• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA KONTRAK (PKWT) YANG MASIH TETAP BEKERJA DALAM KEADAAN HABIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA KONTRAK (PKWT) YANG MASIH TETAP BEKERJA DALAM KEADAAN HABIS"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA KONTRAK (PKWT) YANG MASIH TETAP BEKERJA DALAM KEADAAN HABIS KONTRAK ATAU TIDAK DIPERPANJANG. DITINJAU DARI UNDANG-

UNDANG NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (STUDI DI PT. HAMANROKO)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

IRNA DIANA ILYAS NIM: 150200517

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA : IRNA DIANA ILYAS

NIM : 150200517

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI :PENERAPAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA KONTRAK (PKWT) YANG MASIH TETAP BEKERJA DALAM KEADAAN HABIS KONTRAK ATAU TIDAK

DIPERPANJANG. DITINJAU DARI UNDANG-

UNDANG NO 13 TAHUN 2003 TENTANG

KETENAGAKERJAAN (STUDI DI PT. HAMANROKO)

Melalui ini saya menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan , Juni 2019

IRNA DIANA ILYAS Nim. 150200517

(4)

ABSTRAK Irna Diana Ilyas*

Tan Kamello**

Muhammad Husni***

Perjanjian kerja waktu tertentu (PWKT) disebut sebagai strategi yang digunakan untuk pekerjaan yang sifatnya sementara atau pekerjaan yang sekali selesai. Pengusaha lebih memilih sistem kontrak kerja kepada pekerjanya dibandingkan pekerja tetap dikarenakan sistem kontrak kerja atau perjanjian kerja waktu tertentu pengusaha tidak terlalu pusing terhadap ketentuan perundang- undangan mengenai upah, kesejahteraan pekerja, tunjangan sosial, hari istirahat dan cuti, dan terhindar dari kewajiban untuk memberikan uang kompensasi kepada pekerja jika waktu PKWT telah berakhir. Risiko yang mungkin terjadi adalah pelanggaran dalam penerapan sistem Perjanjian kerja waktu tertentu (PWKT) dimana banyak terjadi penyimpangan dan dilaksanaknan tidak sesuai dengan aturan yang diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif yan bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Tekhnik pengumpulan data yaitu dengan cara studi kepustakaan dan wawancara. Data-data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan hasil penulisan yang bersifat deskriptif.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu harus didasari kesepakatan antara PT. Hamanroko dengan karyawan, seperti jelas tanggal berlaku dan berakhirnya masa kontrak, hak dan kewajiban masing-masing pihak dan teknis pelaksanaan kontrak. Dalam pelaksanaan perjanjian kerja tersebut, PT. Hamanroko dan karyawan harus melaksanakan kesepakatan yang telah tertuang pada kontrak kerja, agar pelaksanaan kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik.

Kata Kunci : Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Undang-undang Ketenagakerjaan, PT. Hamanroko

*Mahasiswa Fakultas Hukum Departemen Hukum Keperdataan BW

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis masih diberi kesempatan, kesehatan, dan kemudahan dalam mengerjakan skripsi ini, serta Nabi Muhammad saw atas doa serta syafaatnya dan tak lupa ridho dan doa yang selalu dipanjatkan yang tiada henti-hentinya oleh kedua orang tua penulis.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Namun, terlepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Alhamdulillah , Puji dan Syukur atas Rahmat dan Karunia yang telah deberikan kepada Allah SWT yang telah memberi penulis kesehatan, kesabaran dan jalan untuk menyelesaikan tugas akhir atau skripsi ini.

2. Kedua Orang Tua penulis Alm. Ilyas Rani (Ayah) dan Yuli Armaini (Ibu) yang tidak ada hentinya mengingatkan dan mendukung saya serta mendoakan saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Saudara laki-laki saya Isman Deni Ilyas dan Saudara perempuan saya Ilsah Fira Ilyas terimakasih atas doa yang diberikan kepada penulis.

(6)

3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Prof. Dr. Saidin, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Dr. Rosnidar sembiring , SH.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

8. Syamsul Rizal, SH., M,Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Prof.Dr.Tan Kamello SH., MS selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini

10. Muhammad Husni SH, MH selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

11. Sutiarnoto SH., M.Hum selaku Dosen Penasehat Akademik selama penulis menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

12. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen yang telah banyak memberikan dedikasi yang sangat besar kepada penulis serta para pegawai di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(7)

13. Kepada yang teristimewa Raka Aulia Rambe yang telah memberikan saya semangat dalam menjalankan skripsi ini dan membantu saya sangat banyak dalam memberikan ide dan bantuan dalam mengerjakan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini, terima kasih atas bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

14. Kepada kak mimim, kak dhany dan soraya yang telah memberikan semangat dari awal saya masuk perkuliahan hingga akhir perkuliahan.

15. Sahabat-sahabat terbaik saya Geby Aviqa, Agnesya Monica M, Kurratul Akyun, Naswa, Bebe, dan Cember yang telah memberikan kenangan dari awal perkuliahan pertama masuk perkuliahan hingga akhir kuliah saya dan membantu penulis dalam menghadapi kendala dalam menyelesaikan penulisan skripsi, terima kasih atas dukungannya selama ini.

16. Abang-abang senior dan teman-teman dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bg wiliam, bg ucil,bg toto,bg oji,bg lana, bg satria, bg boy, bg randy, bg ajad, bg pesal, bg beni, dan ibnu yang telah menjadi bagian dari masa kuliah Penulis selama ini.

17. Terima kasih Teman-teman dari Grub B yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu namanya.

Akhrinya, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Semoga ilmu yang telah Penulis peroleh selama ini dapat bermakna dan berguna bagi Penulis dan orang lain.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penulisan ... 10

F. Tinjauan Pustaka ... 10

G. Metode Penulisan ... 11

H. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN KERJA MENURUT HUKUM PERDATA DI INDONESIA ... 19

A. Sejarah perjanjian kerja di Indonesia ... 19

B. Pengertian perjanjian kerjan dan unsur perjanjian kerja ... 24

C. Syarat sah nya perjanjian kerja ... 31

D. Berakhirnya perjanjian kerja dan akibat Hukumnya ... 35

E. Uraian hubungan hukum ketenagakerjaan dengan KUHperdata 39 BAB III PENGATURAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU ... 42

A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ... 42

B. Akibat hukum dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ... 50

C. Berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ... 53

D. Penerapan KUHPerdata terhadap Perjanjian Kerja Waktu Tertentu……...………...………..…. 62

(9)

BAB IV PENERAPAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA KONTRAK (PKWT) YANG MASIH TETAP BEKERJA DALAM KEADAAN HABIS KONTRAK ATAU TIDAK DIPERPANJANG.

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN (STUDI DI

PT.HAMANROKO) ... 66

A. Bentuk dan isi kontrak kerja waktu tertentu ... 66

B. Hak dan kewajiban bagi Tenaga kerja waktu tertentu ... 77

C. Penerapan kontrak kerja bagi tenaga kerja di PT.Hamanroko ... 81

D. Tanggung jawab PT. Hamanroko untuk melindungi tenaga kerjanya ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penelitian tentang penerapan hukum terhadap pekerja/buruh dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dianggap perlu, paling tidak didasarkan pada empat alasan yang mendasari, yaitu;

Pertama, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) merupakan fenomena

baru yang hadir dengan tujuan awal mengisi pekerjaan yang memang mempunyai batasan waktu dalam pengerjaannya.

Kedua, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) merupakan bagian dari

perubahan hukum di bidang ketenagakerjaan/perburuhan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Organski bahwa bangsa yang baru merdeka akan melaksanakan pembangunan melalui tiga tahap satu persatu yaitu Unifikasi, Industrialisasi dan kesejahteraan social.1 Dalam fase industrialisasi yang ditandai dengan akumulasi modal dan pertumbuhan ekonomi, dimana hukum berpihak pada kaum industrialis, aturan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) lahir untuk menjawab kebutuhan industrialisasi.

Ketiga, Penerapan aturan dari perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)

melahirkan masalah baru bagi pekerja/buruh dan pengusaha yaitu dalam menentukan persyaratan, kategori dan kondisi seperti apa yang dapat diberlakukannya perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

1 Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2004),hlm. xi.

(11)

Keempat, bagaimana perlindungan terhadap buruh/pekerja yang terikat

dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Kepentingan terhadap pekerja mulai diperhatikan pada saat Negara memasuki tahap Negara kesejahteraan.

Sebenarnya Indonesia tidak mengalami satu persatu tahapan unifikasi, industrialisasi dan Negara kesejahteraan yang memakan waktu ratusan tahun tiap tahapnya. Indonesia mengalami ketiga tahapan secara bersamaan. Pada saat yang sama melakukan unifikasi terhadap peraturan hukumnya, juga melakukan industrialisasi sesuai dengan tuntutan kebutuhan zaman dan pada saat yang sama harus juga memperhatikan perlindungan terhadap Konsumen, tenaga kerja, sebagaimana Negara-negara yang sudah maju. Pada periode ini mulai memperhatikan antara lain kepentingan tenaga kerja kemudian tuntutan terhadap intervensi pemerintah melalui pembentukan hukum yang melindungi pihak yang lemah sangatlah kuat.2

Pertumbuhan penduduk di Indonesia kian meningkat dari tahun ke tahun.

Bisa ketahui bahwa jumlah penduduk pada tahun 2016 berada pada angka 261 juta jiwa , kemudian pada tahun 2018 meningkat menjadi 265 juta jiwa, dan pada 2019 meningkat lagi menjadi 267 juta jiwa.3 Dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun berhubungan erat dengan pemenuhan kebutuhan hidup yaitu lapangan pekerjaan yang turut meningkat.

Pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa

“Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

2 Eman Rajagukguk, Peranan Hukum di Indonesia: Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Pidato Dies Natalis dan Peringatan Tahun Emas Universitas Indonesia (1950-2000), Kampus UI Depok Jakarta, 5 Februari 2000, hlm. 14.

3 http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia

(12)

kemanusiaan”. Sehingga, merujuk pada Pasal tersebut mewajibkan pemerintah Indonesia agar melindungi warganya dalam hal perlindungan Ketenagakerjaan dan Perburuhan.

Menurut pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disingkat menjadi UU Ketenagakerjaan), hubungan kerja ialah hubungan antara pengusaha dan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Berkaitan dengan hal tersebut, pasal 1 angka 3 dan dan 4 UU Ketenagakerjaan menentukan bahwa pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, sedangkan dalam angka 4 ditentukan bahwa pemberi kerja ialah yang memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain, pengusaha merupakan pihak pemberi kerja.

Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjajian ini mengenai kerja, yakni dengan adanya perjanjian kerja timbul salah satu pihak untuk bekerja. Jadi berlainan dengan perjanjian perburuhan yang tidak menimbulkan hak atas dan kewajiban untuk melakukan pekerjaan tetapi memuat syarat-syarat tentang perburuhan.4

Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.5 Perjanjian kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 13

4 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, Edisi Revisi, 2003), hlm. 70.

5Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan

(13)

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), perjanjian kerja berdasarkan waktu berlakunya dibedakan menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Perjanjian kerja waktu tidak tertentu memberikan status pekerja sebagai pekerja tetap, sedangkan perjanjian waktu tertentu memberikan status pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak.6

Perjanjian kerja diatur secara khusus pada Bab VII KUHPerdata tentang persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan. Menurut Pasal 1601a KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain, majikan, selama suatu waktu tertentu,dengan menerima upah.7

Menurut peruntukannya, PKWT dalam pasal 59 ayat (1) digunakan untuk pekerjaan yang sifatnya sementara atau pekerjaan yang sifatnya sementara atau pekerjaan yang sekali selesai, namun dalam pelaksanaanya seringkali ditemukan sebaliknya yaitu pekerjaan yang sifatnya tetap, namun menggunakan PKWT.8 Dalam hal untuk memperjelas ketentuan mengenai PKWT dan PKWTT, Setahun setalah UU ketenagakerjaan berlaku, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Mengeluarkan keputusan Nomor: KEP.100.MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

6 Lalu Husni, 2000, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,hlm. 60.

7Ibid

8 Gajimu, Ketentuan Seputar Kontrak Kerja, http://www.gajimu.com/main/pekerjaan- yanglayak/kontrak-kerja/kontrak-kerja diakses pada Tangal 2 April 2019 pukul 12.26

(14)

PKWT mempunyai jangka waktu yang dibatasi oleh suatu dasar khusus dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan dan kepmen No.100/MEN/VI/2004 tentang ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu disebutkan bahwa PKWT didasarkan atas jangka waktu tertentu. Dengan demikian terdapat perjanjian kerja yang dibatasi oleh waktu sebagaimana terdapat dalam istilah kerja kontrak. Ada pula pembatasan waktu kerja karna jenis Pekerjaan yang bersifat musiman. Sehingga ketika pekerjaan selesai, kontrak kerja dianggap selesai, misalnya borongan. 9 Dalam hal ini PT. Hamanroko mengikat kontrak kerja dengan pekerjanya masih terdapat jenis perjanjian kerja waktu tertentu sebagai hubungan hukum dalam perjanjian kerja.

Dalam melaksanakan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja, pengusaha lebih menyukai sistem kontrak kerja kepada pekerjanya dibandingkan pekerja tetap.10 Hal ini dikarenakan pada pekerja tetap atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang diperoleh pengusaha adalah ketidakuntungan, seperti adanya ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Upah, kesejahteraan, kenaikan upah berkala, tunjangan sosialnya dan hari istirahat atau cuti.11 Berbeda halnya, apabila pengusaha menerapkan pekerjanya dengan sistem kontrak kerja/perjanjian kerja waktu tertentu. Pengusaha akan diuntungkan dengan terhindarnya kewajiban untuk memberikan uang kompensasi kepada pekerjanya apabila jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu telah berakhir. Hal ini

9R.Joni Bambang S., Hukum Ketenagakerjaan, (Bandung: Pustaka setia, 2013) hlm. 112.

10 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sarana Bhakti persada, 2004) hlm. 316.

11Ibid.

(15)

berdasarkan pendapat Mohd. Syaufii Syamsuddin12 yang mengatakan apabila pekerjaan yang diperjanjikan telah berakhir maka hubungan kerja putus demi hukum tanpa adanya kewajiban untuk membayar uang kompensasi (baik uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak maupun uang pisah).

Sebenarnya tidak ada larangan hukum bagi perusahaan untuk menerapkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), karena semua itu telah diatur secara jelas dan tegas oleh UU Ketenagakerjaan.

Hal yang menimbulkan permasalahan adalah banyaknya terjadi pelanggaran dalam penerapan system Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Dimana banyak terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dengan kata lain Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang dilaksanakan tidak sesuai atau bahkan tidak mengacu kepada aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang diatur dialam UU Ketenagakerjaan.

Dalam prakteknya dilapangan, selain penerapan Perjanjian Kerja waktu tertentu (PKWT) yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang dilaksanakan juga sangat merugikan pekerja. Sebagai contoh banyak pengusaha yang melakukan pelanggaran dengan memakai pekerja dengan sistem Perjanjian

12 Syaufi Syamsuddin, Norma Perlindungan Dalam Hubungan Industrial, (Jakarta : Sarana Bhakti Persada, 2004), hlm.316.

(16)

Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk mengerjakan pekerjaan yang bersifat tetap/permanen diperusahaannya.

Kerugian lain Penerapan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah, selain tidak memberikan kepastian terhadap hubungan kerja yang ada juga upah kerja yang di berikan lebih murah serta kurangnya bahkan tidak ada perhatian sama sekali dari pengusaha, karena status pekerja hanya sebagai karyawan tidak tetap dan hanya bekerja untuk jangka waktu sebentar saja. Yang lebih berbahaya lagi dalam beberapa waktu belakangan ini, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sudah menjadi trend bagi pengusaha untuk menekan biaya pekerja/buruh (labor cost) demi mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Keadaan tersebut tentunya merugikan tenaga kerja atau pekerja atau buruh yang bekerja dengan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tersebut.

Karena selain perlindungan dan sewajarnya diberikan sangat jauh dari ketentuan yang diberikan jika dibandingkan dengan pekerja/tenaga kerja yang dipekerjakan dengan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Terjadinya perselisihan dalam bidang ketenagakerjaan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh tidak dapat dihindari, hal ini biasanya berpokok pangkal karena adanya perasaan-perasaan kurang puas, pengusaha memberikan kebijakan-kebijakan yang menurut pertimbangannya sudah baik dan akan diterima oleh para pekerja atau buruh namun pekerja atau buruh yang bersangkutan mempunyai pertimbangan dan pandangan yang berbeda-beda, akibatnya

(17)

kebijakan yang diberikan oleh pengusaha itu menjadi tidak sama. Pekerja atau buruh yang tidak puas akan menunjukan semangat kerja yang menurun.13

Berdasarkan Permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk membahas dalam mengangkat judul: Penerapan hukum terhadap tenaga kerja kontrak (PKWT) yang masih tetap bekerja dalam keadaan habis kontrak atau tidak diperpanjang. Ditinjau dari undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (studi di PT. Hamanroko)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam Skripsi ini, antara lain, sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaturan Hukum tentang Kontrak Kerja Menurut Hukum Perdata Di Indonesia ?

2. Bagaimana Pengaturan Hukum tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ? 3. Bagaimana Penerapan Hukum terhadap Tenaga Kerja Kontrak (PKWT)

yang masih tetap bekerja dalam keadaan habis kontrak atau tidak diperpanjang. Ditinjau dari undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (studi di PT. Hamanroko) ?

C. Tujuan penulisan

Dalam melakukan suatu penelitian tentu saja memiliki tujuan. Tujuan dilakukan penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji

13 Asyahadie Zaeni, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2007) ,hlm. 127.

(18)

kebenaran pengetahuan.14 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang kontrak kerja menurut hukum perdata di Indonesia

2. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

3. Untuk mengetahui penerapan hukum terhadap Tenaga Kerja Kontrak (PKWT) yang masih tetap bekerja dalam keadaan habis kontrak atau tidak diperpanjang. Ditinjau dari undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (studi di PT. Hamanroko) ?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini diharapkan tidak hanya bersifat teoritis berupa dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya penelitian dibidang ketenagakerjaan/perburuhan, tapi juga manfaat praktis dalam bentuk untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan.

a. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat berguna serta bermanfaat dalam pengembangan keilmuan yakni ilmu hukum pada umumnya,serta menambah refrensi keilmuan di bidang hukum ketenagakerjaan terkhusus yang berkaitan dengan PKWT.

14Sutrisno Hadi, Metodelogi Research untuk Penulisan Paper,Skripsi, Tesis, Dan Disertasi, lontar Ui, (Yogyakarta, Diakses Pada Tanggal 2 April 2019)

(19)

b. Secara praktis, memberikan saran bekaitan dengan masalah-masalah yang timbul didalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca serta pemerintah serta aparat penegak hukum dalam menangani permasalahan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

E. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Penerapan Hukum terhadap Tenaga Kerja Kontrak (PKWT) yang masih tetap bekerja dalam keadaan habis kontrak atau tidak diperpanjang. Ditinjau dari undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (studi di PT. Hamanroko)’’ judul skripsi ini telah melalui tahap pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang Fakultas Hukum Usu pada Tanggal 27 Februari 2019. Keaslian suatu penulisan dalam proses pembuatan suatu karya ilmiah berbentuk skripsi merupakan salah satu bagian terpenting yang tidak terpisahkan dari kesempurnaanya sehingga sebelumnya perlu dipastikan pernah tidaknya penelitian ini dilakukan oleh pihak lain. Kalaupun terdapat judul yang hampir sama dengan judul ini, akan tetapi substansi pembahasannya berbeda. Dan skripsi ini juga merupakan hasil penelitian sendiri sehingga secara substansi dapat dipertanggung jawabkan.

F. Tinjauan Pustaka

Shamad berpendapat bahwa sumber hukum ketenagakerjaan terdiri atas:

(20)

1. Peraturan Perundangan (undang-undang dalam arti materil dan formil);

2. Adat dan Kebiasaan;

3. Keputusan Pejabat atau badan pemerintah;

4. Traktat;

5. Peraturan Kerja (yang dimaksud adalah Peraturan Perusahaan);

6. Perjanjian Kerja, Perjanjian Perburuhan, atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).15

Ruang lingkup ketenagakerjaan tidak sempit, terbatas dan sederhana.

Kenyataan dalam praktek sangat kompleks dan multidimensi. Oleh sebab itu, ada benarnya jika hukum ketenagakerjaan tidak hanya mengatur hubungan kerja, tetapi meliputi juga pengaturan di luar hubungan kerja, serta perlu diindahkan oleh semua pihak dan perlu perlindungan pihak ketiga, yaitu penguasa (pemerintah) jika ada pihak-pihak yang dirugikan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Dalam melaksanakan pembangunan tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. 16

G. Metode Penulisan

15 Yunus Shamad, Hubungan Industrial di Indonesia, PT. Bina Sumberdaya Manusia, Jakarta, 1995, Hlm. 28.

16 Fithriatus Shalihah , PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DALAM HUBUNGAN KERJA MENURUT HUKUM KETENAGAKERJAAN INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HAM (Universitas Islah Riau) Faculty Of Law , Oktober 2017 hlm. 2.

(21)

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang menerapkan analisis dan kontruksi yang dilakukan sesuai dengan metode atau menggunakan suatu cara tertentu secara sistematis berdasarkan suatu sistem. Inti dari pada metodelogi dalam setiap penelitian hukum adalah menguraikan tentang cara bagaimana suatu penelitian hukum dilakukan, seorang peneliti sebelum melakukan penelitian dituntut untuk menguasai dan dapat menerapkan metodelogi penelitian hukum dengan baik.17 Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan dengan rumusan permasalahan dan tujuan dari penelitian, maka sifat penelitian yang sesuai adalah deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat diketahui gambaran jawaban atas permasalahan mengenai Penerapan Hukum terhadap Tenaga Kerja Kontrak (PKWT) yang masih tetap bekerja dalam keadaan habis kontrak atau tidak diperpanjang. Ditinjau dari undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (studi di PT. Hamanroko).18

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan membahas teori-teori hukum, konsep-

17 Waluyo Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002), hlm. 17.

18Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, (Jakarta, Kecana, 2010), hlm. 8.

(22)

konsep hukum, asas-asas hukum, putusan-putusan pengadilan, serta perjanjian-perjanjian antara para pihak.19 Penelitian yuridis normatif ini dilakukan untuk menganalisa suatu permasalahan yang ada didalam penelitian dengan teori hukum, asas hukum, peraturan perundang-undangan, dan perjanjian yang menghasilkan argumentasi dan teori ilmiah.

B. Sifat penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan penelitian deskriptif, karena bertujuan untuk menggambarkan keadaan nyata, kemudian data yang diperoleh di analisis secara kualitatif.

C. Metode Pendekatan

Penelitian deskriptif dilakukan dengan cara melukiskan keadaan yang menjadi obyek persoalannya dan bertujuan memberikan gambaran mengenai hal yang menjadi pokok permasalahannya, dalam hal ini tentang status kedudukan tenaga kerja kontrak. Sehingga dapat dianalisis dan akhirnya dapat diambil kesimpulan yang bersifat umum. Penulis menggunakan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tenaga kerja kontrak. Penelitian memiliki arti dan tujuan sebagai “suatu upaya pencarian”

dan tidak hanya merupakan sekedar pengamatan dengan teliti terhadap suatu obyek yang terlihat kasat mata.20

19 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 24.

20 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 27-28.

(23)

Suatu penelitian secara ilmiah dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahunya yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu keyakinan, bahwa setiap gejala akan ditelaah dan dicari hubungan sebab akibatnya, atau kecenderungan yang timbul. Menurut H.L Manheim, bahwa suatu penelitian pada dasarnya usaha secara hati-hati dan cermat menyelidi berdasarkan pengetahuan subjek kedalam cara berfikir ilmiah.21

a) Faktor-Faktor Yuridis

Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan yang terhadap hubungan antara faktor-faktor yuridis (hukum positif) dengan faktor-faktor normatif (asas-asas hukum).

Penelitian dengan pendekatan yuridis dilaksanakan dengan melalui tahapan sebagai berikut:

1) Inventarisasi terhadap peraturan yang mencerminkan kebijaksanaan pemerintah dibidang peraturan perundang-undangan yang mendukung pelaksanaan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.

2) Menganalisis perundang-undangan dan peraturan-perarturan yang telah diinventarisir tersebut untuk mengetahui sejauh mana peraturan

21 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta, Penerbit UI Press, 2001), hlm. 9.

(24)

perundang-undangan tersebut di atas sinkron baik secara vertikal dan horizontal.

b) Faktor-Faktor Normatif

Merupakan penelitan terhadap asas-asas hukum kewarganegaraan yang terkait dengan tenaga kerja kontrak. Hal ini berarti penelitian terhadap data sekunder, oleh karena itu titik berat penelitian adalah tertuju pada penelitian kepustakaan yang akan lebih banyak mengkaji dan meneliti data sekunder dan tidak diperlukan penyusunan hipotesa.22

D. Sumber Data

Dalam rangka melaksanakan penelitian ini agar mendapatkan data yang tepat, digunakan sumber data yaitu Kepustakaan. Menurut Sanapiah Faisal yaitu: 23

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni: Studi Pustaka adalah sumber data bukan manusia.

Dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari konsepsi-konsepsi, teori-teori atau peraturan atau kebijakan-kebijakan yang berlaku dan berhubungan erat dengan

22Ibid, hlm. 41.

23 Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar dan Aplikasi, ( Malang, YA3, 2007), hlm. 42.

(25)

efektifitas UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( Studi pada Karyawan di PT. Hamanroko

b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: buku-buku penunjang, hasil-hasil penelitian hukum, hasil-hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum dan sebagainya.

c. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang, mencakup bahan-bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) diluar bidang hukum, misalnya yang berasal dari bidang: sosiologi dan filsafat dan lain sebagaimana, yang dapat dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang dan penelitian.24

E. Teknik Pengumpulan

a. Penelitian lapangan ( Field Reasearch ) 25 yang dilakukan dengan cara: Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung dan terstruktur dengan narasumber/ instansi terkait ( PT.

Hamanroko )

b. Penelitian Kepustakaan (library research)26, yang diperoleh dari:

1) Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan obyek penelitian.

24Op.cit, Soerjono Soekanto, hlm. 9.

25Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, ( Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 21.

26 Abdurrahman Fathoni, Metodelogi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta, Rineka Cipta, 2006), hlm. 95-96.

(26)

2) Bahan Sekunder yang berupa hasil penelitian ilmiah dan buku-buku pustaka.

F. Analisis Data

Tahap berikutnya yang dilakukan adalah analisis data. Pada tahap ini data yang dikumpulkan akan diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk menjawab permasalahan. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif normatif yaitu data yang diperoleh setelah disusun secara sistematis, untuk kemudian dianalisis secara kualitatif normatif dalam bentuk uraian, agar dapat ditarik kesimpulan untuk dapat dicapai kejelasan mengenai permasalahan yang akan diteliti. Hasil penelitian kepustakaan akan dipergunakan untuk menganalisis data, kemudian data analisis secara kualitatif normatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini ditulis secara sistematis dan dibagi menjadi dalam 5 (lima) bab, dan setiap bab dibagi dalam sub bab (bagian-bagian) yang dibagi secara garis besarnya akan di gambarkan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, terdiri, latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, sistematika penulisan dalam skripsi ini.

(27)

BAB II : Pengaturan Hukum tentang Kontrak Kerja menurut hukum perdata di Indonesia, terdiri dari, sejarah perjanjian kontrak kerja di Indonesia, pengertian dan unsur kontrak kerja, syarat sahnya perjanjian kontrak kerja, berakhirnya perjanjian kerja dan akibat hukumnya, uraian hubungan hukum ketenagakerjaan dengan KUH Perdata

BAB III : Pengaturan Hukum tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, terdiri dari, pengertian perjanjian kerja waktu tertentu, akibat hukum dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Berkhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Penerapan KUHPerdata terhadap Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

BAB IV : Penerapan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Kontrak (PKWT) yang masi tetap bekerja dalam keadaan habis kontrak atau tidak diperpanjang.

Ditinjau dari undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ( Studi di PT. Hamanroko), terdiri dari, bentuk dan isi kontrak kerja waktu tertentu, Hak dan Kewajiban tenaga kerja waktu tertentu, penerapan kontrak kerja bagi tenaga kerja di PT. Hamanroko, Tanggung jawab PT. Hamanroko untuk melindungi tenaga kerjanya.

BAB V : Merupakan Bab penutup, terdiri dari, kesimpulan dari analisis tersebut disertai saran yang bertujuan untuk memajukan tempat penelitian.

(28)

BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN KERJA MENURUT HUKUM PERDATA DI INDONESIA

A. Sejarah Perjanjian Kerja di Indonesia

Didalam hukum ketenagakerjaan, jika kita melihat Undang-undang saja sudah dapat melihat/mengerti pertumbuhan/perkembangan hukum ketenagakerjaan, maka orang tersebut tidak akan merasa puas. Hendaknya kita melihat bagaimana sejarah hukum ketenagakerjaan dengan mengaitkan dengan sejarah umum yang ada di Indonesia. Sejarah hukum ketenagakerjaan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :27

1. Sebelum kemerdekaan 17 Agustus 1945

Sejarah hukum perburuhan/ketenagakerjaan sebelum kemerdekaan 1945 dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :

a. Zaman perbudakan

Di zaman ini orang melakukan pekerjaan dengan orang lain, yaitu para budak, tidak mempunyai hak apapun. Para budak hanya mempunyai kewajiban untuk melakukan segala pekerjaan melakukan segala perintah tanpa sekalipun boleh menentangnya. Sedangkan majikan sebagai pihak yang berkuasa

27Azhar Muhammad, Buku Ajar Hukum Ketenagakerjaan ( Semarang, 2015), hlm. 14.

(29)

mempunyai hak penuh, bukan hanya terhadap perekonomian para budak dibawah penguasaanya, melainkan juga terhadap hidup dan matinya para budak tersebut.28

b. Kerja rodi ( kerja paksa ).29

Selain bentuk perbudakan, sejak dahulu dalam masyarakat adat atau para penduduk anggota suku atau anggota desa dimintakan melakukan pekerjaan untuk kepentingan mereka bersama, untuk suku atau desa sebagai kesatuan. Dimana terdapat kerajaan dilakukan pula pekerjaan untuk keperluan kerajaan itu atau untuk keperluan raja.

Zaman rodi sebenarnya sudah lama berjalan bahkan menurut soepomo bersamaan dengan zaman perbudakan, dan resminya berakhir di pula jawa dan Madura pada tanggal 1 februari 1938.

Kerja paksa ditemukan dalam berbagai bentuk sepanjang sejarah, dan tidak menutup kemungkinan saat ini masih berlangsung praktek tersebut meskipun dalam bentuk yang berbeda ( modern slavery/ manpower exploitation ).

Perbudakan modern/eksploitasi tenaga kerja, karena kepentingan-kepentingan praktek-praktek bisnis semata dan mengesampingkan hak dan harkat hidup manusia). Kerja paksa/kerja yang dipaksakan dapat menyuburkan kemiskinan, dan menghalangi pelaksanaan hak asasi manusia mendasar lainnya seperti kebebasan berserikat dan kebebasan berserikat dan kebebasan dari diskriminasi.

Rodi atau kerja paksa mula-mula merupakan gotong royong yang dilakukan oleh semua penduduk suatu desa/anggota suku tertentu untuk

28Zainal Asikin (Ed), Dasar-dasar Hukum perburuhan, (jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2008), hlm. 10.

29 Iman soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja ( perlindungan Buruh).

( Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hlm. 15.

(30)

kepentingan desa/suku tersebut, kemudian dimanfaatkan oleh penjajah menjadi suatu kerja paksa untuk kepentingan pemerintah Hindia Belanda beserta pembesar-pembesarnya.30

Menurut Soepomo, rodi (kerja paksa) digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:31

a) Rodi Gubernemen, yaitu rodi para gubernur dan para pegawainya;

b) Rodi perorangan, yaitu rodi untuk kepentingan kepala dan pembesar- pembesar Indonesia; dan

c) Rodi Desa, yaitu rodi untuk kepentingan desa

Dengan demikian, rodi (kerja paksa) adalah suatu kehendak atau perbuatan daripenguasa untuk mengerahkan sejumlah penduduk mengerjakan suatu pekerjaan sebagai apa yang dikehendakinya dengan tanpa perikemanusiaan (tanpa pemberian imbalan atau upah).32

Bagi yang tidak melaksanakan kewajiban melakukan pekerjaan rodi desa diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya tiga hari atau denda. Jika pelanggaran itu dilakukan dalam waktu enam bulan, dapat dijatuhkan pidana kurungan selama-lamanya tiga bulan (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 523).

30A. Ridwan Halim dan Sri Subiandini Gultom, Sari Hukum Perburuhan Aktual, Penerbit Pradnya Paramita, 1987, hlm. 15.

31Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan. Op. Cit., hlm. 16.

32Zainal Asikin (Ed), Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 43

(31)

c. Poenale Sanctie

Zaman ini dikatakan sebagai zaman perkembangan lebih lanjut dari zaman kerja rodi dalam sejarah Hukum Ketenagakerjaan. Pada zaman ini nasib para buruh sudah lebih baik bila dibandingkan dengan zaman perbudakan atau perhambaan dan zaman rodi. Dikatakan demikian karena pada zaman poenali sanctie, kedudukan buruh sudah diakui sebagai tenaga kerja yang berhak

menerima upah atau imbalan kerja ( meskipun masih dalam taraf yang minim).33 Zaman ini merupakan perkembangan kerja rodi untuk Gubernemen.

Gubernemen adalah penguasa pemerintahan Hindia Belanda yang menyewakan tanah pada orang-orang swasta (bukan orang Indonesia asli). Guna menggarap tanah yang disewakan tersebut Gubernemen mengambil pekerjanya dari rodi desa dengan menghubungi kepala desa yang bersangkutan. Pekerja dipekerjakan pada tanah yang disewakan. Mereka dikontrak selama 5 tahun dengan Kontrak Kerja secara tertulis.

Perjanjian kontrak tersebut memuat tentang : a) Besarnya upah.

b) Besarnya uang makan.

c) Perumahan.

d) Macamnya pekerjaan.

e) Penetapan hari kerja.

33A. Ridwan Halim dan Sri Subiandini Giltom, Sari Hukum Perburuhan Aktual, (penerbit Pradnya Paramita, 1987, hlm. 15.

(32)

2. Setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945

Dilihat dari segi arah yang mendasarinya, ada perbedaan yang sangat mendasar antara hukum perburuhan sebelum dan setelah kemerdekaan. Kalau sebelum kemerdekaan arah hukum perburuhan banyak diwarnai oleh politik hukum pemerintahan Hindia Belanda, yang pada kenyataannya merupakan pemerintahan colonial, maka setelah kemerdekaan arah yang mendasarinya jelas, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dapat dilihat didalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi:34

Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Disamping itu didalam pasal 33 ditegaskan sebagai berikut:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang Produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar Kemakmuran rakyat.

Sesudah kemerdekaan Republik Indonesia, masalah perburuhan lebih diperhatikan yaitu dengan adanya “PANCA KRIDA HUKUM PERBURUHAN”

yang menurut Prof. Iman Soepomo meliputi hal-hal sebagai berikut:35

1) Membebaskan rakyat Indonesia dari perbudakan dan perhambaan

34Abdul Rakhman, Hukum Perburuhan Di Indonesia ( Jakarta : PT Raja Grafindo, 1995), hlm. 21

35Muhammad Azhar, Hukum Ketenagakerjaan (semarang, 2015), hlm. 20.

(33)

2) Membebaskan penduduk Indonesia dari rodi atau kerja paksa 3) Membebaskan buruh Indonesia dari Poenali Sanksi.

4) Membebaskan buruh Indonesia dari rasa ketakutan akan kehilangan pekerjaan yang semena-mena.

5) Memberikan kedudukan hukum yang seimbang (bukan sama) kepada buruh dan memberi penghidupan yang layak bagi buruh.

Berdasarkan uraian diatas, jika disimpulkan maka akan terdapat keadaan sebagai berikut:

Keadaan hukum perburuhan sebelum kemerdekaan :

1) Padangan hukum perburuhan terletak pada kontrak social yang bebas artinya nasib buruh bergantung dari perorangan yang menggunakan buruh tersebut.

2) Sifat peraturan yang ada, adalah privat rechtelyk Keadaan Hukum Perburuhan setelah kemerdekaan :

1. Peraturan yang sifatnya privat rechtelyk beralih pada public rechtelyk.

2. Peraturan Hukum perburuhan mempunyai sanksi pidana yang jelas.

B. Pengertian Perjanjian kerja dan Unsur Perjanjian Kerja 1. Perjanjian kerja

a. Perjanjian kerja dari Segi Hukum perdata

Subekti mengemukakan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di

(34)

peratas ( bahasa belanda “dierstverhanding”) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lan (buruh).36

Menurut djumadi bahwa perjanjian kerja yang dalam bahasa belanda sering disebut dengan istilah arbeidesovereenkoms dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian tersebut antara lain tertuang dalam pasal 1601a kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Yaitu : “ perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintahnya pihak lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”. Dari pengertian tersebut memang dapat dikatakan bahwa antara pemilik modal (pengusaha) dengan pekerja / buruh memang mempunyai hubugan yang saling bergantung satu sama lain, pihak pekerja/buruh akan mendapatkan upah jika dia bekerja sesuai dengan perintah majikan dan majikan/pengusaha akan memberikan upah jika pekerja/buruh bekerja sesuai dengan perintahnya.

Ketentuan perjanjian kerja pada umumnya diatur oleh pasal 1313 KUHPerdata. Pengertian dalam hal suatu perjanjian tersebut dimana antara pihak membuatnya mempunyai derajat dan kondisi yang sama serta mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang.37 Dalam membuat perjanjian pada umumnya harus memenuhi ketentuan syarat sahnya perjanjian berdasarkan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata. Pasal 1320 KUHPerdata, menjelaskan bahwa:38

36Subekti, Aneka Perjanjian (Bandung: penerbit Alumni,1977, hlm. 63.

37 Advendi simangunsong, Hukum Dan Ekonomi, ( Jakarta : Grasindo, 2004),hlm. 4.

38 Ibid, hal 2

(35)

1) Sepakat mereka yang mengikat diri 2) Kecakapan membuat suatu perjanjian 3) Suatu hal tertentu

4) Suatu sebab yang halal

Adapun syarat sah nya suatu perjanjian atau persetujuan telah ditemukan didalam pasal 1320 KUHPerdata, yang menjelaskan bahwa:39

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.

Kedua belah pihak atau para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut haruslah bersepakat atas hal-hal yang diperjanjikan

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.

Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum dan yang bisa dikategorikan sebagai pendukung hak dan kewajiban, pihak yang dikatakan sebagai pendukung hak dan kewajiban adalah orang atau badan hukum.

3. Suatu hal tertentu.

Dimaksud dengan suatu hal tertentu adalah sesuatu yang didalam perjanjian tersebut harus telah ditentukan dan disepakati. Sesuai ketentuan yang disebutkan pada pasal 1333 KUHPerdata bahwa barang yang menjadi obyek suatu perjanjian harus ditentukan isinya.

4. Suatu sebab yang halal

Menurut Undang-Undang sebab yang halal adalah jika tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan ini disebutkan pada pasal 1337 KUHPerdata.

39 Suharnoko, Hukum Perjanjian : Teori Dan Analisa Kasus, (Jakarta:

Kencama,2004),hlm. 7.

(36)

b. Perjanjian Kerja dari Segi Undang-Undang Ketenagakerjaan

Berdasarkan ketentuan dalam pasal 1 ayat (14) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan perjanjian kerja merupakan perjanjian kerja merupakan perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hanya dilakukan oleh dua belah pihak yakni pengusaha atau pemberi kerja dengan pekerja atau buruh. Mengenai hal-hal apa saja yang diperjanjikan diserahkan sepenuhnya kepada kedua belah pihak yakni antara pengusaha atau pemberi kerja dengan pekerja atau buruh. Apabila salah satu dari pihak tidak menyetujuinya maka pada ketentuannya tidak akan terjadi perjanjian kerja, karena pada aturannya pelaksanaan perjanjian kerja akan terjadi dengan baik apabila sepenuhnya kedua belah pihak setuju tanpa adanya paksaan. Perjanjian kerja dapat dibuat baik secara tertulis maupun lisan. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis maupun lisan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara yuridis,berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (15) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hubungan kerja merupakan hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Jika ditinjau berdasarkan pengertian diatas antara perjanjian kerja dengan hubungan kerja memiliki kaitan yang saling berhubungan, hal ini akan mengakibatkan adanya hubungan kerja yang terjadi antara pemberi kerja/ pengusaha dengan pekerja/buruh.40

40 Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Terkait Lainnya. (Bogor: ghalia Indonesia, edisi kedua, 2004),hlm. 88.

(37)

Pengertian perjanjian kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan sifatnya lebih umum. Dikatakan lebih umum karena menunjuk pada hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Syarat kerja berkaitan dengan pengakuan terhadap serikat pekerja, sedangkan hak dan kewajiban para pihak salah satunya adalah upah disamping hak dan kewajiban lain yang akan dibicarakan secara tersendiri. 41

2. Unsur Perjanjian kerja

Unsur utama yang terkandung berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni:

a. Perjanjian

b. Antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja.

c. Memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

Selain unsur-unsur diatas, ada empat (4) unsur lain yang harus dipenuhi dalam melakukan perjanjian kerja dalam melakukan perjanjian kerja yang menimbulkan terjadinya hubungan hukum antara pengusaha/pemberi kerja dan pekerja/buruh. Adapun unsur-unsur dari hubungan kerja adalah :

a. Adanya pekerjaan.42

41 Zaeni Asyahadie, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja Edisi Revisi ( Jakarta:Raja Grafindo,2007), hlm. 55.

42 Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 28.

(38)

Pekerjaan adalah prestasi yang harus dilakukan sendiri oleh pihak penerima kerja, dan tidak boleh dialihkan kepada pihak lain (bersifat individual) didalam suatu perjanjian kerja tersebut haruslah ada suatu pekerjaan yang diperjanjikan dan dikerjakan sendiri oleh pekerja yang membuat perjanjian tersebut. Pekerjaan mana, yaitu yang dipekerjakan oleh pekerja itu sendiri, haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian kerja.

b. Adanya unsur perintah

Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.

Disinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan lainnya. Unsur perintah pada dasarnya memiliki peranan pokok, karena tanpa adanya perintah maka tidak adanya perjanjian kerja.43

c. Adanya Upah44

Upah menurut Pasal 1 Angka 30 Undang-Undang Ketenagakerjaan Tahun 2003 adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk

43 Sehat Damanik, Outsourcing dan Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( Jakarta: DSS publishing, 2006), hlm. 39.

44Djumialdji F.X, Perjanjian Kerja Edisi Revisi, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 8.

(39)

tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/

atau jasa yang telah atau dilakukan. Jadi, upah adalah imbalan termasuk tunjangan.

d. Adanya waktu

Unsur waktu dalam hal ini adalah adanya suatu waktu untuk melakukan pekerjaan yang diberi oleh pemberi kerja. Oleh karena itu, penentuan waktu dalam suatu perjanjian kerja dapat terkait dengan jangka waktu yang diperjanjikan, lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan, atau waktu yang dikaitkan dengan hasil pekerjaan, kejadian tertentu atau suatu perjalanan/kegiatan. Bertolak dari waktu ini, maka perjanjian kerja dapat dibedakan antara:45

1) Perjanjian kerja waktu tertentu, yaitu bahwa untuk melakukan suatu pekerjaan telah ditentukan dalam perjanjian. Semula ketentuan mengenai perjanjian kerja waktu tertentu ini dimaksudkan untuk membatasi kesewenang-wenangan pihak pemberi kerja yang beranggapan bahwa pekerja dapat diperlakukan sama dengan budak.

Perkembangan selanjutnya, adanya batasan dalam jangka waktu hubungan kerja, agar penggunaan waktu tertentu tidak menganggu kelancaran pelaksanaan kerja.46

45 Uwiyono Aloysius, Asas-Asas Hukum Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),hlm. 56.

46 Adanya persyaratan yang harus dipenuhi dalam kaitan dengan pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu ini, yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hubungan kerjanya menjadi

(40)

2) Perjanjian kerja dengan batas waktu; Dalam suatu perjanjian kerja dimungkinkan untuk mengadakan aturan mengenai batas usia tertentu untuk melakukan pekerjaan, yang disebut dengan masa “pensiun”.

3) Perjanjian kerja waktu tidak tertentu; bilamana dalam perjanjian kerja tidak ditentukan waktu berlakunya perjanjian, maka perjanjian tersebut termasuk dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Hal penting dalam hubungan kerja waktu tertentu ini adalah masa pemutusan hubungan kerja atau kapan berakhirnya hubungan kerja tersebut.

C. Syarat Sahnya Perjanjian Kerja

hubungan kerja waktu tidak tertentu ( lihat peraturan menteri Tenaga Kerja: PMTK No.

100/Men/2004 Tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), Yaitu : 1) Dibuat tertulis dalam bahasa Indonesia, dan memuat hal-hal:

a) Nama, alamat perusahaan dan Jenis Usaha b) Nama dan Alamat Pekerja

c) Jabatan atau Jenis Pekerjaan yang dilakukan;

d) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja e) Besarnya Upah dan cara pembayaran

f) Tempat Pekerjaan dilakukan;

g) Saat Mulainya perjanjian Kerja;

h) Tanda Tangan Para Pihak dalam Perjanjian Kerja

2) Dibuat rangkap 3: satu untuk pekerja, satu untuk pengusaha dan satu untuk didaftar didepartemen tenaga kerja;

3) Tidak boleh diperjanjikan masa percobaan;

4) Tidak dapat ditarik kembali atau diubah, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak atau ada cukup alasan yang berdasar undang-undang;

5) Pencantuman waktu tertentu: maksimal 2 (dua) Tahun, dengan kemungkinan perpanjangan dan keseluruhan waktunya tidak lebih dari 3 (tiga) tahun;

6) Mengenai pekerjaan yang:

a) Sekali selesai bersifat sementara

b) Penyelesaian dari pekerjaan dapat diperkirakan, maksimal tiga tahun;

c) Bersifat musiman atau yang berulang kali;

d) Bukan kegiatan yang bersifat tetap dan berkesinambungan;

e) Berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

(41)

Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Undang-Undang sehingga ia diakui oleh hukum (legally concluded contract).47 Berkaitan dengan sahnya perjanjian kerja, hal ini tidak bisa lepasdari ketentuan syarat sahnya perjanjian pada umumnya yang diatur didalam ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:48

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya 2. Cakap untuk membuat perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Ketentuan ini juga tertuang dalam pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar:

1. Kesepakatan kedua belah pihak

Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju/sepakat, seia-sekata mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu

47Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Cita Aditya Bakti,2010), hlm. 80

48 Periksa Pasal 1320 KUHPerdata. Baca juga Penjelasan mengenai syarat sahnya Perjanjian kerja dalam http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/perjanjian.pdf

(42)

dikehendaki pihak yang lain. Pihak pekerja menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan.49

2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum

Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak membuat perjanjian maksudnya pihak pekerja maupun pengusaha cakap membuat perjanjian. Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian. Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika yang bersangkutan telah cukup umur. Ketentuan hukum ketenagakerjaan memberikan batasan umur minimal 18 Tahun sebagaimana yang diatur didalam pasal 1 angka 26 UU Ketenagakerjaan. Pasal 69 UU Ketenagakerjaan memberi pengecualian bagi anak yang berumur 13 Tahun sampai dengan umur 15 Tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Selain itu seseorang dikatakan caka membuat perjanjian jika orang tersebut tidak terganggu jiwanya/waras.

3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan

Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dalam istilah pasal 1320 KUHPerdata adalah hal tertentu. Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan objek dari perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajban para pihak.

49Lalu Husni, Op.cit., hlm. 57.

(43)

4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Objek perjanjian (pekerjaan) harus halal yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Jenis pekerjaan yang diperjanjikan merupakan salah satu unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas.

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemauan bebas kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subjektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan harus halal di sebut sebagai syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian. Kalau syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum artinya dari semula perjanjian tersebut dianggang tidak pernah ada.

Jika yang tidak dipenuhi syarat subyektif, maka akibat hukum dari perjanjian tersebut dapat dibatalkan, pihak-pihak yang tidak memberikan persetujuan secara tidak bebas, demikian juga oleh orang tua/ wali atau pengampu bagi orang yang tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan perjanjian itu kepada hakim. Dengan demikian perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim.

(44)

Perjanjian kerja tanpa adanya kesepakatan para pihak atau salah satu dari pihak tidak mampu atau tidak cakap melakukan perbuatan hukum, maka perjanjian kerja tersebut dapat dibatalkan. Sebaliknya, jika dibuat tanpa adanya pekerjaan yang diperjanjikan da pekerjaan yang diperjanjikan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang- undangan yang berlaku, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.50

Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat :

a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alama pekerja/buruh;

c. Jabatan atau jenis pekerjaan;

d. Tempat pekerjaan;

e. Besarnya upah dan cara pembayarannya;

f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;

g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja

D. Berakhirnya Perjanjian Kerja dan akibat Hukumnya

Lazimnya pemutusan hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha dikenal dengan istilah PHK atau pengakhiran hubungan kerja, yang

50Asyhadie Zaeni, Op.Cit, hlm. 59.

(45)

dapat terjadi karena berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati/

diperjanjikan sebelumnyadan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan antara pekerja/ buruh dan pengusaha, meninggalnya pekerja/buruh atau karena sebab lainnya.51

Pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak dapat menimbulkan permasalah terhadap kedua belah pihak (pekerja/maupun pengusaha) karena pihak-pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari atau mengetahui saat berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing telah berupaya mempersiapkan diri dalam menghadapi kenyataan itu.

Pengaturan khusus mengenai bagaimana berakhirnya perjanjian kerja pada umumnya telah diatur didalam UU Ketenagakerjaan. Berdasarkan ketentuan didalam pasal 61 UU Ketenagakerjaan diatur mengenai berakhirnya perjanjian kerja apabila, yakni :52

1. Pekerja meninggal dunia, dengan pengecualian jika yang meninggal dunia pihak pengusaha, maka kesepakatan kerja untuk waktu tertentu tidak berakhir. Bahkan suatu kesepakatan kerja untuk waktu tertentu tidak berakhir walaupun pengusaha jatuh pailit

2. Demi hukum, yaitu karena berakhirnya waktu atau obyek yang diperjanjikan atau disepakati telah lampau;

3. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

51Ibid, hlm. 201.

52 Undang-undang No. 13 Tahun, 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pasal 61

(46)

4. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau suatu penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; dan

5. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan didalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Dampak terhadap Pemutusan hubungan kerja bagi pihak pekerja/buruh ini memberikan pengaruh psikologis, ekonomis, dan finansial, hal ini sendiri disebabkan oleh :53

a. Dengan adanya pemutusan hubungan kerja, bagi pekerja/buruh telah kehilangan mata pencaharian;

b. Untuk mencari pekerjaan yang baru sebagai penggantinya, harus banyak mengeluarkan biaya (biaya keluar masuk perusahaan disamping biaya-biaya lain seperti surat-surat untuk keperluan lamaran dan fotokopi surat-surat lain);

c. Kehilangan biaya hidup untuk diri dan keluarganya sebelum mendapat pekerjaan yang baru sebagai penggantinya

Alasan-alasan yang dipandang sebagai alasan yang cukup kuat untuk mengakhiri perjanjian kerja atau yang biasa disebut dengan pemutusan Hubungan

53 Asyhadie Zaeni, Op.Cit, hlm. 202.

Referensi

Dokumen terkait

 PIHAK MEDIA PARTNER mempromosikan kegiatan BURSA KERJA IPB JOBFAIR 2014 dalam bentuk media yang disediakan pihak media partner sesuai kesepakatan yang

Ukuran perusahaan juga menjadi salah satu varibel independen yang dilakukan dalam penelitian Sucipto dan Purwaningsih (2007) yang menunjukkan hasil bahwa ukuran

Untuk mengukir ukiran Toraja tersebut menggunakan warna yang terdiri warna alam yang mengandung arti dan makna tersendiri bagi masyarakat Toraja, yaitu sesuai

Data hasil penelitian terkait dengan penetapan/ pemilihan kelompok mata kuliah Vokasional dalam Kurikulum S-2 PTE yang diperoleh calon/ bakal mahasiswa dan calon/

Dalam hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, atau PKWT, atau lebih dikenal dengan pekerja kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM.Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan

Hasil penelitian diperoleh, pemberian pupuk MOP pada tanah Inceptisol Situ Ilir, Bogor dengan status hara K-potensial dan K-tersedia rendah dapat meningkatkan pertumbuhan

KESIMPULAN Suatu desain produk harus berpusat pada pemakainya (human centered), sehingga untuk mendapatkan sikap kerja yang lebih dinamis diperlukan desain stasiun kerja