangkut hak-hak karyawannya seperti gaji dan tunjangan atau penghasilan lainnya.
Karyawan perusahan/toko Alfamidi juga mendapat pengawasan internal dari organisasi serikat pekerja tentang hak- hak karyawan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan toko Alfamidi dapat dijelaskan bahwa pengawasan internal yang dilakukan oleh Serikat Pekerja dilakukan setiap dua atau tiga bulan sekali dan pengawasan tersebut tidak terjadwal tetapi dilakukan secara tiba-tiba, karena banyak toko yang tersebar di Kota Jayapura.
Dalam kunjungaan tersebut biasanya ditanya seputar pekerjaan karyawan, tentang hak-hak karyawan dan tentang tunjangan- tunjangan yang diberikan apakah telah sesuai dengan ketentuan undang-undang atau belum. Dengan demikian pengawasan internal terhadap karyawan toko Alfamidi dilakukan oleh pengawas internal yaitu organisasi Serikat Pekerja. dengan demikian dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum terhadap hak-hak karyawan terjamin oleh karena ada pengawasn oleh organisasi tersebut.
2. Pengawasan Eksternal Dinas Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Hasil wawancara informan tentang pengawasan oleh pemerintah terhadap hak-hak karyawan toko Alfamidi, informan mengatakan bahwa Dinas tenaga kerja ikut mengawasi dengan mengecek apakah terjadi perlindungan oleh perusahaan terhadap hak-hak karyawannya. Kunjungan tersebut dilakukan seperti seorang konsumen biasa yang bertanya-tanya tentang
keadaan dan apa yang terjadi di dalam toko, tentang jam buka sampai jam berapa, berapa jam kerja. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa dinas tenaga kerja memiliki kepedulian terhadap hak-hak pekerja.
1. Bentuk Perlindungan Hukum terhadap Pekerja dengan Perjanjian Kerja Paruh Waktu (Part Time) Di Alfamidi Kota Jayapura berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Dalam perlindungan hukum ada beberapa perlindungan hukum yang meliputi perlindungan preventif (pencegahan pelanggaran melalui aturan yang jelas), perlindungan represif (pemberian sanksi jika terjadi pelanggaran), perlindungan subtantif (pengaturan hak dan kewajiban pekerja dalam norma hukum), dan perlindungan prosedural (jaminan prosedur hukum yang adil dalam penegakan hak-hak pekerja). Namun didalam praktiknya masih terdapat pelanggaran terhadap pemenuhan hak- hak pekerja paruh waktu, khususnya terkait kepastian kerja, upah dan jaminan sosial yang seharusnya menjadi bagian dari perlindungan hukum tersebut.
2. Faktor-Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Paruh Waktu Alfamidi Di Kota Jayapura.
Pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja paruh waktu diAlfamidi masih menghadapi beberapa kendala. Hambatan tersebut antara lain kurangnya pemahaman baik dari pihak perusahaan maupun pekerja mengenai ketentuan hukum yang berlaku, lemahnya pengawasan dari pemerintah serta adanya perbedaan interpretasi terkait hak-hak pekerja
44
paruh waktu. Selain itu faktor ekonomi dan kebutuhan akan pekerjaan membuat pekerja sering menerima kondisi kerja yang kurang ideal demi mempertahankan pekerjaan. Meskipun perlindungan hukum bagi pekerja paruh waktu telah diatur dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan implementasinya di lapangan masih belum optimal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi, lemahnya pengawasan dan kurangnya tanggungjawab perusahaan terhadap hak-hak karyawan yang telah diatur dalam perundang-undangan. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan pemahaman hukum, pengawasan yang lebih tegas, dan komitmen dari semua pihak agar hak-hak pekerja paruh waktu benar-benar dapat terlindungi.
B. SARAN.
1. Bagi Perusahaan Alfamidi.
Perusahaan/Toko Alfamidi perlu melakukan penerapan hukum yang seimbang atau proporsional terhadap hak-hak karyawan sehingga karyawan tidak dirugikan hak-haknya.
2. Bagi Karyawan Alfamidi
Setiap kayawan perlu membanca dan memahami hak-haknya yang tercantum di dalam undang-undang ketenagkerjaan, juga dalam perjanjian yang telah disepakati, sehingga pekerja dapat menuntut hak-haknya kepada perusahaan yang mempekerjakannya dengan menunjukan pasal dan ayat yang berkaitan dengan hak-hak tersebut, sehingga perlindungan hukum
tersebut bisa terrealisasi tanpa terjadi kerugian bagi kedua belah pihak yaitu karyawan dan pemilik perusahaan/Toko Alfamidi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Jaya Kusuma and Edith Ratna M S, “Kedudukan Hukum Pekerja PKWT Yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan”, 2015
Ahmad Rizki Sridadi, Pedoman Perjanjian Kerja Bersama, Empat Dua Media Jatim, 2016.
Bambang Sunggono, S.H., M.S, Metode Penelitian Hukum, Edisi 1, Cetakan 4 – Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Devi Rahayu, Buku Ajar: Hukum Ketenagakerjaan, Scopindo Media Pustaka, Surabaya 2019.
Dewa Gede Giri Santosa, “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pasca Undang- Undang Cipta Kerja: Implementasi Dan Permasalahannya,” Jurnal Ilmu Hukum 17, 2021
Endah Pujiastuti, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, University Press Semarang 2015.
Glosarium,“pengertian perlindungan hukum menurut para ahli”,
http://tesishukum.com/ pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para- ahli/.
https://kontrakhukum.com/article/mengenal-perjanjian-kerja-paruhwaktu- ketentuan-dan-manfaatnya.
https://kontrakhukum.com/
http://repository.unpas.ac.id/56165/3/H.%20BAB%202.pdf.
https://www.pajak.go.id/index.php/id/artikel/pemikiran-keadilan-radbruch-dalam konteks-ketentuan-pajak-wanita Keadilan (Gerechtigkeit);
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2014.
L.J. van Apeldoonr, Pengantar Ilmu Hukum (In Leiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht), diterjemahkan Oetarid Sadino, Balai Pustaka, Jakarta 2015.
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, 2006, Dualisme Penelitian Hukum, Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, 1987
Sendjun H Manululang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, PT Rineka Citra, Jakarta 1998.
Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.
Setiono, Rule of Law, Disertasi S3 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2004.
Sentosa Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-Undang Republik Indonesia Tentang Ketenagakerjaan, CV. Nuasa Aulia, Bandung 2005.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta, 1986
Tim hukum online, “perlindungan hukum: pengertian,teori,contoh, dancaramemperolehnya”,https://www.hukumonline.com/berita/a/perlin dungan hukum.
Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945”.
Undng-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-undang nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat.
Undang-undang nomor 12 tahun 1948 tentang Undang-Undang Kerja.
Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan KUHPerdata Pasal 1601a