• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI YUSTISIA MERDEKA: Jurnal Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 1 Maret 2016 ISSN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI YUSTISIA MERDEKA: Jurnal Ilmiah Hukum Volume 2 Nomor 1 Maret 2016 ISSN:"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

YUSTISIA MERDEKA: Jurnal Ilmiah Hukum

Volume 2 Nomor 1 Maret 2016

ISSN: 2407-8778

PERLINDUNGAN HUKUM PENGARANG/PENULIS BUKU MENURUT UU NO 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

Anik Tri Haryani, S.H.,M.Hum

1-11

STATUS LEGAL FORMAL (BI PATRIDE) KEWARGANEGARAAN ANAK DARI PERKAWINAN CAMPURAN KEWARGANEGARAAN

Lulus Udjiwati

12-19

AKSIOLOGI: RELASI ANTARA ILMU PENGETAHUAN DAN KEHIDUPAN UMAT MANUSIA (Sebuah Kajian dari Dimensi Filsafat Ilmu)

Mohamad Tohari

20-28

HUKUM TRANSENDENTAL DALAM KONSTELASI PEMIKIRAN HUKUM POSTIVISTIK DI INDONESIA

Elviandri

29-38

PERLINDUNGAN PEKERJA DALAM PERJANJIAN WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWT) MENURUT UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Krista Yitawati

39-50

QUO VADIS POLITIK HUKUM AGRARIA INDONESIA DI ERA REFORMASI (Suatu Tinjauan Kritis terhadap Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan)

Subadi1 dan Rizky Wahyu Nugroho2

51-67

REKONSTRUKSI PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN DI JAWA DENGAN MODEL KOLABORATIF HOLISTIK

Sigit Sapto Nugroho1, Hilman Syahrial Haq2

(2)

Abstrak;

Buku adalah gudang pengetahuan, melalui buku-buku kita bisa belajar ilmu. Keberadaan buku tidak terlepas dari peran seorang penulis dan penerbit. Untuk menulis buku memerlukan pemikiran dan beberapa kreativitas untuk menuangkan ide-ide ke dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, penulis harus dilindungi atas pekerjaannya. Agar pelanggaran - pelanggaran dapat dicegah dan ditindaklanjuti sehingga mereka dapat bekerja lagi. Jika pelanggaran hukum dapat menuntut pidana atau perdata, selain Undang-Undang No. 28 Tahun 2014, telah membentuk manajemen kolektif untuk melindungi hak-hak ekonomi penerbit, pengguna yang menggunakan hak cipta dan pelayanan publik hak cipta terkait dalam bentuk bersifat komersial. Kata kunci: perlindungan hukum, penulis, hak cipta

(3)

PERLINDUNGAN HUKUM PENGARANG/PENULIS BUKU

MENURUT UU NO 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

Anik Tri Haryani, S.H.,M.Hum

Dosen Fakultas Hukum Unmer Madiun Abstrak;

Buku adalah gudang pengetahuan, melalui buku-buku kita bisa belajar ilmu. Keberadaan buku tidak terlepas dari peran seorang penulis dan penerbit. Untuk menulis buku memerlukan pemikiran dan beberapa kreativitas untuk menuangkan ide-ide ke dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, penulis harus dilindungi atas pekerjaannya. Agar pelanggaran - pelanggaran dapat dicegah dan ditindaklanjuti sehingga mereka dapat bekerja lagi. Jika pelanggaran hukum dapat menuntut pidana atau perdata, selain Undang-Undang No. 28 Tahun 2014, telah membentuk manajemen kolektif untuk melindungi hak-hak ekonomi penerbit, pengguna yang menggunakan hak cipta dan pelayanan publik hak cipta terkait dalam bentuk bersifat komersial.

Kata kunci: perlindungan hukum, penulis, hak cipta Abstract

The book is a repository of knowledge , through books we can learn science. The existence of the book is inseparable from the role of a writer and publisher. To write a book requires thought and some creativity to pour ideas into written form . Therefore, the author should be protected to the work. In order for the violation - violation can be prevented and actionable so that they want to work again. If a violation of the author can prosecute criminal or civil , in addition to the law No. 28 of 2014 has established collective management organizations to protect the economic rights of the publisher of users who use copyright and copyright related public services in the form of a commercial nature.

Key word : legal protection, author, copyright

yang pengaturannya terdapat dalam ilmu hukum dan dinamakan Hukum HKI. Yang dinamakan hukum HKI meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak-hak yuridis atas karya-karya atau ciptaan-ciptaan hasil olah

Pendahuluan 1. Latar Belakang

Hak cipta adalah bagian dari sekumpulan hak dinamakan hak kekayaan intelektual (HKI)

(4)

2

Anik Tri Haryani

pikir manusia bertautan dengan kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi.1

HKI mempunyai fungsi utama untuk memajukan kreatifitas dan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat secara luas sedangkan hak cipta secara khusus juga berfungsi sebagai alat untuk memperkenalkan, memperkaya dan menyebarluaskan kekayaan budaya bangsa. Bahkan salah satu aspek yang melekat pada HKI adalah adanya aspek sosial bagi seluruh jenis HKI kecuali merek, manakala masa perlindungannya habis maka semuanya menjadi milik umum atau public

domain. Salah satu contoh jenis hak cipta yang

nyata memberikan manfaat bagi manusia adalah buku. Masyarakat tidak menyangkal lagi bahwa buku merupakan kebutuhan utama bagi dunia pendidikan. Banyak karya buku yang diciptakan oleh para penulis. Dari hasil kreativitasnya penulis mampu menciptakan buku ilmiah yang bermanfaat bagi masyarakat. Proses pembuatan buku membutuhkan tenaga, biaya dan waktu sehingga hasil karya penulis perlu diberikan perlindungan Hak cipta.

Di Indonesia sendiri perlindungan terhadap pencipta buku atau pengarang buku masih jauh dari harapan karena para pengarang belum memperoleh perlindungan secara maksimal dari berbagai macam pelanggaran hak cipta mulai dari plagiat, perbanyak ciptaan tanpa ijin bahkan sampai pada pembajakan karya cipta.

Pemerintah telah berupaya melalui berbagai macam cara dengan memperbaiki peraturan tentang hak cipta yang disesuaikan dengan kebutuhan penulis maupun pengarang dengan dikeluarkannya peraturan terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 28 tahun 1Edy Damian, Hukum Hak Cipta , Alumni, Bandung,

2009, hal. 29

2014 tentang Hak Cipta yang menggantikan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta. Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 yang dimaksud Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.2 Hak cipta merupakan hak kekayaan intelektual yang dapat dialihkan kepada orang lain. Dengan kata lain, hak cipta adalah hak yang bisa dijadikan uang.3

Perkembangan Hak Cipta yang didorong oleh berbagai aspek mempunyai dampak bagi penyempurnaan peraturan hukum di bidang hak cipta. Hak-hak yang timbul dari suatu ciptaan di bidang kekayaan intelektual, kepada si pencipta oleh hukum diberikan bersamaan dengan keistimewaan-keistimewaan tertentu yaitu hak untuk mengeksploitasi ciptaannya. Sedangkan untuk menghindari adanya pelanggaran berupa pembajakan atau penggandaan, perlu adanya rambu-rambu pengaturan secara seksama dan diformulasikan dalam peraturan perundang-undangan.

Ditempatkannya berbagai ciptaan yang dilindungi, misalnya buku terutama karena selain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tercantum dalam Mukaddimah UUD 1945, juga karena terkaitnya dengan empat fungsi positif buku, yaitu:

1. Buku sebagai media atau perantara, artinya buku dapat menjadi latar belakang bagi kita atau pendorong untuk melakukan sesuatu.

2 UU No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 3 Masri Maris, Buku Panduan Hak Cipta Asia, IKAPI, Jakarta, 2006, hal.12

(5)

Perlindungan Hukum Pengarang/Penulis Buku

2. Buku sebagai milik, artinya buku adalah kenyataan yang sangat berharga, tak ternilai, karena merupakan sumber ilmu pengetahuan

3. Buku sebagai pencipta suasana, artinya buku setiap saat dapat menjaditeman dalam situasi apapun, buku dapat men-ciptakan suasana akrab sehingga mampu mempengaruhi perkembangan dan karakter seseorang menjadi baik.

4. Buku sebagai sumber kreativitas, artinya dengan banyak membaca buku dapat membawa kreativitas yang kaya gagasan dan kreativitas biasa yang memiliki wawasan yang luas4.

Selain keempat fungsi tersebut, buku bagi bangsa Indonesia juga merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan merupakan salah satu jenis ciptaan asli yang termasuk dalam perlindungan hak cipta seperti diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan konvensi Internasional. Dengan diaturnya buku sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi oleh berbagai perundang-undangan nasional dan konvensi internasional Hak Cipta, tidak dapat disangkal lagi bahwa kehadiran buku sebagai ciptaan yang harus dilindungi sudah jelas diakui. Hal ini disebabkan buku yang merupakan kekayaan intelektual seorang pencipta selain mempunyai arti ekonomis bagi yang mengeksploitasinya, juga mempunyai arti yang penting bagi pembangunan spiritual dan material suatu bangsa. Oleh karena itu berbagai bentuk pelanggaran terhadap buku harus dicegah dan ditindaklanjuti.

Pelanggaran yang terjadi dalam hak cipta di bidang buku antara lain pembajakan buku. Perbuatan ini tidak hanya merugikan pengarang atau pencipta tapi juga merugikan

4 Edy Damian, op.cit, hal. 158

pihak toko buku, pemilik modal dan terutama pihak penerbit, karena penerbit menjadi sumber produksi, jika para penerbit lesu darah, maka pihak yang terkena dampak adalah pemilik modal, dan yang kedua adalah pengarang. Pembajakan yang dilakukan terhadap karya-karya, seperti lagu, film, dan buku telah merugikan negara cukup besar, yaitu mencapai Rp. 1 triliun setiap tahunnya. Namun, korban terparah dari pembajakan ini adalah para pencipta dan pekerja seni yang menciptakan karya tersebut.5 Persoalan hak cipta selain menyangkut kepentingan pemegang hak cipta itu sendiri, juga secara tidak langsung mempengaruhi penerbit karena para penerbitlah secara langsung terlibat dalam melestarikan ciptaan para pengarang.6 Para pengarang/pencipta akan enggan menulis buku karena penghasilannya rendah, sehingga menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat karena seharusnya para ilmuwan berlomba-lomba menyebarkan ilmu yang dimiliki kepada masyarakat. Pembajakan buku inipun dikhawatirkan akan membawa dampak serius terhadap program gemar membaca yang dicanangkan oleh pemerintah. Pembajakan buku dilakukan dengan mencetak buku yang diperkirakan dapat mendatangkan keuntungan, tanpa meminta izin kepada penerbit atau pengarang/ pencipta. Dengan demikian pembajak tidak perlu membayar honor pengarang dan penerbit. Pembajakan dilakukan dengan mencetak buku yang bersangkutan tanpa merubah bentuk tulisan, dan lain-lain, termasuk mutu kertas, tetapi ada pula yang merubah bagian-bagian, huruf,

5 http:/www.kompas cyber news.com, diakses 5 januari 2016

6 Harsono Adi Sumarto, Hak Milik Intelektual

Khususnya Hak Cipta, Akademi Pressindo, Jakarta, 1990, hal. 24

(6)

4

Anik Tri Haryani

mutu kertas, cetakan dan sebagainya. Buku-buku bajakan biasanya dijual oleh pedagang-pedagang kecil yang menjual dengan mutu rendah dan kebanyakan diperdagangkan para penjaja di kios-kios. Para pembajak buku ini lebih mementingkan untuk mendapatkan keuntungan yang besar.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah hubungan antara penerbit dengan pengarang/penulis buku ?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan kepada pengarang/penulis menurut Undang-Undang No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta ?

2. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a) Menganalisis dan mengetahui hubungan antara penerbit dengan pengarang/penulis buku.

b) Mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada pengarang/penulis menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.

3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi guna dan manfaat bagi :

1. Perguruan Tinggi (Universitas), khususnya Program Studi (Prodi) yang mengelola Prodi Ilmu Hukum, baik bagi dosen maupun mahasiswa dapat menambah wawasannya dibidang Hak Atas Kekayaan Intelektual, khususnya Hak Cipta.

2. Pengarang atau penulis buku juga masyarakat secara umum agar mengetahui hubungan antar penerbit dengan penga-rang dan perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang Hak

Cipta kepada pengarang/penulis.

4. Metode penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.7 Data sekunder tersebut terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.8 Sebagaimana tipe dan pendekatan penelitian yang dipilih, maka memerlukan sumber bahan hukum yang dianalisis, yakni bahan hukum primer, ialah bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan sebagainya, maupun bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, misalnya buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum, dan sebagainya.9

Prosedur pengumpulan bahan hukum untuk penelitian ini dilakukan dengan cara inventarisasi dan kategorisasi. Sumber bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian dikategorikan. Selanjutnya, sumber bahan hukum yang telah dikumpulkan dan dikate-gorikan tersebut berdasarkan cara studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari pendapat para ahli yang tertuang dalam buku-buku literatur, kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan majalah hukum. Apabila

7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian

Hukum Normatif suatuTinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.13

8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian

Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hal. 52

9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hal. 142.

(7)

Perlindungan Hukum Pengarang/Penulis Buku

berkaitan dengan rumusan masalah yang sedang dibahas dapat dilakukan pengutipan jika diperlukan.

Dalam penelitian ini, semua bahan hukum, baik sumber bahan hukum primer maupun sumber bahan hukum sekunder, dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, yaitu metode yang menganalisis ketentuan-ketentuan hukum sebagai suatu hal yang umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

5. Hasil Pembahasan

a. Hubungan antara penerbit dengan pengarang/penulis buku

Pengertian hak cipta asal mulanya menggambarkan hak untuk menggandakan atau memperbanyak suatu karya cipta. Istilah copyright (Hak Cipta ) tidak jelas siapa yang pertama memakainya, tidak ada1 (satu) pun perundang-undangan yang secara jelas menggunakannya pertama kali. Menurut Stanley Rubenstain, sekitar tahun 1740 tercatat pertama kali orang menggunakan istilah “copyright”. Di Inggris istilah hak cipta ( copyright) pertama kali berkembang untuk menggambarkan konsep guna melindungi penerbit dari tindakan penggandaan buku oleh orang lain yang tidak mempunyai hak untuk menerbitkannya. Perlindungan bukan diberikan kepada si pencipta, melainkan diberikan kepada pihak penerbit. Perlindungan tersebut dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas investasi penerbit dalam membiayai percetakan suatu karya. Hal ini sesuai dengan landasan penekanan sistem hak cipta dalam “common law system” yang mengacu pada segi ekonomi.10

10 Muhammad Djumhana dan djubaedillah,

Hak Milik Kekayaan Intelektual, Sejarah, Teori,

Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta mempunyai perbedaan dengan hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.11

Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukkannya; bagi produser rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.12

Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Perlindungan hukum harus ditekankan kepada pencipta dalam arti memberikan perlindungan hukum terhadap hasil karya atau ciptaan seorang pencipta. Seseorang dapat dikatakan tidak menjiplak, meniru bahkan membajak hasil karya cipta dari pencipta apabila dalam hal ini ada suatu perjanjian antara pencipta dengan yang ingin meniru atau menjiplaknya bahwa suatu ciptaan itu benar-benar merupakan ciptaan dari pengarang itu sendiri. Perlindungan hukum hak cipta sebagai

dan Prakteknya di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal.47-48

11 Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT. Alumni, Bandung,, 2006, hal. 120

12 Pasal 1 angka 5 UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta

(8)

6

Anik Tri Haryani

hak khusus atau tunggal tersebut meliputi dua aspek yaitu hak ekonomi dan hak moral.

Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Hak ekonomi yang melekat pada pencipta meliputi hak untuk mengumumkan, memperbanyak dan memberi ijin kepada orang lain untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaan tersebut.

Sedangkan hak moral merupakan hak yang meliputi kepentingan pribadi/individu. Hak moral melekat pada pribadi pencipta. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya seperti mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan/integritas ceritanya.

Seorang pencipta menurut Undang-undang Hak Cipta untuk melaksanakan haknya menikmati hasil ciptaan dapat melakukannya dengan pengalihan hak yang dimiliki. Hak yang dialihkan pada dasarnya tiada lain adalah hak pengalihan hak eksklusif pencipta atas suatu ciptaan yang dapat berupa suatu karya tulis misalnya kepada penerbit. Penerbit yang kemudian akan mengeksploitasi ciptaan karya tulis seseorang pencipta dalam suatu jangka waktu tertentu. Caranya dengan mendayagunakan atau mengelola suatu karya cipta seorang penulis selanjutnya pihak lain memberi suatu imbalan sebagai kompensasi atas hak untuk mengeksploitasi suatu ciptaan karya tulis misalnya berupa royalti, honorarium, fee atau bentuk-bentuk imbalan lain yang disepakati bersama dalam suatu perjanjian.13 Salah satu dari berbagai jenis perjanjian yang mengatur pengalihan

13 Eddy Damian, op cit, hal.204

hak cipta suatu ciptaan khususnya karya tulis yang diterbitkan dalam wujud buku untuk dieksploitasi adalah perjanjian penerbitan buku antara penulis dengan penerbit buku.

Dunia perbukuan di Indonesia dewasa ini belum mengenal pembuatan perjanjian penerbitan buku antara penerbit buku dengan pencipta karya tulis (penulis/pengarang) yang telah distandarisir.14

Berbagai macam perjanjian penerbitan buku pada dasarnya sah-sah saja diadakan, asal memenuhi ketentuan-ketentuan per-undang-undangan yang berlaku terutama KUH Perdata dan UUHC, dan disetujui oleh pencipta dan penerbit buku. Secara tradisional buku didefinisikan sebagai penerbitan suatu karya tulis dan/atau gambar dalam bentuk sekumpulan halaman yang dijilid dan biasanya diproduksi dalam sejumlah eksemplar tertentu.15

Tidak sedikit para pencipta dan penerbit buku kurang menyadari apa saja yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang harus dituangkan dalam suatu perjanjian penerbitan buku.

Pada dasarnya suatu perjanjian penerbitan buku merupakan formulasi pengalihan hak cipta karya tulis dari penulis kepada penerbit buku. Formulasi atau konsep buku pengalihan hak cipta ini belum didapati dalam praktek.

Perjanjian lisensi penerbitan buku antara penulis dan penerbit buku dapat di-golong kan ke dalam di-golongan perjanjian untuk melakukan pekerjaan (jasa) tertentu sebagaimana diatur dalam KUH Perdata buku III, Bab ketujuh, pasal 1601 sampai 1601C.16

14 Ibid, hal. 224 15 Ibid, hal. 177 16 Ibid, hal. 214

(9)

Perlindungan Hukum Pengarang/Penulis Buku

Hubungan kerjasama antara penulis dengan penerbit, yang bertujuan untuk mengalihkan karya tulis (untuk dieksploitasi) dari penulis kepada penerbit. Hubungan itu dituangkan dalam akta otentik atau dibawah tangan, dinamakan perjanjian penerbitan buku. Penerbit yang menghendaki dari pihak penulis dilakukannya pekerjaan mencipta suatu karya tulis yang akan dieksploitasi hak-hak ekonominya oleh penerbit, dengan cara menerbitkan dalam bentuk buku.17

Suatu perjanjian penerbitan buku yang tergolong sebagai perjanjian lisensi eksklusif mengatur didalamnya beberapa hal tentang pengalihan atau transformasi hak cipta dari penulis kepada penerbit buku. Pada suatu pengalihan hak cipta dengan perjanjian penerbitan yang tergolong perjanjian lisensi esklusif, kepada penerbit hanya diberikan ijin untuk perbanyakan atau penggandaan karya tulis dalam bentuk buku.18

b. Perlindungan Hukum Pengarang/ Penulis Buku Berdasarkan UU No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Perlindungan hukum terhadap hak cipta pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah Indonesia secara terus menerus berusaha untuk memperbaharui peraturan perundang-undangan di bidang hak cipta untuk menye-suaikan diri dengan perkembangan yang ada, baik perkembangan di bidang ekonomi maupun di bidang tekhnologi.

Namun demikian, realitas menunjukkan bahwa pelanggaran hak cipta telah mencapai

17 Ibid, hal.214-215 18 Ibid, hal. 230

tingkat yang membahayakan dan dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat pada umumnya dan minat pengarang pada khususnya19.

Usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka perlindungan terhadap karya cipta ini ternyata belum membuahkan hasil yang maksimal. UUHC 2002 dalam memberikan perlindungan hukum terhadap suatu karya cipta maupun terhadap hak dan kepentingan pencipta atau pemegang hak cipta sudah cukup bagus dibandingkan dengan UUHC sebelumnya. Dalam realitasnya, pelanggaran hak cipta masih menggejala dan seolah-olah tidak dapat ditangani walaupun pelanggaran itu dapat dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai macam bentuk pelanggaran yang dilakukan dapat berupa pembajakan terhadap karya cipta, mengumumkan, mengedarkan maupun menjual karya cipta orang lain tanpa seizin pencipta ataupun pemegang hak. Dampak lain dari pelanggaran ini di samping akan merusak tatanan masyarakat pada umumnya, juga akan mengakibatkan lesunya gairah untuk berkarya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra serta berkurangnya penghasilan atau pemasukan negara berupa pajak penghasilan yang seharusnya dibayar oleh pencipta atau pemegang hak cipta. 20

Pelanggaran hak cipta dapat berupa mengambil, mengutip, merekam, memper-banyak atau mengumumkan sebagian atau seluruh ciptaan orang lain, tanpa izin pen-cipta atau pemegang hak pen-cipta atau yang

19Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy, Nurjihad,

Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual, Pusat Studi Hukum UII Yogyakarta Bekerjasama Dengan Yayasan Klinik Haki Jakarta, 2000, hal. 89

(10)

8

Anik Tri Haryani

dilarang oleh undang-undang atau melanggar perjanjian.

Perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta meliputi:

a. Pengumuman, Pendistribusian, Komu-nikasi, dan/atau Penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;

b. Pengumuman, Pendistribusian, Komu-nikasi, dan/atau Penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, pernyataan pada Ciptaan tersebut, atau ketika terhadap Ciptaan tersebut dilakukan Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan;

c. Pengambilan berita aktual, baik seluruh-nya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap; atau

d. Pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut. e. Penggandaan, Pengumuman, dan/atau

Pendistribusian Potret Presiden, Wakil Presiden, mantan Presiden, mantan Wakil Presiden, Pahlawan Nasional, pim pinan lembaga negara, pimpinan ke menterian/lembaga pemerintah non kementerian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan

per-aturan perundang-undangan.21

Perbuatan pelanggaran hak cipta pada dasarnya ada dua kelompok, yaitu :

1. Dengan sengaja dan tanpa hak meng-umumkan, memperbanyak suatu cipta an atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumum-kan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan dan ketertiban umum.

2. Dengan sengaja memamerkan, mengedar-kan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta.

Berdasarkan hal itulah, diperlukan adanya perlindungan hukum bagi pencipta dan penerbit hak cipta atas buku. Perlindungan hukum yang ada merupakan upaya yang diatur oleh Undang undang Hak Cipta guna mencegah terjadinya pelanggaran HAKI oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Perlindungan hukum diperlukan bagi pencipta atau pemegang hak cipta atas buku agar hak-hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta atas buku terlindungi.

Untuk melindungi hak-hak para pencipta buku negara melalui undang- undang juga telah menyediakan dua sarana hukum yang dapat digunakan untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yaitu melalui instrumen hukum perdata dan pidana.

Dalam konteks hukum perdata berdasarkan KUH Perdata, pihak pencipta buku dapat mengajukan gugatannya berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata sebagai suatu perbuatan 21 Pasal 43 Undang-Undang Nomor 24 tahun 20014

(11)

Perlindungan Hukum Pengarang/Penulis Buku

melawan hukum. Hal ini disebabkan karena adanya suatu perbuatan pelanggaran hak subjektif orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri.22 Hak subjektif orang lain merupakan hak cipta yang dimiliki oleh pencipta yang terdiri dari hak ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai ekonomi seperti uang, sedangkan hak moral yang menyangkut perlindungan atau reputasi dari si pencipta. Perbuatan yang dilakukan karena adanya perbuatan melawan hukum tersebut dapat digugat dengan ganti rugi yang ditentukan hukum dan hukum yang berlaku dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi : “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian”.

Sedangkan dalam konteks hukum ber-dasarkan UUHC Nomor 28 tahun 2014, jika ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang telah dilindungi oleh Undang-Undang dilanggar, maka si pencipta maupun penerbit hak cipta atas buku berhak mengajukan gugatan untuk menuntut ganti kerugian ke Pengadilan Niaga, dengan tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta tersebut. Pencipta juga berhak untuk meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu (Pasal 99 ayat (3) huruf a UUHC no 28 tahun 2014). Pemegang hak cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memintakan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, penemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran hak 22Setiawan, Pokok-Pokok Perikatan, Bina Cipta,

Bandung, 1977, hal. 76

cipta (Pasal 99 ayat (2) UUHC no 28 tahun 2014). Sebelum memutuskan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumumam dan/ atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta pasal 99 ayat (3) huruf b UUHC no 28 tahun 2014. Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 UUHC Nomor 28 tahun 2014, penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran hak cipta bisa melalui alternatif penyelesaiaan sengketa arbiterase. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999, yang dimaksud dengan arbitrase adalah penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang berdasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.

Sedangkan alternatif penyelesaian seng-keta adalah lembaga penyelesaian sengseng-keta atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.23

Undang-Undang Hak Cipta telah men-jangkau perlindungan hukum terhadap karya cipta atas buku terutama bagi pengarang dan penerbit. Hal ini tampak jelas adanya hak-hak bagi pemegang hak cipta, dalam hal ini pencipta dan penerbit yang benar-benar dilindungi. Tidak hanya pencipta dan penerbit sebagai pemegang hak ciptaan, ahli waris dari pencipta pun mempunyai hak untuk melakukan penuntutan.

23 Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbiterase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

(12)

10

Anik Tri Haryani

Pasal 96 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 ayat 1 menyebutkan bahwa :

“pencipta, pemegang hak cipta atau ahli warisnya yang mengalami kerugian hak ekonomi berhak memperoleh ganti rugi.”

Selain itu dalam UU Nomor 28 tahun 2014 mengatur tentang Lembaga manajemen kolektif. Lembaga manajemen kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalty.24

Pasal 87 UU no 28 tahun 2014 menyebut-kan bahwa :

”Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap pencipta, pemilik hak terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dan hak cipta terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.”

Berdasarkan hal tersebut maka peng-guna hak cipta dan hak cipta terkait yang memanfaatkan hak cipta dan hak cipta terkait dapat membayar royalty kepada pencipta, pemegang hak cipta melalui lembaga manajemen kolektif. Dengan adanya lembaga menajemen kolektif ini maka pencipta maupun pemegang hak cipta lebih terlidungi haknya dari para pengguna hak cipta karena lembaga manajemen kolektif akan menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalty dari pengguna yang bersifat komersial.

24 Pasal 1 angka 22 UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta

Kesimpulan

1. Salah satu dari berbagai jenis perjanjian yang mengatur pengalihan hak cipta suatu ciptaan khususnya karya tulis yang diterbitkan dalam wujud buku untuk dieksploitasi adalah perjanjian penerbitan buku antara penulis dengan penerbit buku. Hubungan yang terjadi antar penerbit dengan penulis adalah hubungan kerjasama, yang bertujuan untuk mengalihkan karya tulis (untuk dieksploitasi) dari penulis kepada penerbit. Hubungan itu dituangkan dalam akta otentik atau dibawah tangan, dinama-kan perjanjian penerbitan buku.

2. Untuk melindungi hak-hak para pencipta buku Negara melalui Undang- Undang juga telah menyediakan dua sarana hukum yang dapat digunakan untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yaitu melalui instrumen hukum perdata dan pidana. Berdasarkan KUH Perdata, pihak pencipta buku dapat mengajukan gugatannya berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata sebagai suatu perbuatan melawan hukum Sedangkan dalam UUHC Nomor 28 tahun 2014, pencipta maupun penerbit hak cipta atas buku berhak mengajukan gugatan untuk menuntut ganti kerugian ke Pengadilan Niaga, dengan tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta tersebut. Selain itu dalam pasal 87 UU no 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta dibentuk Lembaga Manajemen kolektif untuk melindungi hak ekonomi pencipta diman tugas lembaga ini adalah untuk menarik imbalan dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dan hak cipta terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.

(13)

Perlindungan Hukum Pengarang/Penulis Buku

Saran

1. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat mengenai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sehingga masyarakat mengetahui adanya peraturan baru yang berbeda dengan Undang-Undang sebelumnya.

Penulis/pengarang hendaknya menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar hak-haknya sebagai penulis terlindungi.

2. Sebaiknya hasil karya pencipta ( buku-buku ) didaftarkan pada kantor Hak Cipta Paten dan Merek untuk mendapatkan perlindungan dari pembajak.

Daftar Pustaka

Edy Damian, Hukum Hak Cipta , Alumni, Bandung, 2009

Harsono Adi Sumarto, Hak Milik Intelektual

Khususnya Hak Cipta, Akademi

Pressindo, Jakarta, 1990

Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy, Nurjihad, Kapita Selekta Hak Kekayaan

Intelektual, Pusat Studi Hukum UII

Yogyakarta Bekerjasama Dengan Yayasan Klinik Haki Jakarta, 2000

Muhammad Djumhana dan Djubaedillah,

Hak Milik Kekayaan Intelektual, Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2003

Masri Maris, Buku Panduan Hak Cipta Asia, IKAPI, Jakarta, 2006

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007

Setiawan, Pokok-Pokok Perikatan, Bina Cipta, Bandung,1977

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian

Hukum, UI Press, Jakarta, 2005

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian

Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat,

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006 Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual

Suatu Pengantar, PT. Alumni, Bandung,

2006

Peraturan Perundang-Undangan

UU Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbiterase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Internet

(14)

YUSTISIA MERDEKA: Jurnal Ilmiah Hukum

STATUS LEGAL FORMAL (BI PATRIDE) KEWARGANEGARAAN

ANAK DARI PERKAWINAN CAMPURAN KEWARGANEGARAAN

Lulus Udjiwati

Dosen Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi Email : Lulusserdosemail@gmail.com Abstrak

Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis status kewarganegaraan legal formal anak-anak dari campuran pernikahan kewarganegaraan. Metode penulisan didasarkan pada penelitian hukum normatif. Formal status kewarganegaraan hukum anak-anak dari campuran pernikahan kewarganegaraan dalam batas dengan usia anak untuk menentukan warga negara Indonesia atau melepaskannya, karena pada prinsipnya Republik Indonesia (RI) hanya mengakui satu kewarganegaraan.

Kata kunci: status kewarganegaraan anak, mixed pernikahan.

Abstrak :

This paper aims to identify and analyze the formal legal citizenship status of children of mixed marriages citizenship. The method of writing is based on normative legal research. Formal legal citizenship status of children of mixed marriages citizenship in the limit with the child's age to determine be Indonesian citizens or release it, because in principle the Republic of Indonesia (RI) recognizes only one nationality.

Keywords: Citizenship Status of Children, Mixed Marriage.

A. Latar Belakang

Bagi suatu Negara anak adalah warga Negara yang belum jadi dalam arti masih memerlukan pengetahuan maupun didikan menjadi warga Negara yang mampu dan sadar akan hak dan kewajibannya. Di Indonesia istilah warganegara terjemahann dari kata citizen dalam bahasa Inggris atau citoyen dalam bahasa Perancis. Secara etimologis citizen berasal dar masa Romawi yang pada waktu itu berbahasa Latin yaitu kata “civis” atau “civitas” sebagai anggota atau warga

dari suatu city stale 1). Jadi konsep warga sebenarnya bukanlah hal yang baru namun telah muncul sejak jaman Yunani Kuno yang merupkan asal usul demokrasi. Pada saat itu konsep warga, politis, citizen masih amat terbatas tidak mencakup seluruh penghuni polis (Negara kota)

Menurut Prof. Dr. Achmad Sanusi, SH., MPA, menafsirkan kewarganegaraan 1 Winarno, M.Si, Kewarganegaraan Indonesia dari Sosiologi Menuju Yuridis, Alfabeta, Bandung.

(15)

Status Legal Formal (BI Patride) Kewarganegaraan

dari bahasa Latin “Civis, selanjutnya dalam bahasa Inggris Civic artinya mengenai warga Negara atau kewarganegaraan2). Beliau juga berpendapat sejauh civic dipandang disiplin dalam ilmu politik, maka fokus studinya mengenai kedudukan dan peranan warga negara dalam menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi Negara yang bersangkutan.

Warga Negara dari suatu Negara merupa-kan suatu unsur pokok suatu Negara, selain wilayah dan kedaulatan, oleh karena itu dalam menentukan status kewarganegaraan seseorang didasarkan pada ketetapan Undang-undang. Dalam suatu Pemerintahan warganegara memiliki hubungan timbal balik antara warga dan negaranya. Setiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban yang diatur dalam UUD 1945. Demikian sebaliknya Negara sebagai penguasa memiliki kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfill) hak dari warganya.

Perkembangan Undang-undang tentang kewarganegaraan melewati beberapa masa, yaitu pada masa prakolonial, masa kolonial, dan pasca colonial. Hal ini ditandai dengan beberapa peraturan yaitu; UU No. 3 Tahun 1946, tetantang warga Negara dan penduduk Indoneia, UU No. 2 Tahun 1958, tentang persetujuan RI – RRC mengenai dwi kewarganegaraan, UU No. 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaan Indonesia, Undang-undang No. 8 Tahun 1976 perubahan Ps. 18 Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan Indonesia. undang tersebut digantikan dengan Undang-2 CST Kansil, Christin ST Kansil, Pendidikan Kewarganegaraan, Pradana Paramita, Jakarta

undang No 12 tahun 2006 dengan konteks pemikiran sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan RI sehingga harus dicabut dan diganti yang baku.

Bagi warga Negara Indonesia yang menikah dengan warga Negara asing menimbulkan pemikiran baru yang harus diatur dalam UU No 12 Tahun 2006 ini terutama status anak yang belum kewarganegaraan ganda (bipatride)

Pada umumnya UU kewarganegaraan pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam UU ini merupakan suatu pengecualian. Setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih satu kewarganegaraan : Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan disampaikan dalam waktu paling lama 3 tahun setelah anak usia 18 tahun atau sudah kawin diatur dalam Ps. UU No 12 Tahun 2006.

Keterlambatan dalam memutuskan untuk memilih kewarganegaraan sering terjdi dan hal ini bisa berdmpak deportasi dari wilayah Indonesia.

B. Pembahasan

a). Status Hukum Warga Negara

Setiap Negara mempunyai kebijakan masing-masing dalam mengatur warga atau penduduk negaranya. Indonesia sebagai Negara yang pluralism, memiliki undang-undang yang melindungi setiap warga atau orang asing yang ada di Indonesia yaitu UUD 1945. Secara jelas hal ini diatur dalam pasal 26 UUD 1945.

1) Yang menjadi warga Negara ialah orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai warga Negara

(16)

14

Lulus Udjiwati

2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia

3) Hal-hal yang menegenai warganegara dan penduduk diataur dengan Undang-undang.

Pengertian bangsa Inonesia asli secara umum diartikan sebagai golongan pribumi dan keturunannya. Menurut B.P Paulus pengertian orang-orang “bangsa Indonesia asli” mengalami perubahan dan perkem-bangan. Orang iIndonesia asli adalah golongan-golongan orang yang mendiami bumi nusantara secara turun temurun sejak zaman tandum. Zaman tandum yaitu zaman dimana tanah dijadikan sebagai sumber hidup, manunggal dengan dirinya sendiri, dipercaya, dijaga danyang-danyang desa, mempunyai sifat-sifat magic religious, diamanatkan oleh nenek moyangnya, untuk dijaga dan dipelihara, tempat menyimpan jazadnya setelah berpindah kea lam baka 3).

Keaslian dapat ditentukan beradasarkan tiga alternative yaitu :

1. Turunan atau pertalian darah (geneologis) 2. Ikatan pada tanah atau wilayahnya

(ter-ritorial)

3. Turunan atau pertalian darah dan ikatan pada tanah atau wilayah (geneologis – territorial)

Pendapat B.P. Paulus mendapat tanggapan dari Handoyo yang menyatakan bahwa pemahaman orang-orang bangsa Indonesia asli menjadi problematic dari sisi hukum karena dapat di paham sebagai berikut :4)

3 Paulus B.P, 1983, Kewarganegaraan RI ditinjau dari UUD 1945, Jakarta, Pradya Paramita

4 Handoyo, Hesti Cipto, 2003 Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta, Universitas Atmajaya

a. Orang-orang yang keturunannya telah ada di Indonesia sejak Indonesia menyatakan kemerdekaan 17 Agustus 1945 atau b. Orang-orang sejak zaman peradaban

Indonesia terbentuk sudah ada. Termasuk Phitecanthropus, Paleo Javanicus atau Homo Solonensis yang fosilnya ditemuan di Sangiran dan sepanjang bengawan Solo, ataukah

c. Orang-orang yang dalam sejarah bangsa Indonesia berasal dari Yaman Utara di daerah Cina serta pedagang Gujarat. Perkembangan hokum kewarganegaraan menimbulkan persoalan terutama masalah diskriminasi penegakan hokum terhadap warganegara yang dianggap bukan orang-orang Indonesia asli. Hal ini akhirnya men cetuskan upaya untuk mengganti UU kewarganegaraan No 62 Tahun 1958 dengan UU Nomor 12 Tahun 2006 yang menentukan bahwa orang bangsa Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi warganegara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan atas kehendak sendiri, artinya warga Negara tersebut tidak pernah menyatakan dirinya melepaskan atau mendapat pemerian dari Negara lain untuk menjadi wrga Negara selain Indonesia.

Namun menjadi berbeda status kewarga-negaraan seseorang apabila memeliki ke-warganegaraan lain karena penghrgaan dalam suatu bidng keahlian. Misal; Habibi yang memilik kewarganegaraan Indonesia waraga Negara Jerman karena kepandaian dibidang teknologi.

Dalam hal kewarganegaraan yang bersifat pemberian atau penghargaan, maka seseorang mempunyai 2 hal yaitu hak optie dan hak

repudiasi. Adapun hak optie adalah hak untuk

menerima sedangkan hak repudiasi yaitu hak menolak pemberian kewarganegaraan

(17)

Status Legal Formal (BI Patride) Kewarganegaraan

dari suatu Negara lain. Apabila mempunyai 2 kewarganegaraan maka status tersebut harus mengikuti peraturan yang dimiliki oleh masing-masing Negara yang tentunya berbeda.

Warga Negara memiliki suatu peran dan juga tanggung jawab yang sangat penting bagi kemajuan maupun kemunduran suatu bangsa. Dibawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki implikasi terhadap hak dan kewajiban. Setiap warga negara mempnyai hak serta kewajiban yang wajib diakui (recognized) oleh Negara, wajib dihormati (respected), dilindungi (protected) dan fasilitasi (facilitated) serta di penuhi

(fulfilled) oleh Negara. Demikian pula

se-baliknya seorang warga Negara mempunyai kewajiban-kewajiban kepada Negara untuk wajib diakui (recognized), dihormati

(respected), ditaati atau di tunaikan (complied)

oleh setiap warganegara misalnya : kewajiban membayar pajak.

Perkembangan suatu Negara menimbul-kan persoalan penting yaitu tentang nasionalisme dan status kewaganegaraan seseorang. Mengutip pendapat A.W. Bradley dan K.D. Ewing dalam buku Jimly. Asshiddiqie, tentang ilmu hukum tata Negara bahwa nasionalismedan status kewarganegaraan itu menghubungkan seseorang dengan orang lain dalam pergaualan di dunia Internasional.5) Dalam perkembangan zaman modern ini memberikan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara yang terbuka antara negara, dan hal ini tidak dapat dihindari. Dampaknya yaitu di setiap wilayah Negara dapat dipastikan ada orang atau warganegara asing selain warga negaranya sendiri, dengan 5 Jimly A., Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Raya Grafindo Persada, Jakarta, h. 383

demikian tidak semua penduduk suatu Negara merupakan warga negaranya. Bedanya apabila warganegara (citizens) mempunyai hubungan yang tidak terputus dengan negaranya, walaupun ia berada di luar negeri, asalkan warga tersebut tidak memutuskan sendiri kewarganegaraannya, sedangka bagi orang asing yang tinggal di suatu Negara hanya mempunyai hubugan selama ia bertempat tinggal di Negara tersebut.

Bentuk perlindungan terhadap warga Negara asing terlihat pada pasal 29 (2) UUD 1945 terlihat perlindungan bagi warga Negara atau warga asing di wilayah Indonesia yakni : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan itu. Hal ini terlihat degan jelas perlindungan hak dengan tidak membedakan WNI dan WNA.

B. Peraturan Menegenai Kewarganegara-an di Indonesia

Kewarganegaraan dalam arti yuridis

– sosiologis menunjukkan adanya suatu

ikatan antara seseorang denga Negara. Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hokum seseorang dengan Negara, sedangkan kewarganegaraan dalam arti sosiologis adalah ikatan yang terjadi bukan karena ikatan hokum tetapi adanya ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah dan ikatan tanah air. Dapat diartikan bahwa ikatan tersebut lebih mendalam dan lebih banyak alasannya yang dijadikan ikatan oleh seseorang tersebut kepada Negara dan bangsanya.

Hukum kewarganegaraan (kewarga-negaraan dalam arti formil) peraturan ten-tang kewarganegaraan Indonesia untuk

(18)

16

Lulus Udjiwati

pertama kali yaitu Undang-undng No 3 tahun 1946 tentang warganegara dan penduduk Indonesia. Namun dalam perkembangannya Undang-undang tentang kewarganegaraan mengalami perubahan secara berturut-turut sebagai berikut :6

1. Undang-undang No. 6 tahun 1947 tentang perubahan atas UU No. 3 tahun 1946 tentang Negara dan warganegara

2. UU No. 8 tahun 1947 tentang mempanjang waktu untuk mengajukan per-nyataan berhubung dengan kewarga-negaraan Negara Indonesia

3. UU No. 11 tahun 1948 teantang memper-panjang waktu lagi untuk mengajukan pernyataan berhubung dengan kewarga-negaraan Indonesia

4. UU No 62 tahun 1958 tentang kewargan-egaraan RI

5. UU No. 3 tahun 1976 tentang perubahan atas pasal 18 UU No. 62 tahun 1958 ten-tang kewarganegaraan RI

6. UU No 12 tahun 2006 tentang kewarga-negaraan RI

Dengan demikian perihal kewarga-negaraan sebelum tahun 2006 tidak lagi di pakai karena sudah diatur dalam UU No 12 tahun 2006. Adapun pelaksanaan dari UU tersebut terdiri dari :

a. Peraturan Pemerintah RI No. 2 tahun 2007 tentang tata cara untuk memperoleh, kehilangan, pembatalan, dan memperoleh kembali kewarganegaraan RI

b. Peraturan Menteri Hkum dan H.A.M RI No. M.01.H.I.03.01 tahun 2006 tentang tata cara memperoleh kewarganegaraan RI berdasar pasal 41 dan memperoleh 6 Winarno, Kewarganegaraan Indonesia dari Sosiologis Menuju Yuridis, h. 104, Alfa Beta, 2009

kembali kewarganegaraan RI berdasar pasal 42 UU No. 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan RI

c. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.02.H.1.05.06 tahun 2006 tentang tata cara menyampaikan pernyataan untuk menjadi WNI

Istilah kewarganegaraan menurut ke-tentuan UU No. 12 tahun 2006 adalah segala hal ikhwal yang terhubungan dengan warga Negara (Ps. 1), oleh karena itu kewarganegaraan mencakup beberapa hal anatara lain :

1. Penentuan siapa yang termasuk warag Negara

2. Cara menjadi warga negara atau pewarga-negaraan

3. Tentang kehilangan kewarganegaraan 4. Tentang cara memperoleh kembli

kewar-ganegaraan yang hilang.

Untuk memenuhi keinginan masyarakat dan untuk melaksanakan amanat UUD 1945 maka UU No 12 tahun 2006 memperhatikan beberapa azas kewarganegaraan secara umum atau universal sebagai berikut :

a. Asas Ius Sanguinis (law of the blood) yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan

b. Asas Ius Soli (law of the soil) yaitu asas yang menentukan berdasarkan tempat kelahiran, yang diperuntukkan bagi anak-anak sesuai ketentuan yang diatur dalam UU.

c. Asas Kewarganegaraan tunggal yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.

d. Asas kewarganegaraan ganda yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan bagi anak-anak sesuai ketentuan Undang-Undang

(19)

Status Legal Formal (BI Patride) Kewarganegaraan

Adanya Undang-undang No. 12 tahun 2006 memberikan pedoman bagi anak-anak yang lahir dari orang tua dengan kewarga-negaraan yang berbeda sehingga diharapkan memberikan kepastian hukum bagi anak-anak yang karena status orang tua berbeda dapat menyatakan keinginannya untuk memilih kewarganegaraan yang diinginkannya.

C. Bipatride Status Kewarganegaraan

Undang-undang kewarganegaraan Indonesia yaitu UU No. 12 tahun 2006 pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda atau di istilahkan Bipatride atau disebut juga kewarganegaraan rangkap, kecuali bagi anak-anak. Di Dalam UU kewarganegaraan, kewarganegaraan ganda yang dimiliki anak merupakan suatu pengecualian.

Prinsip dasar kewarganegaraan Indonesia yaitu asas Ius Soli dan Ius Sanguinis dan asas campuran. Perkembangan sarana transportasi, perhubungan dan komunikasi memudahkan seseorang menjalin hubungan dengan orang lain yang berbeda kewarganegaraan, bahkan semakin banyak orang-orang menikah dengan pasangan yang berbeda dengan kewarganegaraan. Konsekuensinya adalah waraga Negara tersebut melahirkan anak yang memiliki orang tua dengan kewarganegaraan yang berbeda.

Setiap Negara berhak menentukan asas manakah yang hendak dipakai untuk menentukan siapa yang termasuk warga negeranya. Oleh karena itu di berbagai negera memliki peraturan-peraturan yang berbeda bagi kewarganegaraannya, bahkan bisa pula terjadi conflict of law atau pertentangan hokum, missal Negara A menganut Ius Soli, Negara B menganut Ius Sanguinis.

Terkhusus di Negara Indonesia bagi anak-anak yang memiliki kewarganegaraan gada

di berikan batasan, setelah berusia 18 tahun atau sudaah kawin maka anak tersebut harus memebrikan pernyataan untuk memilih salah satu kewarganegaraan dalam waktu 3 tahun setelah anak berusia 18 tahun atau sudah menikah (kawin). Pernyataan tersebut dibuat secara tertulis disampaikan kepada pejabat yang berwenang dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.

Adapun prosedur kewarganegaraan anak setelah berusia 18 tahun sebagai berikut : 1. Pernyataan diajukan secara tertulis dalam

bahasa Indonesia di atas kertas bermaterei cukup dan sekurang-kurangnya memuat : a. Nama lengkap awal

b. Tempat dan tanggal lahir c. Jenis kelamin

d. Alamat tempat tinggal e. Nama lengkap orang tua f. Status perkawinan orang tua g. Kewarganegaraan orang tua 2. Pernyataan dilampiri :

a. Foto copy kutipan akta kelahiran anak yang disahkan oleh pejabat atau perwakilan RI

b. Foto copy kutipan akta perkawinan/ buku nikah orang tua yang di sahkan oleh pejabat atau perwakilan RI c. Foto copy kutipan buku nikah/ akta

perkawinan anak yang belum usia 18 tetapi sudah kawin dan disahkan pejabat atau perwakilan RI (ditunjuk-kan kepada Presiden melalui Menkumham)

d. Foto copy paspor RI dan atau paspor asing atau surat lainnya yang disahkan oleh pejabat atau perwakilan RI

e. Surat pernyataan melepaskan kewarganegaraan asing dari anak

(20)

18

Lulus Udjiwati

yang mengajukan surat pernyataan, di atas kertas ber materei cukup yang disetujui oleh pejabat Negara atau asing yang berwenang atau kantor perwakilan Negara asing.

f. Pas Foto berwarna terbaru dari anak yang menyampaikan pernyataan berukuran 4 x 6 sebanyak 6 lembar. 7 Selanjutnya pejabat atau perwakilan RI memeriksa kelengkapan tersebut dan hasilnya berupa :

a). Permohonan di tolak apabila persyaratan belum sesuai dengan peraturan per-undang-undangan dan

b). Warga yang memilih kewarganegaraan Indonesia maka ia wajib mendapatkan keputusan menteri yang menyatakan pernyataan memilih

c). Bagi anak yang memilih kewarganegara-an Asing maka wajib mengembalikkewarganegara-an putus an, dokumen atau surat lain yang membuktikan kewarganegaraan Indonesia.

Dewasa ini hubungan manusia cenderung terbuka, dinamika pergaulan antar umur manusia yang semakin longgar dan dinamis. Gejala kewarganegaraan ganda ini sangat mungkin akan terus berkembang di masa-masa yang akan dating. Hal ini memunculkan warga dengan dwi kewarganegaraannya terutama di kalangan orang kaya. Oleh karena itu semua Negara modern dihadapkan pada masalah riel yaitu kewarganegaraan ganda.

Sebaiknya suatu Negara dapat menentukan bahwa kewarganegaraan ganda hanya dimungkinkan untuk hal-hal tertentu saja dan di atur secara bilateral dalam hubungan 7 YLBH, Australia Aid, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, h, 68, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2014

antar Negara seperti Negara Indonesia dengan Amerika,atau dengan Negara lainnya. Apat pula ditentukan bahwa jika seseorang anak lahir dari ibu berkewarganegaraan dan ayah berkewarganegaraan Amerika. Setelah dewasa anak menentukan pilihan menjadi WNI atau ayahnya saja.

Dalam hal memilih sebenarnya Negara tidak bisa memaksakan dengan instrument UU agar memilih. Salah satu kewarganegaraan ibunya atau ayahnya. Hal yang paling penting adalah orang yang bersangkutan tetap menjalankan kewajiban membayar pajak. Pilihan ini dilihat dari segi untung dan rugi, bahwa seseorang tetap ingin menjadi bipatride. Bisa saja pemerintah tidak dirugikan.

Pasal 28 (4) Undang-Undang Dasar 1945 hanya menyatakan bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraannya. Tidak ada pernyataan bahwa setiap orang berhak atas satu kewarganegaraan. Penekanannya tidak boleh ada keadaan warga yang apatride (tanpa kewarganegaraan). Status kewarganegaraan pada seseoarng pokoknya terkait dengan status seseorang sebagai warga dari suatu Negara, oleh karena itu dipahami bersifat tunggal.

Berbeda dengan status ganda dari se-seorang yang berasal dari status perbedaan kewarganegaraan. Ada pula status ganda ke warganegaraan karena pemberian atau penghargaan. Di Indonesia orang asing yang telah berjasa kepada Negara RI atau dengan alas an kepentingan yang dapat diberi kewarganegaraan RI oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan DPR RI. Penghargaan dalam hal ini adalah prestasi di bidang kebudayaan, kemanusiaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi, olah raga, lingkungan hidup yang telah memberikan kemajuan dan mengharumkan nama bangsa Indonesia. Pemberian kewarganegaraan

(21)

Status Legal Formal (BI Patride) Kewarganegaraan

ini bisa diterima atau bahkan ditolak kalau menyebabkan seseorang menjadi apatride (kehilangan kewarganegaraan) karena Negara orang tersebut tidak mengakui dari kewarganegaraan atau bipatride.

KESIMPULAN

Status Bipatride menurut hokum di Indonesia tentang pewarganegaraan mem-berikan kelonggaran kepada anak-anak Indonesia yang memiliki atau lahir dari orang tua dengan kewarganegaraan berbeda, namun kelonggaran ketentuan tersebut memberikan batasan sampai pada usia 18 tahun atau belum berumur 18 tahun, tetapi sudah menikah. Setelah umur 18 tahun diberikan waktu 3 tahun untuk membuat pernyataan memilih salah satu kewarganegaraan orang tuanya dengan membuat pernyataan secara tertulis kepada Presiden melalui Menkumham.

Pernyataan memilih salah satu kewarga-negaraan disetujui maka akan mendapatkan suatu pernyataan sebagai WNI. Jika pilihan-nya menjadi WNI, maka ada kewajiban menyerahkan dokumen persyaratan kewarga-negaraan Indonesia, dan apabila seseorang memilih kewarganegaraan asing, maka dikembalikannya dokumen, maka hak menjadi WNI sudah terlepas karena prinsipnya Negara Indonesia hanya mengenal kewarganegaraan tunggal.

Bipatride sifatnya sementara bagi

anak-anak yang belum menentukan memilih sendiri atau membuat pernyataan menjadi warga dari suatu Negara. Status kewarganegaraan tunggal ditetapkan sebagai dasar untuk menciptakan keamananan dan stabilitas Negara baik dibidang ekonomi maupun bidang lainnya.

DAFTAR BACAAN

C. ST. Kansil, Christin, ST. Kansil, Pendidikan Kewarganegaraan, Pradya Paramita, Jakarta, 2002

Handoyo, Hesti Cipto, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan HAM, Univ. Atmajaya, Yogyakarta, 2003

Jimly Assiddiqie, Pengantar Ilmu Tata Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009 Paulus B.P., Kewarganegaraan RI di Tinjau

dari Undang-Undang Dasar 1945, Pradya Paramita, 1983

Winarno, Kewarganegaraan Indonesia dari Sosiologis Menuju Yuridis, Alfabeta, Bandung, 2009.

LBH, Autralian Aid, Panduan Bantuan Hk di Indonesia, Obor Indonesia, Jakarta, 2014 _________, Undang-Undang Dasar 1945 _________, Undang-Undang No. 12 Tahun

(22)

YUSTISIA MERDEKA: Jurnal Ilmiah Hukum

AKSIOLOGI: RELASI ANTARA ILMU PENGETAHUAN

DAN KEHIDUPAN UMAT MANUSIA

(Sebuah Kajian dari Dimensi Filsafat Ilmu)

Mohamad Tohari

Mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Dosen FH Undaris Ungaran Abstrak

Keberadaan Ilmu Pengetahuan (science) pada zaman dahulu mengalami pergesiran fungsi. Pada zaman dahulu kuno Ilmu pengetahuan tidak memiliki kontribusi atau tidak memiliki konsekuensi dalam kehidupan umat manusia. Pada zaman kuno dahulu tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk menyadarkan manusia bahwa manusia itu adalah mahkluk kodrati. Dewasa ini fungsi sosial ilmu pengetahuan telah berubah secara radikal, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan (Science) begitu pesat. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa ilmu pengetahuan telah banyak membantu masyarakat. seolah-olah umat manusia sekarang tidak dapat hidup tanpa ilmu pengetahuan. Kebutuhan hidup umat manusia yang paling sederhana pun sekarang memperlukan ilmu pengetahuan. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, sangat tergantung dengan yang namanya ilmu, meski yang paling sederhana pun.

Kata Kunci: Pengetahuan, Ilmu Pengetahuan, Kehidupan Manusia. Abstract

The existence of Science (science) in ancient times experienced pergesiran function. In ancient times the ancient Science does not contribute or do not have consequences in the life of mankind. In the ancient times the purpose of science is to awaken people that human beings are creatures of nature . Today the social function of science has radically changed, along with the development of science (Science) is so rapid . Can not be denied that science has helped many people . as if mankind now can not live without science. The necessities of life of mankind simplest now take a concerted science. For example, to meet the basic human needs such as food, clothing and shelter, is highly dependent with the name of science, even the most simple .

(23)

Aksiologi: Relasi Antara Ilmu Pengetahuan dan Kehidupan

PENDAHULUAN

Ada perbedaan yang menyolok antara keadaan ilmu pengetahuan (Science) pada zaman dahulu dan ilmu pengetahuan pada zaman sekarang. Posisi ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari umat manusia pada zaman dahulu kala berbeda sekali. Pada Zaman kuno dahulu pengaruh ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia sehari-hari dapat dikatakan praktis tidak ada (A. Gunawan Setiardja:2007).

Ilmu pengetahuan tidak memiliki konsekuensi dalam kehidupan bermasyarakat. Kalau kita membaca tulisan Aristoteles dalam Metaphysica 1 Bab 2 “Sesudah umat manusia mengurusi kehidupannya sehari-hari, barulah manusia memperhatikan ilmu pengetahuan”. Agaknya aktivitas ilmiah pada zaman kuno dahulu tidak bertujuan untuk menciptakan

comfort atau untuk memperbaiki taraf hidup

umat manusia sehari-hari, karena pada pada zaman kuno dahulu beranggapan bahwa taraf kehidupan umat manusia ditentukan oleh alam. Mustahillah manusia akan merubah alam. Manusia merasa tanpa daya terhadap alam. Tidak ada pikiran pada manusia untuk mengalahkan alam demi kepentingan hidupnya. Maka tujuan manusia menekuni ilmu pengetahuan bukan untuk mengendalikan atau mengatasi kekuatan alam. Pada zaman kuno dahulu tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk menyadarkan manusia bahwa manusia itu adalah mahkluk kodrati, jadi masuk dalam tataran alam; tetapi sekaligus untuk menyadari bahwa manusia adalah mahkluk yang lain dari pada mahkluk lainnya, ialah mahkluk yang memiliki kesadaran.

Sekarang fungsi sosial ilmu pengetahuan telah berubah secara radikal, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan (Science) yang begitu pesat, yang disebabkan banyaknya

tuntutan keperluan hidup umat manusia. Di sisi lain, timbul kekhawatiran yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan itu, karena tidak ada seorang pun atau lembaga yang memiliki otoritas untuk menghambat implikasi negatif dari perkembangan ilmu pengetahuan. Dewasa ini ilmu pengetahuan bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri (Jujun S Suriasumantri:2001).

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa ilmu pengetahuan telah banyak membantu masyarakat. Akan tetapi juga tidak dapat dipungkiri begitu saja adanya dampak negatif. Tentu saja dampak negatif ilmu pengetahuan tidak seharusnya membuat manusia pesimis bahkan menyerah terhadap perkembangan tersebut. Manusia tidak seharusnya hanya mengekor pada ilmu pengetahuan begitu saja kemudian menjadi budak, akan tetapi ilmu pengetahuan yang harus berada di tangan manusia atau di bawah kendali manusia.

Ilmu pengetahuan dikembangkan oleh dan untuk kepentingan kesejahteraan manusia, maka tidak seharusnya manusia menyerah. Justru dengan ciptaannya manusia harus siap bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Ilmu pengetahuan terus menerus dikembangkan untuk membantu kehidupan masyarakat.

Berangkat dari uraian tersebut di atas, tulisan ini mencoba mendiskripsikan Relasi Antara Ilmu Pengetahuan Dan Kehidupan

(24)

22

Mohamad Tohari

Umat Manusia (Sebuah Kajian dari Dimensi Filsafat Ilmu).

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dengan pendekatan studi pustaka dengan memadukan pendekatan integrasi antara perspektif lmu hukum dengan kajian filsafat ilmu.

PEMBAHASAN

1. Difinisi Ilmu Pengetahuan

Sepanjang sejarahnya manusia dalam usahanya memahami dunia sekelilingnya mengenal dua sarana (Suraryo,2007:55) yaitu pengetahuan ilamiah (scientific knowledge) dan penjelasan gaib (mystical explanations). Kini di satu pihak manusia memiliki sekelompok pengetahuan yang sistematis dengan berbagai hipotesis yang telah dibuktikan kebenarannya secara sah, tetapi di pihak lain sebagian mengenal pula aneka keterangan serba gaib yang tidak mungkin diuji sahnya untuk menjelaskan rangkian peistiwa yang masih berada di luar jangkuan pemahamannya. Di antara rentangan pengetahuan ilmiah dan penjelasan gaib itu terdapatlah persoalan ilmiah yang merupakan kumpulan hipotisis yang dapat diuji, tetapi belum secara sah dibuktikan kebenarannya.

Ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science, yang berasal dari bahasa latin scentia dari bentuk kata kerja

scire yang berarti mempelajari, mengetahui.

Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami perluasan arti sehingga menunjuk pada segenap pengetahuan sistematik. Dalam bahasa Jerman wissenschaft.

The Liang Gie (dalam Suraryo) memberi-kan pengertian ilmu adalah rangkian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman

secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.

Ilmu sebagai aktifitas ilmiah dapat berwujud penelaahan (study), penyelidikan (inquiry), usaha menemukan (attempt to

find) atau pencarian (search). Oleh kerena itu,

pencarian biasanya dilakukan berulang kali, maka dalam duniailmu kini dipergunakan istilah research (penelitian) untuk aktifitas ilmiah yang paling berbobot guna menemukan pengetahuan baru.

Dari aktifitas ilmiah dengan metode ilmiah yang dilakukan oleh para ilmuwan dapatlah dihimpun sekumpulan pengetahuan yang baru atau disempurnakan pengetahuan yang telah ada, sehingga di kalangan ilmuwan maupun para filsuf pada umumnya terdapat kesepakatan bahwa ilmu adalah sesuatu kesimpulan pengetahuan yang sistematis.

Adapun menurut Bahm (dalam Koento Wibisono, 1997) difinisi ilmu pengetahuan melibatkan paling tidak enam komponen, yaitu masalah (problem), sikap (attitude), metode (method), aktivitas (activity), ke-simpulan (conclution), dan pengaruh (effects).

2. Karekteristik Ilmu Pengetahuan

Pengetahuan yang baimanakah yang membedakan antara pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan lain? Jawaban dari per-tanyaan ini adalah tidak dapat secara langsung dituturkan, melainkan kita harus melihat terlebih dahulu persoalan yang sesungguhnya yang membedakan ilmu dari pengetahuan lainnya.

Karekteristik (ciri) perosalan pengetahuan ilmiah antara lain adalah persoalan dalam ilmu itu penting untuk segera dipecahkan dengan maksud untuk memperoleh jawaban. Dalam

(25)

Aksiologi: Relasi Antara Ilmu Pengetahuan dan Kehidupan

kaitan ini memang ilmu muncul dari adanya problema dan harus dari suatu problema, tetapi probelma itu telah diketahuinya sebagai suatu persoalaan yang tidak terselesaikan dalam pengetahuan sehari-hari.

Selain itu, setiap ilmu dapat memecahkan masalah sehingga mencapai suatu kejelasan serta kebenaran, walaupun bukan kebenaran akhir yang abadi dan mutlak. Kemudian bahwa setiap jawaban dalam masalah ilmu yang telah berupa kebenaran atau penyangkalan. Hal lain juga bahwa setiap masalah dalam ilmu harus dapat dijawab dengan cara penelaahan atau penelitian keilmuan yang seksama, sehingga dapat dijelaskan dan didefinisikan.

The Liang Gie (Dalam Surajiyo) mengatakan bahwa ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah memiliki karekteristik (ciri) sebagai berikut:

• Empiris, pengetahuan itu diperoleh ber­ dasarkan pengamatan dan percobaan; • Sistematis, berbagai keterangan dan

data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan keter gantungan dan teratur;

• Objektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi;

• Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian yang terperinci untuk memahai berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu;

• Verifikatif, dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga.

Di samping The Liang Gie yang telah memberikan kretieria atau penciri ilmu pengetahuan yang sudah penulis diskripsikan pada alenia sebelumnya, A. Gunawan

Setiardja (2007) memberikan pencirian ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut:

• Ilmu pengetahuan dituntut supaya disusun secara sistematis, baik dalam penelitian maupun dalam buah susunannya. Mak-sudnya ialah harus dibangun dengan kerangka dasar yang lebih jelas.

• Ilmu pengetahuan harus bercorak universal, umum.

• Mempergunakan bahasa ilmiah yang berbeda dengan bahasa sehari-hari. • Bukan berdasarkan pengamatan biasa

melainkan berdasarkan observasi ilmiah. Dalam pengamatan unsure subjektivitas masih jelas, sedangkan dalam observasi ilmiah subjektivitas dikesampingkan. • Ciri ilmu pengetahuan adalah objektivitas.

Setiap ilmu pengetahuan harus objektif, maksudnya diarahkan oleh objek dan tidak didistorsi oleh prasangka subyektif. • Supaya objektivitas terjamin sebaik

mungkin. Ilmu pengetahuan harus me-menuhi persyaratan tuntutan “inter-subjektivitas” artinya ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti, walaupun verifikasi akan bersifat berbeda sejauh tipe ilmu pengetahuan akan berbeda. Ilmu Pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.

• Ilmu pengetahuan harus bercorak pro­ gresif, maka harus ada sifat kritis. Sebab ilmu pengetahuan bukan hanya maju dan membuka wilayah-wilayah baru, melainkan apa saja yang telah dikerjakan dan diteliti selalu terbuka untuk ditinjau kembali untuk disempurnakan.

• Ilmu pengetahuan harus dapat dipergunakan. Aspek transendensi harus nampak. Bahwa ilmu pengetahuan harus dapat dipergunakan, berkaitan dengan

(26)

24

Mohamad Tohari

kebertautan antara teori dan praksis, antara ilmu pengetahuan teoritis dan praktis. Tentu saja, cara mempergunakan suatu ilmu pengetahuan berbeda-beda, tergantung dari sifat ilmu pengetahuan.

3. Kebenaran Ilmu Pengetahuan

Hal kebenaran sesungguhnya memang merupakan tema sentral di dalam filsafat ilmu (ilmu pengetahuan) secara umum orang merasa bahwa tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran (Surajiyo, 2007). Rasanya lebih tepat kalau pertanyaan kemudian dirumuskan menjadi apakah pengetahuan (sain) yang benar itu ?

Problematik mengenai kebenaran, seperti halnya problematik tentang pengetahuan (Sain), merupakan masalah-masalah yang mengaju pada tumbuh dan kembangnya dalam filsafat ilmu. Apabila orang memberikan prioritas kepada peranan pengetahuan, dan apabila orang percaya bahwa dengan pengetahuan itu manusia akan menemukan kebenaran dan kepastian, maka mau tidak mau orang harus berani menghadapi pertanyaan tersebut, sebagai hal yang mendasarkan hal yang mendasari sikap dan wawasannya.

Purwadarminta (dalam Surajiwo) mem-berikan difinisi kenanaran adalah: a) keadaan (hal dan sebagaiannya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya); Misal, kebenaran berita ini masih saya sangsikan; kita harus berani membela kebenaran dan keadilan. b) sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian halnya dan sebagainya); misal, kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh agama. c) kejujuran; ketulusan hati; misal, tidak ada seorang pun sangsi akan kebaikan dan kebenaran hatimu. d) selalu izin; berkenaan; misal, dengan kebenaran yang dipertuan.

e) jalan kebetulan; misal, penjahat itu dapat dibekuk dengan secara kebenaran saja.

Menurut Ahmad Tafsir (2006) Ilmu Pengetahuan berisi teori-teori. Jika kita mengambil buku Ilmu (sain) pendidikan, maka kita akan menemukan teori-teori tentang pendidikan, buku ilmu bumi membicarakan teori-teori tentang bumi, buku ilmu hukum membicarakan teori-teori tentang hukum. Demikian seterusnya. Jadi, isi ilmu ialah teori. Jika kita bertanya apa ukuran kebenaran ilmu pengetahuan (sain), maka yang kita tanyakan apa ukuran kebenaran teori-teori sain.

Ada teori sain ekonomi: bila penawaran sedikit, permintaan banyak, maka harga akan naik. Teori ini sangat kuat, karena kuatnya maka ia ditingkatkan menjadi hukum, disebut hukum penawaran dan permintaan. Berdasarkan hukum ini, maka barangkali benar dihipotesis-kan: Jika hari hujan terus, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, maka harga beras akan naik. Untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau salah, kita cukup melakukan dua langkah. Pertama, kita uji apakah teori itu logis ? Apakah logis jika hari hujan terus harga gabah akan naik ?

Jika hari hujan terus, maka orang tidak dapat menjemur padi, penawaran beras akan menurun, maka harga beras akan naik. Jadi, logislah bila hujan terus harga beras akan naik. Hipotesis itu lolos ujian pertama, ujian logika. Kedua, uji empiris. Adakan eksperimen. Buatlah hujan buatan selama mungkin, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, beras dari daerah lain tidak boleh masuk. Periksa pasar. Apakah harga beras naik ? secara logic seharusnya naik. Dalam kenyataannya mungkin saja tidak naik, misalnya karena orang mengganti makannya dengan selain beras. Jika eksperimen itu dikontrol dengan ketat, hipotesis tadi pasti didukung oleh

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 59 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menentukan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak dapat diadakan untuk

Apabila dalam pelaksanaannya, pengusaha yang memakai pekerja/buruh dengan sistem perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak mematuhi ketentuan yang diatur dalam

Sejumlah permasalahan perubahan iklim yang berdampak pada kegiatan melaut nelayan dan kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat sebagaimana telah

Dalam hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, atau PKWT, atau lebih dikenal dengan pekerja kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

DIAGNOSA TUJUAN PERENCANAAN INTERVENSI RASIONAL Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan terpasangnya trakeostomi Klien akan mengkomu nikasikan kebutuhan dasar dengan

Ukuran perusahaan juga menjadi salah satu varibel independen yang dilakukan dalam penelitian Sucipto dan Purwaningsih (2007) yang menunjukkan hasil bahwa ukuran

Untuk mengukir ukiran Toraja tersebut menggunakan warna yang terdiri warna alam yang mengandung arti dan makna tersendiri bagi masyarakat Toraja, yaitu sesuai

KESIMPULAN Suatu desain produk harus berpusat pada pemakainya (human centered), sehingga untuk mendapatkan sikap kerja yang lebih dinamis diperlukan desain stasiun kerja