• Tidak ada hasil yang ditemukan

STATUS HUKUM WARIS HASIL PERKAWINAN DI LUAR NIKAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "STATUS HUKUM WARIS HASIL PERKAWINAN DI LUAR NIKAH"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS HUKUM WARIS HASIL PERKAWINAN DI LUAR NIKAH

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Hukum

Program Kekhususan Hukum Perdata

Diajukan oleh : Taranggana Dewantajati

NIM. 30301700327

PROGRAM STUDI (S.1) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA) SEMARANG

2023

(2)

ii STATUS HUKUM WARIS HASIL PERKAWINAN DI LUAR NIKAH

Diajukan oleh : Taranggana Dewantajati

NIM. 30301700327

Telah Disetujui:

Pada Tanggal 7 Maret 2023 Dosen Pembimbing:

Dr. Lathifah Hanim, S.H., M.Hum., M.Kn NIDN. 0621027401

(3)

iii Pengesahan Skripsi

STATUS HUKUM WARIS HASIL PERKAWINAN DI LUAR NIKAH

Dipersiapkan dan disusun oleh Tarangga Dewantajati

NIM. 30301700327

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal 14 Agustus 2023

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat dan lulus

Tim Penguji Ketua,

Prof. Dr. Hj. Anis Mashdurohatun, S.H., M. Hum.

NIDN.0621057002

Anggota Anggota

Dr.Hj. Siti Ummu Abdillah, S.H., M.Hum. Dr.Lathifah Hanim, S.H., M.Hum., M.Kn.

NIDN.0605046702 NIDN. 0621027401

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukun UNNISULA

Dr.Bambang Tri Bawono, S.H., M.H.

NIDN.0607077601

(4)

iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN MOTO:

QS. Al Maidah: 8;

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi yang adil, dan janganlah sekali- kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.

Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk orang-orang terkasih yang selalu memberikan motivasi, kasih sayang, dan doa yang begitu tulus kepadaku.

1. Orang tuaku tercinta: H. Mujiyono, S.Pd. dan Hj. Murti Widiastuti yang telah bekerja keras mengasuh, mendidik dan membesarkanku dengan senantiasa berdoa yang terbaik untuk masa depanku.

2. Kakakku terkasih: Nirwanadewi Pusparukmi, S.H., M. Kn. yang telah membimbing dan mengarahkan perjalanan hidupku.

(5)

v PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Taranggana Dewantajati

NIM : 30301700327

Prograam Studi : S-1 Ilmu Hukum

Fakultas : Hukum

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul STATUS HUKUM WARIS HASIL PERKAWINAN DI LUAR NIKAH Studi Kasus Perkara No.

062/Pdt.G/2021/P.Jr.

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bebas dari peniruan hasil karya orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain ditunjuk sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiyah yang berlaku.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan dalam skripssi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut

Semarang, 24 Januari 2023 Penulis

Materai 10.000

Taranggana Dewantajati NIM. 30301700327

(6)

vi PERNYATAAN PERSETUJUAN UNGGAH KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Taranggana Dewantajati

NIM : 30301700327

Prograam Studi : S-1 Ilmu Hukum

Fakultas : Hukum

Dengan ini menyerahkan karya ilmiah berupa Skripsi dengan judul:

STATUS HUKUM WARIS HASIL PERKAWINAN DI LUAR NIKAH Studi Kasus Perkara No. 062/Pdt.G/2021/P.Jr.

dan menyetujunya menjadi hak milik Universitas Islam Sultan Agung serta memberikan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif untuk disimpan, dialehmediakan, dikelolaa dalam pangkalan data, dan dipublikasinya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis selama tetap mencantumkan nama penulis sebagai pemilik Hak Cipta.

Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh. Apabila dikemudian hari terbukti ada pelanggaran Hak Cipta/Plagiarisme dalam karya ilmiah ini, maka segala bentuk tuntutan hukum yang timbul akan saya tanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Universitas Islam Sultan Agung.

Semarang, 24 Januari 2023 Yang Menyatakan

Taranggana Dewantajati NIM. 30301700327

(7)

vii KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Al-hamdulillahirrobbil‘alamin atas berkat hidayah Allah SWT, Tuhan seluruh alam semesta dan seiring doa sholawat serta salam kami sampaikan kepada Nabi Muhammad S.A.W. sebab Beliau adalah kekasih Allah, pemimpin terbaik, pejuang sejati sekaligus sosok panutan umat manusia paling ideal sampai akhir zaman.

Doa dan kesadaran tersebut kami sampaikan, seiring dengan selesainya penulisan Skripsi berjudul Status Hukum Hasil Perkawinan di Luar Nikah Studi Kasus Perkara No. 062/Pdt.G/2021/PA.Jr. Penulisan ini digunakan untuk memenuhi tanggung jawab menyelesaikan tugas akhir studi dan sekaligus persyaratan memperoleh gelar sarjana di UNISSULA Semarang. Bagaimanapun penulis menyadari bahwa manusia hanya diberi hak oleh Allah SWT untuk berusaha, Dengan usaha itu, menjadi bukti kesungguhan komitmen seseorang untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan. Namun, usaha tersebut membuahkan hasil atau tidak adalah hak Allah SWT sebagai penentunya.

Sejak proses sampai pada selesainya penulisan Skripsi ini, kami menyadari banyak pihak terlibat di dalamnya. Untuk itu kami menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Gunarto, SH., M.Hum, selaku Rektor UNISSULA Semarang.

2. Bapak Dr. Bambang Tri Bawono, SH., MH., selaku Dekan Fakultas Hukum UNISSULA Semarang.

3. Bapak Dr. Achmad Arifulloh, S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum UNISSULA Semarang.

4. Ibu Dr. Lathifah Hanim, SH., M.Hum., M.Kn. selaku pembimbing dalam penulisan Skripsi ini, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran di sela- sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan mulai dari awal sampai terselesaikannya penyusunan Skripsi ini.

(8)

viii 5. Bapak Winanto, SH., M.H. Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNISSULA Semarang yang telah memberikan bekal pengetahuan sehingga penulis dapat menyusun Skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNISSULA Semarang yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis.

7. Dr. H. M. Ja’far Shodiq, M. Si, Ak. CA, Kepala Perpustakaan Fakultas Hukum UNISSULA Semarang atas keramahan dan pelayanannya selama ini diberikan kepada penulis sehingga penulis merasa nyaman dan mudah untuk mengakses informasi, terutama berkenaan dengan buku-buku referensi yang dibutuhkan.

8. Bapak Mustofa S.H., M.Kn., M.H., selaku Notaris yang telah memberikan ijin dan pemberian data yang dibutuhkan selama penulis mengadakan penelitian Skripsi ini 9. Drs. H. Amar Hujantoro, M.H. Kepala Kantor Pengadilan Agama Kabupaten

Kendal dan Ibu Ratna Mustikaningsih, SE., MM Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kendal yang telah membantu penulis dalam penelitian Skripsi ini.

10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum UNISSULA Semarang senasib seperjuangan.

Semoga amal dan jasa baik semua pihak mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, amin. Dengan terselesaikannya karya tulis ini, kami berharap bisa memberikan manfaat secara umum kepada para pembaca dan khususnya bagi penulis.

Penulis tetap menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis berharap kepada semua pihak agar memberikan kritik dan saran guna perbaikan sehingga tercapai nilai kemanfaatan yang lebih berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Pendidikan.

Semarang, 24 Januari 2023 Penulis

Taranggana Dewantajati NIM. 30301700327

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan Pembimbing... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Motto dan Persembahan ... iv

Pernyataan Keaslian Skripsi……… v

Surat Pernyataan Persetujuan Publikasi……….. vi

Kata Pengantar... vii

Daftar Isi ... ix

Abstrak ... xii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Kegunaan Penelitian ... 12

E. Metode Penelitian ... 13

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA………. 19

A. Tinjauan tentang Status Hukum Waris Hasil Perkawinan di Luar Nikah, ... 19

1. Tinjauan tentang Hukum Perkawinan di Indonesia ... 19

2. Tinjauan tentang Hukum Waris ... 26

3. Tinjauan tentang Anak Hasil Perkawinan di Luar Nikah ... 29

(10)

x B. Tinjauan tentang Kajian Hukum Islam tentang Status Hukum Waris Hasil

Perkawinan di Luar Nikah ... 31

1. Tinjauan tentang Hukum Waris dalam Islam ... 32

2. Tinjauan tentang Status Hukum Waris Hasil Perkawinan di Luar nika dalam Islam ... 44

C. Tinjauan tentang Administrasi Notaris ... 51

1. Tinjauan tentang Peran dan Jabatan Notaris ... 52

2. Tinjauan tentang Administrasi Notaris ... 54

D. Tinjauan tentang Status Hukum Waris Anak di Luar Nikah dalam Administrasi Notaris ... 55

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Status Hukum Waris Hasil Perkawinan di Luar Nikah dalam Administrasi Notaris ... 58

B. Administrasi Notaris dalam Memberikan Bantuan Pelayanan Hukum Waris terhadap Anak Hasil Perkawinan di Luar Nikah. ... 69

1. Administrasi Notaris dalam Proses Pengakuan Anak Hasil Perkawinan di Luar Nikah ... 71

2. Administrasi Notaris dalam Membuat Akta Waris Hasil Perkawinan di Luar Nikah ... 74

3. Administrasi Notaris dalam Menentukan Bagian Warisan Anak Hasil Perkawinan di Luar Nikah ... 77

BAB IV: PENUTUP...81

A. Simpulan………..81

(11)

xi B. Saran-saran………...82 DAFTAR PUSTAKA……….…..83 LAMPIRAN……….…88 DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN……….

(12)

xii ABSTRAK

Status hukum waris anak hasil perkawinan di luar nikah dalam administrasi notaris sebagai isu sentral penelitian ini bertumpu pada asas kepastian hukum terkait dengan kompetensi notaris selaku pejabat negara dalam memberikan kepastian hukum waris terhadap anak hasil perkawinan di luar nikah dan asas tanggung jawab terkait dengan kepiawaian notaris selaku pejabat negara dalam memberikan bantuan pelayanan hukum waris bagi anak hasil berkawinan di luar nikah di Masyarakat.

Adapun tujuan penelitian ini adalah Mengetahui status hukum waris hasil perkawinan di luar nikah dalam administrasi notaris.dan Mengetahui administrasi notaris terkait bantuan pelayanan hukum waris terhadap anak hasil perkawinan di luar nikah.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data menggunakan metode observasi langsung, wawancara, dan dokumentasi tentang kondisi alami Status Hukum Hasil Perkawinan di Luar Nikah dalam Administrasi Notaris, Analisis data menggunakan analisis deskriptif meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). Status hukum waris anak hasil perkawinan di luar nikah dalam administrasi notaris. Peran dan tanggung jawab notaris dalam mencari, menelusuri dan menguak kejelasan status hukum waris anak hasil perkawinan di luar nikah secara administratif disesuaikan dengan tahapan dalam proses mencari kejelaaan status hukum waris anak hasil perkawinan di luar nikah yang diakui yaitu dimulai dari peran notaris dalam mengawal pengakuan anak oleh ayah biologisnya, notaris juga mengawal penjelasan asal usul perkawinannya pada Pengadilan Agama sebagai persaratan menerbitkan Akta Kelahiran, notaris juga mengawal penerbitan Akta Kelahiran dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sehingga mencantumkan nama ayah biologisnya pada Akta kelahiran tersebut yang secara hukum legal formal kenegaraan telah diakui sebagai anak yang sah dan mempunyai hubungan hukum perdata antara ayah dan anak. Status hukum waris anak hasil perkawinan di luar nikah harus dilegalkan oleh notaris dengan bukti Akta Otentik berupa pembuatan akta waris dan kejelasan bagian warisnya; dan 2) Administrasi notaris terkait bantuan pelayanan hukum waris terhadap anak hasil perkawinan di luar nikah. Administrasi notaris dalam memberikan bantuan hukum waris terhadap hasil perkawinan di luar nikah sebagai berikut: Pertama, notaris dalam menjalankan peran terhadap kepastian bagian warisan untuk anak hasil perkawinan di luar nikah dimulai dari membuat dan mengesahkan akta pengakuan anak di luar perkawinan. Kedua, telah menelusuri asal usul pernikahannya di pengadilan agama. Ketiga, telah memperoleh Surat Akte Kelahiran yang mencantumkan nama ayah biologisnya dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, yang menjadi dasar bagi notaris menerbitkan Akta Otentik yang dimulai dari Akta Pemisahan dan Pembagian Harta Peninggalan, diperlukan akta-akta yang mendahuluinya, Akta Pemisahan dan Pembagian Harta Peninggalan.

Kata Kunci: Status Hukum, Waris, anak di Luar Nikah.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan merupakan proses yang kedua setelah penciptaan manusia yang menjadi proses pertama.1 Setelah melalui kedua proses tersebut akan terjadi proses yang ketiga yaitu lahirnya keturunan yang terus bertambah dan berkembang biak laki-laki dan perempuan. Melalui kolaborasi yang dilakukan oleh keduanya dalam bentuk pernikahan sudah pasti pernikahan itu bukan bersifat tentatif dan temporal melainkan untuk kontinuitas mengingat tujuannya memperoleh anak keturunan sebab dari proses inilah mulai terbentuk komunitas dari lingkup keluarga hingga menjadi sebuah umat manusia.

Keberadaan anak dalam sebuah pernikahan merupakan sesuatu yang sangat berarti. Orang tua menempatkan anak sebagai karunia dan amanat dari Allah SWT., karenanya kedudukan anak bagi orang tua ibarat mutiara yang tidak ternilai harganya, anak merupakan buah hati, penerus keturunan, dan cita- cita ideal orang tua. Kedudukan anak dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.2 Dari sisi agama, kedudukan anak menjadi sangat mulia karena

1 Konsep ini dijelaskan al-Quran dalam surat al-Nisa ayat 1 (Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak…). Soenarjo, 2003, Al-Quran dan Terjemahnya, Depag RI, Jakarta, hal.

437 dan 588.

2 Pada Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 dinyatakan, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Lihat Undang-Undang Dasar 1945, Pustaka Setia, Semarang, hal. 7.

(14)

2 spektrum perannya meliputi orientasi dunia dan akhirat, yakni menjadi sumber kebahagiaan hakiki karena mampu menjadi pelestari pahala setelah orang tua meninggal dunia.3 Berkaitan dengan hak-hak anak, orang tua harus menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak secara wajar serta memberikan perlindungan kepada anak secara sempurna terhadap harkat, martabat dan hak- hak anak dengan segala akibat hukumnya.4

Harkat, martabat dan hak-hak anak pada umumnya dapat terjaga dengan baik pada keluarga yang terbentuk melalui ikatan pernikahan yang sah, yakni pernikahan yang dilakukan atas dasar kerelaan, sesuai dengan syariat agama, dan tercatat secara hukum sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun bagi anak yang dilahirkan dari perkawinan tidak yang sah, pemenuhan terhadap harkat, martabat dan hak-hak anak menunai banyak problem yang tidak mudah, mulai dari problem psikologis, sosial kemasyarakatan, problem agama, dan terlebih problem hukum keperdataan yang menyangkut status dan identitas anak serta hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan warisan.

Hal ini tentunya menjadi permasalahan tersendiri menyangkut status anak yang lahir di luar perkawinan yang resmi yang semestinya tidak harus terjadi.

Seiring dengan berkembangnya masyarakat, permasalahan yang terjadi dalam perkawinan semakin kompleks. Maraknya wacana nikah sirri, nikah mut`ah (kawin kontrak), nikah mis-yar, nikah tahlil, nikah dengan niat talak, nikah adat, dan jenis perkawinan di bawah tangan lainnya dapat berpotensi

3 Ketentuan ini tersirat dalam al-Quran surat at-Tahrim ayat 6 (Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…). Soenarjo, dkk, Op.cit., hal. 977.

4 Hak-hak anak secara rinci termuat pada Pasal 5 sampai Pasal 18 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014. Lihat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Beserta Penjelasannya, Citra Umbara, Bandung, hal. 4.

(15)

3 problematik dalam kehidupan bermasyarakat. Fenomena pernikahan ini tentunya akan berimplikasi terhadap status anak yang dilahirkan dari pernikahan problematik tersebut.5

Mencermati perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang status hukum anak yang lahir di luar dari pernikahan yang sah menurut hukum positif di Indonesia hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, dan tidak mempunyai hubungan keperdataan dengan pihak ayah biologisnya. Aturan ini oleh kalangan ahli dianggap kurang representatif terhadap kedudukan hukum anak di luar nikah dan tidak sejalan dengan kaidah Undang-Undang Dasar 1945.

Selanjutnya aturan tersebut diubah oleh Mahkamah Kontitusi pada bulan Februari tahun 2012 dengan membuat putusan baru bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayah biologisnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan tekologi dan atau bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarganya ayahnya.

Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut merupakan awal pencerahan dalam konstalasi hukum perdata di Indonesia, demikian Kepala Mahkamah Konstitusi Hamdan Zulfa memberikan pengantar pasca keluarnya putusan tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa putusan ini merupakan hasil

5 Erfaniah Zuhriah, dkk., 2018, Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Kedudukan Anak di Luar Nikah Terhadap Pembuatan Akta Kelahiran dan Akta Waris (Studi di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri serta Notaris se-Malang Raya), Hasil Penelitian, UIN Maliki Malang, hlm. 1.

(16)

4 ijtihad yang panjang dengan berkolaborasi para pakar yang berwenang di bidangnya dan semestinya dijadikan sebagai pelajaran bagi para pengambil keputusan, agar tidak gegabah, apalagi berlaku arogan, di dalam memutuskan suatu keputusan hukum perlindungan anak demi untuk kepentingan seluruh bangsa yang demikian beragamnya.6

Komentar yang sama disampaikan KPAI Aris Merdeka Sirait, yang menyambut baik Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sehingga menjadi dasar hukum bagi pejabat hukum dalam memutuskan sengketa anak. Lebih lanjut Sirait menjelaskan;

“Revisi pada Undang-Undang Perkawinan oleh Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi landasan hukum yang sah di dalam proses memajukan upaya advokasi bagi anak-anak di negara Indonesia yang lahir di luar pernikahan yang sah untuk memperoleh hak keperdataannya. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memberikan hak keperdataan yang selama ini tidak diakui negara. Akta kelahirannya selama ini tidak mencantumkan nama ayah berimplikasi tidak mendapatkan hak waris dan tidak bisa mencantumkan siapa bapaknya. Di dalam konvensi PBB pengakuan keperdataan dalam bentuk identitas nama dan kewarganegaraan itu harus diberikan oleh negara, tidak harus bergantung pada sah tidaknya perkawinan. Namun juga sama halnya dengan hak konstitusi, hak keperdataan adalah hak yang sangat mendasar dan konstitusional Mahkamah Konstitusi”.7

Berdasarkan komentar para ahli hukum tersebut apabila dikaitkan dengan fenomena kehidupan anak luar nikah di masyarakat seringkali anak yang dilahirkan tanpa memiliki kejelasan status ayah mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan stigma di tengah-tengah masyarakat. Keluarnya Putusan

6 Gagasan ini secara implisit disampaikan Hamdan Zulva (Ketua Mahkamah Konstitusi) dalam Seminar Internasional bertajuk “Sumbangan Pemikiran Hukum Islam pada Konstalasi Hukum Nasional” pada hari Kamis, 28 Nopember 2013 di Auditorium Kampus I IAIN Walisongo Semarang.

7 Muhammad Shidiq dan Akhmad Khisni, Peran Notaris dalam Pembagian Warisan Kepada Anak Hasil Luar Kawin ditinjau dari Hukum Harta Kekayaan dan Pewarisan serta Hukum Waris Barat, Jurnal Akta, Universitas Sultan Agung Semarang, Volume 4 Nomor 2 Juni 2017, hal. 2.

(17)

5 Mahkamah Konstitusi tersebut diharapkan menjadi dasar bagi penegak hukum untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status anak yang dilahirkan dan hak-hak yang melekat padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinannya masih dipersengketakan.8

Penelitian ini penting dilakukan mengingat setelah status anak hasil perkawinan di luar nikah memperoleh penetapan pengakuan yang diberikan oleh pejabat hukum berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dapat diprediksikan pada tataran implementasinya di lapangan akan muncul masalah pembagian warisan yang memicu protes dari anak hasil perkawinan yang sah.

Menilik fenomena problematik yang seringkali muncul dalam kehidupan bermasyarakat ini, peran pengadilan dan notaris sebagai pejabat hukum yang berwenang melakukan pembuatan akta pengakuan anak dan pembagian warisan menjadi penting agar tidak memicu problem terkait status hukum waris dan implementasinya dalam kehidupan keluarga yang bersangkutan.

Status hukum waris anak hasil perkawinan di luar nikah dalam administrasi notaris sebagai isu sentral penelitian ini bertumpu pada asas kepastian hukum terkait dengan kompetensi notaris selaku pejabat negara dalam memberikan kepastian hukum waris terhadap anak hasil perkawinan di luar nikah dan asas tanggung jawab terkait dengan kepiawaian notaris selaku pejabat negara dalam memberikan bantuan pelayanan hukum waris bagi anak hasil berkawinan di luar nikah di masyarakat.

8 Jimly School, Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Status Anak Luar Kawin, http://www.jimlyschool.com/read/analisis/256/putusan-mahkamah-konstitusi-tentang-status-anak- luar-kawin/, diakses tepat di hari Raya Idhul Adha 11 Juli 2022, jam 13.10 WIB.

(18)

6 Salah satu contoh penanganan kasus tersebut berdasarkan studi awal peneliti di Kantor Notaris Mustofa S.H., M.Kn., M.H., di Jalan Tentara Pelajar Desa Kebonharjo Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal dengan Kasus Perkara No. 062/Pdt.G/2021/PA. Jr. atas nama pemohon Dewi Sukesih (32 tahun). Dalam kasus ini pemohon selaku anak yang lahir dari pernikahan sirri Sugiharto dengan Lukluk Maknun, untuk ditetapkan sebagai ahli waris dari ayah biologisnya (Sugiharto). Dalam perkara kasus ini pemohon harus gigit jari karena pihak notaris dalam memutuskan perkara ini tetap berpegang Akta Kelahiran Anak, jadi anak tidak mewaris dari bapak biologisnya, tetapi mewaris dari hanya ke bapak yuridis.9

Sugiarto (ayah biologisnya) - menikah sirri - Luluk Maknun

Dewi Sukesih (Anak hasil pernikahan sirri)

Putusan tersebut diberikan notaris setelah memperjuangkan status hukum pemohon di Kantor Pengadilan Agama Kabupaten Kendal melalui jalur kolaborasi intern. Hal ini dilakukan notaris berdasarkan status hukum anak luar nikah yang digulirkan Putusan MK bulan Februari tahun 2012 bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayah biologisnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan tekologi dan atau

9 Dalam perkara kasus ini pihak Notaris memberikan catatan tambahan kepada peneliti, bahwa seharusnya setelah kelahiran anak dari pernikahan sirri dalam kasus saudara Dewi Sukesih, orang tua segera membuatkan Surat Akta Kelahiran Anak dengan ayah biologisnya meskipun ibu biologisnya tidak diikutkan. Jadi tidak terlambat setelah berumur 32 tahun. Wawancara dengan Notaris Mustofa, Sabtu, 29 Oktober 2022.

(19)

7 bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarganya ayahnya. Namun regulasi putusan MK tahun 2012 tersebut belum menyentuh kalbu pejabat Pengadilan Agama, sehingga dalam memutuskan tetap berpegang pada bukti Surat Akta Kelahiran Anak.

Berdasarkan studi kasus perkara No. 062/Pdt.G/2021/PA. Jr di atas, sangat jelas bahwa regulasi status hukum waris anak di luar nikah berdasarkan putusan MK Tahun 2012 dalam tataran operasional praktis di lapangan masih kontradiktif dengan kebijakan hukum Islam yang diformulasikan Pengadilan Agama. Nampaknya rentang waktu 10 tahun sejak keluarnya putusan MK tersebut belum mampu menciptakan konsolidasi hukum di Pengadilan Agama yang memihak kepada nasib anak di luar nikah yakni perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi anak yang lahir di luar nikah, seperti hak keperdataan yang selama ini tidak diakui negara. Akta kelahiran anak luar nikah yang selama ini tidak mencantumkan nama ayah berimplikasi tidak mendapatkan hak waris dan tidak bisa mencantumkan siapa bapaknya.

Kemudian pihak notaris, -dengan berpedoman pada Putusan MK tahun 2012 tersebut-10 memperjuangkan terwujudnya surat Akta Kelahiran Anak dan kemudian disahkan Kantor Catatan Sipil yang mencantumkan ayah biologisnya agar dalam kasus tersebut pemohon secara hukum mempunyai hubungan perdata dengan ayah biologisnya. Menurut Suherman, adanya pengakuan status

10 Dalam konvensi PBB pengakuan keperdataan dalam bentuk identitas nama dan kewarganegaraan itu harus diberikan oleh negara, tidak harus bergantung pada sah tidaknya perkawinan. Lihat Muhammad Shidiq dan Akhmad Khisni, Peran Notaris dalam Pembagian Warisan Kepada Anak Hasil Luar Kawin ditinjau dari Hukum Harta Kekayaan dan Pewarisan serta Hukum Waris Barat, Jurnal Akta, Universitas Sultan Agung Semarang, Volume 4 Nomor 2 Juni 2017, hal. 2

(20)

8 demikian menjadikannya anak luar kawin yang diakui menimbulkan hak dan kewajiban, pemberian ijin kawin, kewajiban pemberian nafkah, perwalian anak, anak dapat memakai nama keluarga dan mewaris.11

Lebih lanjut Suherman menjelaskan bahwa hubungan perdata yang berkaitan dengan hak mewaris dan besaran bagian yang diterima anak di luar nikah telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

1) Anak luar nikah mewaris bersama-sama golongan pertama meliputi anak-anak atau sekalian keturunannya (Pasal 852 kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan suami atau isteri hidup lebih lama (Pasal 852 A Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), bagian anak luar nikah tersebut ialah 1/3 dari harta yang ditinggalkan; 2) Anak luar nikah mewaris bersama-sama ahli waris golongan kedua dan golongan ketiga. Pasal 863 Kitab Undang-Undang Hukum perdata menyatakan: Jika pewaris tidak meninggalkan keturunan ataupun suami dan isteri, tetapi meninggalkan keluarga sedarah atau pun saudara (laki-laki maupun perempuan) atau keturunan saudara, hak anak luar nikah menerima ½ dari warisan; 3) Anak luar nikah mewaris dengan ahli waris golongan keempat meliputi sanak saudara dalam derajat yang lebih jauh, besarnya hak bagian anak luar nikah adalah ¾ berdasarkan pasal 863 ayat (1) bagian ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; 4) Anak luar nikah mewaris dengan ahli waris keluarga yang bertalian darah dalam lain penderajatan, maka besarnya hak bagian anak luar nikah menurut pasal 863 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dihitung dengan melihat keluarga yang terdekat hubungan penderajatannya dengan pewaris, dalam hal ini adalah golongan ketiga sehingga anak luar nikah menerima setengah bagian (Pasal 863 ayat (1) bagian kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata); dan 5) Anak luar nikah sebagai satu-satunya ahli waris. Apabila anak luar nikah yang telah diakui oleh orang tuanya sebagai ahli waris tunggal, maka anak luar nikah tersebut mendapat seluruh harta warisan (Pasal 865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).12

Masalah krusial yang sering dihadapi anak luar nikah untuk mendapatkan hak waris adalah masalah status pengakuan dari ayah biologisnya. Dal hal ini pengakuan yang dimaksud adalah pengakuan terhadap anak yang lahir di luar

11Maman Suherman, 2004, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (Civil Law, Common Law, Hukum Islam), Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 192.

12Ibid, hal. 192-193.

(21)

9 pernikahan yang sah menurut hukum yang dilakukan bapak biologisnya.

Adapun pengakuan dari pihak ibu terhadap anaknya berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan tidak bermasalah, karena pengakuan seorang ibu tidak dibutuhkan agar anaknya mempunyai ikatan hukum dengan ibu. Dengan demikian, pengakuan seorang ayah yang sah menurut hukum, baik yang dilakukan dengan sukarela ataupun terpaksa berimplikasi pada adanya hubungan perdata antara anak dengan ayahnya. Konsensus demikian telah diatur pada Pasal 280 KUH Perdata.13 Pengakuan terhadap anak di luar nikah, dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan pernikahan.14

Pada kasus yang dialami Dewi Sukesih di atas kendala utamanya adalah tidak adanya pengakuan hukum dari ayah biologisnya yang terbukti tidak dimilikinya Akta Kelahiran yang mencantumkan nama bapak biologisnya.

Namun demikian, sebenarnya pengakuan dari bapak biologisnya tersebut bisa diusahakan melalui jalur pengakuan sukarela sebagaimana telah diatur pada Pasal 280 K.U.H Perdata, atau melalui jalur pengakuan terpaksa sebagaima telah diatur dalam Pasal 287-289 K.U.H Perdata. Dalam kasus ini Notaris dengan berpedoman pada Pasal 288 K.U.H. Perdata Pasal 289 15 telah memperjuangkan Dewi Sukesih untuk memperoleh pengakuan dari ayah

13 Surini Ahlan Sjarif, dan Nurul Elmiyah, 2006, Hukum Kewarisan Perdata Barat, Cetakan Kedua, Prenada Media Group, Jakarta, hal. 86.

14 Eman Suparman, 2014, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan Budaya, Reflika Aditama, Bandung, hal. 1

15 Pasal 289 K.U.H. Perdata, menyatakan “Tiada seorang anak pun diperbolehkan menyelidiki siapakah bapak atau ibunya, dalam hal-hal bilamana menurut Pasal 283 pengakuan terhadapnya tak boleh dilakukan.” Jadi berdasarkan pasal tersebut hanya anak luar kawin dalam arti sempit saja yang dapat mengajukan gugatan pengakuan yang dipaksakan (secara terpaksa)..

(22)

10 biologisnya dengan keyakinan karena terlahir dari hasil pernikahan sirri dan bukan hasil dari perzinaan yang bertentangan dengan norma etika, norma moral di masyarakat dan norma agama.16 Menurut notaris, dengan adanya pengakuan dari bapak dan ibunya sebagai diatur dalam Pasal 280 K.U.H.

Perdata, maka dalam konteks pada kasus Dewi Sukesih ini sudah ada titik terang yakni ada hubungan hukum sehingga Dewi Sukesih sebagai anak luar nikah sudah termasuk sebagai ahli waris. Ketentuan ini sudah baku berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010.17

Masih menurut notaris, hubungan hukum yang ditimbulkan dari pengakuan bapak dibuktikan dengan akta kelahiran dan Kartu keluarga. Ini yang sedang diperjuangkan ke kantor Catatan Sipil. Lebih lanjut notaris menjelaskan bahwa nantinya surat tersebut sebagai dasar pembuatan Akta Penyataan Waris dan kemudian dilanjutkan pembuatan Surat Keterangan Hak Waris, dan selaku notaris dalam pembuatan Akta Penyataan Waris tersebut bertanggung jawab sebatas menuangkannya ke dalam akta berdasarkan keterangan beberapa pihak, dan selebihnya adalah tanggung jawab dari pemohon, kecuali jika memang notaris melakukan kesalahan dalam proses dan munculnya surat akta waris tersebut, karena Akta Penyataan Waris inilah yang paling urgent dan kompleks karena melibatkan banyak orang atau keluarga yang bersangkutan terlibat di dalamnya. Karena itu nantinya notaris harus

16 Wawancara dengan Notaris Mustofa, Minggu, 13 November 2022

17 Wawancara dengan Notaris Mustofa di kantor notaris jln tentara pelajar desa kebonharjo, kec. Patebon Kendal pada hari Minggu, 13 November 2022

(23)

11 cermat dan hati-hati dalam membuat surat Akta Penyataan Waris tersebut, demikian pesan notaris kepada peneliti.18

Berdasarkan uraian di atas, penting untuk menjadi terminologi hukum kenotarisan bahwa peran notaris selaku pejabat negara yang berwenang dalam urusan hukum keperdataan, mempunyai tanggung jawab yang besar untuk membantu, mengarahkan, melindungi, dan memperjuangkan pemohon atau klien yang datang kepada notaris dengan membawa kasus seputar ketentuan hukum waris anak luar nikah. Dengan berbagai kompetensi kecerdasan dan pengetahuan tentang hukum waris anak luar nikah serta pengalaman dan kepiawaiannya dalam menjalankan administrasi notaris betul-betul menjadi modal yang sangat berharga untuk menjadi notaris yang baik dan berwibawa dalam membantu dan menyelesaikan perkara status hukum waris anak hasil di perkawinan di luar nikah. Mengingat tanggung jawab besar yang diemban notaris selaku pejabat negara yang diakui secara sah di negara Republik Indonesia dalam memberikan kepastian hukum dan bantuan pelayanan hukum waris bagi anak hasil berkawinan di luar nikah serta sejalan dengan sinyalemen sebagaimana uraian latar belakang dan kasuistis di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian berjudul Status Hukum Waris Hasil Perkawinan di Luar Nikah dalam Administrasi Notaris.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada beberapa permasalahan yang akan dikaji melalui penelitian ini:

18 Wawancara dengan Notaris Mustarofa di kantor notaris jln tentara pelajar desa kebonharjo, kec. Patebon Kendal pada hari Minggu, Minggu, 13 November 2022

(24)

12 1. Bagaimanakah status hukum waris anak hasil perkawinan di luar nikah?

2. Bagaimanakah administrasi notaris terkait bantuan pelayanan hukum waris terhadap anak hasil perkawinan di luar nikah?

C. Tujuan Penelitian

Menjawab rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui status hukum waris anak hasil perkawinan di luar nikah dalam administrasi notaris.

2. Mengetahui administrasi notaris terkait bantuan pelayanan hukum waris terhadap anak hasil perkawinan di luar nikah.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan dan manfaat secara teoritis dan praktis

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat sebagai bahan pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Perdata, khususnya bidang kenotariatan yang terkait dengan administrasi notaris dalam menentukan status hukum waris terhadap anak hasil perkawinan di luar nikah dan bantuan pelayanan hukum waris yang diberikan notaris selaku pejabat yang berwenang di negara Indonesia terhadap anak hasil perkawinan di luar nikah.

2. Secara Praktis

(25)

13 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penyegaran dan masukan yang sangat berharga bagi berbagai pihak baik di lingkungan akademisi terutama calon notaris, praktisi hukum terutama pejabat notaris, dan anggota masyarakat serta para peneliti yang memerlukan informasi tentang hukum perdata dan atau pihak-pihak terkait dengan administrasi notaris dalam menentukan status hukum waris terhadap anak hasil perkawinan di luar nikah dan bantuan pelayanan hukum waris yang diberikan notaris selaku pejabat negara yang berwenang terhadap anak hasil perkawinan di luar nikah.

E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan secara yuridis empiris dengan mengumpulkan data dengan cara meneliti data primer berupa wawancara terhadap data sekunder yaitu data yang tresedia di lapangan berupa administrasi notaris serta menelaah fakta yang ada, sejalan dengan pengamatan yang dilakukan di lapangan kemudian dikaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait untuk memecahkan masalah karena hukum yang pada kenyataannya dibuat dan ditetapkan oleh manusia yang hidup dalam masyarakat.19

2. Spesifikasi Penelitian

19 Mukti Fajar Nurdewata, 2010, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 43.

(26)

14 Spesifikasi penelitian ini secara empiris bermaksud untuk memahami fenomena hukum yang dialami oleh subjek penelitian di masyarakat.20 Adapun objek penelitian ini difokuskan pada: 1) Administrasi notaris terkait dengan status hukum waris hasil perkawinan di luar nikah, dan 2) Administrasi notaris terkait dengan bantuan pelayan hukum waris terhadap anak hasil perkawinan di luar nikah.

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data pada penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sumber data skunder.

a. Sumber data primer, merupakan data yang diperoleh di lapangan secara langsung melalui wawancara kepada pihak terkait yakni pejabat notaris Mustofa, S. H., M.Kn., M. H, pejabat Pengadilan Negeri, pejabat Kantor Urusan Agama, pejabat Pengadilan Agama, dan masyarakat di Kabupaten Kendal yang berstatus sebagai anak di luar nikah.

b. Sumber data sekunder, merupakan data yang tersedia di lapangan yang terkait dengan objek penelitian. Data sekunder terdiri dari:

1) Bahan hukum primer, yang merupakan bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peranan notaris di dalam penyelesaian sengketa hak waris anak luar kawin diakui seperti: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; UU Pernikahan No. 1 Tahun 1974 jo UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan; Undang-Undang No. 2 Tahun 2014

20 Lexy J. Moloeng, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung hal. 6. Lihat juga Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta., hal. 15.

(27)

15 tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang HAM, Kompilasi Hukum Islam, Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2012, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015.

2) Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer yaitu: Buku-buku ilmiah atau kitab mengenai warisan, pernikahan, serta administrasi dan peran notaris.

Bahan hukum sekunder yang lain seperti hasil karya ilmiah yang mengkaji tema tentang status hukum waris anak di luar nikah dalam administrasi notaris.

3) Bahan hukum tersier, yakni bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari: Kamus Hukum Perdata; Kamus Hukum Islam, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ensiklopedia dan Kamus-kamus bidang studi lainnya yang terkait penelitian ini.

4. Teknik dan Study Lapangan

Penelitian ini menggunakan teknik dan alat pengumpulan data: 1) Teknik dokumentasi, alat yang digunakan kamera, Hand Phone, foto copy, buku-buku, dan arsip dokumenter seperti dari dokumen Undang-Undang, Putusan Mahkamah Konstitusi, Akta Notaris, buku-buku, kitab-kitab, atau sumber lainnya seperti jurnal atau artikel yang membahas tentang tema yang diangkat dalam penelitian ini; dan 2) Teknik wawancara, wawancara

(28)

16 dilakukan langsung kepada subjek penelitian seperti pejabat notaris dan pejabat hukum terkait. Adapun alat yang digunakan untuk mendukung kelancaran proses wawancara adalah lembar wawancara tidak terstruktur disertai alat tulis.

5. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penggalian terhadap sumber data pada penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah beberapa pejabat hukum seperti pejabat notaris, pejabat Pengadilan Negeri, pejabat Kantor Urusan Agama, pejabat Pengadilan Agama, dan masyarakat di Kabupaten Kendal yang berstatus sebagai anak di luar nikah.

Adapun pejabat notaris yang menjadi subjek penelitian ini adalah Mustofa, S.H., M.Kn., M.H., dengan alamat Kantor Notaris di Jalan Tentara Pelajar Desa Kebonharjo Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal, berdasarkan SK. Menteri Hukum dan HAM RI No. AHU-00100.AH.02.01 Tahun 2018 Tanggal 15 Februari 2018.

6. Metode Analisis Data

Pada analisis data penelitian ini, peneliti merangkai data perolehan, mengorganisir data, menyusun data, merakit dalam kesatuan yang logis dan sisitematis sehingga jelas kaitannya. Adapun analisis data yang digunakan adalah analisa dalam kualitatif interaktif model Miles dan Huberman.

Analisis ini digunakan karena data-datanya merupakan data kualitatif yaitu berwujud informasi dan merupakan sumber data deskriptif yang luas dan

(29)

17 berlandaskan tokoh (seperti pejabat notaris, pejabat Pengadilan Negeri, pejabat Kantor Urusan Agama, pejabat Pengadilan Agama, dan masyarakat di Kabupaten Kendal) serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkungan setempat.

Analisis data interaktif model Miles dan Huberman dilakukan bersamaan atau bertahap melalui tiga kegiatan yaitu: reduksi data, kemudian penyaringan data, selanjutnya penarikan simpulan atau verifikasi.21 Adapun alur kegiatan pengumpulan data, penyajian data, reduksi data, sampai pada verikasi data atau penyimpulan data dapat dijelaskan dalam gambar alur di bawah ini:

Gambar 1

Alur Proses Analisis Data Model Miles dan Huberman.22

F. Sistematika Penulisan

21 Miles, M.B., dan A.M. Huberman, 2002, Analisa Data Kualitatif, terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi, Universitas Indonesia Press, Jakarta, hal. 28.

22 Ibid, hal. 30.

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penyajian Data

Verifikasi/Penarikan Simpulan

(30)

18 Penyusunan laporan penelitian ini menggunakan sistematika sebagai berikut :

Bab I, Pendahuluan, memuat: Latar belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab II, Tinjauan Pustaka, pada bagian ini memuat: Status Hukum Waris Hasil Perkawinan di Luar Nikah, mencakup: Hukum Perkawinan di Indonesia, Hukum Waris, Anak Hasil Perkawinan di Luar Nikah, dan Kajian Hukum Islam tentang Status Hukum Waris Hasil Perkawinan di Luar Nikah; dan Administrasi Notaris, pada bagian ini memuat: Tugas dan Tanggung Jawab Notaris, Administrasi Notaris di bidang Pengelolaan Data, dan Administrasi Notaris di bidang Pelayanan Publik.

Bab III, Hasil Penelitian dan Pembahasan tentang Status Hukum Waris Hasil Perkawinan di Luar Nikah dalam Administrasi Notaris dan Administrasi Notaris dalam Memberikan Bantuan Pelayanan Hukum Waris terhadap Anak Hasil Perkawinan di Luar Nikah, pada bagian ini memuat: Status Hukum Waris Hasil Perkawinan di Luar Nikah dalam Administrasi Notaris; dan Administrasi Notaris dalam Memberikan Bantuan Pelayanan Hukum Waris terhadap Anak Hasil Perkawinan di Luar Nikah.

Bab IV, Penutup, memuat: Simpulan, Saran-saran, dan diakhiri dengan Kata Penutup.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Status Hukum Waris Hasil Perkawinan di Luar Nikah

1. Tinjauan Tentang Hukum Perkawinan di Indonesia

Perkawinan secara etimologi atau bahasa disamakan dengan pernikahan.23 Pernikahan berasal dari kata nikah yang dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar dari kata حكن ,حكنی ,احاكن yang berarti bergabung dan berkumpul. Disebut demikian karena salah satu dari pasangan suami isteri berkumpul satu sama lain baik dengan cara berhubungan intim maupun pada saat akad.24

Istilah perkawinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti suatu hal yang berkenaan dengan urusan kawin. Sedang arti kawin mempunyai arti membentuk keluarga dengan lawan jenis, bersuami atau beristeri, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh dengan lawan jenis tersebut.25 Pengertian yang sama dikemukakan Amin Summa, menurutnya perkawinan merupakan hubungan yang menimbulkan kebolehan bergaul antara laki laki dan perempuan dalam tuntutan naluri kemanusiaan dalam

23 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 689.

24 Al-Fairuz Abadi, t.th., al-Qamus al-Muhit, Dar al-Fikr, Beirut, Jilid 1, hal. 63

25 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.Cit., hal. 456.

(32)

20 kehidupan, dan menjadikan untuk kedua pihak secara timbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban.26

Mengkaji terminologi perkawinan kurang lengkap jika tidak merujuk kepada Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang sudah diperbaharui dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019. Pada Pasal 1 dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antar seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.27 Secara filoshofis, rumusan tersebut bertumpu pada dasar negara Pancasila di mana sila yang pertamanya ialah ketuhanan yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai perhubungan yang erat sekali dengan agama atau keruhanian, sehingga suatu perkawinan mempunyai unsur lahir atau jasmani dan juga unsur batin atau ruhani yang mempunyai peranan penting dalam membentuk ikatan perkawinan.

Sejalan dengan rumusan perkawinan berbasis religius dalam Undang- Undang Perkawinan Tahun 1974 yang sudah diperbarui dengan Undang- Undang No. 16 Tahun 2019 tersebut, maka perlu mengkaji terminologi perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam, perkawinan adalah akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah SWT. dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.28 Syarifuddin menegaskan

26 Muhammad Amin Summa, 2005, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 43.

27 Moh. Idris Ramulyo, 2006, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 3.

28 Ibid., hal. 4.

(33)

21 nikah adalah akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-isteri) antara pria dan wanita untuk tolong- menolong serta memberi batas hak bagi pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-masing.29 Dalam konteks ini Syarifuddin mendefinisikan akad nikah sebagai perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang berakad dalam bentuk ijab dan qabul. Iijab merupakan bentuk penyerahan dari pihak pertama sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua.

Perkawinan dalam atribut Islam dimaknai sebagai sunnah Rasul dan penyempurna agama. Karena itu, perkawinan sejatinya tidak dilihat dan dipahami secara terbatas hanya pada tema penyaluran hawa nafsu dan kebutuhan biologis. Sesungguhnya pernikahan itu memiliki tujuan dan hikmah yang sepatutnya tidak dapat dikesampingkan. Nilai-nilai sosial perkawinan juga merupakan sisi yang diperhitungkan dalam Islam sebagai pengejawantah dari maqashid as-syariah.

Setiap pasangan suami isteri harus memahami betul bahwa ketenangan, cinta dan saling menyayangi merupakan nilai universal yang ditanamkan dan sekaligus menjadi tujuan dalam perkawinan. Konsep ini ditegaskan Allah SWT. dalam al-Quran:

29 Amir Syarifuddin, 2007, Hukum Perkawinan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, hal. 4.

(34)

22

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Q.S. ar-Rum: 21).30 Kandungan ayat di atas secara implisit memberikan makna bahwa perkawinan yang ideal dan dianjurkan adalah sebuah ikatan antara suami dan isteri yang akan melahirkan ketenangan hidup, media untuk saling berbagi dalam suka dan duka serta timbulnya kasih sayang antara anggota keluarga. Saling mencintai dan mengasihi serta hidup dalam ketenangan merupakan kebutuhan fitrah manusia sebagai mahluk Allah SWT. Dengan disyariatkannya suatu perkawinan, diharapkan kebutuhan fitrah manusia terpenuhi. Pernikahan memiliki tujuan melangsungkan keturunan dan ikatan kekerabatan, karena kebahagiaan hidup bagi manusia adalah memiliki anak sebagai generasi penerus bagi harapan dan cita-cita suami dan isteri.

Basyir, menggambarkan konsepsi perkawinan sebagai ikatan untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, keluarga merupakan kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, isteri, dan anak yang berdiam dalam suatu tempat tinggal. Tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi tuntutan naluri hidup manusia, berhubungan dengan laki-laki dan perempuan, dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya.31

Menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia perkawinan itu bukan saja berarti sebagai perikatan perdata, tetapi juga merupakan

30 Soenarjo, dkk, 2003, Al-Quran dan Terjemahnya, Depag RI, Jakarta, hal. 297.

31 Ahmad Azhar Basyir, 2000, Hukum Perkawinan Islam, Universitas Islam Indonesia Pres, Yogyakarta, hal. 86.

(35)

23 perikatan adat dan sekaligus juga merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggaan. Ikatan perkawinan sebagai dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-hubungan keperdataan seperti hak dan kewajiban suami isteri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua tetapi juga menyangkut keberlangsungan hidup perkawinan itu sendiri, kesehatan pasangan dan anak keturunannya. Karena itu pemerintah berkewajiban mengatur dan membatasi usia calon pengantin usia dini.32

Langkah bijaksana yang dilakukan pemerintah dalam membatasi usia perkawinan dini dimaksudkan tidak hanya sebagai upaya pencegahan perkawinan anak-anak, tetapi lebih penting dari itu terdapat pertimbanghan moral, agama, adat dan budaya, aspek psikologis, aspek kesehatan, 33 dan dampak yang ditimbulkan dalam mencapai tujuan perkawinan yakni mawaddah wa rahmah wa sakinah.

Implementasi dari tujuan pernikahan mawaddah wa rahmah wa sakinah ini adalah sikap saling menjaga, saling melindungi, saling membantu, saling memahami hak dan kewajiban masing-masing suami dan isteri. Pernikahan adalah lambang dari kehormatan dan kemuliaan. Dalam melangsungkan suatu perkawinan harus ada dasar-dasar yang mengatur di dalamnya yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang sudah diperbarui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yaitu:

32 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

33 Ibid.

(36)

24 a. Proses perkawinan berdasarkan Undang-Undang Perkawinan

dilakukan di daerah tempat tinggalnya.

b. Dalam Bab I Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menentukan bahwa perkawinan adalah sah, apabila perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

c. Dalam Pasal 2 ayat (2) menentukan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Dalam Pasal 3 ayat (2) menentukan bahwa pengadilan dapat member izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang (poligami) apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

e. Kemudian pada Pasal 4 ayat (1) menentukan bahwa dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) undang-undang ini, maka suami wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri.34

Selanjutnya pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Undang- Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, pada Pasal 7 mengatakan:

Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.35 Kebijakan ini dimaksudkan bahwa perkawinan akan sah apabila laki-laki atau perempuan telah berumur 19 tahun sehingga telah memiliki kesiapan jasmani dan ruhani untuk menikah. Sedangkan pernikahan pada usia di bawah umur 19 tahun termasuk dalam kategori pernikahan usia muda. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Undang- Undang No. 35 tahun 2014 Pasal 1 ayat (1) dikatakann anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Lestari, mengingatkan pernikahan usia muda dapat memberikan dampak negatif dari segi pencapaian pendidikan yang maksimal, kesehatan

34 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang sudah diperbarui Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2019.

35 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

(37)

25 jasmani, kesehatan mental, kesejahteraan keluarga, dan keberlangsungan ikatan perkawinan.36

Dasar Perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam ditentukan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 10 KHI.

a. Dalam Bab II Pasal 3 KHI menyatakan bahwa Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

b. Dalam Pasal 4 menyatakan bahwa Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

c. Kemudian dalam Pasal 5 ayat (1) KHI menentukan bahwa agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat, lalu dijelaskan dalam Pasal 6 ayat (1) untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.37

Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum.

Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama, dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Sama halnya dengan perkawinan, sebagai perbuatan hukum, rukun dan syarat perkawinan tidak boleh ditinggalkan.

Perkawinan menjadi tidak sah secara hukum apabila kedua pasangan calon pengantin yakni mempelai laki-laki dan perempuan tidak ada atau tidak lengkap. Rukun adalah sesuatu syarat kemestian yang harus ada dalam suatu perkawinan, jika salah satu dari rukun perkawinan tidak terpenuhi,

36 Wijalus Lestari, dkk, Implementasi Batas Usia Minimal Perkawinan Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan di Kecamatan Pasangkayu, Publik: Administrasi Negara Universitas 17 Agustus Surabaya, hal. 57.

37 Ahmad Azhar Basyir, Op.Cit, hal. 88.

(38)

26 maka perkawinan tersebut tidak akan sah. Rukun perkawinan diantaranya adalah calon suami, calon isteri, wali dari calon isteri, saksi dua orang saksi dan ijab qabul.

Pengaturan hukum tentang perkawinan setelah berlakunya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang sudah diperbarui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, terjadi unifikasi hukum dalam perkawinan di Indonesia, di mana perkawinan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan agama/keruhanian dan berlaku sama terhadap semua warga negara Indonesia. Karena itu setiap warga negara harus patuh terhadap hukum yang berlaku, termasuk terhadap Undang-Undang Perkawinan tersebut yang menjadi landasan untuk menciptakan kepastian hukum, baik dari sudut hukum keluarga, harta benda, dan akibat hukum dari suatu perkawinan.38

2. Tinjauan tentang Hukum Waris

Kata waris secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar dari fi’il madhi warasa yarisu warsan yang mempunyai arti berpindahnya harta seseorang setelah yang bersangkutan meninggal dunia.39 Berdasarkan arti secara etimologi tersebut hukum waris diartikan sebagai kumpulan peraturan yang mengatur mengenai hukum kekayaan seseorang yang disebabkan karena wafatnya seseorang kepada yang berhak menerima kekayaan tersebut.

38 Hasbullah, 2017, Analisis Hukum Tidak dicantumkan Status Perkawinan pada Buku Nikah dalam Pembuatan Akta Autentik, Tesis: Universitas Hasanuddin Makasar, hal. 12.

39 Louis Makluf, 1986, al-Munji fi al-Lughoh wa al-Ulum, Maktabah Sarqiyah, Beirut Libanon, hal. 895.

(39)

27 Terminologi hukum waris menurut K.U.H Perdata didefinisikan sebagai “semua kaidah hukum yang mengatur nasib kekayaan seseorang setelah meninggal dunia dan menentukan siapa saja orang yang berhak menerimanya”.40 Adapun di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 7171 dijelaskan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (Tirkah) pewaris menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berupa bagiannya masing- masing.41 Sejalan dengan pengertian tersebut Makhluf, menjelaskan bahwa hukum waris (al-mawris) adalah hukum yang mengatur harta peninggalan (tirkah) yang ditinggalkan oleh simayit dan diwarisi oleh orang lain. Mayit adalah muwaris, sedangkan orang lain adalah waris. Adapun harta peninggalan (tirkah) disebut maurus.42

Mengacu pada rumusan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang perpindahan hak atau harta dari si pewarits kepada ahli warisnya. menentukan siapa ahli warisnya dan berapa bagian masing-masing.

Berdasarkan pengertian tersebut terdapat tiga unsur penting dalam hukum waris yaitu: 1) Seseorang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan yang disebut pewaris; 2) Seseorang yang akan menerima harta warisan yang ditinggalkan baik semuanya atau sebagaian yang disebut ahli

40 Tyas Pengesti, 2006, Studi Komparasi tentang Ketentuan Pembagian Warisan untuk Anak di Luar Kawin Diaukui dalam KUHPerdata dan Intruksi Persiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Skripsi: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, hal. 40.

41 Ibid., hal. 40-41.

42 Hunain Muhamad Makhluf, 1976, Al-Mawaris fi al-Syariat l-Islamiyah, Mathaba’ah al- Masani, Beirut, hal. 9.

(40)

28 waris; dan 3) Harta kekayaan yang dari orang yang meninggal dunia yang disebut harta warisan.43

Proses pewarisan merupakan urusan yang bersifat pribadi atau yang bersifat hukum keluarga. Karena itu, untuk lebih memberikan kepastian hukum terhadap proses pewarisan bagi warga negara Indonesia, maka undang-undang yang mengatur tentang urusan hukum waris yakni KUHPerdata telah memberikan pengaturan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan urusan pewarisan.

Untuk dapat menjadi seorang ahli waris KUHPerdata telah menetapkan syarat-syarat sebagai berikut: 1) Berdasarkan Pasal 832 KUHPerdata untuk dapat menjadi ahli waris harus memiliki hubungan darah baik sah atau luar kawin; 2) Dimungkinkan menjadi ahli waris melalui pemberian melalui surat wasiat sebagaimana diatur dalam Pasal 874 KUHPerdata; dan 3) Berdasarkan Pasal 836 KUHPerdata Ahli Waris, harus sudah ada pada saat pewaris meninggal dunia. Namun, ketentuan ini disimpangi oleh Pasal 2 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya.44

Ketentuan Pasal 832 KUHPerdata memperjelas kedudukan masing- masing ahli waris harus didasari oleh suatu hubungan darah baik sah maupun luar kawin. Dalam hal ini, perlu diidentifikasi lebih lanjut tentang

43 Mulyadi, 2008, Hukum Waris Tanpa Wasiat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 2-3.

44 Arum Puspitasari, 2010, Peran Notaris di dalam Menyelesaikan Permasalahan Hak Waris Anak di Luar Kawin Diakui Menur KUHPerdata, Tesis, Universitas Diponegoro Semarang, hal. 47.

(41)

29 kedudukan anak-anak pewaris sebagai ahli waris. Mengingat dalam suatu pewarisan menurut KUHPerdata dikenal anak luar kawin baik yang diakui secara sah maupun tidak.

KUHPerdata telah mengatur siapa saja yang berhak menjadi ahli waris menjadi empat tingkatan: 1) Golongan I yakni anak-anak dan keturunannya, dalam hal ini termasuk suami dan isteri, semua memperoleh bagian yang sama; 2) Golongan II yakni orang tua dan saudara-saudara, diberikan pembagian yang sama antara golongan ahli waris keturunan dari garis ayah dan golongan ahli waris dari garis ibu, golongan II ini baru menerima warisan apabila ahli waris golongan I tidak ada; 3) Golongan III yakni sekalian keluarga sedarah dari garis ayah dan sekalian keluarga sedarah dari garis ibu; dan 4) Golongan IV yakni sekalian sekeluarga dalam salah satu garis ke atas yang masih hidup dan golongan anak saudara dalam garis lain sampai derajat keenam.45

3. Tinjauan Tentang Anak di Luar Nikah

Pengertian anak atau keturunan adalah anak-anak yang dilahirkan atau keturunan yang menimbulkan hubungan darah yaitu hubungan antara orang yang satu dengan orang tua atau leluhurnya ke atas. Pasal 42 Undang- undang No. 1 Tahun 1974, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.46

Pengertian tentang anak sah diatur juga dalam Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa anak yang sah adalah: 1) Anak

45 Tyas Pengesti, Op.Cit., hal. 42

46 J. Satrio, 2000, Hukum Waris, Alumni Bandung, hal. 85

(42)

30 yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah; dan 2) Hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar rahim dan kemudian dilahirkan oleh isteri tersebut. 47

Anak-anak yang lahir di luar ketentuan Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam dianggap sebagai anak luar kawin. Ditegaskan dalam Pasal 43 Ayat (1) Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang menyebutkan anak dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Dalam Hukum Islam anak akan dianggap sebagai anak yang sah apabila anak lahir dalam waktu 6 bulan atau 180 hari terhitung dari akad nikah kedua orang tuanya. Anak yang lahir di bawah 180 hari, anak tersebut dianggap sebagai anak luar kawin.48

Anak yang lahir di luar perkawinan dalam hukum perdata anak dinamakan natuurlijk kind (anak alami). Pendekatan istilah “anak zina”

sebagai “anak yang lahir di luar perkawinan yang sah” dalam hukum Islam berbeda dengan pengertian anak zina dalam hukum perdata. Dalam hukum perdata, istilah anak zina adalah anak yang dilahirkan dari hubungan dua orang, laki-laki dan perempuan bukan suami isteri, dimana salah seorang atau kedua-duanya terikat perkawinan dengan orang lain. Karena itu, anak luar kawin yang dimaksud dalam hukum perdata ialah anak yang dibenihkan dan dilahirkan di luar perkawinan dan tidak diartikan sebagai anak zina yang bertentangan dengan etika sosial, masyarakat dan agama.49

47 Ahmad Rafiq, 2002, Fiqih Mawaris, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 158.

48 Ibid. hal. 158-159.

49Tentang anak diluar kawin itu ada 2 jenis yaitu :1). Anak yang lahir dari ayah dan ibu antara orang-orang mana tidak terdapat larangan untuk kawin.2). Anak yang lahir dari ayah dan

Referensi

Dokumen terkait

2002, hlm.. bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akibat hukum apabila perkawinan tidak dicatatkan, status anak yang dilahirkan

Kompilasi Hukum Islam tidak menyebutkan tentang anak zina, karena Kompilasi Hukum Islam berupaya untuk mengembalikan status kesucian anak yang dilahirkan. Seperti apapun

Pasal 6 KHI, bahwa aturan mengenai sahnya perkawinan dalam KHI yang telah disesuaikan dengan perkembangan jaman dan tidak melanggar hukum dasar dari syari’at hukum Islam

Persoalan anak luar kawin memang selalu menimbulkan problema dalam masyarakat, baik mengenai hubungan kemasyarakatan maupun mengenai hak-hak dan kewajibannya. Sering

Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, cet.. a) Suami tersebut seorang yang memungkinkan dapat member keturunan, yang menurut kesepakatan ulama fikih adalah seorang

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, anak luar kawin dianggap tidak mempunyai hubungan hukum apapun dengan orang tuanya apabila tidak ada pengakuan dari

bahwa anak ang dilahirkan di luar pernikahan hanya mempunai hubungan nasab dengan ibu dan keluarga ibunya sedangkan hubungan dengan ayah biologisnya maupun kelurga dari si ayah di

Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi