Laporan Bulanan Perekonomian Indonesia
Direktorat Jasa Keuangan dan Analisis Moneter - Bappenas Hal 1
Grafik 2. Perkembangan Harga Komoditas Dunia Sumber: Bloomberg
Grafik 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia Sumber: Tradingeconomics
Sumber: Tradingeconomics
STABILITAS MONETER DAN SEKTOR KEUANGAN
Brigitta Ratih Esthi Aryanti Intan Natasha Putri Octal Pramudito
• Bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Jepang pada tanggal 11 Maret 2011 berdampak terhadap stabilitas perekonomian dunia. Di pasar keuangan, dalam jangka pendek bencana tersebut menyebabkan melemahnya pasar saham global karena kekhawatiran investor akan dampak bencana tersebut terhadap perekonomian Jepang, yang merupakan perekonomian terbesar ketiga di dunia. Sentimen negatif di pasar saham global juga dipengaruhi oleh kekhawatiran akan terjadinya radiasi nuklir akibat kerusakan reaktor nuklir pascabencana. Dalam jangka menengah, mengalirnya arus modal untuk pembiayaan rekonstruksi dan asuransi ke Jepang diperkirakan akan kembali membuat pasar keuangan global melemah untuk sementara, termasuk di Indonesia.
• Pasar komoditas dunia juga diperkirakan akan terkena dampak dari bencana gempa dan tsunami Jepang.
Menurunnya pasokan nuklir di Jepang, yang menyediakan sekitar 30 persen dari pasokan energi domestik, akan menyebabkan bergesernya permintaan ke sumber energi lain, seperti gas alam, batu bara, dan minyak. Meningkatnya permintaan energi alternatif tersebut akan mendorong kenaikan harga komoditas energi, seperti batu bara, gas, dan minyak. Meskipun sampai dengan akhir Maret 2011 harga komoditas dunia belum menunjukkan kenaikan yang signifikan, kecuali minyak mentah, namun diperkirakan akan terjadi kenaikan harga komoditas dunia dalam jangka menengah, khususnya bijih besi, nikel, kayu lapis, dan tembaga seiring dengan rekonstruksi yang dilakukan di Jepang. Hal ini dapat meningkatkan peluang ekspor Indonesia ke Jepang.
• Pada awalnya setelah adanya gempa dan tsunami yang melanda Jepang, diperkirakan harga minyak dunia mengalami penurunan. Hal tersebut diperkirakan akibat menurunnya demand Jepang untuk minyak dunia akibat goncangan bencana yang cukup dahsyat yang berimbas pada perekonomian Jepang. Tetapi prediksi tersebut tidak terbukti. Harga minyak dunia terus mengalami kenaikan sejak krisis politik di Libya bergulir. Harga minyak dunia secara rata-rata pada bulan Maret mencapai 114,83 USD/barel. Bahkan diperkirakan harga minyak akan terus merambat jika krisis menyebar di negara Timur Tengah lainnya seperti di Yaman.
• Prediksi lainnya menyebutkan bahwa kenaikan harga minyak dunia akan semakin parah ketika rekonstruksi perekonomian Jepang dimulai setelah bencana gempa dan tsunami yang melanda. Rekonstruksi dan rehabilitasi bencana di Jepang membutuhkan banyak energi, sementara pasokan dari energi nuklir mengalami hambatan, sehingga akan menaikkan demand dari minyak dunia. Kenaikan demand tersebut pada akhirnya akan menaikkan harga dari minyak dunia.
Dampak Tsunami Jepang
Maret 2011
Harga Minyak Dunia
Grafik 1. Perkembangan Pasar Modal Dunia
114,83
40 60 80 100 120 140 160
Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar
2008 2009 2010 2011
Brent Crude Oil Price
Oil Price, monthly …
Laporan Bulanan Perekonomian Indonesia
Direktorat Jasa Keuangan dan Analisis Moneter - Bappenas Hal 2
Perkembangan Inflasi
• Pada bulan Maret 2011 terjadi deflasi sebesar 0,32 persen (month to month) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 126,05 seiring dengan penurunan harga-harga bahan pangan, terutama beras, yang mulai memasuki panen raya. Laju inflasi tahun kalender (Januari– Maret) 2011 sebesar 0,70 persen dan laju inflasi year on year (Maret 2011 terhadap Maret 2010) sebesar 6,65 persen. (Grafik. 4)
• Komponen inti pada bulan Maret 2011 mengalami inflasi sebesar 0,25 persen, laju inflasi komponen inti tahun kalender (Januari–
Maret) 2011 sebesar 1,06 persen dan laju inflasi komponen inti year on year (Maret 2011 terhadap Maret 2010) sebesar 4,45 persen.
Untuk volatile food mulai mengalami penurunan. Sejak Mei 2010 sampai dengan maret 2011, inflasi volatile food sempat melonjak, hal tersebut disebabkan oleh cuaca ekstrim yang berpengaruh terhadap supply dan distribusi bahan makanan. Inflasi komponen volatile food tercatat sebesar 15,17 persen (yoy) pada bulan Maret 2011.
Sedangkan laju inflasi komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices) tercatat sebesar 5,48 persen (yoy). (Grafik. 5)
• Dari 66 kota IHK, 52 kota mengalami deflasi dan 14 kota mengalami inflasi pada bulan Maret 2011. Beberapa kota seperti Sibolga, Palu dan Bandar Lampung memiliki laju inflasi (yoy) yang cukup tinggi. Secara month to month, harga di kota-kota tersebut sudah mengalami deflasi, hal ini terlihat di Lampung dan Sibolga. Untuk Kota Palu masih mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu 0,67 persen (mtm). Inflasi di Palu terjadi utamanya karena adanya kenaikan indeks pada Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau; dan kelompok Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar.
• Secara tahunan (yoy) sebanyak 32 kota mengalami inflasi diatas rata-rata nasional.
Kota yang mengalami inflasi tahunan tertinggi adalah kota Sibolga dengan tingkat inflasi sebesar 11,37 persen (yoy). Kota tertinggi kedua adalah kota Bandar Lampung yaitu sebesar 10,99 persen (yoy). Kota yang mengalami inflasi terendah adalah kota Palopo dengan tingkat inflasi sebesar 3,96 persen (yoy). Kota-kota dengan inflasi diatas nasional mayoritas berada di pulau Sumatra dan Kalimantan.
Grafik 4. Pergerakan Laju Inflasi
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 5. Perkembangan Inflasi Inti, Administered & Volatile
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6. Inflasi 66 Kota Periode Maret 2011 (YoY)
Sumber: Badan Pusat Statistik
1,05
0,97 1,57 9,17
2,41
5,35
6,65
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-0,5 0 0,5 1 1,5 2
Jan'09 Feb'09 Mar'09 Apr'09 Mei'09 Jun'09 Jul'09 Ags'09 Sep'09 Okt'09 Nov'09 Des'09 Jan'10 Feb'10 Mar'10 Apr'10 Mei'10 Jun'10 Jul'10 Agust'10 Sept'10 Okt'10 Nov'10 Des'10 Jan'11 Feb'11 Mar'11
Month-to-month Year-on-Year
Pergerakan Laju Inflasi
Inflasi mtm -persen Inflasi yoy -persen
Jan'09Feb'09Mar'09Apr'09Mei'09Jun'09Jul'09Ags'09Sep'09Okt'09Nov'09Des'09Jan'10Feb'10Mar'10Apr'10Mei'10Jun'10Jul'10Agust'10Sept'10Okt'10Nov'10Des'10Jan'11Feb'11Mar'11 Inti 7,39 7,42 7,15 7,14 6,64 5,56 4,91 4,84 4,86 4,52 4,29 4,28 4,43 3,88 3,56 3,70 3,81 3,97 4,15 4,24 4,02 4,19 4,31 4,28 4,18 4,36 4,45 Bergejolak 14,2 12,9 10,5 8,04 5,84 4,32 3,53 4,09 4,98 4,7 4,71 3,95 5,17 5,19 4,41 6,39 7,29 11,5 16,1 15,0 12,4 10,9 13,7 17,7 18,2 16,5 15,1 Diatur pemerintah 10,5 8,7 8,27 7,29 4,33 -3,2 -5,0 -5,0 -5,7 -6,0 -5,9 -3,2 -0,1 2,26 2,31 2,39 2,50 2,60 3,74 5,71 5,60 5,79 5,92 4,28 5,21 5,34 5,48 UMUM (headline) 9,17 8,6 7,92 7,31 6,04 3,65 2,71 2,75 2,83 2,57 2,41 2,78 3,72 3,81 3,43 3,91 4,16 5,05 6,22 6,44 5,8 5,35 6,33 6,96 7,02 6,84 6,65
-10 -5 0 5 10 15 20
Axis Title
Inflasi Inti, Administered, Volatile
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00
Banda Aceh
LhokseumaweSibolgaPematang Str Medan
Padang Sdmp Padang
Pekanbaru Dumai Jambi
Palembang Bengkulu
Bandar Lampg Pgkl Pinang Batam
Tanjung Pinang Jakarta Bogor Sukabumi Bandung Cirebon Bekasi Depok Tasikmalaya Purwokerto Surakarta Semarang Tegal Yogyakarta Jember Sumenep Kediri Malang Probolinggo Madiun Surabaya Serang Tangerang Cilegon Denpasar Mataram Bima Maumere Kupang Pontianak Singkawang
Sampit Palangkaraya Banjarmasin
Balikpapan Samarinda Tarakan Manado
Palu Watampone
Makassar Parepare
Palopo Kendari
Gorontalo Mamuju
Ambon
TernateManokwari Sorong Jayapura
Inflasi 66 Kota Maret 2011
Mar-11 Nasional
Laporan Bulanan Perekonomian Indonesia
Direktorat Jasa Keuangan dan Analisis Moneter - Bappenas Hal 3
Disparitas LDR Daerah
• Selama 7 tahun terakhir, fungsi intermediasi perbankan di daerah secara umum cenderung membaik. Hal ini terlihat dari loan to deposit ratio (LDR) pada tahun 2011 yang mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2004 di hampir seluruh propinsi (kecuali Banten, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat). Meskipun demikian, saat ini masih terdapat beberapa daerah yang memiliki nilai LDR yang cukup jauh di bawah LDR nasional, yang sebagian besar dialami oleh propinsi-propinsi di Jawa dan Indonesia Timur. Hal ini antara lain disebabkan oleh kurang berkembangnya kegiatan ekonomi akibat belum memadainya dukungan infrastruktur dan belum berkembangnya kewirausahaan di daerah tersebut. Di lain pihak, sebagian besar propinsi di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi memiliki nilai LDR jauh diatas nilai LDR nasional.
• Konsentrasi kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) masih terjadi di wilayah Jawa, namun perbankan melakukan penetrasi kredit yang cukup signifikan di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Akan tetapi, jika penetrasi kredit tersebut tidak diimbangi dengan pertumbuhan dana, maka akan membuat biaya kredit mahal. Meskipun tren kredit di luar Jawa meningkat signifikan, seperti kredit di Kalimantan yang tumbuh sebesar 26,6%, Maluku 30,7% dan Papua 26,5%, namun aktivitas perbankan nasional masih terpusat di wilayah Jawa-Bali, yang menguasai hampir 73,3% dari total kredit nasional dan 77,4% dari total DPK nasional pada periode Januari 2011.
• Peran perbankan di wilayah Indonesia Timur dapat dikatakan belum signifikan, yang tercermin dari rendahnya LDR serta rendahnya pangsa kredit dan DPK secara nasional. Sebagai contoh pada periode Januari 2011, wilayah Papua memiliki nilai LDR yang hanya mencapai 38,4% dengan pangsa kredit dan DPK masing-masing sebesar 0,44% dan 0,89% secara nasional. Salah satu penyebab dari kondisi ini adalah rendahnya keterampilan kewirausahaan dari sumber daya setempat. Perlu dicermati adanya potensi konflik sosial yang dapat dipicu oleh kecemburuan sosial penduduk asil terhadap para pendatang yang umumnya berhasil dalam berusaha.
Grafik 7. LDR Nasional & Propinsi Tahun 2011
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Aceh Sumut
Sumbar Riau
Kepri Jambi
Sumsel Babel
Bengkulu Lampung Banten Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTT NTB
Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulbar Sulteng Sulses
Sultra Gorontalo
Malut Maluku
Papua Papua Barat
LDR 2011: Nasional vs Propinsi (%)
LDR Daerah LDR Nasional Catatan: Data per Januari 2011
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 8. LDR Nasional & Propinsi Tahun 2004
Kebijakan Baru Perbankan: Kebijakan GWM LDR
Terkait dengan LDR perbankan, Bank Indonesia telah menerapkan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) LDR sejak 1 Maret 2011 berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 12/19/PBI/2010. Peraturan ini mendorong perbankan agar memenuhi target LDR sebesar 78-100%. Perbankan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut akan dikenakan disinsentif berupa GWM sebesar 0,1% dari kekurangan LDR di bawah 78% dan 0,2% dari kelebihan LDR di atas 100%. Akan tetapi meskipun LDR melebihi 100%, bank tidak akan terkena sanksi jika memiliki rasio kecukupan modal minimal 14%. Bersamaan dengan penerapan ketentuan ini, BI juga memberlakukan kenaikan GWM valas dari 1% menjadi 5%. Ketentuan ini bertujuan untuk mendorong fungsi intemediasi perbankan melalui penyaluran kredit sekaligus menstimulasi penguatan modal.
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Aceh Sumut
Sumbar Riau
Jambi Sumsel
Babel Bengkulu
Lampung Banten Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Bali NTT NTB
Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulbar Sulteng Sulses
Sultra Gorontalo
Malut MalukuPapua
LDR 2004: Nasional vs Propinsi (%)
LDR Daerah LDR Nasional Sumber: Bank Indonesia