• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN KERJA

C. Berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Jangka waktu PKWT diatur di dalam Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam membuat suatu kesepakatan kerja tertentu batas maksimal yang boleh diperjanjikan, yaitu paling lama dalam jangka waktu 2 (dua) Tahun. Apabila ternyata karena sesuatu hal kesepakatan tersebut akan diperpanjang, maka hanya boleh diperpanjang satu kali saja, untuk paling lama dalam jangka waktu yang sama, dengan ketentuan bahwa jumlah seluruhnya waktu kesepakatan kerja tertentu itu tidak boleh lebih dari 3 (tiga) tahun. Walaupun demikian kalau ada alasan-alasan yang mendesak untuk jenis pekerjaan tertentu degan syarat meminta izin kepada Menteri Tenaga Kerja RI, Ketentuan Tersebut diatas bisa disimpan dan di kesampingkan.76

Berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yaitu berakhirnya sebuah Hubungan Kerja yang terjadi antara Pekerja dengan Pengusaha, yang

76Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 68.

menimbulkan berakhirnya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Yang artinya pekerja sudah tidak mendapatkan lagi Upah atau Imbalan dalam bentuk lain dari pengusaha atas pekerjaan yang telah dilakukan dan pengusaha tidak lagi dapat memberikan perintah untuk dilaksanakan atas pekerjan yang biasa diberikan dalam lingkungan badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik perorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, milik swasta atau milik negara, serta usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain.77

Berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diatur didalam Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja berakhir apabila :

a. Pekerja meninggal dunia;

b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, atau

d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

77, Kedudukan Hubungan Kerja Berdasarkan Sudut pandang Ilmu kaidah Hukum Ketenagakerjaan dan sifat hukum public dan privat Soedarjadi, Hak dan kewajiban Pekerja-Pengusaha (Yogyakarta :Pustaka Yustisia, 2009), hlm. 83.

Berakhirnya hubungan kerja secara teoritis terbagi dalam 4 (empat) macam bentuk, yaitu :78

a. Putus demi Hukum

Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur putus demi hukum dalam pasal 61 ayat (1) dan (2). Hubungan kerja putus demi hukum berarti putus dengan sendirinya tanpa diperlukan adanya tindakan salah satu pihak pekerja yang ditunjukan untuk itu, terdapat juga dalam pasal 1603e KUHPerdata menetapkan bahwa :

“Hubungan kerja berakhir jika waktu kerja demi hukum, jika habis waktunya yang ditetapkan dalam perjanjian dan dalam peraturan perundang-undangan atau jika semuanya itu tidak ada menurut kebiasaan”.

Pemutusan hubungan kerja demi hukum terjadi karena alasan batas waktu masa kerja yang disepakati telah habis, pekerja masih dalam masa percobaan kerja, pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan, pekerja mencapai usia pensiun dan pekerja meninggal dunia.79

b. Berakhirnya hubungan kerja oleh pekerja

Berakhirnya hubungan kerja oleh pekerja dapat terjadi apabila pekerja mengundurkan diri atau telah terdapat alasan yang mendesak. Alasan-alasan yang mendesak. Alasan- alasan mendesak dalam arti Pasal 1603n adalah keadaan yang

78Ibid.

79Eko Wahyudi, Wiwin Yulianingsih, M. Firdaus Sholihin, Hukum Ketenagakerjaan , (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm. 91.

sedemikian rupa sehingga mengakibatkan bahwa tidak pantaslah pekerja diharapkan untuk meneruskan hubungan kerja.80

1) Jika majikan menganiaya, menghina secara kasar atau melakukan ancaman yang membahayakan buruh, anggota keluarga atau anggota rumah tangga buruh, atau membiarkan perbuatan semacam itu dilakukan oleh anggota rumah tangga atau buruh lain bawahannya;

2) Jika ia membujuk atau mencoba membujuk pekerja, anggota keluarga atau anggota rumah tangga buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan atau membuarkan pembujukan atau percobaan pembujukan semacam itu dilakukan oleh anggota rumah tangga atau buruh lain bawahannya;

3) Jika ia tidak membayar upah pada waktunya;

4) Jika dalam hal makan dan pemondokan dijanjikan, ia tidak memenuhinya secara layak;

5) Jika ia tidak memberikan cukup pekerjaan kepada buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan hasil pekerjaan yang dilakukan;

6) Jika ia tidak memberikan atau tidak cukup memberikan bantuan, yang dijanjikan buruh yang upah nya ditetapkan berdasarkan hasil pekerjaan yang dilakukan;

7) Jika ia dengan jalan lain terlalu melalaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh perjanjian;

80Ibid,. hlm. 92.

8) Jika ia, dalam hal yang tidak diwajibkan oleh sifat hubungan kerja, menyuruh buruh, meskipun buruh menolak, untuk melakukan pekerjaan di perusahaan seorang majikan lain;

9) Jika hubungan kerja dapat menimbulkan bahaya besar yang mengancam jiwa, kesehatan, kesusilaan atau nama baik buruh, yang tidak melihat pada waktu pembuatan perjanjian

10) Jika buruh, karena sakit atau karena alasan-alasan lain diluar salahnya menjadi tidak mampu melakukan pekerjaan yang dijanjikan itu.

Penjanjian yang menyerahkan keputusan ketangan buruh mengenai adanya alasan mendesak dalam arti Pasal 1603n, adalah batal.

c. Berakhirnya hubungan kerja oleh pengusaha

Berakhirnya hubungan kerja oleh pengusaha merupakan berakhirnya hubungan kerja yang paling sering terjadi karena kesalahan pihak pekerja atau karena kondisi perusahaan. Berakhirnya hubungan kerja karena keterpaksaan terjadi kalau pengusaha terpaksa harus mengakhiri hubungan kerja kepada pekerja karena adanya masalah-masalah yang dihadapi pengusaha dalam hal;81

1) Menghadapi kesalahan-kesalahan para pekerja yang tidak dapat dipertanggung jawabkan;

2) Menghadapi perusahaan yang semakin menurun perkembangannya.

81Ibid,. hlm. 94.

Lebih tepat mengenai hubungan kerja oleh pengusaha dan majikan didasarkan pada Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 158, ayat 1 berbunyi:

“Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhedap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:

1. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;

2. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;

3. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

4. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

5. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;

6. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

7. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

8. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

9. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara atau

10. Melakukan perbuatan laiinya di lingkungan perusahaan yang di ancam pidana 5 (lima) tahun atau lebih.

Didalam KUHPerdata Pasal 1603 Pengusaha dapat mengakhiri Perjanjian kerja dianggap sebagai alasan-alasan mendesak dimana sifat dan tingkah laku pekerja sudah tidak sepatutnya untuk meneruskan hubungan kerjanya. Alasan-alasan mendesak tersebut adalah:

1. Jika buruh, waktu mengadakan perjanjian, mengelabui majikan dengan memperlihatkan surat-surat yang palsu atau dipalsukan, atau sengaja memberikan penjelasan-penjelasan palsu kepada majikan mengenai cara berakhirnya hubungan kerja yang lama;

2. Jika ternyata ia tidak mempunyai kemampuan atau kesanggupan sedikitpun untuk pekerjaan yang telah dijanjikannya;

3. Jika ia, meskipun telah diperingatkan, masih mengikuti kesukaannya minum sampai mabuk, mengisap madat diluar atau suka melakukan perbuatan buruk lain;

4. Jika ia melakukan pencurian, penggelapan, penipuan atau kejahatan lainnya yang mengakibatkan ia tidak lagi mendapat kepercayaan dari majikan;

5. Jika ia menganiaya, menghina seacara kasar atau melakukan ancaman yang membahayakan majikan, anggota keluarga atau anggota rumah tangga majikan atau teman sekerjanya;

6. Jika ia membujuk atau mencoba membujuk majikan, anggota keluarga atau anggota rumah tangga majikan, atau teman sekerjanya, untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan;

7. Jika ia dengan sengaja atau meskipun telah diperingatkan, dengan sembrono merusak milik majikan atau menimbulkan bahaya yang sungguh-sungguh mengancam milik majikan itu;

8. Jika ia dengan sengaja atau meskipun telah diperingatkan dengan sembrono menempatkan dirinya sendiri atau orang lain dalam keadaan terancam bahaya besar;

9. Jika mengumumkan seluk beluk rumah tangga atau perusahaan majikan, yang seharusnya Ia rahasiakan;

10. Jika bersikeras menolak memenuhi perintah-perintah wajar yang diberikan oleh atau atas nama majikan;

11. Jika Ia dengan cara lain terlalu malalaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh perjanjian;

12. Jika ia karena sengaja atau sembrono menjadi tidak mampu melakukan pekerjaan yang dijanjikan, janji-janji yang menyerahkan keputusan ke tangan majikan mengenai adanya alasan memaksa dalam arti Pasal 1603n, adalah batal.

d. Berakhirnya karena putusan pengadilan

Pekerja/ buruh maupun pengusaha dapat mengajukan izin pemutusan hubungan kerja kepada panitia penyelesaian persilihan perburuhan industrial.

e. Pemberian ganti kerugian

Hal ini diatur di dalam Pasal 62 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang terdapat dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 61 angka 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

f. Berakhirnya karena putusan pengadilan

Berakhirnya hubungan kerja yang terakhir adalah karena adanya putusan pengadilan. Hal ini sudah diatur dalam Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang ketenagakerjaan. Putusan Pengadilan adalah pemutusan oleh Pengadilan Negeri atas permintaan yang bersangkutan dalam hal ini pihak pengusaha dan pekerja berdasarkan asalan penting. Cara ini merupakan

akibat dari adanya sengketa antara pekerja yang berlanjut sampai ke proses pengadilan. Datangnya perkara dapat dari pekerja atau dari pengusaha.82

Dokumen terkait