• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif

N/A
N/A
Ranti Kartika15

Academic year: 2024

Membagikan " Studi Deskriptif"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

GAYA HIDUP PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS (PGK): STUDI DESKRIPTIF

NADILA DEA AMANDA NIM : 21120030

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH PALEMBANG FAKULTAS

ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN TAHUN

2023/2024

(2)

SKRIPSI

PERUBAHAN GAYA HIDUP PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS (PGK): STUDI DESKRIPTIF

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

NADILA DEA AMANDA NIM : 21120030

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH PALEMBANG FAKULTAS

ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI

ILMU KEPERAWATAN TAHUN 2023/2024

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Nadila Dea Amanda

NIM : 21120030

Program Studi : Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK)

Fakultas : Ilmu Kesehatan

Judul Skripsi : Perubahan Gaya Hidup Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis

(PGK): Studi Deskriptif

Telah diperiksa dan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta disetujui untuk dilakukan proses ujian Proposal Skripsi.

Palembang, 29 Desember 2024

Pembimbing I

Joko Tri Wahyudi, S.Kep, Ns., M.Kep

Pembimbing II

Agus Suryaman, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kmb

Disetujui

Ketua Program Studi

Siti Romadoni, S.Kep., Ns., M.Kep

(4)

NBM. 1043749

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Biodata

Nama : Nadila Dea Amanda

NIM : 21120030

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Banyuasin, 14 April 2002

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Nama Orang Tua

Ayah : Herman

Ibu : Linda

No Telpon : 085269368629

Alamat Email : [email protected]

Alamat : Desa Indrapura, Rt 001, Rw 002, Kecamatan Muara

Sugihan

Pendidikan

Tahun 2007 – 2014 : SD Negeri 116 Palembang Tahun 2014 – 2017 : SMP Negeri 53 Palembang Tahun 2017 – 2020 : SMA Muhammadiyah 1 Palembang

(5)

Tahun 2020 – 2024 : S1 Keperawatan IKesT Muhammadiyah Palembang

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN...ii

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR RIWAYAT HIDUP...iii

ABSTRACT... KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL DAFTAR BAGAN DAFTAR LAMPIRAN... BAB 1 PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...6

C. Tujuan Penelitian...6

D. Ruang Lingkup Penelitian...6

E. Manfaat Penelitian...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...8

A. Konsep Penyakit Ginjal Kronis 1. Definisi ...8

2. Etiologi...8

3. Anatomi dan Fisiologi...9

4. Klasifikasi...15

5. Manifestasi Klinis...17

6. Patofisiologi...17

7. Pemeriksaan Penunjang...18

(6)

8. Komplikasi...20

9. Penatalaksanaan ...21

B. Konsep Gaya Hidup...22

1. Definisi Gaya Hidup...22

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Gaya hidup...22

3. Aspek Gaya Hidup...23

C. Kerangka Konsep...25

BAB III KERANGKA KONSEP...27

A. Kerangka Konsep...27

B. Definisi Oprasional...27

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...29

A. Desain Penelitian ...29

B. Populasi dan Sampel...29

C. Tempat dan Waktu Penelitian...31

D. Teknik Pengumplan Data...31

E. Instrumen Pengumpulan Data...31

F. Pengolahan Data dan Analisis Data...32

G. Etika Penelitian...33

H. Prosedur Penelitian ...33

DAFTAR PUSTAKA...35 LAMPIRAN...

(7)
(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan gangguan penurunan fungsi ginjal yang berdampak sehingga ginjal tidak mampu mengeluarkan racun dan produk limbah dalam darah. Hal ini ditandai dengan adanya protein dalam urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus (Ismail &

Lestari, 2023). Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) merupakan salah satu pemeriksaan fungsi ginjal dalam menilai fungsi ekskresi, dengan cara menghitung banyaknya filtrat yang dapat dihasilkan oleh glomerulus. PGK yaitu penurunan LFG <60 ml/menit/1.732 selama 3 bulan, dengan kerusakan ginjal yang terlihat dari albuminaria, abnormalitas sedimen urin, abnormalitas cairan dan elektrolit. Derajat penurunan kadar LFG menandakan beratnya kerusakan ginjal (Apriliani Rahayu, 2023). Gejala penyakit ini umumnya berupa kehilangan nafsu makan, mual, muntah, pusing, sesak napas, kelelahan, pembengkakan kaki dan tangan, serta uremia (Ismail & Lestari, 2023)

Menurut World Health Organization (2018) menyatakan bahwa prevalensi PGK merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia, secara global sekitar 1 dari 10 orang di dunia teridentifikasi penyakit ginjal kronis. Berdasarkan hasil systematic review dan metaanalysis 2016, prevalensi penyakit ginjal kronis dunia sebesar 13,4% dari total penduduk dunia, sedangkan prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk berusia ≥15 tahun sebesar 0,38% meningkat dibandingkan tahun 2013 sebanyak 0,2% menjadi 0,58%. Angka kejadian penyakit ginjal kronis di Indonesia yaitu sebesar 0,38% dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 pasien maka sebanyak 713.783 pasien yang menderita penyakit ginjal kronis di Indonesia (Riskesdas, 2019)

Berdasarkan studi The Global Burden of Disease (GBD), PGK menempati urutan ke 18 pada tahun 2019. GBD memperkirakan sekitar 1,4 juta kematian terjadi secara global akibat PGK pada tahun 2019, dan

(9)

diperkirakan akan menjadi penyebab paling umum ke-5 dari angka kejadian kematian di seluruh dunia pada tahun 2040. Meningkatnya angka kejadian PGK di seluruh dunia dikaitkan dengan peningkatan pesat dalam prevalensi faktor risikonya seperti obesitas, hipertensi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular lainnya (Shrestha et al., 2021). Berdasarkan data dari Centers For Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2020, secara global prevalensi terjadinya PGK pada usia 30 tahun ke atas mencapai 14,35%. Sementara itu prevalensi PGK di Sumatera Selatan mencapai angka 0,27% dari jumlah penduduk.

Peningkatan prevalensi dan insiden penyakit ginjal kronis dapat disebabkan karena faktor risiko yang dibedakan menjadi 2, yaitu yang dapat diubah dan tidak dapat diubah diataranya yaitu tekanan darah tinggi, diabetes, usia, riwayat keluarga, obesitas, dan infeksi saluran kemih, sedangkan faktor yang dapat diubah yaitu gaya hidup seperti merokok, konsumsi alkohol, kurang olahraga, kurangnya istirahat dan mengkonsumsi suplemen yang berlebihan dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis (Wahyudi et al., 2022).

Hal ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan di Indonesia yang banyak mengadopsi adat istiadat Barat. Kondisi ini menyebabkan iskemia glomerulus dan mengaktifkan respon inflamasi.

Ini melepaskan endotelin mediator inflamasi dan mengaktifkan angiotensin II intrarenal. Kondisi ini menyebabkan apoptosis, peningkatan produksi matriks, dan pengendapan pada mikrovaskular glomerulus sehingga menyebabkan glomerulosklerosis atau nefrosklerosis (Susilo et al., 2023).

Hal ini sejalan dari penelitian (Susilo et al., 2023) yang menyatakan bahwa gaya hidup dapat mempengaruhi perubahan yang salah seperti minum alkohol, minuman energi, kurang istirahat, dan konsumsi suplemen nutrisi yang berlebihan, sehingga dapat menyebabkan peningkatan angka kejadian penyakit yang dipicu dengan perubahan ini beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa konsumsi minuman berenergi menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal kronis.

(10)

Kebiasaan minum - minuman berenergi merupakan produk minuman yang mengandung zat seperti kafein, taurin, dan asam amino yang menurunkan fungsi ginjal. Minuman energi dikaitkan dengan kebiasaan makan dan minum yang buruk. Masyarakat cenderung malas mengonsumsi makanan dan minuman bergizi dan cenderung mengandalkan minuman energi sebagai pengganti energi yang dapat mendongkrak tenaga sehingga tidak mudah lelah. Suplemen makanan merupakan vitamin sintetik yang dibuat dari produk kimia dan tidak mengandung karsinogen. Asupan minuman suplemen yang berlebihan dapat memperburuk fungsi ginjal (Susilo et al., 2023).

Konsumsi alkohol juga menjadi salah satu kebiasaan yang umum dikalangan masyarakat. Hal ini dapat dijelaskan melalui beberapa mekanisme: 1) Etanol dan polifenol memiliki sifat antioksi dan dan etanol meningkatkan penyerapan polifenol, 2) Alkohol meningkatkan serum interleukin-10 dan memiliki efek anti-inflamasi dengan mengurangi serum interleukin-16. Peningkatan konsumsi alkohol juga dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi kolesterol, penurunan konsentrasi insulin serum, dan peningkatan indeks sensitivitas insulin. Oleh karena itu, asupan alkohol harus dibatasi hingga derajat untuk mencegah kemungkinan penyakit seperti penyakit ginjal kronis (Rozi et al., 2023).

Kebiasaan mengonsumsi makanan asin dan berpengawet juga merupakan faktor risiko terjadinya PGK. Baik pria maupun wanita mempunyai kebiasaan mengonsumsi makanan yang asin dan berpengawet.

Makanan yang paling banyak dikonsumsi baik pria maupun wanita adalah kecap, garam, kerupuk, dan sarden. Makanan asin dan berpengawet dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah (hipertensi) (Rozi et al., 2023).

Menurut (Rozi et al., 2023) menjelaskan bahwa hipertensi sebagai penyebab/faktor risiko nomor satu penyakit ginjal kronis (PGK).

Mekanisme ini berkaitan dengan peningkatan kerja glomerulus (overload) dalam menyaring darah, yang disebabkan oleh tingginya tekanan yang diberikan pada glomerulus. Meningkatnya tekanan pada glomeruli memungkinkannya berfungsi optimal dan terus menerus dalam menyaring

(11)

darah. Oleh karena itu, upaya pencegahan PGK antara lain dengan mengendalikan tekanan darah dengan mengurangi asupan makanan asin dan makanan berpengawet.

Pengendalian tekanan darah dapat dilakukan melalui modifikasi gaya hidup terutama penurunan berat badan pada pasien overweight atau obesitas, dan pembatasan asupan natrium kurang dari 2.300 mg dengan menerapkan pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension). (setara dengan 1 sendok makan teh asin) garam atau makanan kaya garam (seperti makanan olahan), aktivitas fisik, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol, dan Di minum baik dalam bentuk pengobatan dan pemantauan tekanan darah secara teratur dan terus menerus. Meningkatkan aktivitas fisik (150 menit per minggu) mengurangi faktor risiko penyakit ginjal kronis dan meningkatkan kesehatan metabolisme (Rozi et al., 2023).

Pada penelitian (Rozi et al., 2023) menunjukkan bahwa peningkatan asupan air dikaitkan dengan peningkatan fungsi ginjal. Hal ini berkaitan dengan hormon vasopresin. Kadar hormon vasopresin meningkat seiring rasa haus (dehidrasi). Menekan/mengurangi hormon vasopresin meningkatkan aliran darah melalui ginjal dan filtrasi melalui glomeruli, memungkinkan ginjal berfungsi normal. Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas subjek laki-laki dan perempuan mempunyai kebiasaan mengurangi asupan air (<8 gelas/hari).

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, untuk mengurangi akumulasi limbah nitrogen, meringankan gangguan metabolisme yang berhubungan dengan uremia, memperlambat perkembangan penyakit ginjal, dan mengendalikan penyakit terkait PGK seperti anemia, penyakit tulang, dan penyakit kardiovaskular. Untuk menerapkan diet dan mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. Dalam pembatasan cairan menyebabkan retensi cairan, yang menyebabkan pembengkakan di seluruh tubuh. Ketika ini terjadi, tekanan darah pasien meningkat dan jantung pasien menjadi lebih aktif (Diet & Kronik, 2022).

(12)

Pengobatan pasien penyakit ginjal kronis dibagi menjadi dua tahap.

Artinya, pengobatan konservatif terdiri dari tindakan untuk menghambat perkembangan penyakit, menstabilkan kondisi pasien, dan mengobati semua faktor yang dapat disembuhkan. Terapi penggantian ginjal menggunakan dialisis peritoneal, transplantasi ginjal, dan hemodialisis kini tersedia. Saat ini hemodialisis merupakan pengobatan pengganti ginjal yang paling banyak digunakan dan jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya (Jaya, 2023).

Penyakit ginjal kronis dapat diobati dengan cara berbeda, termasuk pembatasan pola makan, asupan suplemen kalori dan vitamin, pembatasan cairan, menjalani diet khusus, berhenti merokok, olahraga secara teratur, pengobatan, dan terapi pengganti ginjal seperti transplantasi ginjal atau hemodialisis. Hemodialisis adalah perawatan yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari tubuh (Yuda et al., 2021).

Menurut (Jaya, 2023) intervensi keperawatan untuk mengatasi kelebihan volume cairan pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK) dapat dilakukan dengan menggunakan metode farmakologis dan nonfarmakologis. Upaya farmakologis dilakukan oleh melalui pemberian terapi furosemide yang bersifat diuretik, sedangkan upaya non farmakologis meliputi penerapan tindakan perawatan rutin, penyesuaian nutrisi, pembatasan cairan, dan peningkatan pengetahuan serta pendidikan kesehatan.

Di Indonesia, khususnya Kota Palembang penelitian tentang perubahan gaya hidup pada pasien penyakit ginjal kronis masih sangat minim. Untuk itu, masih perlu banyak penelitian dengan topik ini, baik untuk menjadi data dasar, maupun evidence based dalam meningkatkan perubahan gaya hidup pasien penyakit ginjal kronis. Berdasarkan tingginya angka kejadian penyakit ginjal kronis pada latar belakang diatas serta mengetahui bahwa publikasi mengenai perubahan gaya hidup pada pasien penyakit ginjal kronis di Kota Palembang belum ditemukan atau belum pernah dilakukan sebelumnya, maka penelitian tertarik untuk

(13)

melakukan penelitian mengenai bagaimana perubahan gaya hidup pada pasien penyakit ginjal kronis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan yaitu “ Apakah Ada Perubahan Gaya Hidup Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK) “

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengambarkan perubahan gaya hidup pada pasien penyakit ginjal kronis .

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik pasien penyakit ginjal kronis yaitu b. Mengidentifikasi perubahan gaya hidup pada pasien penyakit

ginjal kronis yaitu D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini termasuk dalam keperawatan medikal bedah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gaya hidup pada pasien penyakit ginjal kronis di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang. Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang Tahun 2024. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripstif kuantitatif dengan studi observasional yang menggunakan desain cross sectional (potong lintang). Analisis data yang digunakan adalah analisa univariat (analisa deskriptif). Teknik sampling menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel 55 penderita penyakit ginjal kronis di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang. Uji statistic yang digunakan uji………….

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu keperawatan secara umum, dan keperawatan medical bedah secara khusus, sebagai perubahan gaya hidup pada penyakit ginjal kronis (PGK).

(14)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Peneliti ini dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam penelitian, khusunya dalam bidang keperawatan, sekaligus sebagai media unuk mengemukakan pendapat secara objektif mengenai gaya hidup pada pasien ginjal kronis, selanjutnya pemanfaatan keilmuan tersebut sebagai informasi untuk mengetahui perubahan gaya hidup pasien penyakit ginjal kronis.

b. Bagi Institusi Rumah Sakit

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai gaya hidup pada pasien penyakit ginjal kronis, sehingga pihak Rumah Sakit bisa mengetahui adanya gaya hidup pada pasien hemodialisis.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini memberikan kontuinitis info perubahan gaya hidup pada pasien penyakit ginjal kronis, sehingga dapat menambah referensi kepustakaan secara umum.

d. Bagi Penelitian Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Ginjal Kronis 1. Definisi

Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan gangguan penurunan fungsi ginjal yang berdampak sehingga ginjal tidak mampu mengeluarkan racun dan produk limbah dalam darah. Hal ini ditandai dengan adanya protein dalam urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus (Ismail & Lestari, 2023). PGK yaitu penurunan LFG <60 ml/menit/1.732 selama 3 bulan, dengan kerusakan ginjal yang terlihat dari albuminaria, abnormalitas sedimen urine, abnormalitas cairan dan elektrolit. Derajat penurunan kadar LFG menandakan beratnya kerusakan ginjal (Apriliani Rahayu, 2023).

2. Etiologi

Menurut (Marni et al., 2022) penyakit ginjal kronis disebabkan oleh : a. Faktor Predisposisi

1) Usia

Secara klinis, pasien berusia di atas 60 tahun mempunyai risiko dua kali lipat dibandingkan pasien yang lebih tua.

b. Faktor Presipitasi 1) Diabetes Melitus

Pada diabetes, kemampuan tubuh memproses glukosa dalam darah menjadi terganggu, yang lama kelamaan dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan akhirnya penyakit ginjal kronis. Kadar glukosan yang tinggi dalam darah, jika tidak terkontrol, dapat merusak pembuluh darah di ginjal selama bertahun-tahun, mengurangi kemampuan ginjal untuk menyaring darah dan membuang limbah dari urin. Masalah ginjal pada penderita diabetes atau tekanan darah tinggi bukan

(16)

disebabkan oleh obat yang diminumnya, melainkan karena kadar gula darahnya yang seringkali tidak terkontrol sehingga lambat laun merusak pembuluh darah di ginjal.

2) Hipertensi

Hipertensi adalah suatu kondisi dimana tekanan darah seseorang meningkat melebihi batas normal.

Tekanan darah tinggi memberikan tekanan pada pembuluh darah di ginjal, yang pada akhirnya merusaknya, menurunkan fungsi ginjal dan menyebabkan gagal ginjal. Salah satu dampak jangka panjang dari tekanan darah tinggi adalah dapat menyebabkan kerusakan bertahap pada ginjal karena pembuluh darah yang mensuplai darah ke ginjal terpengaruh. Semakin lama Anda menderita tekanan darah tinggi, semakin tinggi pula risiko Anda mengalami gagal ginjal. Hipertensi merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap hubungan antara asam urat dan gagal ginjal. Hubungan antara asam urat serum dan gagal ginjal lebih kuat pada hipertensi dibandingkan pada non-hipertensi. Terapi antihipertensi meningkatkan keasaman serum, yang dapat merusak ginjal.

3) Batu Ginjal

Batu ginjal atau batu saluran kemih terbetuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. Batu-batu kecil dapat mengalir bersama urin, batu yang besar akan tersangkut dalam ureter dan menyebabkan urin susah keluar ini akan menyebabakan ginjal bekerja keras dan beresiko mengalami kerusakan ginjal.

4) Pielonefritis Kronis

Pielonefritis adalah peradangan pada ginjal dan panggul ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Peradangan mungkin dimulai pada saluran kemih bagian bawah (kandung kemih) dan menyebar ke ureter, atau mungkin menyebar dari infeksi pada darah atau getah bening di bawah ginjal. Obstruksi

(17)

saluran kemih disebabkan oleh pembesaran prostat, batu ginjal, atau kelainan bawaan yang menyebabkan penyakit ginjal kronis.

5) Glomerulonephritis Kronik

Glomerulonefritis kronis berhubungan dengan infeksi berulang, yang mengakibatkan sedikit penurunan ukuran ginjal hingga kira-kira seperlima dari ukuran normalnya dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Bundel jaringan perut merusak korteks yang tersisa, permukaan ginjal menjadi kasar dan tidak beraturan, banyak glomeruli dan tubulus berubah menjadi jaringan perut, cabang-cabang arteri ginjal menebal, dan akhirnya parah menyebabkan kerusakan glomerulus yang parah. Ketika glomerulus tidak mampu lagi menjalankan fungsinya maka akan terjadi gagal ginjal.

6) Gaya Hidup

Efek merokok pada fase akut adalah meningkatkan rangsangan simpatis sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah, akikardia, dan penumpukan katekolamin dalam sirkulasi. Pada fase akut, vasokonstriksi sering terjadi pada beberapa pembuluh darah seperti arteri koroner, sehingga perokok akut sering kali disertai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah ginjal, yang menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan peningkatan tekanan pembuluh darah ginjal sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus fraksi filter.

3. Anatomi dan Fisiologi a. Anatomi Ginjal

Ginjal adalah dua organ berbentuk kacang yang terletak di kedua sisi punggung atas tubuh, tepat di bawah tulang rusuk.

Ginjal sering kali diberi tanda "" di bawah pinggang.Mereka berbentuk kacang dan terletak jauh di dalam rongga perut, di kedua sisi tulang belakang. Ginjal kiri lebih tinggi dari ginjal kanan dan

(18)

berwarna ungu. Setiap ginjal memiliki panjang 12-13 cm dan tebal 1,5--2,5 cm. Orang dewasa beratnya kurang lebih 140 gram Seluruh pembuluh darah di ginjal masuk dan keluar melalui hilus (bagian dalam). Kelenjar adrenal terletak di atas setiap ginjal (Syaifuddin, 2023).

Gambar 6.11 : Anatomi Ginjal Sumber: (Himmelfarb & Ikizler, 2019)

Struktur ginjal dilengkapi dengan selaput yang menutupinya sehingga membentuk cangkang halus. Berisi struktur ginjal. Terdiri dari tujuh bagian: kulit luar dan empulur bagian dalam. Bagian medula oblongata ini terdiri dari 15 sampai 16 massa piramidal yang disebut piramida ginjal. Punggungan itu membuka langsung ke hilum dan berakhir di kalises. Kalises ini terhubung dengan pelvis ginjal (Syaifuddin, 2023).

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal melekat pada parenkim ginjal. Di luar kapsul fibrosa terdapat jaringan lemak yang bagian luarnya dibatasi oleh fasia gerota. Diantara kapsula fibrosa ginjal dengan kapsul gerota terdapat rongga perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal atau disebut juga kelenjar suprarenal yang berwarna kuning. Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh berbagai otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hati, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal

(19)

kiri dikelilingi oleh limpa, lambung, pankreas, jejenum, dan kolon (Syaifuddin, 2023).

b. Fisiologi Ginjal

Menurut (Parereu, 2023), Mekanisme utama nefron adalah mengeluarkan zat-zat yang tidak diperlukan tubuh dari plasma melalui filtrasi dan dialisis di glomerulus, dan zat-zat yang diperlukan tubuh diserap kembali di tubulus ginjal. Di sisi lain, kedua mekanisme nefron terjadi melalui sekresi (prostaglandin oleh sel dinding saluran pengumpul dan prostasiklin oleh arteriol dan glomeruli).

Menurut (Syaifuddin, 2023), Fungsi ginjal meliputi:

1) Menyaring. Setiap hari ginjal menyaring cairan dari aliran darah. Semua darah dalam tubuh bergerak masuk dan keluar dari ginjal ratusan kali setiap hari, sekitar 200 liter cairan untuk disaring setiap 24 jam.

2) Pengolahan limbah. Ginjal memproses filtrat ini, dengan membuang limbah dan ion yang berlebihan melalui urin dan meresorbsi zat-zat yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi tubuh untuk digunakan kembali.

3) Eliminasi. Salah satu organ yang berfungsi untuk eliminasi yaitu ginjal. Ginjal mengekskresikan limbah nitrogen, racun, dan obat-obatan dari tubuh.

4) Pengaturan. Ginjal berfungsi untuk mengatur volume darah dan susunan kimiawi sehingga keseimbangan yang tepat antara air, garam, asam dan basa berada pada kondisi seimbang (homeostatis).

5) Regulasi. Fungsi ini dicapai melalui peran ginjal dalam memproduksi enzim renin yang dapat membantu mengatur tekanan darah, dan hormon eritropoetin. Hormon eritropoetin ini berperan dalam produksi sel darah merah pada sumsum tulang.

(20)

6) Konversi. Sel-sel ginjal juga berperan untuk mengaktivasi vitamin D.

Nefron

Unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal memiliki 1.000.000 – 1.500.000 nefron. Nefron bertanggung jawab untuk membentuk urin. Terdapat 2 jenis nefron, yaitu:

1) Nefron kortikalis (Kebanyakan nefron disebut nefron kortikal karena terletak hampir seluruhnya di dalam korteks).

2) Nefron juxtamedullaris (terletak di sebelah persimpangan korteks-meduler, dan lengkung Henle mereka masuk jauh ke dalam medula).

Nefron terdiri dari:

1) Glomerulus. Salah satu struktur utama nefron, glomerulus adalah simpul kapiler.

2) Kapsula bowman. Ujung tertutup tubulus ginjal membesar dan berbentuk cangkir dan mengelilingi glomerulus sepenuhnya.

3) Tubulus Renal: tubulus proksimal (ini adalah bagian dari tubulus yang dekat dengan kapsul glomerulus), lengkung henle dan tubulus kontortus distal (setelah lengkung Henle, tubulus terus menggulung dan memutar sebelum duktus pengumpul).

4) Duktus kolektikus (pengumpul) yang menerima urin dari banyak nefron.

(21)

Gambar 6.12 : Anatomi Nefron Sumber: (Syaifuddin, 2023)

Gambar 6.13 : Struktur Nefron Sumber: (Syaifuddin, 2023) Vaskularisasi Ginjal

Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteri renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan simpai bownman, di dalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapiler darah yang

(22)

meninggalkan simpai bownman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior (Syaifuddin, 2023).

Gambar 6.14 : : Vaskularisasi Ginjal Sumber: (Himmelfarb & Ikizler, n.d.) 4. Klasifikasi

Menurut National Kidney Foundation membagi 5 stadium penyakit ginjal kronik yang ditentukan melalui perhitungan nilai Glomerular Filtration Rate (GFR) meliputi: (Afista et al., 2022)

1. Stadium I

Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90ml/min/1.73m2). Fungsi ginjal masih normal tetapi telah terjadi abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan urin.

2. Stadium II

Kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal menurun ringan dan ditemukan abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan urin.

3. Stadium III

Penurunan GFR Moderat (30-59ml/min/1.73 m2). Tahapan ini terbagi lagi menjadi tahapan IIIA (GFR 45-59) dan tahapan IIIB (GFR 30-44). Pada tahapan ini telah terjadi penurunan fungsi ginjal sedang.

4. Stadium IV

(23)

Penurunan GFR Serve (15-20 ml/min/1.73 m2). Terjadi penurunan fungsi ginjal berat. Pada tahapan ini dilakukan persiapan untuk terapi pengganti ginjal.

Rumus untuk menghitung laju filtrasi glomerulus:

Laju filtrasi glomerulus = 140−Usia x Berat Badan 72x Kreatini Plasma

5. Manifestasi Klinis

Menurut (Siregar, 2020), penyakit ginjal kronis tidak menunjukkan gejala atau tanda penurunan fungsi secara spesifik, namun gejala yang berkembang mulai muncul ketika fungsi nefron mulai menurun secara terus menerus. Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan organ tubuh lainnya tidak berfungsi. Penurunan fungsi ginjal yang tidak ditangani dengan baik dapat berakibat buruk dan berujung pada kematian. Jika fungsi ginjal menurun hingga tahap akhir, gejala uremia dapat terjadi, yaitu:

a. Anuria/oliguria

b. penurunan nafsu makan, mual, dan muntah.

c. Aku merasa badanku lelah.

d. Wajahmu terlihat pucat.

e. Gatal pada kulit (pruritus).

f. Tekanan darah meningkat.

g. Sulit untuk bernapas.

h. Edema pada anggota badan dan kelopak mata

Gejala yang dialami pasien bergantung pada tingkat kerusakan ginjal. Kondisi ini mempengaruhi fungsi organ tubuh lainnya.

a. Gangguan jantung: peningkatan tekanan darah kasus, kardiomiopati, perikarditis uremik, gagal jantung, edema paru, perikarditis kasus.

b. Penyakit Pernafasan: dapat menyebabkan edema paru, nyeri pleura, sesak napas, radang, kejang, dahak kental, dan radang mukosa pleura.

(24)

c. Kelainan kulit: -Kulit tampak pucat, mudah tergores, kasar dan kering, timbul bercak hitam bersisik, dan gatal akibat penimbunan urea atau -kalsium pada kulit. Kulit putih seperti lilin disebabkan oleh pigmen kulit yang mengandung urea dan anemia. Rambut berubah warna dan menjadi lebih rapuh. Akumulasi urea pada kulit dapat menyebabkan rasa gatal.

d. Gangguan saluran cerna: penimbunan ureum pada saluran cerna menyebabkan radang dan maag kasus, selaput lendir saluran cerna menyebabkan stomatitis kasus, gusi berdarah kasus, gondongan, esofagitis, maag, duodenum kasus maag, lesi usus, dan pankreatitis.

Reaksi sekunder berupa mual, muntah, penurunan nafsu makan, cegukan, rasa haus, dan penurunan air liur yang menyebabkan mulut kering.

e. Gangguan muskuloskeletal: Urea menumpuk di otot dan saraf, dan orang yang terkena sering mengeluh nyeri di kaki bagian bawah, menggerakkan kaki terus-menerus (sindrom kaki gelisah), kaki terasa hangat, dan menderita neuropati, dan patah tulang patologis terjadi.

f. Kelainan darah: Pasien Kelainan darah disebabkan oleh penurunan eritropoietin dalam pembentukan sel darah merah dan kelainan yang memperpendek umur sel darah merah. Hemodialisis juga menyebabkan anemia, karena perdarahan terjadi akibat gangguan fungsi trombosit dan ditandai dengan munculnya purpura, petekie, dan ekimosis. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal juga mengalami penurunan kemampuan dalam menjaga pertahanan seluler sel darah putih dan limfosit, sehingga menurunkan pertahanan kekebalan tubuh dan membuatnya lebih rentan terhadap infeksi.

g. Gangguan Neurologi: Konsentrasi urea yang tinggi dapa menembus saraf otak sehingga menyebabkan kebingungan mental,

(25)

sulit berkonsentrasi, kejang otot, dan kejang, menyebabkan hilangnya kesadaran, gangguan tidur, dan gemetar.

h. Gangguan Endokrin: Dapat menyebabkan kemandulan, penurunan libido, amenore dan gangguan siklus menstruasi pada wanita, impotensi, penurunan produksi sperma, peningkatan produksi aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.

6. Patofisiologi

Penyakit ginjal kronis terjadi karena kerusakan kronis yang menyebabkan hilangnya nefron secara permanen. Sisa nefron yang tersedia menerima beban kerja dua kali lipat dari sebelumnya. Tubuh melakukan upaya kompensasi dalam bentuk hipertrofi struktural dan fungsional dari nefron yang tersisa (surviving nephrons), yang dimediasi oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. ini menyebabkan hiperfiltrasi kompensasi, yang dianggap sebagai bentuk

"hipertensi" pada tingkat nefron. Kompensasi Hiperfiltrasi melibatkan peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Meskipun proses adaptasi ini singkat, namun jika terus berlanjut dapat menyebabkan fibrosis ginjal. Fibrosis ginjal adalah suatu kondisi di mana penyembuhan luka pada jaringan ginjal gagal setelah cedera kronis jangka panjang dan ditandai dengan glomerulosklerosis, atrofi tubulus, dan fibrosis interstisial (Lydia, 2023).

Sklerosis glomerulus atau glomerulosklerosis disebabkan oleh disfungsi endotel, proliferasi sel otot polos dan sel mesangial, serta rusaknya podosit yang biasanya melapisi membran basal glomerulus.

Glomerulosklerosis dapat meningkatkan laju kerusakan dan penyusutan nefron, yang dapat mengakibatkan uremia, suatu gejala dan tanda kompleks yang terjadi ketika fungsi ginjal yang tersisa tidak lagi optimal (Lydia, 2023).

Pada pasien stadium awal, penyakit ginjal kronis terjadi ketika Cadangan ginjal hilang, ketika GFR basal masih normal, atau ketika meningkat. Hal ini menyebabkan penurunan GFR secara bertahap dan

(26)

peningkatan signifikan kadar ureum dan kreatinin serum sebesar.

Pasien mengalami keluhan (asimtomatik) hanya bila GFR 60%.

Keluhan pasien berupa nokturia, lemas, mual, nafsu makan menurun, dan penurunan berat badan terjadi hingga GFR 30% (Khunti et al., 2021).

Pasien yang menunjukkan gejala dan tanda uremia, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, mual dan muntah, terjadi bila GFR kurang dari 30%. Pasien dengan GFR di bawah 30% dapat dengan mudah mengalami infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran cerna, gangguan keseimbangan cairan seperti hipovolemia, dan ketidakseimbangan elektrolit (natrium dan kalium). Jika GFR kurang dari 15%, timbul gejala dan komplikasi yang lebih parah dan diperlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement Therapy), seperti cuci darah atau transplantasi ginjal, kondisi ini disebut gagal ginjal (Khunti et al., 2021).

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Anggraini, 2022) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien penyakit ginjal kronis, meliputi:

a. Urinalisis

Pada pemeriksaan tes urin mengevaluasi warna urin, bau khas urin, kekeruhan, volume dan osmolaritas urin, serta pH, hemoglobin (Hb), dan glukosa serta protein yang ada dalam urin.

Kelainan urin yang ditemukan pada foto laboratorium penyakit ginjal kronik antara lain proteinuria, hematuria, leukosituria, gips, dan isosteuria.

b. Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Parameter yang menentukan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit adalah laju filtrasi glomerulus (GFR) dan kapasitas ekskresi ginjal. Kapasitas ekskresi ginjal ditentukan dengan mengukur produk sisa metabolisme tubuh sendiri seperti

(27)

urea dan kreatinin dalam urin. Peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum menunjukkan penurunan fungsi ginjal.

Pemeriksaan kadar urea secara berkala dilakukan dengan menggunakan metode enzimatik. Dalam metode ini, enzim urease menghidrolisis urea untuk menghasilkan ion amonium, yang kemudian diukur. Kadar urea adalah tanda terbaik bahwa uremia toksik sedang berkembang. Pengujian kadar kreatinin juga digunakan untuk menilai fungsi ginjal menggunakan metode reaksi Jaffe. Nilai kreatinin digunakan untuk menghitung bersihan kreatinin dan GFR. Diagnosis gagal ginjal dapat ditegakkan bila nilai kreatinin serum meningkat sebesar di atas nilai acuan normal.

Pada gagal ginjal dan uremia, ekskresi kreatinin glomerulus dan tubulus ginjal berkurang. Pemeriksaan lebih lanjut antara lain pemeriksaan kadar asam urat, cystatin C, mikroglobulin β2, inulin, dan zat berlabel isotop radioaktif.

c. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Gambaran radiologi yang terjadi pada pasien CKD antara lain:

1. Foto polos abdomen menunjukkan batu radiopak.

2. Pielografi intravena jarang digunakan karena zat kontras seringkali tidak melewati filter glomerulus. Efek toksik media kontras pada ginjal karena kerusakan sudah terjadi.

3. Ultrasonografi (USG) ginjal pada pasien CKD dapat menunjukkan pengecilan ukuran ginjal, penipisan kortikal, hidronefrosis atau adanya batu ginjal, kista, massa dan kalsifikasi ginjal.

4. Bila perlu dapat dilakukan nefrogram atau scan ginjal . d. Biopsi Ginjal dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Biopsi ginjal dan pemeriksaan histopatologi dilakukan pada pasien yang ukuran ginjalnya masih mendekati normal dan diagnosis noninvasif tidak dapat dilakukan. Pemeriksaan

(28)

histopatologi bertujuan untuk menentukan etiologi, menentukan pengobatan, menetapkan prognosis dan mengevaluasi hasil pengobatan yang dilakukan. Biopsi ginjal dilakukan pada situasi dimana ginjal mengecil (ginjal berkontraksi), penyakit ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi perinefrik, gangguan perdarahan, gagal napas, dan obesitas. Jika berlaku, penjelasan dasar mengenai klasifikasi dan kontraindikasi dapat diberikan.

8. Komplikasi

Menurut (Parereu, 2023), Komplikasi PGK terdiri dari : a. System Kardiovaskuler

1) Hiperkalemia adalah komplikasi yang paling serius. Sebab, aritmia dan henti jantung bisa terjadi bila K+ serum mencapai 2 mEq/L.

2) Jika kadar urea, fosfat, atau hiperparatiroidisme sekunder parah, perikarditis dapat dan mungkin terjadi. Kelebihan cairan dan tekanan darah tinggi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati dilatasi.

3) Tekanan darah tinggi menyebabkan nefron mengecil sehingga membentuk jaringan parut dan mengurangi aliran darah ke ginjal. Pelepasan renin meningkat seiring dengan paparan cairan tubuh berlebih dan dapat menyebabkan hipertensi.

b. Sistem Respirasi

1) Penumpukan cairan pada sistem pernapasan, sesak napas, gagal napas.

2) Asidosis: adalah suatu kondisi dimana terdapat terlalu banyak asam dalam cairan tubuh. Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun di bawah 15 mEq/L. Asidosis berat biasanya dikoreksi dengan pemberian Na HCO3 (natrium bikarbonat) secara parenteral.

(29)

3) Alkalosis adalah penyakit dimana darah dalam tubuh terlalu banyak mengandung basa. Alkalosis sering terjadi akibat penurunan, peningkatan kadar asam dalam tubuh Natrium bikarbonat yang berperan sebagai basa, atau karbon dioksida rendah dalam darah.

4) Sistem darah: Pada penyakit ginjal kronis, anemia dapat terjadi akibat penurunan sekresi eritropoietin oleh ginjal.

5) Sistem gastrointestinal: Dehidrasi dapat terjadi, dan hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air karena hilangnya nefron. Meskipun ginjal terus mempertahankan filtrasi, kehilangan fungsi tubular, sehingga mengeluarkan erin yang sangat encer dan menyebabkan dehidrasi.

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis menurut (Puspitasari et al., 2023) yaitu:

1. Tindakan Konservatif

Tujuan pengobatan pada tahap ini ialah untuk memperlambat gangguan fungsi ginjal.

a. Pembatasan Protein b. Diet Rendah Kalium c. Diet Rendah Natrium d. Pengaturan Cairan e. Penanggulangan anemia

f. Pengobatan dan pencegahan infeksi g. Transplantasi

B. Konsep Gaya Hidup

1. Definisi Gaya Hidup

(30)

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya (Ii et al., 2020). Menurut (Atmadja et al., 2020) gaya hidup sehat adalah segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan. Dengan demikian banyaknya penderita penyakit tidak menular seperti: jantung, tekanan darah tinggi, kanker, stress dan penyakit tidak menular lainnya yang disebabkan karena gaya hidup yang tidak sehat, maka untuk menghindarinya kita perlu merubahah gaya hidup yang sehat setiap harinya.

Perubahan gaya hidup yang bisa dilakukan adalah mengatur pola makan, olahraga secara teratur, dan menghindari konsumsi alkohol atau rokok. Adapun beberapa jenis diet, yakni diet rendah garam, diet rendah kolestrol dan lemak terbatas, diet tinggi serat, dan diet kalori.

Dengan mengatur pola makan sehat maka dapat menj

2. Faktor – Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Perubahan Gaya Hidup

Menurut (Susanti & Kholisoh, 2020) faktor – faktor yang mempengaruhi gaya hidup ada dua faktor, yaitu :

a. Faktor Internal

Faktor internal meliputi sikap, pengalaman, pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi yang tercermin dalam aktivitas, minat, dan pendapat seseorang.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, dan budaya.

Menurut (Ii et al., 2020) terbentuknya gaya hidup sehat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Faktor predisposisi seperti pengetahuan kesehatan, sikap, keyakinan, dan nilai.

(31)

b. Faktor yang memungkinkan antara lain sarana, prasarana, dan lingkungan sekitar.

c. faktor penguat yaitu sikap dan tindakan otoritas Kesehatan

d. Faktor intrinsik: usia, jenis kelamin, ciri fisik, kepribadian, bakat, temperamen, kecerdasan.

3. Aspek Gaya Hidup

Ada beberapa aspek yang dapat mempengaruhi perubahan gaya hidup pada pasien penyakit ginjal kronis yaitu :

a. Aktifitas fisik

Aktifitas fisik merupakan suatu gerakan tubuh yang dihasilkan otot rangka dan membutuhkan energi, termasuk aktivitas yang dilakukan saat bekerja, bermain, melakukan pekerjaan rumah tangga, bepergian dan kegiatan rekreasi. aktifitas fisik bisa berupa kegiatan sehari-hari, yaitu : berjalan kaki, berkebun, kerja di taman, mencuci pakaian, mencuci mobil, mengepel lantai, naik turun tangga, membawa belanjaan, dan lain- lain (Kusumo, 2020).

b. Pola makan

Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan gizi sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Gizi yang ideal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik dan kecerdasan bayi, anak-anak, serta seluruh kelompok umur. Contoh makanan yang baik bagi pasien yang terdiagnosa penyakit ginjal kronis yaitu, sayuran hijau (bayam dan kangkong), putih telur, buah-buahan, kurangi menonsumsi daging merah, (Kadir, 2019).

c. Kebiasaan istirahat

Kebiasaan istirahat yang kurang baik dikarnakan merasa cemas hal itu yang biasa dirasakan oleh sebagian besar orang yang

(32)

berdampak pada rendahnya kualitas tidur. Kualitas tidur yang kurang baik akan

berdampak pada masalah kesehatan yang kronis, yaitu peningkatan tekanan darah, mudah lelah dan memiliki emosi yang tidak stabil.

Contoh tidur dengan jadwal yang teratur, minum air putih sebelum tidur, mematikan lampu kamar, membatasi waktu tidur siang, dan ciptakan lingkungan tidur yang nyaman (Salman et al., 2020).

Menurut (Rozi et al., 2023) dan (Salman et al., 2020) ada dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negative meliputi:

1. Aspek Positif

a) Meningkatkan Kualitas Hidup.

b) Menurunkan Risiko Penyakit.

c) Meningkatkan Produktivitas Dan Konsentrasi d) Memiliki Jadwal Yang Lebih Teratur, Dan e) Menjaga Berat Badan Tetap Ideal

2. Aspek Negatif

a) Malas Gerak/Beraktifitas

b) Sering Merokok Dan Minuman Beralkohol c) Obesitas

d) Kurang Nutrisi e) Mudah Stress

C. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Penyakit ginjal kronis disebabkan oleh :

- Hipertensi

- Diabetes Militus tipe II - Batu Ginjal

- Pielonefritis Kronik - Glomerulonephritis

Kronik - Gaya hidup

Faktor yang mempengaruhi perubahan gaya hidup:

a. Faktor internal - Sikap

- Pengalaman dan pengamatan - Kepribadian

(33)

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

Sumber : (Siregar, 2020), Penyakit Ginjal Kronis

Gejala Klinis: gejala ringan seperti anuria/oliguria, penurunan nafsu makan, mual, dan muntah, badan terasa lelah, wajah terlihat pucat, gatal pada kulit (pruritus), tekanan darah meningkat, sulit untuk bernafas, edema pada anggota badan dan kelopak mata.

Manajemen terapi:

- Pembatasan Protein - Diet Rendah Kalium - Diet Rendah Natrium - Pengaturan Cairan

- Pengobatan dan pencegahan infeksi

- Transplantasi

Perubahan Gaya Hidup

Aspek Perubahan Gaya Hidup:

1. Aktifitas Fisik 2. Pola Makan 3. Kebiasaan Istirahat 4. Kebiasaan Merokok 5. Pembatasan Cairan

Dampak baik perubahan gaya hidup:

- Meningkatkan kualitas hidup - Menurunkan risiko penyakit - Meningkatkan produktivitas dan

konsentrasi

- Memiliki jadwal yang lebih teratur - Menjaga berat badan tetap ideal

Dampak buruk gaya hidup modern:

- Malas gerak/beraktifitas - Merokok dan minum

beralkohol - Obesitas - Kurang nutrisi - Mudah stress

(34)

BAB III

KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep

Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka di kembangkan suatu kerangka konsep penelitian (Notoatmodjo, 2018)

Kerangka konsep penelitian adalah suatu kerangka hubungan antara konsep dari variabel yang ingin diteliti atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Purwanza dkk., 2022). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perubahan gaya hidup pada pasien

(35)

penyakit ginjal kronis. Didasari teori yang telah dijelaskan, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

B. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara ukur Hasil

Ukur Skala Perubahan

Gaya Hidup

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi

dengan lingkunganny a

Kuesioner lifestyle changes yang terdiri dari 24 pertanyaan yang disusun oleh peneliti meliputi aspek aktifitas fisik, pola makan, kebiasaan istirahat, kebiasaan merokok, dan pembatasan cairan

wawancara Baik:

Apabil a skor

≥12 Kurang baik:

Apabil a skor

<12

Ordinal

Perubahan Gaya Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronis - Aktifitas Fisik

- Pola Makan

- Kebiasaan Istirahat - Kebiasaan Merokok - Pembatasan Cairan

(36)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan dan mengetahui distribusi frekuensi tentang bagaimana perubahan gaya hidup pada pasien penyakit ginjal kronis (PGK). Berdasarkan masalah dan tujuan yang hendak dicapai, jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan studi observasional yang menggunakan desain cross sectional (potong lintang). Desain cross sectional adalah penelitian dimana peneliti

(37)

melakukan observasi atau pengukuran variabel sekaligus pada waktu yang sama (Bloom & Reenen, 2023)

B. Populasi dan Sempel Penelitian 1. Populasi

Populasi dapat diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek atau objek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Harry Farrizqy et al., 2023). Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah rata – rata jumlah pasien penyakit ginjal kronis per bulan di ruang Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang pada tahun 2024 yaitu sebesar 62 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya dalam suatu penelitian (Adnyana, 2021).Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien penyakit ginjal kronis di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan nonprobalitiy sampling dengan purposive sampling merupakan pengambilan sampel dengan menggunakan beberapa pertimbangan tertentu sesuai dengan kriteria yang diinginkan untuk dapat menentukan jumlah sampel yang akan diteliti (Harry Farrizqy et al., 2023). Dalam penentuan sampel di gunakan rumus besar sampel deskriptif kategorik sebagai berikut (Dahlan, 2010)

n =

2dxPxQ2

Keterangan :

 Zα = Deviat baku alfa, ditetapkan 1,96

 P = Proporsi kategorik variabel yang diteliti

 Q = 1 - P

(38)

 d presisi = ditetpkan 10% = 0,1%

untuk nilai yang ditetapkan alfa sebesar 5% sehingga nilai Zα = 1,96, dengan nilai presesi (d) 10%. Dengan demikian, besar sampel yang diperlukan adalah :

n =

2dxPxQ2

=

(1,96)2x0,10,202 x0,80

= 0,614656 0,01

=

61,47 (dibulatkan menjadi 62)

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka jumlah sampel minimal yang digunakan dalam penelitian adalah 62 responden. Adapun teknik yang digunakan untuk penentuan sampel adalah purposive sampling dimana sampel yang dipilih diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang diinginkan.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi merupakan karakteristik yang ditetapkan peneliti untuk mewakili subjek penelitian. Kriteria inklusi dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Bersedia menjadi responden penelitian

2) Pasien terdiagnosis penyakit ginjal kronis yang dapat berkomunikasi serta mampu membaca dan menulis dengan baik.

3) Pasien penyakit ginjal kronis di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilalsanakan di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang, Provinsi Sumatra Selatan Pada Bulan Juni tahun 2024.

(39)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ialah langkah yang paling awal pada proses penelitian, sebab tujuan awal bagi penelitian ini yaitu mendapatkan data.

Data yang dibutuhkan disini ialah teknik pengumpulan data mana yang paling tepat, sehingga benar – benar didapat data yang valid serta reliable (Purwanza dkk., 2022).

1. Data Primer

Data Primer ialah data yang diambil dari responden dengan menggunakan kuesioner yang sudah disediakan. Seperti pada penelitian ini akan Data menggunakan kuesioner lifestylel.

2. Sekunder

Data sekunder dipergunakan sebagai data pelengkap untuk data primer yang berhubungan pada masalah yang diteliti. Pada penelitian ini data sekunder adalah data yang diperoleh dari Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang.

E. Instrumen Pengumpulan Data 1. Kuesioner

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini akan menggunakan kuesioner lifestyle changes yang telah baku dan Kuesioner faktor perubahan gaya hidup sebagai berikut. Pengukuran menggunakan kuesioner degan 5 item pertanyaan faktor perubahan gaya hidup : menggunakan faktor lifestyle changes. Penelitian akan memberikan lembar kuesioner lifestyle changes dengan 24 pertanyaan dan mempunyai rentan nilai 0 - 24 tingkat perubahan gaya hidup yang berfokus pada subskala dengan interprestasi :

1. Baik : Apabila skor ≥ 12 2. Buruk : Apabila skor < 12 2. Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Kuesioner lifestyle changes

(40)

Pada penelitian ini peneliti melakukan uji validitas pada kuesioner lifestyle changes dengan menggunakan uji correlations hasil uji validitas didapatkan rentang nilai validitas 0,499 – 0,661 ( r tabel : 0,361 ) dengan taraf signifikan 5% dikatakan valid karena r hasil > r tabel (

Pada uji reliabilitas nilai reabilitas yang didapat adalah 0,905 yang diujikan menggunakan metode Croncbach's Alpha. Instrument dikatakan reliabel apabila nilai Croncbach's Alpha lebih dari konstanta (>0,6), sehingga kuesioner dapat dikatakan reliabel ( F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Menurut Imas Masturoh & Anggita (2018), pengolahan data menggunakan apklikasi pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Editing

Seleksi data (Editing) merupakan proses pemeriksaan data di lapangan sehingga dapat menghasilkan data yang akurat untuk pengolahan data selanjutnya kegiatan yang dilakukan adslsh memeriksa apakah semua pertanyaan sudah di jawab dan jawaban yang ditulis dapat dibaca secara konsisten.

b. Coding

Pemberian kode (Coding) yaitu memberikan kode pada jawaban di tepi kanan atas lembaran pertanyaan pengisian berdasarkan jawaban dari responden tersebut

c. Entering

Data entry, yakni jawaban – jawaban dari masing – masing responden yang masih dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program SPSS 22.

d. Cleaning (pembersihan data)

Memeriksa Kembali data yang telah dimasukkan sehingga terbatas dari kesalahan dan dapat diuji kebenarannya.

e. Tabulating

(41)

Tabulating digunakan dengan memasukkan data – data hasil penelitian kedalam tabel – yabel sesuai kriteria yang telah ditentukan secara manual kedalam computer dengan menggunakan SPSS 22.

2. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah Analisa univariat. Analisa univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Purwanza dkk., 2022). Data yang diperoleh dari penelitian ini terdiri dari data karakteristik responden (usia, jenis kelamin, aktifitas fisik, pola makan, kebiasaan istirahat, kebiasaan merokok, pembatasan cairan).

G. Prosedur Penelitian 1. Tahap persiapan

a. Peneliti dilakukan setelah mendapat izin penelitian dari pembimbing peneliti, izin dari institusi pendidikan dan izin melakukan penelitian dari rumah sakit.

b. Peneliti memilih sampel responden sesuai dengan kriteria inklusi yang telah di tetapkan. Peneliti mendapatkan identitas responden dari wawancara

c. Setelah mendapatkan responden sesuai dengan kriteria inklusi, peneliti menjelaskan tentang tujuan penelitian kepada responden serta memberikan kertas informed consent untuk di tanda tangani.

2. Tahap pelaksanaan

a. Mengidentifikasi responden dengan menggunakan teknik observasional analitik.

b. Peneliti menemui dan memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan dari penelitian dan informed consent pada pasien dan keluarga yang dijadikan responden, lalu responden mengisi persetujuan ikut berpartisipasi dalam penelitian

c. Peneliti mewawancarai responden terkait data demografi, kuesioner lifestyle

H. Etika Penelitian

(42)

Menurut (Haryani & Setiyobroto, 2022) penelitian ini terdapat beberapa etika penelitian yang digunakan dalam mengatasi risiko atau dampak yang timbul pada penelitian tersebut:

1) Informed Consent (lembar Persetujuan)

Ialah persetujuan untuk sebagai responden pada penelitian yang akan dilakukan dengan memberi lembar persetujuan pada responden yang telah memenuhi kriteria penelitian serta di tandatangani. Bila responden bersedia. Sebelim itu peneliti wajib memberitahu maksud &

tujuan penelitian ini, menjeleaskan cara pengisian dan cara menjawab kuesioner penelitian tersebut.

2) Anonymity (Tanpa Nama)

Pada penggunaan subjek penelitian tidak memberikan atau mencantumkan nama responden di lembar kuesioner cukup menuliskan kode di lembar pengelolahan data hasil penelitian disajikan atau menggunakan nama inisial.

3) Privacy (Kerahasiaan)

Dalam etika penelitian ini, peneliti tidak boleh menampilkan informasi tentang identitas & kerahasiaan responden.

4) Justice (Keadilan)

Peneliti memperlakukan responden dengan perlakuan yang sama sebelum maupun sesudah partisipasi pada penelitian tanpa membedakan agama, suku, gender ataupun pangkat/status responden.

5) Non Maleficence (Tidak Merugikan)

Prinsip pada etika penelitian ini, peneliti hendaknya berusaha agar meminimalkan dampak atau mencegah hal yang tidak akan membuat responden merasa dirugikan.

(43)

BAB V HASIL

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang 1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang

Yayasan Islam Siti Khadijah Palembang, dibentuk dengan SK gubernur KDH TK I Sumatera Selatan, tertanggal 14 Desember 1974, Nomor 593/KPTS/VII/1974, dan disahkan melalui Akte Notaris Aminus Palembang, Tangggal 29 Januari 1975 Nomor 62 dan didaftarkan pada Pengeadilan Negeri (PN) Palembang, tanggal 5

(44)

Februari 1975, Nomor 32/1975, RS. Islam Siti Khadijah Palembang, mulai beroprasional secara defenitif pada tanggal 28 Februari 1980.

2. Gambaran Umum Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang Nama RS : Rumah Sakit Siti Khadijah Palembang Alamat : Jl.Demang Lebar Daun, Pakjo Palembang Telepon : 0711 – 356008 ( Hunting )

Email : [email protected] Website : rsi-sitikhadijah.com

Status Kepemilikan : Yayayn Islam Siti Khadijah Palembang Nama Direktur Utama : dr. Hj. ASDARIA TENRI, sp. OG Kelas Rumah Sakit : B

Akreditas : Lulus Tingkat PARIPURNA SK Walikota : 006.128.09/DSN-MUI/IV/2022 Luas Tanah : 81.879 m2

Luas Bangunan : 11.571,51 m2

Jumlah TT : 209 TT

3. Visi, Misi, Motto, dan Tujuan Rumah Sakit b. Visi

Mejadi Rumah Sakit Unggulan yang Islami c. Misi

 Memberikan pelayanan Kesehatan yang bernuansa Islami menjaukau seluruh Masyarakat untuk mencapai Tingkat Kesehatan yang setinggi – tingginya.

 Mengelola Rumah Sakit secara professional dan terpadu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Mutahir.

 Melibatkan partisipasi karyawan dalam meningkatkan mutu dan pelayanan.

 Meningkatkan penghasilan karyawan.

d. Motto

Bekerja sebagai ibadah, Ridho dalam pelayanan.

e. Tujuan

(45)

RS. Islam Siti Khadijah Palembang merupakan sarana pengambdian untuk melaksanakan maksud dan tujuan Yayasan Islam Siti Khadijah Palembang, yakni membina, memelihara dan meningkatkan kesejahteraan umat dibidang Kesehatan, merupakan perwujudan iman dan amal saleh kepada Allah SWT.

4. Struktur Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang

5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

a. Fasilitas Pelayanan Rawat Inap

VVIP HAR, VVIP Ibnu Sina, VIP Humairoh (VIP Khusus dan Kelas IA), Pav. Muzdalifah (Kelas IB dan Kelas II), Penyakit Dalam (Kelas III), Pav Marwah (Kelas IB dan Kelas II), Bedah (Kelas III), Pav. Shafa (Kelas IA dan Kelas IB), Kebidanan (Kelas II dan Kelas III), Pav.

Madinah (Kelas IA dan Kelas II), Anak (Kelas III), ICU/ICCU.

b. Fasilitas Pelayanan Rawat Jalan & Poliklinik

Poli Umum, Poli Gigi (Bedah Mulut, Konservasi Gigi), Poli Penyakit Dalam (Hematologi Onkologi Medik, Ginjal Hipertensi, Kardiovaskular, Gastroenttero Hepatologi, Endokrinologi), Geriatri, Poli Bedah (Bedah Umum, Bedah Onkologi, Bedah Pencernaan), Poli Anak (Neurologi Anak, Neonatus), Poli Obesitas dan Genekologi (Onkologi, Fotomaternal), Poli Jantung, Poli Syaraf/Neurologi, Poli Mata, Poli Paru, Poli THT, Poli Kulit & kelamin, Poli Jiwa,

Direktur

Wakil Direktur SDM dan AIK Waki direktur

Pelayanan Medis

Wakil Direktur Umum

(46)

Poli Psikologi, Pemeriksaan Medis (MCU), Konsultasi Gizi.

c. Fasilitas Umum

Masjid AL ‘ADLI, Bank dan ATM, Kantin Umum, Minimarket, Fotocopy, Foodcourt, Area parkir kendaraan yang luas, Bimbingan Rohani pasien, Penyelenggaraan Jenazah.

d. Fasilitas Pelayanan Khusus

Kamar Operasi, Kemotrapi, Hemodialisa, Fisioterapi, Igd, Observasi IGD Dan Perawatan Perinatal.

6. Fasilitas Pelayanan Penunjang Medis

Pelayanan Farmasi, Pelayanan Gizi, Pelayanan Laboratorium, Pelayanan Radiologi, dan Pelayanan Medical Check Up.

7. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang tepatnya di Instalasi Hemodialisa. Instalasi Hemodialisa di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah berada di lantai pertama Rumah Sakit. Instalasi Hemodialisa beroprasi pada pagi hingga sore hari.

Dengan pola pelayanan ditata dengan baik dan dilaksanakan oleh tenaga spesialis dan sub spesialis yang berpengalaman.

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Instalasi Hemodialisa di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang terhadap 62 responden, berikut hasil dari penelitian yang meliputi analisis univariat.

1. Analisis Univariat

(47)

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia (n=62 Responden)

Variabel Mean Median Min-

Maks SD CI – 95

Usia 46,29 45.00 30-65 8,036 44,35-48,29 Berdasarkan table 5.1 tentang distribusi karakteristik responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa rata-rata atau mean responden berusia 46,29 tahun, median 45,00 tahun. Usia termuda 30 tahun dan tertua 65 tahun dengan standar deviasi 8,036. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan 95% diyakini bahwa usia responden dalam penelitian ini antara 44,35-48,29 tahun.

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Table 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Berdasarkan jenis Kelamin (n = 62 Responden) No Jenis Kelamin Jumlah (f) Persentase (%)

1 Laki-laki 22 35,5%

2 Perempuan 40 64,5%

Total 62 100%

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa persentase karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, Perempuan lebih banyak dari laki-laki, dengan jumlah Perempuan sebanyak 40 orang (64,5%), sedangkan laki-laki sebanyak 23 orang (35,5%).

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan

Aktivitas Fisik (n=62 Responden)

No Aktivitas fisik Jumlah (f) Persentase (%)

1 Baik 43 69,4%

2 Buruk 19 30,6%

Total 62 100%

Berdasarkan table 5.3 tentang distribusi karakteristik responden berdasarkan Aktivitas fisik menunjukkan bahwa Aktivitas fisik dengan kategori baik sebanyak 43 responden (69,4%), dan aktivitas fisik dengan kategori buruk sebanyak 19 responden (30,6%).

(48)

d. Karakteristik Responden Berdasarkan Pola Makan

Tabel 5.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan pola makan (n=62 Responden)

No Pola makan Jumlah (f) Persentase (%)

1 Daging 43 0,69

2 Makanan berlemak 7 0,11

3. Makanan yang digoreng 57 0,92

4. Makanan cepat saji 24 0,39

5. Minuman yang bercafein 10 0,16

6. Makanan yang diasinkan 19 0,31

7. Sayuran 59 0,95

8. Buah buahan 59 0,95

Berdasarkan table 5.4 tentang distribusi karakteristik responden berdasarkan Pola Makan menunjukkan bahwa mayoritas pola makan responden yaitu mengkonsumsi buah buahan dan sayuran dengan 59 responden (0,95%), responden yang mengkonsumsi daging sebanyak 43 responden (0,69%), responden yang mengkonsumsi makanan yang digoreng sebanyak 57 responden (0,92%), makanan berlemak sebanyak 7 responden (0,11%), makanan cepat saji sebanyak 24 responden (0,39%), makanan yang diasinkan sebanyak 19 responden (0,31%), minuman bercafein sebanyak 10 responden (0,16%).

e. Karakteristik Responden berdasarkan kebiasaan Merokok Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan

kebiasaan merokok (n=62 Responden) No Kebiasaan

merokok

Jumlah (f) Persentase (%)

1 Merokok 3 4,8%

2 Tidak Merokok 59 95,2%

Total 62 100%

Berdasarkan table 5.5 tentang distribusi karakteristik responden berdasarkan kebiasaan istirahat menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak merokok dengan 59 responden (95,2%), dan responden yang meroko sebanyak 3 responden (4,8%).

Gambar

Gambar 6.11 : Anatomi Ginjal Sumber: (Himmelfarb &amp; Ikizler, 2019)
Gambar 6.12 : Anatomi Nefron Sumber: (Syaifuddin, 2023)
Gambar 6.13 : Struktur Nefron Sumber: (Syaifuddin, 2023) Vaskularisasi Ginjal
Gambar 6.14 : : Vaskularisasi Ginjal Sumber: (Himmelfarb &amp; Ikizler, n.d.) 4. Klasifikasi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Intervensi Sleep Hygiene dan Aromaterapi terhadap peningkatan kualitas hidup dan kualitas tidur pasien penyakit.

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan sutau penyakit kronis yang memiliki karakteristik bersifat irreversible, tidak dapat disembuhkan dan membutuhkan perawatan dalam jangka

Maka, terapi self management bagi pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa dalam prosesnya dapat mengarahkan pasien untuk melakukan perubahan

IMPLEMENTASI DATA MINING UNTUK DETEKSI PENYAKIT GINJAL KRONIS ( PGK ) MENGGUNAKAN K-NEAREST NEIGHBOR ( KNN ) DENGAN BACKWARD DATA MINING IMPLEMENTATION FOR DETECTION OF

Pasien yang mengonsumsi obat dalam jumlah banyak dan pasien yang memiliki lebih dari satu penyakit kronis (memiliki.. penyakit kronis lain selain penyakit ginjal)

Studi retrospektif terhadap kelangsungan hidup dari 146 kucing penderita penyakit ginjal kronis yang diberi pakan normal dan pakan komersial khusus penyakit ginjal menunjukkan

Panduan baru manajemen Penyakit Ginjal Kronis (PGK) yang telah dikembangkan oleh The Canadian Society of Nephrology menyebutkan bahwa PGK ditandai dengan GFR (

2509 al., 2022 a hubungan antara perilaku kesehatan dan kualitas hidup pada pasien dengan penyakit ginjal kronik pasien yang didagnosi s PGK minimal 12 bulan self