• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk-Bentuk Kepercayaan dalam Masyarakat

N/A
N/A
Wiranata

Academic year: 2024

Membagikan "Bentuk-Bentuk Kepercayaan dalam Masyarakat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan, Kepercayaan itu akan melahirkan tata-nilai guna menopang hidup dan budayanya, Sikap tanpa kepercayaan atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi.

Tetapi selain kepercayaan itu dianut kerena kebutuhan, dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran.

Demikian pula cara berkepercayaan pun harus pula benar Menganut kepercayaan yang salah atau dengan cara yang salah, bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya. Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk-bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin

mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang tercampur-baur.

Dengan Mempelajari Ilmu Aqidah, bisa membuka wawasan bagi setiap Muslim bagaimana cara meningkatkan keimanan dalam beragama. Salah satu ilmu aqidah yang penting dipelajari adalah Ilmu Tauhid.

arti Tauhid diketahui sebagai ilmu yang mempelajari tentang sifat keesaan Allah. Perumusan kalimat persaksian (syahadat) Islam kesatu: Tidak ada Tuhan selain Allah mengandung gabung antara peniadaan dan pengecualian, Perkataan ”tidak ada Tuhan” meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan

”selain Allah” memperkecualikan suatu kepercayaan kepastian menerima kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar

(2)

2 manusia hanya tunduk kepada ukuran

kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai-nilai. Hal itu berarti tunduk kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia, Tunduk yang pasrah disebut "Islam". 1

Sekalipun demikian kenyataan menunjukan bahwa kepercayaan- kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai.

Nilai- nilai itu kemudian melembaga dalam tradisi-tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya.

Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan tata-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisionil sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Disinilah terdapat kontradiksi: kepercayaan diperlukan sebagai sumber tata nilai guna menopang peradaban manusia, tetapi pula nilai-nilai itu melembaga dalam

1 Taringan, Azhari Akmal. 2000. Islam Mazhab

HMI: Tafsir Tema Besar Nilai dasar Perjuangan (NDP). Kultura,

tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.

Setiap agama mengandung dogma-dogma ajaran absolut dan mutlak yang membuat para penganut ajarannya mudah bersikap dogmatis, fanatik, dan juga sempit pemikirannya, dalam pandangan agama sikap seperti itu disebut ortodoks dalam bahasa Indonesia disebut kolot atau kuno, yang dimana mereka selalu menantang sebuah perubahan dan pembaharuan yang bertentangan dengan sejarah dan pemahaman yang mereka anut. Hal ini menjadi sebuah kenyataan di sejarah umat beragama, mulai zaman dahulu sampai zaman sekarang. Ini adalah suatu kondisi masalah buat bangsa indonesia ketika melakukan usaha- usaha pembaharuan dan perubahan.

kondisi bangsa indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya, ras, agama dll.

Tentunya hal ini memberikan respon yang sangat besar mengingat masih banyak masyarakat indonesia

(3)

3 mempercayai nilai leluhur mereka,

alhasil ini sangat bertolak belakang terhadap modernisasi. Akan Tetapi ajaran dari pada Islam sendiri membahas tentang hakikat, sumber dan makna modernisasi yang dikandung

oleh ijtihad, kewajiban berilmu, Jadi dengan sendirinya modernisasi berada dalam ajaran islam, maka modernisasi menjadi pembaharuan yang diijtihadkan.2

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian dan pendekatan Penelitian ini merupakan Penelitian kualitatif bertujuan deskreptif. Tujuan deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran / penjelasan yang berkaitan dengan hasil penelitian.

2 Madjid Nurcholish. 2007. Islam Universal.

Pustaka Utama, Yogyakarta

Sehingga hasil penelitian ini bisa di pahami oleh pembaca. Peneltian ini juga menggunakan metode sejarah yang mempunyai perspektif historis yang di ambil dari refernsi buku.

(4)

4 PEMBAHASAN

A. Iman dan Tata Nilai Tauhid Pertama-tama kita beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Iman itu melahirkan tata nilai berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu tata nilai yang dijiwai oleh kesadaran bahwa hidup ini berasal dari dan menuju Tuhan (Innâ li „l-Lâh-i wa innâ ilayh-i râji„ûn, Sesungguhnya kita berasal dari Tuhan dan kita akan kembali kepada-Nya), maka Tuhan adalah (asal dan tujuan) hidup (hurip), bahkan seluruh makhluk (dumadi).

Ketuhanan Yang Maha Esa adalah inti semua agama yang benar. Setiap pengelompokan (umat) manusia telah pernah mendapatkan ajaran tentang Ketuhanan Yang Maha Esa melalui para rasul Tuhan. Karena itu, terdapat titik pertemuan (kalîmah sawâ‟) antara semua agama manusia, dan orang- orang Muslim diperintahkan untuk mengembangkan titik pertemuan itu sebagai landasan hidup Bersama Tuhan adalah pencipta semua wujud yang lahir dan batin, dan Dia telah menciptakan manusia sebagai puncak

ciptaan, untuk diangkat menjadi wakil (khalîfah)-Nya di bumi. Karena itu manusia harus berbuat sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya, baik di dunia ini maupun di Pengadilan Ilahi di akhirat kelak.

Orang Muslim berpandangan hidup bahwa demi kesejahteraan dan keselamatan (salâm, salâmah) mereka sendiri di dunia sampai akhirat, mereka harus bersikap pasrah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa (islâm dalam makna generiknya), dan berbuat baik kepada sesama manusia.

Semua agama yang benar, yang dibawa oleh para nabi, khususnya seperti dicontohkan oleh agama atau millat Nabi Ibrâhîm a.s., mengajar manusia untuk berserah diri dengan sepenuh hati, tulus dan damai (islâm) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sikap berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan itu menjadi inti dan hakikat agama dan keagamaan yang benar. Sikap berserah diri kepada Tuhan (ber-islâm) itu secara

(5)

5 inheren mengandung berbagai

konsekuensi. Pertama, konsekuensi dalam bentuk pengakuan yang tulus bahwa Tuhanlah satu-satunya sumber otoritas yang serba mutlak. Pengakuan ini merupakan kelanjutan logis hakikat konsep ketuhanan. Yaitu bahwa Tuhan adalah Wujud Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud yang lain. Maka semua wujud yang lain adalah nisbi belaka, sebagai bandingan atau lawan dari Wujud serta Hakikat atau Dzat yang mutlak. Karena itu Tuhan bukan untuk diketahui, sebab mengetahui Tuhan adalah mustahil (dalam ungkapan mengetahui Tuhan terdapat kontradiksi in terminus, yaitu kontradiksi antara mengetahui, yang mengisyaratkan penguasaan dan pembatasan, dan Tuhan, yang mengisyaratkan kemutlakan, keadaan tak terbatas dan tak terhingga) Dalam keadaan tidak mungkin mengetahui Tuhan, yang harus dilakukan manusia ialah usaha terus-menerus dan penuh kesungguhan (mujâhadah, ijtihâd) untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada-Nya. Karena keMaha Esaan dan kemutlakan-Nya, wujud Tuhan

adalah wujud kepastian. Justru Tuhanlah satu-satunya wujud yang pasti. Semua selain Tuhan adalah wujud tak pasti, yang nisbi. Termasuk manusia sendiri, betapa pun tingginya kedudukan manusia sebagai puncak ciptaan Tuhan. Maka sikap memutlakkan nilai manusia, baik yang dilakukan oleh seseorang kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain, adalah bertentangan dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, atau tawhîd, monoteisme. Beribadat yang tulus kepada Tuhan harus diikuti dengan meniadakan sikap memutlakkan sesama makhluk, termasuk manusia. Makhluk, pada umumnya, dan manusia, pada khususnya, yang mengalami pemutlakan itu, disebut thâghût, yang berarti tiran, dan makhluk atau orang itu akan menjelma menjadi nidd (jamak: andâd, saingan Tuhan atau tuhan-tuhan palsu). Maka setiap bentuk pengaturan hidup sosial manusia yang melahirkan kekuasaan mutlak adalah bertentangan dengan jiwa tawhîd, Ketuhanan Yang Maha Esa, atau monoteisme. Pengaturan hidup dengan

(6)

6 menciptakan kekuasaan mutlak pada

sesama manusia adalah tidak adil dan tidak beradab. Sikap yang pasrah kepada Tuhan, yang memutlak-kan Tuhan dan tidak sesuatu yang lain, menghendaki tatanan sosial terbuka, adil, dan demokratis. Inilah yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad s.a.w., yang keteladanannya diteruskan kepada para khalifah yang bijaksana sesudahnya. Salah satu kelanjutan logis prinsip ketuhanan itu ialah paham persamaan manusia. Yakni seluruh umat manusia, dari segi harkat dan martabat asasinya, adalah sama. Tidak seorang pun dari sesama manusia berhak merendahkan atau menguasai harkat dan martabat manusia lain, misalnya dengan memaksakan kehendak dan pandangannya kepada orang lain. Bahkan seorang utusan Tuhan tidak berhak melakukan pemaksaan itu.Seorang utusan Tuhan mendapat tugas hanya untuk menyampaikan kebenaran (balâgh, tablîgh) kepada umat manusia, bukan untuk memaksakan kebenaran kepada mereka. Berdasarkan prinsip-prinsip itu, masing-masing manusia

mengasumsikan kebebasan diri pribadinya. Dengan kebebasan itu manusia menjadi makhluk moral, yakni makhluk yang bertanggungjawab sepenuhnya atas segala perbuatan yang dipilihnya dengan sadar, yang saleh maupun yang jahat. Tuhan pun tetap memberi kebebasan kepada manusia untuk menerima atau menolak petunjukNya, tentu saja dengan risiko yang harus ditanggung manusia sendiri sesuai dengan pilihannya itu. Justru manusia mengada melalui dan di dalam kegiatan amalnya. Dalam amal itulah manusia mendapatkan eksistensi dan esensi dirinya, dan di dalam amal yang ikhlas manusia menemukan tujuan penciptaan dirinya, yaitu kebahagiaan karena pertemuan dengan Tuhan, dengan mendapatkan ridla-Nya.

Karena manusia tidak mungkin mengetahui Kebenaran Mutlak, pengetahuan manusia itu, betapa pun tingginya, tetap terbatas. Karena itu, setiap orang dituntut untuk bersikap rendah hati guna bisa mengakui adanya kemungkinan orang lain yang mempunyai pengetahuan lebih tinggi.

Dia harus selalu menginsafi dan

(7)

7 memastikan diri bahwa senantiasa ada

Dia Yang Maha Tahu, yang mengatasi setiap orang yang tahu. Maka manusia dituntut untuk bisa saling mendengar sesamanya, dan mengikuti mana saja dari banyak pandangan manusiawi itu paling baik. Dengan begitu tawhîd menghasilkan bentuk hubungan sosial kemasyarakatan yang menumbuhkan kebebasan menyatakan pikiran dan kesediaan mendengar pendapat, sehingga terjadi pula hubungan saling mengingatkan apa yang benar dan baik,

serta keharusan mewujudkan yang benar dan baik itu dengan tabah dan sabar Hubungan antar manusia yang demokratis itu juga menjadi keharusan dalam tatanan hidup manusia, karena pada diri manusia terdapat kekuatan dan kelemahan sekaligus. Karena itu manusia menemukan kekuatan sosialnya dalam persatuan dan penggalangan kerjasama itu dilakukan demi kebaikan semua dan peningkatan kualitas hidup yang hakiki, kehidupan atas dasar taqwa kepada Tuhan.3

B. Iman dan Ilmu Pengetahuan Bagi seorang Muslim, Iman adalah bagian paling mendasar dari kesadaran keagamaannya. Dalam berbagai makna dan tafsirannya, perkataan iman menjadi bahan pembicaraan di setiap pertemuan keagamaan, yang selalu disebutkan dalam rangka peringatan agar dijaga dan diperkuat. Iman itu, sebagaimana senantiasa diingatkan oleh para mubaligh, terkait erat dengan amal. Amal yang praktis itu merupakan tuntutan langsung iman yang spiritual.

3 Madjid, Prof. Dr. Nurcholish. Islam, Doktrin

dan peradaban, Gramedia, 2000, Jakarta.

Tidak ada iman tanpa amal, dan muspralah amal tanpa iman. Juga digunakan istilah-istilah lain untuk menunjukkan eratnya hubungan antara dua aspek jalan hidup yang benar itu, seperti taqwa dan akhlak itu, serta tali hubungan dengan Allah dan tali hubungan dengan sesama manusia (habl min Allâh wa habl min al-nâs).

Juga mengarah ke pengertian itu ialah keterkaitan antara salat dan zakat, serta, dari sudut komitmen kejiwaan, takbîr (bacaan Allâh-u Akbar) di awal salat

(8)

8 dan taslîm (bacaan al-salâm-u alaykum

assalamu alaikum) pada akhir salat.

Masih terdapat satu lagi bentuk kesadaran seorang Muslim, yang bersama dengan kesadaran keimanan dan amal-perbuatan membentuk segitiga pola hidup yang kukuh dan benar, yaitu keilmuan. Seolah menengahi antara iman dan amal itu dari suatu segi sebagaimana ibadat juga menengahi antara keduanya dari segi yang lain ilmu adalah bentuk kesadaran Muslim yang juga amat sentral. Para ulama banyak sekali mengemukakan sabda-sabda Nabi s.a.w. tentang pentingnya ilmu, seperti ilmu kebijaksanaan (al-hikmah) adalah barang hilangnya kaum beriman, maka barangsiapa menemukannya hendaknya ia memungutnya Ambillah al-hikmah, dan tidak akan berpengaruh buruk kepadamu dari bejana apa pun ia keluar Barang siapa menempuh jalanan dan di situ ia mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Banyak sekali seruan dalam Kitab Suci kepada manusia untuk mencari dan menemukan Kebenaran dikaitkan dengan peringatan, gugatan,

atau perintah supaya ia berpikir, merenung, dan bernalar. Terhadap hal- hal di atas itu, muncul pertanyaan:

Apakah memang terdapat korelasi, seberapa pun nisbatnya, antara iman dan pengembangan ilmu? Jika memang ada, sampai di mana pertautan antara iman dan ilmu itu terwujud dalam kenyataan Pertanyaan itu semakin sering diajukan orang, khususnya ketika banyak terjadi skeptisisme yang acapkali sangat beralasan, meskipun tidak berarti dengan sendirinya benar berkenaan dengan kondisi kaum Muslim saat ini dalam kaitannya dengan usaha pengembangan ilmu.

Disebabkan oleh situasi global yang mengesankan kekalahan total Dunia Islam berhadapan dengan Dunia Yahudi-Kristen (Barat) sekarang ini, pembicaraan tentang kaitan antara iman dan ilmu dalam Islam menjadi semakin sulit. Sementara seorang penganjur Islam akan dengan amat mudah menunjuk nash-nash suci sebagai dukungan bagi pendirian positifnya terhadap ilmu namun Kita dihadapkan kepada kenyataan betapa umat Islam sekarang ini nampak seperti tidak

(9)

9 mempunyai peranan apa-apa dalam

dunia ilmu pengetahuan. Ketika kita menengok ke masa lalu. Selain menengok ke sejarah untuk mengambil pelajaran itu merupakan perintah Tuhan yang amat penting, juga dari pengalaman angkatan masa lalu itu kita bisa memperoleh bahan-bahan bukti yang sejati tentang ada tidaknya korelasi antara iman dan pengembangan ilmu pengetahuan Dalam hal itu, barangkali kenyataan tentang masyarakat Islam masa lalu yang amat perlu ditekankan pembicaraannya ialah semangat keterbukaannya. Semangat keterbukaan itu telah melahirkan sikap- sikap positif orang-orang Muslim klasik terhadap kebudayaan asing yang sekiranya tidak bertentangan dengan dasar-dasar ajaran Islam, khususnya terhadap ilmu pengetahuan. Bala tentara Islam yang gelombang demi gelombang keluar, dari Hijaz khususnya, dan Jazirah Arabia umumnya, untuk melancarkan perang pembebasan itu tidaklah berbekal apa- apa secara kultural selain ajaran Kitab Suci dan Sunnah Nabi. Tapi karena

inner dynamics-nya, maka ajaran itu telah cukup menjadi landasan pandangan dunia yang dinamis, yang kelak, para sejarawan khususnya selalu mengatakan bahwa ekspedisi militer Islam di zaman klasik itu adalah bertujuan membebaskan bangsa- bangsa yang tertindas, sehingga perkataan yang digunakan bukanlah penaklukan, tapi pembebasan (fath, futûhât). Bahwa pandangan ini bukan suatu pengakuan kosong, dibuktikan oleh kenyataan bahwa ekspedisi militer Islam itu mengalami sukses luar biasa dan dalam jangka waktu yang relatif amat pendek, karena bantuan dan sambutan yang diberikan oleh kaum Kristen Nestoria di Syria, kaum Kristen Monophysite di Mesir (disebabkan penindasan keagamaan oleh penguasa Kristen Byzantium), kaum petani di Persia (karena ditindas para bangsawan), bangsa Barbar di Afrika Utara (karena tidak diakui hak mereka oleh kekuasaan Romawi), dan kaum

(10)

10 Yahudi di Spanyol (karena ditindas oleh

penguasa Kristen di sana).4

Islam mencapai keemasanya Di Bidang Ilmu Pengetahuan pada Tahun 622-1258 Masehi pada masa itu banyak ilmuwan muslim yang senantiasa memberikan sumbangsih pada berbagai Ilmu Pengetahuan. Mereka membuat buku yang sudah tidak terhitung jumlahanya tentang Kedokteran, Fisika , Geometri, Filsafat, Astronomi, Dan masih banyak lagi Diantaranya adalah Ibnu Sina yang dikenal sebagai Bapak Kesehatan Modern, Ibnu Rusyd pemikir Filsuf asal Al-Andalus yang menuliskan displin ilmu, termasuk akidah, fikih, linguistik, kedokteran dan astronomi. Ia dijuluki Sang Penafsir, Kemudian Al-khawarizmi dalam bidang Matematika, astronomi hingga Geografi, ia di Juluki Bapak Aljabar.

Dan masih banyak lagi Ilmuwan- Ilmuwan Islam yang Sangat berkontribusi Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan.

4 Rachman, Budhy Munawar. 2004. Islam

Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman.

Srigunting

Dari uraian yang cukup panjang itu kita dapat melihat dengan jelas betapa umat Islam masa lalu telah benar-benar menjalani mission sacree mereka sebagai umat penengah (wasath) dan saksi atas manusia serta saksi untuk Allah yang adil. Kita kemukakan itu semua bukan dengan maksud hanya mengagumi masa lalu dan melupakan masa sekarang. Tetapi berbagai kejelasan masa lampau itu kita perlukan untuk mendapatkan kejelasan tentang masa sekarang. Begitu pula, pengetahuan tentang keadaan dunia Islam secara menyeluruh, baik geografis maupun historis, akan membantu kita memahami masa sekarang dan di sini, kemudian bertindak. Kalau umat Islam sekarang mundur atau ketinggalan, maka hal itu tidak perlu menjadi alasan kesedihan yang berlarut-larut, sehingga menghabiskan energi kita. Mari kita simak firman Allah, Jika kamu ditimpa kemalangan, maka kaum yang lain pun ditimpa kemalangan seperti itu pula.

(11)

11 Dan begitulah hari Kami (Tuhan) buat

berputar di antara manusia, agar Allah mengetahui siapa mereka yang beriman, dan agar Dia mengangkat antara kamu para saksi. Allah tidak suka kepada orang-orang yang zalim.

Sementara itu, kaum Muslim harus yakin bahwa potensi tetap hidup pada umat dan agamanya untuk sekali lagi maju ke depan, memimpin umat manusia sesuai dengan design Tuhan.

untuk mengulangi perananya sebagai pembawa

manusia, sesuai dengan design Tuhan, untuk mengulangi peranannya sebagai pembawa kebaikan bagi seluruh alam.

Elemen-elemen dinamis dan kreatif yang dahulu menggerakkan orang- orang Arab Muslim masih tetap hidup dan bertahan, hanya menunggu saat yang baik untuk dimunculkan kembali secara kreatif.5

C. Makna Moderen Dan Tantangannya Terhadap Iman

Penyebutan tahap perkembangan sejarah manusia yang sedang berlangsung sekarang ini sebagai Zaman Modern bukannya tanpa masalah. Masalah itu timbul karena inti dan hakikat zaman sekarang bukanlah kebaruannya (modern‖ berarti baru), seolah-olah sesudah tahap ini tidak ada lagi tahap yang berarti berikutnya. Di samping itu, perkataan modern mengisyaratkan suatu penilaian tertentu yang cenderung positif (modern‖ berarti

5 Nasution, Prof. Dr Harun , Islam Rasional,

Mizan Media Utama, 1998, Bandung

maju dan baik), padahal, dari sudut hakikatnya, zaman modern itu sesungguhnya bersifat netral.

Meskipun penyebutan zaman sekarang sebagai Zaman Modern sebagai konvensi (yang salah kaprah) harus diterima saja, namun, ditilik dari hakikat intinya, zaman sekarang akan lebih tepat jika disebut sebagai Zaman Teknik (Technical Age), karena, pada munculnya zaman itu, adanya peran sentral teknikalisme serta bentuk- bentuk kemasyarakatan yang terkait dengan teknikalisme itu. Wujud keterkaitan antara segi teknologis diacu

(12)

12 sebagai dorongan besar pertama umat

manusia memasuki zaman sekarang ini, yaitu Revolusi Industri (teknologis) di Inggris dan Revolusi Perancis (sosial- politik) di Perancis.6

Setiap wajah cerah masyarakat modern menyembunyikan di balik dirinya wajah yang suram, yaitu kemiskinan yang menyayat hati. Ini lebih-lebih lagi benar berkenaan dengan tahap-tahap awal munculnya zaman Modern yang ditandai oleh naiknya kapitalisme, yaitu masa ia tampil utuh dan telanjang sebelum banyak diperlunak oleh ide-ide kemanusiaan dan keadilan sosial yang kemudian sedikit demi sedikit tertuang dalam berbagai ketentuan dan peraturan guna mengendalikan kebringasan kapitalisme itu. Tetapi justru kapitalisme itulah motor yang menggerakkan bangsa-bangsa Barat sehingga menjadi bangsa-bangsa modern. Dan kapitalisme itu, sebagaimana makna harfiahnya sendiri

6 Madjid, Prof. Dr. Nurcholish. Islam

kemodernan dan keindonesiaan, Mizan Media Utama, 2008, Bandung

telah menunjukkan, adalah kelanjutan materialisme, yakni pandangan hidup yang memberi tempat sangat tinggi kepada kenikmatan lahiriah. Oleh karena itu proses modernisasi, khususnya bagi negara-negara berkembang, selalu mengandung pengertian perjuangan mencapai taraf hidup yang lebih tinggi atau lebih makmur.7

Dalam suatu dunia yang sedang dikuasai oleh materialisme, pembicaraan tentang hal-hal spiritual bukanlah perkara mudah. Mungkin akan dinilai sebagai pembicaraan yang tidak relevan dengan kehidupan, atau, lebih celaka lagi, dipandang sebagai pembicaraan tentang kepalsuan. Tetapi jika kita memiliki cukup kesediaan untuk memahami dan mengakui keadaan sekeliling kita, maka pembicaraan tentang problema masyarakat modern dari segi kesulitan orang-orang modern (Barat) untuk menemukan makna hidup pribadi.

7 Gazalba, Drs. Sidi, Modernisasi dalam

persoalan, bagaimana sikap islam, P.T. Bulan Bintang, 1985, Jakarta

(13)

13 Barangkali saja kegagalan atau

kesulitan manusia menemukan makna hidup itu ialah karena mereka, sejauh ini dan di tempat yang mereka kenal, disuguhi dengan konsep-konsep ultimacy dalam bentuk paham Ketuhanan yang mereka rasa tidak cocok dengan sendi-sendi modernitas.

Dan jika modernitas adalah perkembangan alami manusia, maka ketidakcocokan itu bisa bermakna serius, yaitu tidak cocok dengan alam manusia sendiri. Karena tuntutan- tuntutan kepada paham Ketuhanan pun menjadi sangat negatif. Representasi Tuhan yang pasti kasar dan palsu itulah sumber politeisme. Sebab mendasari setiap tuntutan kepada konsep Ketuhanan yang bisa merepresentasi Tuhan adalah ketidaksabaran orang akan kenisbian diri dan kemampuannya, termasuk intelektual dan imajinasi. Dengan kata lain, tuntutan untuk merepresentasi Tuhan timbul hanya karena orang memahami Tuhan sebagai nisbi, tanpa disadari.

Berdasarkan itu, maka iman tidak akan hilang oleh modernitas Malah iman yang benar, yang bebas dan murni dari

setiap bentuk representasi, seperti dicerminkan dalam ikonoklastik anti gambar representasi obyek-obyek suci seperti Tuhan, malaikat, nabi, dan lain- lain dalam agama Yahudi dan Islam, akan lebih mendapat dukungan manusia modern. Sebab, dengan iman yang murni ia tetap memiliki pegangan hidup, dan sekaligus membebaskan diri dari belenggu takhayul dan superstisi.

Dan jika dalam Kitab Suci seruan iman kepada manusia selalu disertai dengan anjuran, dorongan, atau perintah menggunakan akal, maka sebenar-nya modernitas akan dapat menjadi penguji kebenaran seruan suci itu. Dan jika kita mampu mengungkapkan dengan nalar makna meluas dan mendalam simpul- simpul nilai keagamaan seperti îmân, islâm, ihsân, tawhîd, ikhlâsh, tawakkul (“tawakal”), inâbah, syukr, tasbîh, tahmîd, dan lain-lain, maka mungkin kita akan banyak menemukan jawaban alami (fithrî) untuk berbagai persoalan hidup kita, khususnya kehidupan

(14)

14 modern yang cenderung individualistis

dan atomistis (depersonalized) ini.8

KESIMPULAN

Dari Berbagai Uraian di atas dapat di simpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan adalah sarana untuk menemukan kebenaran Al-Qur’an dan kebenaran Tuhan itu sendiri. Sebagai bekal kepada manusia menjadi khalifah di muka bumi, oleh karena itu ilmu pengetahuan tidak dapat di pisahkan dari keilmuanya. Dengan ilmu dan iman yang dimilikinya, Allah akan mengangkat derajat manusia tidak hanya di dunia namun juga di akhirat kelak. Dengan pengembangan Ilmu pengetahuan dan Menerima Modernitas harus di upayakan dalam rangka

memperkuat keimanan kepada Allah.

Kemudian Pertentangan yang terjadi Antara Iman dan Ilmu pengetahuan di sebabkan oleh Hawa Nafsu manusia yang mendorong terjadinya konflik dengan sesamanya, Kesempitan berpikir dan pola pikir skeptis untuk memahami hakekat dari Iman itu sendiri yang akan membawa pada kehancuran dan keruntuhan Islam pada Masa Sekarang Padahal sebagaimana Makna ”Islam Rahmatan Lil’Alamin

yang kehadiranya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia dan alam semesta.

8 Wahid, Ahmad. 2004. Pergolakan pemikiran

Islam, LP3ES

Referensi

Dokumen terkait

Nhận thức được tầm quan trọng của công tác sưu tầm, khai thác tài liệu về Phố Hiến đặc biệt là đối với hoạt động địa chí của thư viện tỉnh Hưng Yên em chọn đề tài: “Công tác sưu tầm, tổ

Trong nghiên cứu của Weber về Islam giáo, có thể phát hiện ít nhất bốn luận điểm quan trọng: Thứ nhất, sự khác nhau trong quan điểm về mối liên hệ giữa niềm tin tôn giáo và chủ nghĩa tư

Công ty đăng ký có trách nhiệm cung cấp đầy đủ các thông tin liên quan đến khả năng gây quái thai của thuốc và thông tin về cảnh báo, thận trọng đặc biệt khi sử dụng thuốc trong tờ

Chính vì vị trí có tầm quan trọng đặc biệt như vậy của triết học Hy Lạp cổ đại, nên trong bài viết này, chúng tôi phân tích vai trò và ý nghĩa của triết học đó đối với sự hình thành

Mục tiêu của bài viết này là làm sáng tỏ sự khác biệt trong tính cách văn hóa giữa hai miền đối với cặp trọng gia tộc và trọng cộng đồng làng xã trong lĩnh vực văn hóa tổ chức hai miền

BĐT như một phương tiện chính yếu để công chúng biết đến hình ảnh đặc trưng của mỗi vùng miền [5], BĐT đóng vai trò quan trọng trong cung cấp thông tin cập nhật, đa dạng, chính xác, có

dyeri, đánh giá đa dạng di truyền và mức độ thụ phấn chéo ở rừng nhiệt đới Tân Phú trên cơ sở phân tích 8 cặp mồi microsatellite từ cây trội và cây con của chúng có ý nghĩa quan trọng

(Bài viết này thảo luận về lịch sử và văn hóa của người Malay, bao gồm cả phong tục, truyền thống và niềm tin của