101
STRATEGI BATALYON ZENI KONSTRUKSI 11/DW UNTUK MENGHADAPI BENCANA ALAM
(Strategy of The 11/DW Construction Engineering Battalion for Dealing With Natural Disasters)
Ali Isnaini
Program Studi Strategi Pertahan Darat, Universitas Pertahanan [email protected]
Abstract – This study examines natural disaster management also involving TNI units in accordance with TNI duties in Military Operations Besides War. Use of TNI AD units to assist the government in overcoming and overcoming natural disasters involving various types of units including the 11th Construction Engineering Battalion. The Zeni Battalion is an important element in disaster management because it has the capability and function in emergency response and disaster mitigation operations. However, the biggest problem right now is that Yonzikon 11 / DW still does not meet the right standards in dealing with natural disasters. The role of construction undertaken by Yonzikon 11 / DW is still far from the expectations of the government and the community as instruments for dealing with natural disasters on the ground, so research on the Yonzikon 11 / DW strategy in dealing with national natural disasters is needed. This study used qualitative research methods. Analysis of the validity and reliability of the data is done by triangulation.
The results showed that the strategy of using the 11th Construction Engineering Battalion in dealing with national natural disasters was a policy carried out by the TNI leadership to be able to support and respond quickly to government policies in dealing with national natural disasters. Therefore, it is recommended that the implementation of the policy for the use of the 11th Construction Engineering Battalion in the face of national natural disasters requires an increase in the aspects of training, equipment, personnel, infrastructure, doctrine and concepts, organization, information, and logistics so that policies can be implemented according to context and content in support government to tackle national natural disasters.
Keywords: strategy, policy, natural disasters, TNI units, Engineer Battalion
Abstrak Penelitian ini mengkaji Penanggulangan bencana alam juga melibatkan satuan-satuan TNI sesuai tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang Penggunaan satuan-satuan TNI AD untuk membantu pemerintah dalam mengatasi dan menanggulangi bencana alam melibatkan berbagai jenis satuan diantaranya
102
Batalyon Zeni Konstruksi 11/DW. Batalyon Zeni menjadi unsur penting dalam penanggulangan bencana karena memiliki kemampuan dan fungsi dalam operasi tanggap darurat dan mitigasi bencana. Meski demikian, permasalahan terbesar saat ini adalah Yonzikon 11/DW masih belum memenuhi standar yang tepat dalam mengatasi bencana alam. Peran konstruksi yang dilakukan Yonzikon 11/DW juga masih jauh dari harapan pemerintah dan masyarakat sebagai instrumen penanggulangan bencana alam di lapangan, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai strategi Yonzikon 11/DW dalam menghadapi bencana alam nasional.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Analisa keabsahan dan keterandalan data dilakukan dengan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Strategi penggunaan Batalyon Zeni Konstruksi 11/DW dalam menghadapi bencana alam nasional merupakan kebijakan yang dilakukan oleh Pimpinan TNI untuk dapat mendukung dan merespon dengan cepat kebijakan pemerintah dalam mengatasi bencana alam nasional. Dengan demikian direkomendasikan Implementasi kebijakan penggunaan Batalyon Zeni Konstruksi 11/DW dalam menghadapi bencana alam nasional membutuhkan adanya peningkatan pada aspek latihan, peralatan, personel, infrastruktur, doktrin dan konsep, organisasi, informasi, dan logistik sehingga kebijakan dapat diimplementasikan sesuai konteks dan kontennya dalam mendukung pemerintah untuk menanggulangi bencana alam nasional.
Kata Kunci: strategi, kebijakan, bencana alam, satuan TNI, Batalyon Zeni 1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dimana ada 386 Kabupaten/Kota berada di zona bahaya sedang-tinggi gempa bumi. Selanjutnya, ada 233 Kabupaten/Kota berada di daerah rawan tsunami, 75 kabupaten/kota terancam erupsi gunung api, 315 Kabupaten/Kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi banjir, serta 274 kabupaten/kota di daerah bahaya sedang-tinggi bencana longsor1 Dibandingkan dengan tahun-tahun lain selama satu dekade terakhir, jumlah korban jiwa akibat bencana alam di tahun 2018 adalah yang terbanyak. Berdasarkan data pada tahun 2018 jumlah korban lebih dari 3000 orang meninggal dunia serta 4000 orang dikatakan hilang dan 21.000 orang mengalami luka- luka. Kerentanan Indonesia terhadap
1 Sugiharto Nurjanah, Dede Kuswanda, DKK. Manajemen Bencana (Bandung : Alfabeta, 2012).Hlm. 56
bencana2 dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor geografi, geologi, hidrometeorologi, demografi, dan lingkungan hidup. Faktor geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau yang tersebar diantara benua Asia dan Australia dan di tengah dua samudera mengakibatkannya rawan
United Nation Habitat menjelaskan bahwa setiap bencana memiliki berbagai dimensi yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah baik itu Pemerintah Internasional maupun pemerintah disetiap negara3 Bencana alam merupakan sebuah kondisi yang terdiri dari dua hal penting yaitu: bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability). Bahaya alam (natural hazard) seperti banjir, angin topan dan gempa bumi tidak langsung menjadi sebuah bencana alam. Akan tetapi bahaya alam tersebut menjadi bencana alam ketika menimbulkan kegagalan sistem dari segi sistem ekonomi, sosial, dan menimbulkan dampak secara fisik. Kerentanan Indonesia terhadap bencana menurut Ramli dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor geografi, geologi, hidrometeorologi, demografi, dan lingkungan hidup4. Melihat angka korban jiwa serta intensitas bencana alam yang semain unpredictable membuat pemerintah mengeluarkan Undang-Undang5. Salah satu yang diatur dalam peraturan tersebut adalah memberikan ruang bagi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat khususnya penggunaan Yonzikon 11/DW dalam tanggap darurat bencana alam.
Pelibatan satuan-satuan TNI dalam tanggap darurat dan mitigasi bencana alam sesuai dengan tugas pokok TNI dalam Undang-undang6, Tugas-tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) tertera pada pasal 7 ayat (2) poin b diantaranya:
membantu pemerintah di daerah dan membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan. Amanah UU tersebut diimplementasikan oleh TNI dengan menyiapkan Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad), Pasukan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (PRCPB), dan peran Komando Kewilayahan (Kodam, Korem, dan Kodim), serta satuan-satuan TNI AL dan
2 Sehatman Ramli, Pedoman Praktis Manajemen Bencana. (Dian : Jakarta Timur, 2010). Hlm. 76
3 United Nations, Natural Disaster, Guidance for Practicioners, (Geneva : UN Press, 2010). Hlm. 55
4 Ibid
5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Alam
6 Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
TNI AU di wilayahnya masing-masing. Pelaksanaan Bantuan TNI kepada Pemerintah Daerah Dalam Membantu Menanggulangi Bencana Alam diatur dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep/46/XII/2006 tanggal 21 Desember 2006.
Namun Demikian, dalam menjalankan tugasnya Yonzikon 11/DW sering mendapat banyak permasalahan dalam menjalankan aksi mitigasi bencana dan tanggap darurat.
Untuk itu, peneliti bermasud untuk meneliti bagaimana strategi penggunaan Batalyon Zeni Konstruksi 11/DW dalam menghadapi bencana alam nasional serta bagaimana implementasinya di lapangan.
Satuan Kowil dan Satuan Non Kowil yang ada di jajaran TNI AD serta dibantu oleh unsur perkuatan dari satuan TNI lainnya dan dari dinas instansi terkait pemerintah maupun instansi non pemerintah, yang selanjutnya untuk penyelenggaraan kegiatan tersebut diperlukan suatu strategi operasi bantuan penanggulangan bencana alam. Dari peraturan perundang-undangan tersebut bahwa penanggulangan bencana alam yang dilaksanakan oleh TNI AD dan jajarannya bertujuan untuk memberikan bantuan perlindungan dan penyelamatan masyarakat dari ancaman dan korban bencana, sehingga tercipta situasi yang kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Strategi penanggulangan akibat bencana sangat perlu dilakukan oleh organisasi TNI AD.
Sejalan dengan itu, dan seiring dengan perubahan lingkungan strategis secara global yang berakibat pada kecenderungan semakin menurunnya kemungkinan perang konvensional, dan sebaliknya situasi non konvensional semakin meningkat, peran militer dalam operasi militer selain perang (OMSP) pun semakin meningkat.
Pelibatan militer dalam penanggulangan bencana bertitik tolak pada keunggulan satuan militer dibandingkan instansi sipil, diantaranya dalam hal organisasi, personel, kesiapan logistik dan transportasi, komando dan kontrol serta kepemimpinan, dan terutama kecepatan bergerak dan bereaksi terhadap situasi krisis (emergency response).
Tentang hal ini, Coppola dalam bukunya Introduction to International Disaster Management mengungkapkan bahwa: “…, these national defencive forces are best suited in many ways to meet the needs required when responding to disasters. They have secure
budgets, specialized equipment, and a trained and quickly deployable workforce, are self- sufficient, and have a highly organized, hierarchical structure”7 atau berarti kekuatan- kekuatan defensif nasional ini adalah yang paling cocok dalam banyak hal untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan saat menanggapi bencana. Mereka memiliki anggaran tertentu, peralatan khusus, dan tenaga kerja yang terlatih dan dapat cepat dikerahkan, yang mandiri, dan memiliki struktur, hirarki yang sangat terorganisir.
Namun demikian, terlepas dari keunggulan-keunggulan sesuai karakterisitik militer tersebut, peran TNI masih dapat lebih dioptimalkan. Peran TNI dalam penanggulangan bencana alam dapat lebih dioptimalkan dan dikembangkan khususnya dalam hal emergency response8 atau tanggap darurat dimana itu menjadi program institusi yang dimasukkan ke dalam Renstra TNI AD sehingga tidak terlalu rigid atau kaku dalam pelaksanaan penanggulangan bencana. Peran TNI dalam penanggulangan bencana selama ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa bencana yang penanggulangannya melibatkan TNI. Dari peristiwa dan pengalaman bencana nasional selama ini, dan dengan mempertimbangkan kecenderungan peningkatan pelibatan dalam penanggulangan bencana, TNI melaksanakan upaya-upaya perbaikan dan persiapan, di antaranya melalui latihan, pemenuhan perlengkapan, serta penyusunan dan penerapan prosedur operasi standar untuk pelibatan TNI serta petunjuk pelaksanaannya. Dengan persiapan memadai, diharapkan TNI dapat membantu dalam kegiatan tanggap darurat bencana dan mitigasi bencana. Hal ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan dengan bantuan asing9.
TNI telah membentuk Kogasgabpad (Komando Tugas Gabungan Terpadu) merupakan langkah maju dalam implementasi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan kepedulian TNI dalam membantu Pemerintah Pusat dan Daerah pada peristiwa
7 Damon P. Coppola, Introduction
to International Disaster Management” second edition, (Amsterdam: Butterworth- Heinemann, 2011. ). Hlm.
342
8 Reza Nur Patri, "Kapasitas TNI AD dalam penanggulangan bencana alam studi kasus: Kapasitas Kodim 0505/Jakarta Timur dalam penanggulangan bencana banjir" Jurnal Pertahanan & Bela negara, , Vol 3, No 1, 2013, Hlm. 14
9 Hari Arif Wibowo, “Peran satuan komando kewilayahan pada kegiatan mitigasi bencana banjir di wilayah kerja kodim 0616/indramayu” Jurnal Strategi dan Kampanye Militer, Vol 4 , No 1, 2018, Hlm. 9
bencana alam nasional. Pengerahan Satuan-satuan TNI AD seperti Yonzikon 11/DW yang tergabung dalam Kogasgabpad pernah dilakukan Riau (2012-2013), Yogyakarta (2014), dan Lombok (2018). Jumlah personel dan materiil yang dimiliki oleh TNI pada setiap kegiatan tanggap darurat bencana alam berbeda-beda10. Kegiatan yang dilakukan oleh Yonzikon 11/DW sebagai bagian dari Kogasgabpad tidak hanya berkaitan dengan membantu korban bencana baik berupa pencarian dan pertolongan, evakuasi, dan rehabilitasi serta rekonstruksi daerah, namun juga pengamanan terhadap penjarahan dan pencurian harta benda masyarakat.
Berdasarkan latar belakang penelitian, yang menjadi pernyataan masalah (problem statement) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagaimana strategi penggunaan Batalyon Zeni Konstruksi 11/DW dalam menghadapi bencana alam nasional dan Bagaimana implementasi kebijakan penggunaan Batalyon Zeni Konstruksi 11/DW dalam menghadapi bencana alam nasional
Referensi dan teori yang peneliti gunakan dalam menjawab dan menganalisa rumusan masalah menggunakan konsep dan teori Strategi, Oleh karena itu penulis menggunakan sudut pandang , konsep dan teori yang berhubungan dengan Strategi, Strategy, menurut Jonathan P. Doh, dalam buku yang berjudul International Management, bahwa konsep strategi manajemen: “The proses of determining an organization’s basic mission and long term objectives, then implementing a plan of action for pursuing this mission and attaining these objectives11 Bahwa strategi manajemen yang perlu mendapat perhatian adalah menentukan dasar dari misi dan visi organisasi, tujuan dari organisasi, kemudian membuat strategi jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, selanjutnya melaksanakan rencana kegiatan dalam rangka mencapai tujuan organisasi tersebut. Strategi manajemen adalah proses yang berkesinambungan dimulai dari perumusan strategi, dilanjutkan dengan pelaksanaan, kemudian bergerak menuju ke arah suatu peninjauan kembali untuk penyempurnaan strategi tersebut,
10 Anak Agung Gde Suardhana, “Optimalisasi Peran komando kewilayahan dalam rangka penanggulangan bencana alam di Darat, Jurnal ketahanan Nasional Vol.4, No.1, 2011, Hlm.24
11 Fred Luthans, Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh, (Yogyakarta : PT. Andi, 2006), Hlm. 271
karena keadaan situasi dan kondisi di dalam maupun di luar organisasi yang selalu berubah.
Istilah strategi sudah menjadi istilah yang sering digunakan oleh masyarakat untuk menggambarkan berbagai makna seperti suatu rencana, taktik atau cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya12 Sumber lainnya menyatakan bahwa strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Menurut Rangkuti, strategi adalah alat untuk mencapai tujuan. Tujuan utamanya adalah agar perusahaan dapat melihat secara objektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal13 Sedangkan menurut Michael E.
Porter14, esensi dari strategi adalah memilih untuk menyuguhkan hal yang berbeda dengan apa yang disuguhkan oleh pesaing. Menurutnya, permasalahan yang muncul dalam persaingan pasar terjadi karena kesalahan dalam membedakan efektivitas operasional dengan strategi. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif.
Dan sebagai pendukung teori yang sudah di uraikan sebelumnya, sebagai teori pendukung penulis menggunakan teori dan konsep yang berhubungan dengan Implementasi kebijakan, peneliti menggunakan konsep ini sebagai pisau analisis guna menguraikan fakta yang ditemui selama penelitian, Kebijakan publik (public policy)
12 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi (Teori dan Praktek), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Hlm. 32
13 Freddy Rangkuti, Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated Marketing Communication, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009) Hlm.32
14 Michael Porter, Competitive Advantage (Keunggulan Bersaing): Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul, ( Tangerang : Kharisma Publishing, 2008) hlm.22
dalam dimensi proses, lingkungan kebijakan, hirarki dan aktor kebijakan publik khususnya dalam sistem pemerintahan dan ketatanegaraan Republik Indonesia, merupakan hal penting untuk diketahui sebagai pijakan dasar dalam memahami lebih mendalam terhadap disiplin ilmu tersebut, tak kecuali kebijakan publik sebagai ilmu yang mesti diketahui sejak awal, khususnya tentang konsepsi kebijakan publik.
Dye15 memberikan pengertian kebijakan publik: “Public policy is whatever governments choose to or not to do” (Kebijakan publik adalah apa yang dilakukan maupun apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah). Kebijakan itu merupakan upaya untuk memahami: apa yang dilakukan dan atau tidak dilakukan oleh pemerintah, apa penyebab atau yang mempengaruhinya, dan apa dampak dari kebijakan publik tersebut jika dilaksanakan atau tidak dilaksanakan16.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa, sebaik-baik kebijakan, jika kebijakan itu mempertimbangkan siapa yang menjadi sasaran kebijakan itu sendiri, agar pemerintah dalam melaksanakan kebijakan tersebut dapat segera memahami dan mencari solusi, jika terjadi permasalahan dalam implementasi sebuah kebijakan.
Dengan demikan bahwa kebijakan publik itu selalu mempunyai tujuan tertentu, yang benar-benar dapat dilakukan dan diimplementasikan untuk memecahkan atau sebagai solusi terhadap public poblems. Proses kebijakan publik menurut penulis tak lepas dari filsafat teori sistem yang mempertimbangkan bahwa setiap tahapan kebijakan pasti berdimensi input, process, output, dan outcome. Proses kebijakan publik itu baik dalam tahapan formulasi, implementasi, maupun evaluasi kebijakan publik seharusnya memperhatikan apa yang menjadi input, process, output, dan outcome dari kebijakan publik itu sendiri.
Terdapat berbagai model dalam analisis implementasi kebijakan, Dalam tulisan ini penulis memilih model, yang menegaskan bahwa: Keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil, tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi oleh content
15 Thomas Dye, Understanding Public Policy (New Jersey: Englewood Cliffs, 1992) Hlm. 45
16 Ibid
of policy (isi kebijakan) dan contex of implementation (konteks implementasi), content of policy (Isi kebijakan) yang dimaksud meliputi: Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan (interset affected); Jenis manfaat yang akan dihasilkan (type of benefit); Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned); Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making); Pelaksana program (program implementors); dan Sumber daya yang dikerahkan (resources commited). Sementara itu konteks implementasinya adalah:
Kekuasaan (power); Kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors involed); Karateristik lembaga dan penguasa (institution and regime characteristic); dan Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (compliance and responsivenes)
Selain konsep dan teori strategi , referensi lain lain yang dijadikan sebagai referensi dalam pisau analisis yaitu menggunakan konsep TNI dalam Penanggulangan Bencana Alam Peran TNI dalam penanggulangan bencana alam merupakan tugas OMSP TNI dalam Undang-undang17, dalam menghadapi bencana alam maka pemerintah melakukan koordinasi dengan TNI tentang pengerahannya dalam membantu penanggulangan bencana alam melalui pimpinan TNI18.
Mencermati UU Pertahanan Negara maupun UU TNI jelas menyebutkan bahwa peran TNI adalah membantu. Dan bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara19; dan butir c yaitu TNI melaksanakan OMSP, antara lain bantuan kemanusiaan, perbantuan kepada Polri dalam kamtibmas, bantuan kepada pemerintahan sipil, pengamanan pelayaran dan penerbangan, bantuan SAR, dan penanggulangan bencana alam. OMSP dilakukan berdasarkan permintaan dan / atau peraturan perundangan.
UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI Pasal 7 ayat (2) b Melaksanakan OMSP diantaranya membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan. Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf c: TNI sebagai alat pertahanan negara, berfungsi sebagai pemulih artinya: kekuatan TNI bersama sama dengan instansi pemerintah lainnya membantu fungsi pemerintah untuk mengembalikan kondisi keamanan negara yang telah terganggu akibat kekacauan
17 Undang-undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
18 Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
19 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pertahanan Negara Pasal 10 ayat 3 butir a
keamanan karena perang, pemberontakan, konflik komunal, huru-hara, terorisme, dan bencana alam.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Alam Pasal 1: (1) Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya dalam Peraturan Presiden ini disebut dengan BNPB adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen. Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana bahwa BNPB berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pasal 3: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 BNPB menyelenggarakan fungsi: a) Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan b) Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh. Pasal 4: Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BNPB dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Pasal 10 Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana dan Ketua dijabat oleh Kepala BNPB dan 19 (Sembilan belas) Anggota20. Pasal 11 (1) Anggota Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana terdiri dari:
a) 10 (sepuluh) Pejabat Pemerintah Eselon I atau yang setingkat yang diusulkan oleh Pimpinan Lembaga Pemerintah; dan b) 9 (Sembilan) Anggota masyarakat professional (2) Pejabat Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mewakili:
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan rakyat, Departemen Dalam Negeri, Departemen Sosial, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, Departemen Keuangan, Departemen Perhubungan, Departemen Energi dan Sumber Mineral, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Tentara Nasional Indonesia. BPBD memberikan kedudukan bagi TNI yang diperkuat Perka BNPB21 Pada pasal 48 dijelaskan keterlibatan TNI sebagai unsur pelaksana sifatnya koordinasi kepada struktur BNPB / BPBD.
20 Fithra Luthfi Bahri Zaqy, “Analisis peran Kodim 0618/BS Kota Bandung dalam upaya pengurangan resiko bencana alam di kota Bandung”Jurnal Pertahanan & Bela Negara, Vol. 8, No.3, 2018, hlm. 16
21 Perka BNPB No 3 tahun 2008.
Sedangkan tentang penggunaan kekuatan TNI berdasarkan prinsip-prinsip OMSP22 yaitu dalam rangka membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, pemberian bantuan kemanusiaan dan Operasi dalam rangka membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue). Doktrin induk TNI ini kemudian dijabarkan ke dalam doktrin masing-masing angkatan yaitu Doktrin TNI AD, Kartika Eka Paksi; Doktrin TNI AL, Eka Sasana Jaya; dan Doktrin TNI AU, Swa Bhuwana Paksa. Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Perkasad/96/XI/ 2009 tentang Penanggulangan Bencana Alam. Dalam peraturan Kasad yang ditanda tangani tanggal 30 November 2009 tersebut berisi tentang ketentuan, antara lain: umum, pelaksanaan, administrasi dan logistik maupun komando, pengendalian dan komunikasi dalam penanggulangan bencana alam di darat.
Organisasi TNI AD untuk membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan bantuan kemanusiaan. Bentuk Satuan Tugas (Satgas) tersebut berupa PRC PB TNI AD tingkat Nasional dan Kogasgabpad (Komando Tugas Gabungan Terpadu) merupakan langkah maju dalam implementasi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan kepedulian TNI dalam membantu Pemerintah Pusat dan Daerah pada peristiwa bencana alam nasional. Tingkat daerah berupa Satgas PRC PB tingkat Provinsi dan Satgas PRC PB tingkat Kabupaten/Kota. Pembagian tugas dan tanggungjawabnya dalam organisasi tugas agar terlaksana penanggulangan bencana alam di darat secara efektif dan efisien. Penanggulangan bencana alam dilaksanakan TNI AD serta perkuatan lain bertujuan agar berjalan tertib, aman, lancar, dan mencapai hasil optimal. Satuan-satuan TNI AD yang ditunjuk sebagai bagian dari PRC PB maupun Kogasgabpad terdiri dari berbagai kecabangan seperti Zeni, Kesehatan, serta perbekalan dan Angkutan. Keterlibatan militer demikian penting dalam penanggulangan bencana. Hal ini menurut BNPB disebabkan militer memiliki keunggulan terutama pada masa tanggap darurat antara lain: TNI mempunyai personel terlatih yang selalu siap siaga; Personel TNI mempunyai keahlian bekerja di medan berat; TNI mempunyai struktur komando yang rapi; TNI mempunyai truk, perahu
22 Doktrin TNI Tri Dharma Eka Karma (Tridek), Keputusan Panglima TNI No. Kep/2/I/2007.
karet, kapal, helikopter dan berbagai perlengkapan untuk bekerja dalam kondisi darurat.
2. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan peneliti menggunakan penelitian kualitatif penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan,secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek alamiah23 Pendekatan kualitatif adalah Penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi.24
Dari latar belakang penelitian penulis berasumsi bahwa penelitian ini lebih sesuai jika menggunakan penelitian kualitatif sebagai metode dalam pelaksanaan penelitian hal ini dikarenakan Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif25.Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori ini juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.
23 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi), (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2012), hlm. 6.
24 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : Alfabeta, 2015), hlm. 62.
25 Mathew Miles dan Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru.
(Jakarta: UI Press, 1992), hlm.28.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
3.1 Strategi Penggunaan Batalyon Zeni Konstruksi 11/DW
Kondisi rawan bencana merupakan dampak dari wilayah Indonesia yang berada di area ring of fire dan pertemuan 3 lempeng utama dunia sehingga sebagai konsekuensi letak dan karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi dalam penanggulangan bencana sebagaimana tersurat dalam UU RI Nomor 24 Tahun 2007. Pasca gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh tahun 2004 untuk mengurangi resiko akibat terjadinya bencana, masyarakat dan pemerintah Indonesia menaruh perhatian besar pada upaya mitigasi/penanggulangan bencana sehingga dibentuk BNPB sesuai UU RI Nomor 24 Tahun 2007. Implementasi UU RI Nomor 24 Tahun 2007 pada tingkat daerah dilakukan dengan berupaya mempersiapkan diri, menyusun dan memperbaiki prosedur pelibatan institusi lainnya termasuk TNI-Polri dalam penanggulangan bencana yang telah ditetapkan dalam Undang-undang tersebut beserta turunan-turunannya dalam bentuk peraturan daerah dengan ditetapkannya BPBD dalam menghadapi hal tersebut strategi yang dilakukan terdiri dari: training, equipment, personnel, infrastructure, doctrine and concept, organisation, information, dan logistics.
Strategi yang dilakukan oleh Yonzikon 11/DW dalam menghadapi bencana alam nasional sesuai dengan konteksnya yaitu keputusan politik pemerintah dan kontennya adalah membantu pemerintah sesuai dengan amanat UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Bila dilihat dari aspek latihan, peralatan, personel, infrastruktur, doktrin dan konsep, informasi, dan logistic, Konsepsi strategi pelibatan Yonzikon 11/DW dalam penanggulangan bencana nasional di masa mendatang. Satuan Ditziad memiliki Resimen Zeni Koinstruksi yang dibawahnya terdapat 4 Batalyon yakni Yonzikon 11, Yonzikon 12, Yonzikon 13, dan Yonzikon 14 yang seluruhnya memiliki kemampuan menanggulangi bencana berskala nasional sehingga di masa mendatang akan ditugaskan secara bergantian ataupun secara bersamaan dalam menanggulangi
bencana sesuai dengan skala bencana yang terjadi dan kebutuhan organisasi penanggulangan bencana Hal ini tentunya memerlukan latihan yang berkelanjutan untuk dapat meningkatkan kemampuan personel dan penggunaan peralatan berat Zeni untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam di suatu daerah/wilayah tertentu. Latihan yang khusus dalam penanggulangan bencana dapat meningkatkan kualitas prajurit dan satuan Yonzikon 11/DW dalam mengimplementasikan strategi yang tepat di wilayah terdampak bencana alam nasional sehingga operasi berjalan sesuai dengan target yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam konteks peralatan, Peralatan yang digunakan oleh prajurit dan satuan merupakan peralatan organik satuan. Umumnya peralatan yang digunakan alat toolkit tukang kayu dan tukang batu, alat berat, dump truk, dan alat penyeberangan.
Peralatan ini sesuai dengan TOP yang dimiliki oleh Yonzikon 11/DW tidak sepenuhnya dapat digunakan atau dibawa ke wilayah yang terkena bencana alam.
Personel dengan kualifikasi operator alat berat dan tukang merupakan personel yang dikirimkan ke lokasi bencana sesuai dengan petunjuk pimpinan Angkatan Darat kepada Dirziad. Peralatan yang digunakan ke wilayah terdampak bencana menghadapi kendala mobilitas terutama menuju sasaran yang terkena dampak bencana alam
Seiring dengan ditetapkannya naskah sementara Doktrin Komando Tugas Operasi Terpadu (Kogasgabpad) maka semakin mudah dilakukan komando dan pengendalian operasi penanggulangan bencana alam. Kogasgabpad belum tentu dilibatkan pada setiap bencana alam nasional sehingga Komando kewilayahan (Kodam/Korem) menjadi pengedali operasi seperti yang terjadi di Palu dan Lombok tahun 2018. Hal ini justru menimbulkan duplikasi komando sehingga mengganggu efisiensi dan efektifitas pekerjaan yang dilakukan oleh Yonzikon 11/DW. Pada saat yang sama status operasi yang belum jelas apakah sebagai satuan Bawah Perintah (BP), Bawah Komando Operasi (Bakoops), atau Bawah Kendali Operasi (BKO) belum diatur dalam prosedur tetap operasi gabungan terpadu sehingga Yonzikon 11/DW
harus mensiasati kondisi tersebut dengan tetap melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pihak-pihak terkait secara terus menerus26.
3.2 Implementasi kebijakan penggunaan Batalyon Zeni Konstruksi 11/DW
Terdapat berbagai model dalam analisis implementasi kebijakan, Dalam tulisan ini penulis memilih model yang diutarakan oleh Grindle27, yang menegaskan bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil, tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi oleh content of policy (isi kebijakan) dan contex of implementation (konteks implementasi). Secara teoritis Grindle menyatakan bahwa content of policy (isi kebijakan) yang dimaksud meliputi:
3.2.1 Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan (interset affected).
Bila dilihat dari penggunaan Yonzikon 11/DW dalam operasi penanggulangan bencana alam nasional berkaitan erat dengan tugas yang dilaksanakan oleh Kowil (Komando Kewilayahan) dan Kogasgabpad. Hal ini berarti secara tidak langsung dampak strategis adalah perhatian pemerintah pusat karena bencana alam yang terjadi merupakan bencana skala nasional. Penggunaan Yonzikon 11/DW dengan peralatan yang dimilikinya serta kemampuan Zeni yang melekat pada setiap prajuritnya maka memudahkan dalam penggunaan satuan Yonzikon 11/DW membantu korban dan rekonstruksi daerah bila dilanjutkan sesuai kebijakan pemerintah.
3.2.2 Jenis manfaat yang akan dihasilkan (type of benefit).
Manfaat yang diperoleh dengan penggunaan Yonzikon 11/DW menyangkut pada dampak politis dan strategis. Dampak politis adalah penggunaan Yonzikon 11/DW dalam mengatasi bencana alam skala nasional menunjukkan keseriusan pemerintah untuk dapat mengatasi kesulitan rakyat yang terkena dampak bencana
26 George Toisutta, “Peran TNI-AD Dalam Penanggulangan Bencana Alam”, Jurnal Yudhagama, Vol. 29 Nomor 85, 2009 ,Hal 6-13
27 Merilee S Grindle, Politics and Policy Implementation in The Third World, (New Jersey: Princeton University Press, 1980). Hlm. 45
alam. Pada aspek strategis penggunaan Yonzikon 11/DW menunjukkan amanah UU Nomor 34 Tahun 2004 terlaksana oleh TNI sehingga memberikan kontribusi dalam mengatasi bencana alam di daerah serta memperkuat unsur-unsur TNI yang berada di daerah dan terkena dampak bencana alam.
3.2.3 Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned).
Dengan penggunaan Yonzikon 11/DW dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan bencana alam memberikan perubahan pada pola kebijakan penggunaan TNI dalam OMSP. Pembentukan Kogasgabpad sangat memudahkan dalam penggunaan Yonzikon 11/DW di wilayah yang tertimpa bencana alam. Selain itu, dari aspek internal satuan dengan adanya tugas-tugas penanggulangan bencana maka kesiapan YOnzikon 11/DW untuk selalau siaga operasi dapat terlaksana dengan baik.
Kondisi Yonzikon 11/DW sebagai satuan terpusat di Balakpus (Badan Pelaksana Pusat) sangat tidak memungkinkan dilibatkan dalam operasi-operasi tempur. Penggunaan Yonzikon 11/DW untuk OMSP sangat efektif sehingga dapat merubah peralatan dan kemampuan personel serta doktrin operasi yang dijadikan pedoman dalam ramalan pelibatan Yonzikon 11/DW mengatasi bencana alam.
Kemampuan dan fungsi Zeni dengan adanya penggunaan kekuatan Yonzikon 11/DW maka meningkatkan kemampuan personel dalam kemampuan konstruksi, destruksi, penyelidikan zeni, samaran, rintangan, penyeberangan, perbekalan air dan listrik. Kemampuan yang melekat tersebut akhirnya terpelihara dengan strategi yang dilakukan Komandan Batalyon untuk meningkatkan kualitas prajurit dan peralatannya sehingga dapat digunakan dalam operasi penanggulangan bencana.
3.2.4 Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making).
Penggunaan Yonzikon 11/DW dalam operasi penanggulangan bencana merupakan pertimbangan yang disusun oleh Mabesad dan Mabes TNI sehingga secara hierarkhis kedudukan pembuat kebijakan merupakan satuan atasan yang berhak mengoperasionalkan Yonzikon 11/DW. Sebagai satuan yang berada di bawah Menzikon Ditziad maka secara berjenjang penggunaan Yonzikon 11/DW dilakukan oleh Dirziad dan Danmenzikon Ditziad sehingga dapat dengan mudah disiapkan dan
dikerahkan ke wilayah yang terkena bencana alam28. Dislokasi satuan Yonzikon 11/DW yang berada pada lokasi yang sama dengan Ditziad memberikan kemudahan dalam perencanaan dan persiapan Yonzikon 11/DW untuk dikerahkan ke wilayah terdampak bencana alam.
3.2.5 Pelaksana program (program implementors).
Yonzikon 11/DW sebagai pelaksana program atau implementor dapat melaksanakan kebijakan yang telah ditentukan oleh komando atasan dan permintaan dari pemerintah untuk mengatasi dampak bencana alam yang terjadi di daerah.
Namun demikian kendala teknis ditemukan oleh Yonzikon 11/DW dalam penugasannya seperti kekurangan alat berat untuk dapat mengatasi kerusakan di daerah yang disebabkan oleh bencana alam. Demikian juga dengan penugasan lainnya yang dilakukan oleh personel Yonzikon 11/DW di homebase menyebabkan pemberangkatan Satgas Yonzikon 11/DW tidak dapat sepenuhnya dalam hubungan satuan atau unit organiknya. Hal ini menghambat dalam koordinasi di lapangan walapun secara strategi Danyon tetap menempatkan personel unsur pimpinan pada masing-masing dislokasi personel dan peralatan dari pejabat organik Yonzikon 11/DW setingkat Perwira Staf dan Komandan Kompi.
3.2.6 Sumber daya yang dikerahkan (resources commited).
Sumber daya yang dimiliki oleh Yonzikon 11/DW sesuai dengan TOP tidak dapat dikerahkan seluruhnya karena penggunaan alat berat untuk kegiatan satuan dan kegiatan di homebase. Kekurangan peralatan ini dipenuhi oleh Danyonzikon sebagai Dansatgas dengan berkoordinasi kepada Dinas PU dan Pemerintah Daerah.
Danyonzikon sebagai Dansatgas tetap membawa personel dengan kualifikasi operator namun alat berat yang digunakan adalah alat berat yang ada di wilayah.
Hal ini dilakukan untuk kecepatan bertindak di wilayah terdampak bencana karena umumnya terisolir karena dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam. Selain
28 Yanfri Satria Sanjaya, "Kapabilitas pasukan reaksi cepat penanggulangan bencana (PRCPB) Yonzipur 10/2 Kostrad terhadap penanganan bencana alam banjir bandang di Bima NTB" Jurnal Strategi dan Kampanye Militer, Vol.4 No.2. 2018, Hlm 18
itu, kemampuan armada angkut seperti trailer, kapal laut, maupun pesawat udara belum dapat digunakan sepenuhnya untuk memindahkan alat berat Yonzikon 11/DW yang ada di Jakarta menuju wilayah yang terkena bencana alam. Strategi yang digunakan oleh Danyonzikon 11/DW untuk dapat menggunakan sumber daya yang dimiliki oleh Yonzikon 11/DW adalah melakukan pengiriman tim aju (advance team) dengan peralatan terbatas, dan dilanjutkan dengan tim utama (main body) yang didahului pengerahan personel disusul peralatan.
Secara teoritis menurut Grindle29 selain aspek konten, maka aspek konteks implementasinya juga dipertimbangkan pada setiap kebijakan publik. Demikian juga dengan penggunaan kekuatan Yonzikon 11/DW dalam operasi penanggulangan bencana nasional tidak dapat dipisahkan dari konteksnya yang meliputi kekuasaan, karakteristik lembaga, dan kepatuhan serta daya tanggap
4. Simpulan
Strategi penggunaan Batalyon Zeni Konstruksi 11/DW dalam menghadapi bencana alam nasional merupakan kebijakan yang dilakukan oleh Pimpinan TNI untuk dapat mendukung dan merespon dengan cepat kebijakan pemerintah dalam mengatasi bencana alam nasional. Dalam hal ini, Batalyon Zeni Konstruksi 11/ DW adalah instrumen yang digunakan TNI dalam membantu pemerintah untuk menanggulangi bencana alam. Satuan Yonzikon 11/DW merupakan wujud dari strategi TNI untuk menjalankan amanah UU Nomor 34 Tahun 2004. Berdasarkan penelitian ini, strategi penggunaan satuan Yonzikon 11/DW sebagai satuan khusus mampu merespon dengan cepat namun terdapat sejumlah kelemahan yang masih perlu dibenahi oleh TNI AD.
Implementasi kebijakan penggunaan Batalyon Zeni Konstruksi 11/DW dalam menghadapi bencana alam nasional membutuhkan adanya peningkatan pada aspek latihan, peralatan, personel, infrastruktur, doktrin dan konsep, organisasi, informasi,
29 Merilee S Grindle, Politics and Policy Implementation in The Third World, (New Jersey: Princeton University Press, 1980). Hlm. 45
dan logitik sehingga kebijakan dapat diimplementasikan sesuai konteks dan kontennya dalam mendukung kebijakan pemerintah menanggulangi bencana alam nasional. Berdasarkan hasil penelitian, perlu adanya strategi yang lebih komprehensif dimana penanggulangan bencana membutuhkan dukungan personel yang memiliki kemampuan yang variatif dalam penanggulangan bencana ditambah peralatan yang lebih modern untuk mempermudah pergerakan komando para personel TNI AD.
Untuk preventif action belum adanya pemetaan kemampuan personel sehingga sistem komando belum tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA Buku
Coppola, Damon P. 2011. Introduction to International Disaster Management” second edition, Amsterdam: Butterworth- Heinemann,
Dye, Thomas 1992. Understanding Public Policy, New Jersey: Englewood Cliffs.
Effendy, Onong Uchjana, 2007. Ilmu Komunikasi (Teori dan Praktek), (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third World. New Jersey: Princeton University Press.
Luthans, Fred, 2006. Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh, Yogyakarta : PT. Andi.
Miles, Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru, Jakarta: UI Press,
Moleong Lexy J, 2012.Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi), Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Nurjanah, R Sugiharto, Dede Kuswanda, DKK. 2012. Manajemen Bencana Bandung : alfabeta
Porter, Michael, 2008.Competitive Advantage (Keunggulan Bersaing): Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul, Tangerang : Kharisma Publishing.
Sugiyono, 2015. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta,
Rangkuti, Freddy, 2009.Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated Marketing Communication, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Ramli, Sehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana, Dian, Jakarta Timur.
United Nation, 2010. Natural Disaster, Guidance for Practicioners, UN Press, Geneva Jurnal
Patri, Reza Nur "Kapasitas TNI AD dalam penanggulangan bencana alam studi kasus:
Kapasitas Kodim 0505/Jakarta Timur dalam penanggulangan bencana banjir"
Jurnal Pertahanan & Bela negara, , Vol 3, No 1, 2013, Hlm. 14
Sanjaya, Yanfri Satria "Kapabilitas pasukan reaksi cepat penanggulangan bencana (PRCPB) Yonzipur 10/2 Kostrad terhadap penanganan bencana alam banjir bandang di Bima NTB" Jurnal Strategi dan Kampanye Militer, Vol.4 No.2. 2018, Hlm 18
Suardhana, Anak Agung Gde “Optimalisasi Peran komando kewilayahan dalam rangka penanggulangan bencana alam di Darat, Jurnal ketahanan Nasional Vol.4, No.1, 2011, Hlm.24
Toisutta, George “Peran TNI-AD Dalam Penanggulangan Bencana Alam”, Jurnal Yudhagama, Vol. 29 Nomor 85, 2009 ,Hal 6-13
Wibowo, Hari Arif “Peran satuan komando kewilayahan pada kegiatan mitigasi bencana banjir di wilayah kerja kodim 0616/indramayu” Jurnal Strategi dan Kampanye Militer, Vol 4 , No 1, 2018, Hlm. 9
Zaqy, Fithra Luthfi Bahri “Analisis peran Kodim 0618/BS Kota Bandung dalam upaya pengurangan resiko bencana alam di kota Bandung”Jurnal Pertahanan & Bela Negara, Vol. 8, No.3, 2018, hlm. 16
Peraturan/Undang-undang
Undang-undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pertahanan Negara Pasal 10 ayat 3 Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Alam
Doktrin TNI Tri Dharma Eka Karma (Tridek), Keputusan Panglima TNI No.
Kep/2/I/2007.
Perka Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No 3 tahun 2008.