Oleh:
SITI FEMI AMALIA 110100041
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARYA TULIS ILMIAH
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
SITI FEMI AMALIA 110100041
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
PREVALENSI HIPERTENSI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2013
Nama : SITI FEMI AMALIA NIM : 110100041
PEMBIMBING PENGUJI I
( dr. Refli Hasan, Sp.PD Sp.JP(K) ) (dr. Dedi Ardinata, M.Kes) NIP. 196104031987091001 NIP. 196812271998021002
PENGUJI II
(dr. Cherry Siregar, M.Kes) NIP. 197404102008122002
Medan, 5 Desember 2014
Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas sumatera Utara
ABSTRAK
Hipertensi adalah salah satu kondisi medis yang paling umum dijumpai di setiap negara di seluruh dunia dan disebut sebagai silent invisible killer karena seringkali muncul tanpa gejala. Hampir sepertiga atau sekitar 17 juta kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan dari data tersebut sebanyak 9,4 juta penyebabnya merupakan komplikasi dari hipertensi. Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan sebaliknya hipertensi dalam jangka waktu lama dapat mengganggu ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar prevalensi hipertensi pada pasien penyakit ginjal kronis (PGK) serta distribusi frekuensinya berdasarkan jenis kelamin, usia, klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7, dan tingkatan PGK.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh data rekam medik pasien PGK di RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Januari 2013 - Desember 2013. Sampel diambil dengan metode total sampling.
Dari hasil penelitian terdapat 390 orang yang terdiagnosa PGK dan dari data tersebut tercatat 346 pasien (88,7%) menderita hipertensi. Kejadian PGK terbanyak terdapat pada laki-laki yaitu 206 orang (52,8%), kelompok usia 51-70 tahun yaitu 190 orang (48,7%), pasien dengan klasifikasi tekanan darahnya termasuk hipertensi derajat 2 yaitu sebanyak 150 orang (38,5%), dan pasien PGK tingkat 5 yaitu sebanyak 317 orang (81,3%).
Melalui penelitian ini, diharapkan adanya pengontrolan tekanan darah secara intensif pada pasien dengan hipertensi agar tidak terjadi progressi dari PGK dan mengurangi resiko kematian akibat penyakit kardiovaskular.
ABSTRACT
Hypertension is one of medical condition commonly found in most countries worldwide and often called as silent, invisible killer because it rarely causes symptoms. Nearly one third or approximately 17 million deaths worldwide every year evoked by cardiovascular disease and of these, complications of hypertension account for 9,4 million. The aim of this study is to find out the prevalence of hypertension in chronic kidney disease (CKD) patients and it’s distribution based on sex, age, blood pressure classification, and CKD staging.
This study is a descriptical study with a cross-sectional design. The population is all medical records of CKD patients in RSUP H. Adam Malik Medan during January 2013 - December 2013, taken with a total sampling method.
The results of the study showed that there were 390 patients diagnosed with CKD and of these, 346 patients (88,7%) suffered from hypertension. The highest prevalence were found in male with a total of 206 patients (52,8%), in persons aged 51 to 70 years with a total of 190 patients (48,7%), in persons with stage 2 hypertension with a total of 150 patients (38,5%), and in persons with stage 5 CKD with a total of 317 patients (81,3%).
Through this study, we hope that there will be an intensive blood pressure control in patient with hypertension to prevent the progression of CKD and to decrease the risk of cardiovascular disease mortality.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya hadiratkan kepada Allah SWT atas segala curahan rahmat,
kasih sayang dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini yang berjudul “Prevalensi Hipertensi pada Pasien Penyakit Ginjal
Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013”.
Selama melakukan penelitian dan menyusun karya tulis ilmiah ini penulis banyak
mendapatkan dukungan, baik berupa kritik maupun saran dari berbagai pihak.
Oleh karenanya, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof.dr. Gontar alamsyah Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Refli Hasan Sp.PD, Sp.JP(K), selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia memberikan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing saya
sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.
3. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku dosen penguji I dan dr. Cherry Siregar,
M.Kes, selaku dosen penguji II yang turut memberikan saran-saran dalam
penyempurnaan karya tulis ilmiah ini.
4. dr. Andriamuri Primaputra Lubis, Sp.An, selaku dosen pembimbing
akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
5. Rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada
kedua orang tua saya tercinta, ayahanda Alm. Sufery Syukur, SH dan
ibunda Almh. Dra. Jumiati atas kasih sayang yang telah diberikan kepada
saya.
6. Saudara kandung saya yaitu Muhammad Hafidz Maulana atas segala doa,
dukungan dan semangat yang diberikan serta adik saya tercinta Almh.
7. Teman-teman terdekat saya, Annisa Halim Siregar, Evani Purba, Laras
Mayang Sari dan Winda Adelia Lubis, dan teman seperjuangan angkatan
2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara lainnya yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu bertukar
pikiran dan memberikan semangat dalam penyelesaian karya tulis ilmiah
ini.
Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna dalam
memberikan sumbangan pemikiran di bidang kesehatan, khususnya bagi pembaca
karya ilmiah ini.
Medan, 5 Desember 2014
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan……….. i
Abstrak………... ii
Abstract……… iii
Kata Pengantar……….. iv
Daftar Isi………. vi
Daftar Tabel………... ix
Daftar Gambar……….. x
Daftar Lampiran……… xi
BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1
1.1. Latar Belakang……….. 1
1.2. Rumusan Masalah………. 3
1.3. Tujuan Penelitian……….. 3
1.4. Manfaat Penelitian……… 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……… 5
2.1. Hipertensi……….. 5
2.1.1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi………. 5
2.1.2. Etiologi Hipertensi……….. 6
2.1.3. Faktor Resiko Hipertensi……… 6
2.1.4. Patogenesis Hipertensi……… 9
2.1.5. Patofisiologi Hipertensi Menyebabkan PGK………. 11
2.1.6. Manifestasi Klinis Hipertensi………. 12
2.1.7. Diagnosis Hipertensi……….. 12
2.1.8. Penatalaksanaan Hipertensi……… 14
2.1.9. Komplikasi Hipertensi……… 15
2.2. Penyakit Ginjal Kronis………. 17
2.2.1. Definisi PGK……….….. 17
2.2.2. Etiologi PGK……….……….. 18
2.2.3. Patofisiologi PGK Menyebabkan Hipertensi……….. 19
2.2.4. Manifestasi Klinis PGK……….…………. 20
2.2.5. Diagnosis PGK……….………... 20
2.2.6. Komplikasi PGK……….……… 20
2.2.7. Penatalaksanaan PGK……….……… 21
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 22 3.1. Kerangka Konsep………..………..……….. 22
3.2. Defenisi Operasional………..………... 22
4.1. Rancangan Penelitian………..………..…… 25
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………..……….. 25
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian………..………….. 25
4.3.1. Populasi………..………..………….. 25
4.3.2. Sampel Penelitian………..………. 25
4.4. Metode Pengumpulan Data………..……… 25
4.5. Metode Analisis Data………..……….. 26
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 27
5.1. Hasil Penelitian………..………..…………. 27
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………..……….. 27
5.1.2. Karakteristik Individu………..………... 27
a. Prevalensi Hipertensi………..………. 27
b. Jenis Kelamin………..………..….. 28
c. Usia………..………..……….. 28
d. Klasifikasi Tekanan Darah………..……… 29
e. Tingkatan Penyakit Ginjal Kronis………... 29
f. Klasifikasi Tekanan darah dan Tingkatan PGK…... 30
5.2. Pembahasan………..………..……….. 30
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………..……… 34
6.1. Kesimpulan………..………..………... 34
6.2. Saran………..………..……….. 34
DAFTAR PUSTAKA………..………..………. 36
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7………... 5 Tabel 2.2 Anamnesis pada Pasien Hipertensi……….. 13 Tabel 2.3 Pemeriksaan laboratorium dasar pada evaluasi
awal pasien hipertensi……….. 14 Tabel 2.4 Penyebab PGK dan end-stage renal
disease……….. 18
Tabel 5.1 Prevalensi hipertensi pada pasien
PGK...………..………. 28
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel
Berdasarkan Jenis Kelamin……….. 28 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel
Berdasarkan Pengelompokan Usia……….. 29 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel
Berdasarkan Klasifikasi Tekanan Darah Menurut
JNC 7………..………..…………... 29
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel
Berdasarkan Tingkatan PGK... 30 Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel
Berdasarkan Klasifikasi Tekanan Darah Menurut
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Hipertensi pada Penyakit
Ginjal Kronis……… 19
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Surat Ethical Clearance
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan Lampiran 4 Data Induk Penelitian
ABSTRAK
Hipertensi adalah salah satu kondisi medis yang paling umum dijumpai di setiap negara di seluruh dunia dan disebut sebagai silent invisible killer karena seringkali muncul tanpa gejala. Hampir sepertiga atau sekitar 17 juta kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan dari data tersebut sebanyak 9,4 juta penyebabnya merupakan komplikasi dari hipertensi. Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan sebaliknya hipertensi dalam jangka waktu lama dapat mengganggu ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar prevalensi hipertensi pada pasien penyakit ginjal kronis (PGK) serta distribusi frekuensinya berdasarkan jenis kelamin, usia, klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7, dan tingkatan PGK.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh data rekam medik pasien PGK di RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Januari 2013 - Desember 2013. Sampel diambil dengan metode total sampling.
Dari hasil penelitian terdapat 390 orang yang terdiagnosa PGK dan dari data tersebut tercatat 346 pasien (88,7%) menderita hipertensi. Kejadian PGK terbanyak terdapat pada laki-laki yaitu 206 orang (52,8%), kelompok usia 51-70 tahun yaitu 190 orang (48,7%), pasien dengan klasifikasi tekanan darahnya termasuk hipertensi derajat 2 yaitu sebanyak 150 orang (38,5%), dan pasien PGK tingkat 5 yaitu sebanyak 317 orang (81,3%).
Melalui penelitian ini, diharapkan adanya pengontrolan tekanan darah secara intensif pada pasien dengan hipertensi agar tidak terjadi progressi dari PGK dan mengurangi resiko kematian akibat penyakit kardiovaskular.
ABSTRACT
Hypertension is one of medical condition commonly found in most countries worldwide and often called as silent, invisible killer because it rarely causes symptoms. Nearly one third or approximately 17 million deaths worldwide every year evoked by cardiovascular disease and of these, complications of hypertension account for 9,4 million. The aim of this study is to find out the prevalence of hypertension in chronic kidney disease (CKD) patients and it’s distribution based on sex, age, blood pressure classification, and CKD staging.
This study is a descriptical study with a cross-sectional design. The population is all medical records of CKD patients in RSUP H. Adam Malik Medan during January 2013 - December 2013, taken with a total sampling method.
The results of the study showed that there were 390 patients diagnosed with CKD and of these, 346 patients (88,7%) suffered from hypertension. The highest prevalence were found in male with a total of 206 patients (52,8%), in persons aged 51 to 70 years with a total of 190 patients (48,7%), in persons with stage 2 hypertension with a total of 150 patients (38,5%), and in persons with stage 5 CKD with a total of 317 patients (81,3%).
Through this study, we hope that there will be an intensive blood pressure control in patient with hypertension to prevent the progression of CKD and to decrease the risk of cardiovascular disease mortality.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Hipertensi adalah salah satu kondisi medis yang paling umum dijumpai di
setiap negara di seluruh dunia. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko
utama dalam terjadinya penyakit serebrovaskular (stroke), penyakit jantung
koroner, gagal jantung kongestif (baik karena disfungsi sistolik maupun disfungsi
diastolik), dan gagal ginjal. Resiko terjadinya penyakit-penyakit tersebut
berhubungan langsung dengan tingkatt tekanan darah dan adanya manifestasi ke
organ-organ target. ( Furberg dan Psaty, 2003).
Menurut Yogiantoro (2009) sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi
masalah karena beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi,
masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun
yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya
penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
Hipertensi disebut sebagai silent invisible killer karena seringkali muncul
tanpa gejala. Lebih dari 62 juta orang di Amerika Serikat diperkirakan mengalami
hipertensi, dan hanya setengah dari mereka yang menyadari hal tersebut. Dari
mereka, hanya sepertiga yang berhasil mencapai tujuan terapeutik yang
diinginkan. Oleh karena itu, potensi kematian dan disabilitas disebabkan oleh
hipertensi cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan yang serius. (Graettinger,
2002).
Hampir sepertiga atau sekitar 17 juta kematian di seluruh dunia
disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Dari data tersebut sebanyak 9,4 juta
penyebabnya merupakan komplikasi dari hipertensi. Hipertensi bertanggungjawab
dalam kurangnya 45% kematian akibat penyakit jantung dan
Pada tahun 2008, sekitar 40% orang dewasa berusia 25 tahun keatas di
seluruh dunia telah didiagnosa mengalami hipertensi. Jumlahnya mengalami
peningkatan dari 600 juta orang pada tahun 1980 menjadi 1 miliar orang pada
tahun 2008. Prevalensi hipertensi tertinggi di dunia dijumpai di wilayah Afrika
yakni 46% dari seluruh penduduknya yang berusia 25 tahun keatas, sedangkan
prevalensi hipertensi terendah dijumpai di Amerika yakni sebesar 35%. Secara
keseluruhan, negara-negara berpenghasilan tinggi memiliki prevalensi hipertensi
yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah. (WHO, 2013).
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada
usia ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti
Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%).
Pada analisis hipertensi terbatas pada usia 15-17 tahun menurut JNC VII 2003
didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3 persen (laki-laki 6,0% dan perempuan
4,7%), perdesaan (5,6%) lebih tinggi dari perkotaan (5,1%). (Riskesdas, 2013).
Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan sebaliknya
hipertensi dalam jangka waktu lama dapat mengganggu ginjal. Di klinik sukar
untuk membedakan kedua keadaan ini terutama pada penyakit ginjal menahun.
Apakah hipertensi yang menyebabkan penyakit ginjal menahun ataukah penyakit
ginjal yang menyebabkan naiknya tekanan darah dan untuk mengetahui kedua
keadaan ini diperlukan adanya catatan medik yang teratur dalam jangka panjang.
(Tessy, 2009).
Menurut United States Renal Data System (2004) dalam Goldfarb et al
(2007), diabetes mellitus dan hipertensi merupakan penyebab end stage renal
disease paling banyak dengan persentase masing-masing 49,3% dan 26,9% lalu
diikuti oleh penyakit glomerular sebesar 8,9%.
Berdasarkan uraian dari berbagai literatur diatas, peneliti merasa tertarik
untuk meneliti prevalensi hipertensi pada pasien penyakit ginjal kronis (PGK),
hidup dan prognosis dari pasien PGK. Peneliti memilih RSUP Haji Adam Malik
Medan sebagai lokasi penelitian karena merupakan rumah sakit tipe A dan
menjadi rumah sakit rujukan utama di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.
Selain itu, di RSUP Haji Adam Malik Medan sendiri belum diketahui secara pasti
berapa prevalensi hipertensi pada pasien penyakit ginjal kronis.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas,dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian adalah “Seberapa besar prevalensi hipertensi pada pasien
PGK?”
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi hipertensi pada pasien PGK di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUPHAM) pada
tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh dan mengetahui jumlah penderita PGK
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
(RSUPHAM) Medan periode Januari-Desember 2013.
b. Mengetahui distribusi frekuensi hipertensi pada pasien PGK
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
(RSUPHAM) Medan periode Januari-Desember 2013
berdasarkan jenis kelamin dan usia.
c. Mengetahui distribusi frekuensi hipertensi pada pasien PGK
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
(RSUPHAM) Medan periode Januari-Desember 2013
berdasarkan klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 dan
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. RSUP. H. Adam Malik Medan dan tenaga kesehatan :
• Memberikan informasi bagi pihak RSUP. H. Adam Malik Medan dan tenaga kesehatan untuk mengetahui prevalensi
hipertensi pada pasien PGK di RSUP. H. Adam Malik Medan
tahun 2013.
2. Peneliti :
• Memberikan informasi pada peneliti mengenai gambaran dan
prevalensi hipertensi pada pasien PGK.
• Peneliti memperoleh pengetahuan dan pengalaman melakukan
penelitian.
• Peneliti dapat mengembangkan minat dan kemampuan
membuat karya tulis ilmiah.
3. Pembaca :
• Memberikan informasi tambahan bagi pembaca sebagai bahan
acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai hipertensi pada
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan abnormal dari tekanan darah yakni ≥ 140/90 mmHg yang diukur pada setidaknya tiga kesempatan yang berbeda dari
orang yang telah beristirahat selama minimal 5 menit . Hipertensi sering
diklasifikasikan menjadi hipertensi primer atau sekunder, berdasarkan apakah
penyebabnya dapat diidentifikasi atau tidak. Kebanyakan kasus hipertensi tidak
dapat diketahui penyebabnya dan disebut hipertensi primer atau hipertensi
essensial. Jika penyebab pasti hipertensi diketahui, maka disebut hipertensi
sekunder. (Corwin, 2008).
Menurut The Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) dalam Chobanian et
al (2003), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok
normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 ditunjukkan pada tabel 1
[image:19.595.107.517.531.617.2]di bawah.
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prahipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 atau ≥100
Hipertensi juga diklasifikasikan berdasarkan tipe-nya (hipertensi
sistolik-diastolik atau hipertensi sistolik terisolasi) dan berdasarkan ada tidaknya
manifestasi ke organ-organ target (hipertensi dengan komplikasi atau hipertensi
tanpa komplikasi) seperti jantung, serebrovaskular, pembuluh darah perifer, ginjal
2.1.2. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan
hipertensi sekunder.
2.1.2.1. Hipertensi Primer
Lebih dari 90% kasus hipertensi memiliki penyebab yang tidak jelas, dan
disebut hipertensi primer atau hipertensi essensial. Hipertensi primer merupakan
penyakit genetik multifaktorial, yang artinya penurunan gen abnormal pada
seorang individu akan memperbesar kemungkinan orang tersebut menderita
hipertensi, ditambah lagi adanya faktor lingkungan dan gaya hidup seperti
konsumsi garam berlebihan dan stress psikososial. Gen yang terlibat dalam proses
ini belum teridentifikasi, sehingga penentuan mekanisme terjadinya hipertensi
lebih difokuskan pada mengungkap gangguan fungsional yang terjadi akibat
hipertensi. (Aaronson, Ward, Wiener, Schulman, Gill, 2007).
2.1.2.2. Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10% kasus hipertensi dapat diidentifikasi penyebabnya dan
disebut hipertensi sekunder. Penyebab paling sering dari hipertensi sekunder
antara lain: (a) penyakit renovaskular, mengganggu regulasi cairan dan/atau
mengaktifkan sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAA), (b) gangguan
endokrin, biasanya di korteks adrenal dan berhubungan dengan sekresi berlebihan
dari aldosteron, kortisol, dan/atau katekolamin, (c) kontrasepsi oral, yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah melalui aktivasi sistem RAA dan
hiperinsulinemia. (Aaronson, Ward, Wiener, Schulman, Gill, 2007).
2.1.3. Faktor Resiko Hipertensi
Faktor resiko terjadinya hipertensi terbagi atas dua, yaitu yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
2.1.3.1 Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
Lebih dari 400.000 orang, atau satu dari lima orang meninggal setiap
tahun akibat merokok di Amerika Serikat. Rokok mengandung nikotin, zat
karsinogenik, dan 4000 jenis racun lainnya. Nikotin merupakan bahan utama
dalam rokok yang menyebabkan sifat addiktif dari rokok. Zat-zat racun terutama
nikotin yang terkandung didalam rokok dapat menyebabkan penggumpalan di
pembuluh darah sehingga menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh
darah. Bahan-bahan yang berasal dari endotel ini selanjutnya akan mengakibatkan
hipertrofi struktural yang pada akhirnya akan mengakibatkan peningkatan curah
jantung dan/atau tahanan perifer. (Burns, 2008).
b.) Kurang aktifitas fisik
Berbagai penelitian ilmiah telah membuktikan latihan fisik ringan hingga
sedang mampu menurunkan resiko terjadinya mortalitas akibat berbagai penyakit
kardiovaskular pada pria dan wanita. Olahraga yang teratur dan efektif dapat
menurunkan resiko terjadinya hipertensi dan membantu menurunkan tekanan
darah orang yang sudah menderita hipertensi. Olahraga yang dianjurkan yakni
jalan cepat (30 meter per jam) setidaknya 30-45 menit setiap harinya secara
teratur, bersepeda atau bekerja di sekitar rumah atau pekarangan. (Froelicher,
Oka, Fletcher, 2003).
c.) Obesitas
Obesitas telah lama dikenal sebagai faktor penentu penting dari
peningkatan tekanan darah. Studi eksperimental menunjukkan bahwa peningkatan
berat badan mengakibatkan peningkatan tekanan darah, begitu juga sebaliknya.
Namun, mekanisme yang mendasari hubungan ini masih kurang dipahami.
Beberapa mekanisme yang dipercaya antara lain peningkatan aktivitas simpatetik,
retensi sodium dan cairan, abnormalitas ginjal, dan resistensi insulin. (Sharma,
2003).
Karena garam secara osmotis menahan air, dan karenanya meningkatkan
volume darah dan berperan dalam kontrol jangka panjang tekanan darah, maka
asupan garam berlebihan secara teoris dapat menyebabkan hipertensi. (Sherwood,
2009).
e.) Diet yang kurang mengandung buah, sayuran dan produk susu
Studi DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) menemukan
bahwa diet rendah lemak kaya buah, sayur dan produk susu dapat menurunkan
tekanan darah pada orang dengan hipertensi ringan sama seperti pemberian terapi
dengan satu jenis obat. Penelitian memperlihatkan bahwa asupan kalium tinggi
yang berkaitan dengan banyak makan buah dan sayur dapat menurunkan tekanan
darah dengan melemaskan arteri. Selain itu, kurangnya asupan kalsium dari
produk susu diidentifikasi sebagai pola diet yang paling sering pada orang dengan
hipertensi yang tidak diobati, meskipun peran kalsium dalam mengatur tekanan
darah masih belum jelas. (Sherwood, 2009).
f.) Stress psikososial
Hubungan terjadinya hipertensi akibat stress psikososial diduga akibat
aktivitas berlebihan dari saraf simpatis sehingga mengakibatkan peningkatan
kontraktilitas jantung dan pada akhirnya terjadi peningkatan curah jantung
dan/atau tahanan perifer. (Yogiantoro, 2009).
g.) Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol kadar rendah hingga sedang (1-2 gelas per hari) dapat
menurunkan resiko terjadinya penyakit seperti stroke, penyakit jantung koroner
dan hipertensi hingga 30%, namun konsumsi dalam kadar tinggi dapat merusak
otot jantung. (Mackay and Mensah, 2004).
2.1.3.2 Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
Beberapa perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular dan tekanan
darah pada proses menua antara lain: peningkatan tekanan darah sistolik tetapi
tekanan darah diastolik tidak berubah, peningkatan resistensi vaskular perifer,
lapisan subendotel menebal dengan jaringan ikat,ukuran dan bentuk yang irregular
pada sel-sel endotel, dan berkurangnya vasodilatasi yang dimediasi
beta-adrenergik. (Setiati, Harimurti, Govinda R, 2009).
b.) Genetik
Angiotensinogen adalah bagian dari jalur hormon yang menghasilkan
vasokonstriktor kuat angiotensin II serta mendorong retensi garam dan air. Salah
satu varian gen pada manusia tampaknya berkaitan dengan peningkatan insidens
hipertensi. Para peneliti berspekulasi bahwa versi gen yang dicurigai ini
menyebabkan sedikit peningkatan pembentukan angiotensinogen sehingga jalur
penambah tekanan darah ini menjadi aktif. (Sherwood, 2009).
c.) Jenis kelamin
Dari berbagai penelitian, insidens hipertensi lebih banyak ditemukan pada
pria dibandingkan wanita usia premenopause. Pada wanita faktor resiko terjadinya
hipertensi akan meningkat setelah masa menopause akibat perubahan aktivitas
hormon. (Mackay and Mensah, 2004).
d.) Etnis
Berdasarkan studi epidemiologi, faktor resiko utama terjadinya penyakit
kardiovaskular seperti hipertensi, dislipidemia, merokok dan diabetes paling
banyak ditemukan pada populasi kulit putih. (Anand, Ounpuu, Yusuf, 2003).
2.1.4. Patogenesis Hipertensi
Untuk dapat mengerti patogenesis dan penatalaksanaan hipertensi, amatlah
penting untuk terlebih dahulu mengerti faktor-faktor yang terlibat dalam regulasi
tekanan darah normal maupun hipertensif. Curah jantung dan resistensi perifer
volume dan denyut jantung; stroke volume berhubungan dengan kontraktilitas
miokard dan ukuran kompartemen vaskular. Resistensi perifer ditentukan oleh
perubahan fungsional maupun anatomis dari arteri dan arteriol. (Kotchen, 2008).
Faktor-faktor penentu tekanan darah menurut Kotchen (2008) antara lain:
a.) Volume intravaskular
Volume vaskular adalah faktor penentu utama tekanan darah dalam jangka
panjang. Meskipun ruang cairan ekstraseluler terdiri dari pembuluh darah dan
ruang interstitial, secara umum, perubahan dalam total volume cairan ekstraseluler
berhubungan dengan volume darah. Ion yang paling banyak di ekstraseluler
adalah sodium, dan merupakan faktor penentu utama dari volume cairan
ekstraseluler. Ketika asupan NaCl melebihi kapasitas ginjal untuk
mengekskresikan sodium, volume vaskular dan curah jantung meningkat. Tubuh
merespon hal ini dengan terjadinya mekanisme autoregulasi untuk
mempertahankan aliran darah konstan, yang dalam jangka panjang akan
meningkatkan resistensi perifer.
b.) Autonomic Nervous System
Autonomic nervous system mempertahankan homeostasis kardiovaskular
melalui sinyal kemoreseptor. Refleks adrenergik mengatur tekanan darah dalam
jangka pendek, sementara fungsi adrenergik mengatur tekanan darah dalam
jangka panjang. Ada tiga katekolamin yang berperan penting dalam fase tonik dan
fasik regulasi kardiovaskular, yakni norepinefrin, epinefrin dan dopamine. Neuron
adrenergik mensintesa norepinefrin dan dopamine (prekursor dari norepinefrin),
yang disimpan di vesikel di dalam neuron. Ketika neuron distimulasi,
neurotransmitter ini dilepaskan ke celah sinaptik dan reseptor pada organ target.
Selanjutnya, transmitter tersebut dapat dimetabolisasi atau dapat pula di reuptake
ke dalam neuron. Epinefrin disintesa oleh medulla adrenal dan dilepaskan ke
sirkulasi melalui stimulasi adrenal.
Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron berperan dalam regulasi tekanan
darah terutama melalui sifat vasokonstriktor dari angiotensin II dan sifat retensi
sodium dari aldosteron. Renin disintesa dari bentuk inaktifnya yaitu prorenin di
sel jukstaglomerular. Prorenin dapat langsung disekresikan ke sirkulasi dan dapat
pula diubah menjadi renin di sel sekretorik, setelah itu dilepaskan ke sirkulasi.
Ketika dilepaskan ke sirkulasi, renin akan membentuk substrat baru, yakni
angiotensinogen yang kemudian akan membentuk peptide inaktif, angiotensin I.
Selanjutnya Angiotensin I-Converting Enzyme (ACE) akan mengubah angiotensin
I menjadi angiotensin II yang merupakan faktor utama sekresi aldosteron di
adrenal. Angiotensinogen II berperan penting dalam peningkatan tekanan darah
karena kinerjanya meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH). Sekresi
aldosteron yang dirangsang oleh angiotensinogen II juga mampu mengakibatkan
peningkatan tekanan darah karena naiknya konsentrasi NaCl. Selain itu,
angiotensin II juga memiliki efek langsung di dinding pembuluh darah dan
berperan pada patogenesis aterosklerosis.
d.) Mekanisme vaskular
Diameter pembuluh darah dan resistensi arteri juga merupakan faktor
penentu penting dalam tekanan darah. Diameter pembuluh darah berbanding
terbalik dengan resistensi arteri, akibatnya semakin kecil ukuran diameter
pembuluh darah maka semakin besar resistensinya. Pada pasien hipertensi, terjadi
perubahan struktural, mekanikal atau fungsional yang mengakibatkan pengecilan
lumen arteri dan arteriol. Mekanisme kompensasi terjadinya hipertrofik
merngakibatkan pengecilan lumen arteri yang kemudian meningkatkan resistensi
perifer. Diameter lumen arteri juga berkaitan dengan elastisitas pembuluh darah.
Pasien dengan hipertensi memiliki arteri yang lebih kaku.
2.1.5. Patofisiologi Hipertensi Menyebabkan PGK
Hipertensi berat dengan tekanan darah mencapai ≥ 180/120 mmHg dengan
atau tanpa kerusakan organ target dapat terjadi pada pasien tanpa riwayat
sekunder. Kebanyakan kasus hipertensi sekunder berhubungan dengan penyakit
pada parenkim ginjal (glomerular atau tubulointerstisial) atau penyakit
renovaskular. (Rodriguez-Iturbe and Garcia, 2008).
Patofisiologi PGK pada keadaan hipertensi berawal dari penurunan perfusi
ginjal yang mengakibatkan terjadinya kerusakan parenkim ginjal. Hal ini
menyebabkan peningkatan renin yang akan meningkatkan angiotensin II,
selanjutnya angiotensin II dapat menyebabkan dua hal yaitu : peningkatan
aldosteron dan vasokonstriksi arteriol. Pada kondisi peningkatan aldosteron,
terjadi reabsorpsi natrium secara berlebihan sehingga kadar natrium di cairan
ekstraseluler akan meningkat, menyebabkan retensi air dan peningkatan volume
cairan ekstraseluler. Pada vasokonstriksi arteriol terjadi peningkatan tekanan
glomerulus yang akan menyebabkan kerusakan pada nefron, sehingga laju filtrasi
glomerulus menurun. Sebagai kompensasi dari penurunan laju filtrasi, maka kerja
nefron yang masih sehat akan meningkat sampai akhirnya juga akan mengalami
kerusakan, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.
2.1.6. Manifestasi Klinis Hipertensi
Menurut Corwin (2008) kebanyakan manifestasi klinis hipertensi muncul
setelah bertahun-tahun, dan termasuk diantaranya:
a. Sakit kepala, terkadang disertai mual dan muntah, disebabkan oleh karena
peningkatan tekanan darah intrakranial.
b. Penglihatan kabur disebabkan oleh karena kerusakan pembuluh darah di
retina.
c. Ketidakstabilan cara berjalan disebabkan oleh karena kerusakan sistem
nervus.
d. Nokturia disebabkan oleh karena peningkatan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerulus.
e. Edema disebabkan oleh karena peningkatan tekanan kapiler.
Penegakan diagnosis pada pasien hipertensi harus termasuk anamnesis
lengkap, pemeriksan fisik, skrining untuk mengetahui resiko terjadinya penyakit
kardiovaskular lainnya, skrining untuk mengetahui penyebab sekunder hipertensi,
identifikasi komplikasi dan faktor komorbid lainnya, dan intervensi yang mungkin
diperlukan. (Kotchen, 2008).
Hal-hal yang perlu dievaluasi dalam mendiagnosis hipertensi menurut
Kotchen (2008) antara lain:
a. Anamnesis
Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat anamnesis:
Tabel 2.2. Anamnesis pada Pasien Hipertensi
Lama terjadinya hipertensi
Riwayat terapi sebelumnya: respon dan efek samping
Riwayat keluarga yang menderita hipertensi atau penyakit kardiovaskular lainnya Asupan makan dan riwayat psikososial
Faktor resiko lainnya: berat badan, dislipidemia, merokok, diabetes dan kurang aktifitas fisik
Adanya bukti yang mengarah pada hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal, kelemahan otot, berkeringat, palpitasi, tremor, gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme, dan penggunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah
Adanya gejala kerusakan organ target: riwayat transient ischemic attack (TIA), stroke, gangguan penglihatan, angina, infark miokard dan gagal jantung kongestif Faktor komorbid lainnya
Sumber: Harrison’s Principles of Internal Medicine, 2008
Sakit kepala hanya didapati pada pasien dengan hipertensi menahun,
dengan karakteristik terjadi di pagi hari dan terasa di bagian oksipital. Gejala
klinis lainnya yakni pusing, palpitasi, dan mudah lelah.
b. Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah yang baik tergantung pada teknik kondisi pada
saat dilakukan pengukuran. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah,
pasien harus dalam keadaan istirahat selama 5 menit. Perhatikan letak manset,
c. Pemeriksaan fisik
Postur tubuh, yakni berat dan tinggi badan serta denyut nadi harus
diperiksa. Pada pemeriksaan awal, pengukuran tekanan darah dilakukan pada
kedua lengan, dan sebaiknya dilakukan dalam posisi telentang, duduk dan berdiri
untuk menentukan ada tidaknya hipotensi postural. Leher harus dipalpasi untuk
melihat ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid. Evaluasi adanya gejala gagal
jantung dan pemeriksaan neurologis juga dibutuhkan pada pemeriksaan fisik
pasien hipertensi.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien hipertensi lebih difokuskan untuk
mencari bukti yang mengarah pada hipertensi sekunder dan apakah telah muncul
[image:28.595.108.483.446.547.2]komplikasi akibat hipertensi pada pasien.
Tabel 2.3. Pemeriksaan laboratorium dasar pada evaluasi awal pasien hipertensi
Sistem Tes
Renal Urinalisis mikroskopis, ekskresi albumin, serum BUN (Blood Urea Nitrogen) dan/atau kreatinin.
Endokrin Serum sodium, potassium, kalsium dan TSH Metabolik Gula darah puasa, total kolesterol, HDL, LDL,
trigliserida
Lainnya Hematokrit, elektrokardiogram (EKG)
Sumber: Harrison’s Principles of Internal Medicine, 2008
2.1.8. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah: (a) target tekanan darah
<140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal ginjal,
proteinuria) <130/80 mmHg, (b) penurunan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular, dan (c) menghambat laju penyakit ginjal proteinuria. Selain
pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta
lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan
farmakologis. Terapi non farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien
hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor-faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi nonfarmakologis terdiri dari:
a) Menghentikan rokok
b) Menurunkan berat badan berlebih
c) Menurunkan konsumsi alkohol berlebihan
d) Latihan fisik
e) Menurunkan asupan garam
f) Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.
(Yogiantoro, 2009).
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi
dianjurkan oleh JNC 7 adalah:
a) Diuretika, terutama jenis thiazide atau aldosterone antagonist
b) Beta blocker
c) Calcium channel blocker atau calcium antagonist
d) Angiotensin converting enzyme inhibitor
e) Angiotensin II receptor blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker.
(Yogiantoro, 2009).
2.1.9. Komplikasi Hipertensi
Jantung, otak, ginjal dan pembuluh darah merupakan organ target utama
yang dapat mengalami kerusakan sebagai akibat dari peningkatan tekanan darah.
Tekanan darah tinggi merupakan faktor resiko utama dari penyakit jantung
koroner, dan komplikasi hipertensi pada jantung bertanggung jawab sebagai
penyebab meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada pasien hipertensi.
(Graettinger, 2002).
Berbagai kerusakan organ target sebagai komplikasi hipertensi menurut
Graettinger (2002):
Penyebab utama kematian pada pasien hipertensi adalah komplikasi akibat
aterosklerosis. Penelitian eksperimental menunjukkan penurunan tekanan darah
secara signifikan hanya menurunkan sedikit angka kejadian komplikasi
aterosklerosis, namun jika terapi difokuskan pada penurunan tekanan darah dan
perbaikan kadar kolesterol, hasilnya menjadi lebih baik.
b. Disfungsi jantung
Gejala dari hipertensi adalah disfungsi tekanan darah sistolik dan diastolik.
Penurunan fungsi tekanan darah sistolik dapat mengakibatkan infark miokard,
iskemia miokard, fibrosis dan/atau kardiomiopati. Disfungsi diastolik disebabkan
langsung oleh hipertrofi ventrikel kiri (LVH), dan mengakibatkan gejala gagal
jantung.
c. Stroke
Hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya stroke hemoragik dan
infark serebral. Tekanan darah sistolik lebih berhubungan erat dengan kejadian
stroke dibandingkan tekanan darah diastolik. Terapi antihipertensi yang efektif
dapat menurunkan resiko terjadinya stroke secara signifikan.
d. Penyakit ginjal hipertensi
Nefrosklerosis dengan insufisiensi bahkan gagal ginjal kronis merupakan
karakteristik dari penyakit ginjal akibat hipertensi. Mikroalbuminuria merupakan
marker dari disfungsi ginjal asimptomatik pada pasien hipertensi dengan disfungsi
ginjal. Kombinasi dari hipertensi dan diabetes mellitus dapat meyebabkan
kerusakan lebih awal dan lebih progresif pada ginjal.
e. Aorta dan pembuluh darah perifer
Aorta dan pembuluh darah perifer terlibat dalam patogenesis peningkatan
tekanan darah dan juga komplikasinya. Hipertensi berkontribusi besar pada
kejadian aneurisma aorta abdominal melalui mekanisme aterosklerotik, juga pada
f. Mata
Hipertensi yang tidak ditangani dapat menyebabkan kerusakan pada
vaskularisasi mata. Karateristik dari retinopati hipertensif adalah penyempitan
lumen arteriolar, penumpukan eksudat dan papilledema.
2.2. Penyakit Ginjal Kronis (PGK) 2.2.1. Definisi PGK
PGK adalah kerusakan struktur ginjal yang bersifat progresif, biasanya
terkait dengan keseimbangan cairan dan konsumsi garam. Manifestasi klinis gagal
ginjal kronis baru akan muncul jika penurunan fungsi ginjal telah mencapai
hingga kurang dari 25% dari fungsi normalnya, karena fungsi nefron yang telah
rusak masih bisa diambil alih tugasnya oleh nefron yang masih sehat. Semakin
banyak nefron yang rusak, semakin berat beban kinerja nefron yang masih sehat,
yang pada akhirnya nefron yang masih sehat tersebut juga akan rusak. (Corwin,
2008).
United States National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative dalam Corwin (2008) mendeskripsikan tingkatan PGK
berdasarkan gejala dan ada tidaknya penurunan progresif dari Laju Filtrasi
Glomerular (LFG). Pada orang dewasa, LFG normal berkisar antara 120 hingga
130 mL/menit. Tingkatan PGK tersebut adalah:
• Tingkat 1: Kerusakan ginjal asimtomatik (patologis atau penanda
kerusakan termasuk abnormalitas pada pemeriksaan darah atau
urin atau studi radiologis) dengan LFG normal atau sedikit normal
(>90 mL/menit, 75% dari fungsi normal ginjal)
• Tingkat 2: LFG 60-89 mL/menit (kira-kira 50% dari fungsi normal
ginjal) dengan gejala kerusakan ginjal.
• Tingkat 3: LFG 30-59 mL/menit (25 hingga 50% dari fungsi
• Tingkat 4: LFG 15-29 mL/menit (12 hingga 24% dari fungsi
normal ginjal), semakin sedikit nefron yang sehat tersisa.
• Tingkat 5: End-stage renal failure, LFG kurang dari 15 mL/menit (<12% dari fungsi normal ginjal). Hanya sedikit nefron sehat yang
tersisa, terdapat jaringan parut dan atrofi tubular di ginjal.
Untuk menilai LFG, digunakan formula Cockcroft-Gault (Yogiantoro,
2009) yaitu:
Untuk Pria:
���= (140− ����) � (����) 72 ��������������� (��%)
Untuk Wanita:
���= (140− ����) � (����)
72 ��������������� (��%) �0,85
2.2.2. Etiologi PGK
United Sates Renal Data System pada tahun 2004 merilis data penyebab
PGK dan end-stage renal disease sepanjang tahun 1998-2002 seperti berikut
[image:32.595.196.431.593.751.2](Goldfarb, 2007):
Tabel 2.4. Penyebab penyakit ginjal kronis dan end-stage renal disease
Diagnosis %
Diabetes mellitus 49.3
Hypertensive/large vessel disease 26.9
Glomerulonephritis 8.9
Secondary glomerulonephritis/vasculitis 2.2 Interstitial nephritis/pyelonephritis 4.2
Cause uncertain 3.9
Miscellaneous 4.1
Cystic hereditary/congenital disease 3.2
Neoplasms/tumor 2.0
Sumber: Campbell-Walsh Urology, 2007
2.2.3. Patofisiologi PGK Menyebabkan Hipertensi
Hipertensi merupakan komplikasi yang paling sering terjadi akibat PGK
dan biasanya berkembang pada tingkat-tingkat awal dari PGK. Perkembangan
hipertensi pada PGK sering dikaitkan dengan prognosis yang buruk termasuk
kemungkinan terjadinya hipertrofi ventrikular dan penurunan fungsi ginjal yang
semakin cepat. (Bargman, 2008).
PGK dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah melalui
peningkatan resistensi perifer total maupun melalui peningkatan volume darah,
venous return dan cardiac output akibat retensi sodium . Patofisiologi terjadinya
[image:33.595.133.495.409.669.2]hipertensi pada PGK dapat dilihat di skema berikut:
Gambar 2.1. Mekanisme Terjadinya Hipertensi pada PGK
2.2.4. Manifestasi Klinis PGK
Gambaran klinis pasien PGK meliputi: (a) sesuai dengan penyakit yang
mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus
urinarius, hipertensi, hiperurikemia, Lupus Eritematosus sistemik (LES), dan lain
sebagainya. (b) Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. (Suwitra, 2009).
2.2.5. Diagnosis PGK
Menurut Corwin (2008), diagnosis PGK antara lain:
• Radiografi atau ultrasound akan menunjukkan ginjal yang atrofi.
• Kadar serum BUN, kreatinin, dan LFG abnormal.
• Penurunan hematokrit and hemoglobin.
• Plasma pH rendah.
• Peningkatan frekuensi napas mengindikasikan adanya mekanisme
kompensasi respiratorik dari asidosis metabolik.
2.2.6. Komplikasi PGK
Komplikasi PGK menurut Corwin (2008) antara lain:
• Progresi gagal ginjal mengakibatkan volume overload, ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia dan uremia dapat terjadi.
• Hipertensi, anemia, osteodistrofi, ensefalopati uremik, dan pruritus adalah
komplikasi paling utama.
• Penurunan produksi erythropoietin mengakibatkan sindroma anemia
kardiorenal dan penyakit kardiovaskular.
• Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
2.2.7. Penatalaksanaan PGK
Menurut Corwin (2008), penatalaksanaan sesuai dengan progresi dari
penyakit:
• Untuk PGK tingkat 1, 2 dan 3 tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat kerusakan nefron, terutama dengan menggunakan
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors.
• Dikarenakan adanya hubungan erat antara kejadian gagal jantung
kongestif dan anemia akibat PGK, maka digunakan Renal Anemia
Management Period (RAMP), yaitu waktu antara saat awal PGK
didiagnosis dan penatalaksanaan anemia yang akan memperlambat
progresi penyakit ginjal, menunda komplikasi kardiovaskular, dan
memperbaiki kualitas hidup. Obat yang diberikan yakni recombinant
human erythropoietin (rHuEPO) yang terbukti dapat memperbaiki kualitas
hidup, menurunkan indikasi transfusi ginjal, dan memperbaiki fungsi
jantung.
• Untuk tingkat lanjutan, terapi difokuskan pada koreksi cairan dan keseimbangan elektrolit.
• Untuk end-stage renal disease, terapi termasuk hemodialisis atau
transplantasi ginjal.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep adalah diagram yang menunjukkan jenis serta hubungan
antar-variabel yang diteliti dan variabel lainnya yang terkait (Sastroasmoro dan
Ismael, 2013)
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
[image:36.595.104.514.320.447.2]penelitian ini adalah:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
• Hipertensi: peningkatan abnormal dari tekanan darah yang diderita oleh
pasien yang terdiagnosa penyakit ginjal kronis oleh dokter periode
Januari- Desember 2013 berdasarkan rekam medis. Tekanan darah
didapatkan melalui hasil pengukuran tekanan darah di pemeriksaan awal
saat pasien pertama kali datang yang tercantum di dalam rekam medis. • Pasien PGK: pasien terdiagnosa PGK oleh dokter periode Januari-
Desember 2013 berdasarkan rekam medis. Hipertensi pada
Pasien PGK
• Prevalensi (Angka Kejadian) • Jenis Kelamin
• Usia
• Prevalensi (angka kejadian): jumlah penderita PGK di RSUP H. Adam
Malik pada tahun 2013 yang tercatat dalam rekam medis.
Cara pengukuran : Observasi
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Ukur : Persentase
Skala Ukur : Nominal
• Jenis kelamin: sifat jasmani yang membedakan dua makhluk yaitu
laki-laki dan perempuan.
Cara pengukuran : Observasi
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Ukur : 1. Laki-laki
2. Perempuan
Skala Ukur : Nominal
• Usia: jumlah tahun hidup pasien yang dihitung berdasarkan tahun masehi
sejak pasien lahir sampai terdiagnosa PGK yang tercatat dalam rekam
medis.
Cara pengukuran : Observasi
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Ukur : 1. 10-30 tahun
2. 31-50 tahun
3. 51-70 tahun
4. 71-80 tahun
5. lebih dari 80 tahun
Skala Ukur : Ordinal
• Klasifikasi tekanan darah: pengelompokan tekanan darah pada orang
dewasa berdasarkan The Seventh Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7).
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Ukur : 1. Normotensi (sistolik <120 mmHg dan
diastolik <80 mmHg)
2. Prahipertensi (sistolik 120-139 mmHg atau
diastolik 80-89 mmHg)
3. Hipertensi derajat 1 (sistolik 140-159
mmHg atau diastolik 90-99 mmHg)
4. Hipertensi derajat 2 (sistolik ≥160 mmHg
atau diastolik ≥100 mmHg)
Skala Ukur : Nominal
• Tingkatan PGK: Progresivitas penyakit ginjal kronis berdasarkan gejala
dan ada tidaknya penurunan dari LFG. Tingkatan PGK didapatkan melalui
diagnosa dokter dan pemeriksaan terhadap kadar serum kreatinin pasien
yang tercantum di dalam rekam medis.
Cara pengukuran : Observasi
Alat Ukur : Rekam Medis
Hasil Ukur : 1. Tingkat 1
2. Tingkat 2
3. Tingkat 3
4. Tingkat 4
5. Tingkat 5
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui
prevalensi hipertensi pada pasien PGK pada tahun 2013. Penelitian ini
menggunakan desain cross sectional study, dimana pengukuran
variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali dalam waktu bersamaan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2014 di Instalasi
Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit
ini dipilih karena merupakan rumah sakit rujukan utama di wilayah Sumatera
Utara dan sekitarnya.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah rekam medis pasien PGK di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2013 (periode
Januari-Desember 2013).
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total
sampling, yakni besar sampel yang dibutuhkan adalah sama dengan populasi.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder, yaitu
rekam medik pasien PGK di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Kemudian dari data tersebut dilihat tekanan darah pasien untuk menentukan
apakah pasien hipertensi atau tidak, data-data lain juga diperhatikan seperti jenis
4.5. Metode Analisis Data
Semua data yang terkumpul dicatat lalu diolah menggunakan program
komputer SPSS untuk dianalisa lebih lanjut. Jenis analisa yang digunakan adalah
statistik deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi. Hasil analisa data
kemudian disajikan dalam bentuk tabel, narasi, dan tafsiran atau kesimpulan dari
hasil statistik.
Prevalensi = Jumlah pasien PGK dengan hipertensi
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
(RSUP. HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan
Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan.
Sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990 RSUP H. Adam Malik
merupakan Rumah Sakit kelas A dan menjadi Rumah Sakit rujukan untuk wilayah
pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat,
dan Riau, sehingga di Rumah Sakit ini dapat dijumpai pasien dengan latar
belakang yang sangat bervariasi. RSUP H. Adam Malik juga ditetapkan sebagai
Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat
pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke
RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993.
5.1.2. Karakteristik Individu
Sampel pada penelitian ini berjumlah 390 orang. Data yang diperoleh
berdasarkan rekam medis pasien yang menderita PGK untuk mengetahui
prevalensi hipertensi pada pasien PGK serta distribusi frekuensi penderita
berdasarkan jenis kelamin, usia, klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 dan
tingkatan PGK.
a. Prevalensi Hipertensi pada Pasien PGK
Dari tabel 5.1. dapat diketahui bahwa dari 390 orang pasien terdiagnosis
PGK terdapat penderita hipertensi dengan prevalensi sebesar 63,6% atau sebanyak
248 orang. Prevalensi hipertensi pada pasien PGK dapat dilihat pada tabel di
Tabel 5.1. Prevalensi hipertensi pada pasien PGK
Hipertensi/Tidak Hipertensi Frekuensi (n) %
Hipertensi 248 63,6%
Tidak Hipertensi 142 36,4%
Total 390 100
b. Jenis Kelamin
Dari tabel 5.2. dapat diketahui bahwa dari 248 orang pasien terdiagnosis
PGK disertai hipertensi yang memiliki proporsi terbesar adalah pada kelompok
laki-laki yaitu sebanyak 127 orang (51,2%), sedangkan proporsi terkecil berada
pada kelompok perempuan yaitu sebanyak 121 orang (48,8%). Berdasarkan
karakteristik jenis kelamin, dapat dilihat distribusi frekuensi datanya pada tabel di
[image:42.595.106.515.400.458.2]bawah ini.
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (n) %
Laki-laki 127 51,2
Perempuan 121 48,8
Total 248 100
c. Usia
Secara keseluruhan, rata-rata usia sampel adalah 51 tahun. Sampel
termuda berusia 19 tahun dan sampel tertua berusia 86 tahun. Dari tabel 5.3. dapat
diketahui bahwa dari 248 orang pasien terdiagnosis PGK disertai hipertensi yang
memiliki proporsi terbesar adalah kelompok usia 51-70 tahun yaitu sebanyak 123
orang (49,6%), diikuti oleh kelompok usia 31-50 tahun sebanyak 103 orang
(41,5%), kelompok usia 10-30 tahun sebanyak 11 orang (4,4%), kelompok usia
71-80 tahun sebanyak 8 orang (3,2%), dan proporsi terkecil berada pada
kelompok usia >80 tahun yaitu sebanyak 3 orang (1,2%). Berdasarkan
karakteristik usia, dapat dilihat distribusi frekuensi datanya pada tabel di bawah
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Pengelompokan Usia
Usia Frekuensi (n) %
10-30 11 4,4
31-50 103 41,5
51-70 123 49,6
71-80 8 3,2
>80 3 1,2
Total 248 100
d. Klasifikasi Tekanan Darah
Dari tabel 5.4. dapat diketahui bahwa dari 248 orang pasien terdiagnosis
PGK disertai hipertensi yang memiliki proporsi terbesar adalah pasien dengan
klasifikasi tekanan darahnya termasuk hipertensi derajat 2 yaitu sebanyak 150
orang (60,5%), diikuti oleh pasien yang klasifikasi tekanan darahnya termasuk
hipertensi derajat 1 yaitu sebanyak 98 orang (39,5%). Berdasarkan klasifikasi
tekanan darah menurut JNC 7, dapat dilihat distribusi frekuensi datanya pada tabel
di bawah ini.
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah Frekuensi (n) %
Hipertensi derajat 1 98 39,5
Hipertensi derajat 2 150 60,5
Total 248 100
e. Tingkatan PGK
Dari tabel 5.5. dapat diketahui bahwa dari 248 orang pasien terdiagnosis
PGK disertai hipertensi yang memiliki proporsi terbesar adalah pasien PGK
tingkat 5 yaitu sebanyak 209 orang (84,3%), diikuti oleh pasien PGK tingkat 4
yaitu sebanyak 34 orang (13,7%), pasien PGK tingkat 3 yaitu sebanyak 5 orang
(2,0%), proporsi terendah berada pada pasien PGK tingkat 2 dan PGK tingkat 1
yaitu tidak ditemukan adanya pasien pada tingkatan ini. Berdasarkan tingkatan
[image:43.595.106.518.463.527.2]Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Tingkatan Penyakit Ginjal Kronis
Tingkatan PGK Frekuensi (n) %
Tingkat 1 0 0
Tingkat 2 0 0
Tingkat 3 5 2,0
Tingkat 4 34 13,7
Tingkat 5 209 84,3
Total 248 100
f. Klasifikasi Tekanan Darah dan Tingkatan PGK
Dari tabel 5.6. dapat diketahui bahwa dari 98 orang pasien terdiagnosis
PGK disertai hipertensi derajat 1 terdapat 78 orang yang terdiagnosis PGK tingkat
5, sebanyak 17 orang terdiagnosis PGK tingkat 4, dan sebanyak 3 orang lainnya
terdiagnosis PGK tingkat 3. Dapat diketahui juga bahwa dari 131 orang yang
terdiagnosis PGK disertai hipertensi derajat 2 terdapat 171 orang yang
terdiagnosis PGK tingkat 5, sebanyak 17 orang terdiagnosis PGK tingkat 4, dan
sebanyak 2 orang lainnya terdiagnosis PGK tingkat 3.
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 dan Tigkatan PGK
Tingkatan PGK
Klasifikasi Tekanan Darah
Total
Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2
Tingkat 1 0 0 0
Tingkat 2 0 0 0
Tingkat 3 3 2 5
Tingkat 4 17 17 34
Tingkat 5 78 131 209
Total 98 150 248
5.2. Pembahasan
Dari hasil penelitian, terdapat 390 orang yang didiagnosis dengan PGK
oleh dokter di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013. Jika dibandingkan
dengan penelitian Anggie (2009), dimana tercatat 101 orang didiagnosis dengan
PGK oleh dokter di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009, maka jelas
terdapat peningkatan jumlah kasus. Kecenderungan peningkatan prevalensi PGK
oleh peningkatan prevalensi diabetes, hipertensi dan obesitas di seluruh dunia.
Menurut peneliti, peningkatan prevalensi ketiga kondisi medis yang juga menjadi
faktor resiko terjadinya PGK tersebut salah satunya dikarenakan adanya
pergeseran budaya di masyarakat yang menuntut hidup serba cepat, sehingga
masyarakat menjadi kurang meperhatikan nutrisi dari asupan makanan mereka.
Masyarakat juga lebih banyak menjalani kehidupan sedentary lifestyle sehingga
kurang aktivitas fisiknya.
Berdasarkan tabel 5.1. diketahui bahwa dari 390 orang pasien terdiagnosis
PGK terdapat penderita hipertensi dengan prevalensi sebesar 63,6% atau sebanyak
248 orang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh The Australian
Diabetes, Obesity and Lifestyle (AUSDIAB) pada tahun 1999-2000 dalam Atkins
(2005) dimana tercatat prevalensi hipertensi yang juga cukup tinggi pada pasien
PGK yaitu sebesar 77,4%. Tingginya prevalensi hipertensi pada pasien PGK
diduga karena keterlibatan dua mekanisme utama yakni retensi sodium dan
aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron yang dapat terjadi pada penderita
PGK (Schiffrin, 2007).
Berdasarkan tabel 5.2. diketahui bahwa penderita PGK yang disertai
hipertensi di RSUP H. Adam Malik Medan lebih banyak pada laki-laki yaitu
sebanyak 127 orang (51,2%). Hal ini sejalan dengan laporan Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 yang menyatakan bahwa prevalensi PGK di Indonesia lebih
banyak ditemukan pada laki-laki (0,3%) dibandingkan pada perempuan (0,2%).
Prevalensi PGK yang ditemukan lebih tinggi pada laki-laki kemungkinan
berkaitan dengan pernyataan Mackay dan Mensah (2004) yang menyatakan
bahwa dari berbagai penelitian, insidens hipertensi lebih banyak ditemukan pada
pria dibandingkan wanita usia premenopause. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, hipertensi merupakan salah satu penyebab utama dari PGK. Selain
itu menurut Ganong (2008) hormon estrogen yang lebih dominan dimiliki oleh
wanita dapat menurunkan kolesterol plasma secara bermakna dan memiliki efek
vasodilatasi dengan meningkatkan produksi NO setempat sehingga dapat
Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa penderita PGK yang disertai
hipertensi di RSUP H. Adam Malik Medan lebih banyak pada kelompok usia
51-70 tahun yaitu sebanyak 123 orang (49,6%). Hal ini sejalan dengan laporan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 yang menyatakan bahwa prevalensi PGK meningkat
seiring dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur 35-44
tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%),
tertinggi pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%). Pada penelitian Levey et al
(2003) tercatat bahwa angka kejadian PGK paling banyak ditemukan pada usia
>60 tahun. Hal ini berkaitan dengan penurunan LFG yang merupakan salah satu
implikasi dari proses penuaan. Pada individu normal, LFG akan menurun hingga
hingga 10% atau sekitar 10 ml/menit setiap 10 tahun.
Berdasarkan tabel 5.4. diketahui bahwa tekanan darah penderita PGK yang
disertai hipertensi di RSUP H. Adam Malik Medan lebih banyak masuk ke
klasifikasi hipertensi derajat 2 yaitu sebanyak 150 orang (60,5%). Hal ini sesuai
dengan pernyataan Weiner (2004) yang menyatakan bahwa mengingat hipertensi
merupakan salah satu penyebab utama dari PGK, penurunan fungsi ginjal dapat
menggambarkan adanya kemungkinan keadaan hipertensi yang lebih parah.
Berdasarkan tabel 5.5. diketahui bahwa penderita PGK yang disertai
hipertensi di RSUP H. Adam Malik Medan lebih banyak didiagnosis dengan PGK
tingkat 5 yaitu sebanyak 209 orang (84,3%). Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh karena menurut Corwin (2008) manifestasi klinis gagal ginjal kronis baru
akan muncul jika penurunan fungsi ginjal telah mencapai hingga kurang dari 25%
dari fungsi normalnya, karena fungsi nefron yang telah rusak masih bisa diambil
alih tugasnya oleh nefron yang masih sehat. Sehingga kebanyakan pasien baru
akan mengunjungi rumah sakit saat manifestasi klinis mulai muncul dan
menggangu aktivitas sehari-hari, yakni pada saat telah memasuki PGK tingkat
lanjut. Akan tetapi, temuan ini dapat berbeda jika dibandingkan dengan di negara
maju seperti Amerika Serikat. Di banyak jurnal terbitan Amerika Serikat,
menyatakan bahwa lebih banyak ditemukan pasien dengan PGK tingkat 1
pada negara maju edukasi masyarakatya mengenai kesehatan lebih baik daripada
kita yang di negara berkembang, dimana masyarakat di negara maju sudah
terbiasa melakukan skrining jika memiliki faktor resiko untuk suatu penyakit
tertentu, sehingga penyakit mereka biasanya dapat dideteksi lebih dini.
Berdasarkan tabel 5.6. dapat disimpulkan bahwa sebagian besar yakni
sebanyak 131 orang pasien didiagnosis dengan PGK tingkat 5 disertai hipertensi
derajat 2. Menurut Bargman (2008) banyak penelitian telah menunjukkan bahwa
ada hubungan antara tekanan darah dengan progresivitas dari PGK walaupun
hubungan ini bersifat primer dan bukan bersifat eksklusif. Pasien PGK tanpa
adanya keadaan hipertensi dapat menandakan PGK dengan etiologi bukan
hipertensi atau memburuknya fungsi ventrikel kiri jantung. Pada penelitian Jafar
et al (2003) menyatakan bahwa progressi dari PGK akan semakin meningkat pada
pasien dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan ≤110 mmHg. Pasien
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
1. Sebanyak 390 orang terdiagnosis PGK di RSUP H. Adam Malik Medan
selama Januari-Desember 2013 .
2. Dari 390 orang yang terdiagnosis PGK di RSUP H. Adam Malik Medan
selama Januari-Desember 2013 didapati prevalensi hipertensi sebesar
63,6% atau sebanyak 248 orang.
3. Dari 248 orang pasien terdiagnosis PGK disertai hipertensi didapati
laki-laki sebanyak 127 orang (51,2%) dan perempuan sebanyak 121 orang
(48,8%).
4. Dari 248 orang pasien terdiagnosis PGK disertai hipertensi didapati pasien
dengan kelompok usia 10-30 tahun sebanyak 11 orang (4,4%), kelompok
usia 31-50 tahun sebanyak 103 orang (41,5%), kelompok usia 51-70 tahun
yaitu sebanyak 123 orang (49,6%), kelompok usia 71-80 tahun sebanyak 8
orang (3,2%), dan kelompok usia >80 tahun sebanyak 3 orang (1,2%).
5. Dari 248 orang pasien terdiagnosis PGK disertai hipertensi 150 orang
(60,5%) diantaranya adalah pasien dengan hipertensi derajat 2 dan 98
orang (39,5%) lainnya adalah pasien dengan hipertensi derajat 1.
6. Dari 248 orang pasien terdiagnosis PGK disertai hipertensi 209 orang
(84,3%) diantaranya adalah pasien PGK tingkat 5, 34 orang (13,7%)
adalah pasien PGK tingkat 4, 5 orang (2,0%) lainnya adalah pasien PGK
tingkat 3. Tidak ditemukan adanya pasien PGK tingkat 1 dan 2.
6.2. Saran
Diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan lebih baik lagi oleh
peneliti-peneliti selanjutnya, misalnya dengan meneliti apakah hipertensi yang
meyebabkan penyakit ginjal menahun ataukah penyakit ginjal yang menyebabkan
naiknya tekanan darah, yang dapat dilakukan dengan studi retrospektif maupun
DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, P.I., Ward, J.P.T., Wiener, C.M., Schulman, S.P., Gill, J.S., 2007. The
Cardiovascular System At A Glance. UK: Blackwell Science
Anand, S.S., Ounpuu, S., Yusuf, S., 2003. Ethnicity and Cardiovascular Disease.
In: Yusuf, S., Cairns, J.A., Camm, A.J., Fallen, E.L., Gersh, B.J., 2003.
Evidence-based Cardiology. 2ⁿᵈ ed. UK: British Medical Journal, 259-278.
Atkins, R.C. The Epidemiology of Chronic Kidney Disease. Australia: The
International Society of Nephrology. 2005: Vol. 67, Supplement 94.
Bargman, J.M., 2008. Chronic Kidney Disease. In: Fauci, A.S. et al, 2008.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17ᵗʰ ed. USA: The
McGraw-Hill Companies, Chapter 274
Burns, D.M., 2008. Nicotine Addiction. In: Fauci, A.S. et al, 2008. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 17ᵗʰ ed. USA: The McGraw-Hill
Companies, Chapter 390.
Coresh, J. et al. Prevalence of Chronic Kidney Disease in the United States. The
Journal of American Medical Association. 2007; Vol 298, No. 17.
Corwin, E.J., 2008. Handbook of Pathophysiology. 3ʳᵈ ed. USA: Williams &
Wilkins.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Froelicher, E.S., Oka, R.K., Fletcher, G.F., 2003. Physical Activity and Exercise
in Cardiovascular Disease Prevention and Rehabilitation. In: Yusuf, S.,
Cairns, J.A., Camm, A.J., Fallen, E.L., Gersh, B.J., 2003. Evidence-based
Furberg, C.D. and Psaty, B.M., 2003. Blood Pressure and Cardiovascular Disease.
In: Yusuf, S., Cairns, J.A., Camm, A.J., Fallen, E.L., Gersh, B.J., 2003.
Evidence-based Cardiology. 2ⁿᵈ ed. UK: British Medical Journal, 146-160.
Ganong, W.F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. ed 22. diterjemahkan oleh
Pendit, B.U. Jakarta: EGC.
Goldfarb, D.A., Nally Jr., J.V., Schreiber Jr., M.J., 2007. Chronic Renal Failure.
In: Wein, A.J., Kavoussi, L.R., Novick, A.C., Partin, A.W., Peters, C.A.,
2007. Campbell-Walsh Urology. 9ᵗʰ ed. USA: Saunders Elsevier, Chapter
41
Graettinger, W.F., 2002. Systemic Hypertension. In: Crawford, M.H., 2002.
Current Diagnosis & Treatment in Cardiology. 2ⁿᵈ ed. USA: The
McGraw-Hill Companies, Chapter 13.
Jafar, T.H. et al. Progression of Chronic Kidney Disease: The Role of Blood
Pressure Control, Proteinuria, and Angiotensin-Converting Enzyme
Inhibition (A Patient-Level Meta-Analysis). Annals of Internal Medicine.
2003; Vol 139 Number 4.
Kotchen, T.A., 2008.